.21·11. 2.oi7
HUKUM
IS-LAM
MATERI MELIPUTI ·:
- ASAS-ASAS HUKUM ISLAM.
- HUKUM ISLAM-I
- HUKUM .JSLAM II
""
14;!.03~- \L(H\
!2.1. tl . .lC>17
Cetakan I 1992
Cetakan II : 1997
Cetakan Ill : 2002
iv
KATA PENGANTAR
... Penulis.
v
KATA PENGANTAR ( Cetakan kedua)
Cetakan kedua dari buku ini mengalami beberapa perbaikan. Adapun
pcrbaikannya meliputi huruf dalam kata, angka, dan anak kalimat yang salah
atau kurang cctak. Sclain itu ada beberapa tambahan kalimat untuk mcmpcr-
jelas arti dan ada juga yang berkaitan dcngan hukum positiflndonesia.
Mengenai tambahan materi sampai cctakan ini tidak ada, karena scbagai
materi dasar sudah cukup padat. Bahkan untuk matcri hukum waris bagi yang
mempclajarinya sudah cukup untuk menyclesaikan masalah pewarisan yang
dihadapi dalam kCfuarga atau anggota masyarakat yang memcrlukan bantuan.
Atas bantuan Saudara Punomo Sadriman, S.H. sebagai pimpinan Pencrbit
CV. MANDAR MA.TU BANDUNG saya pribadi dan keluarga mengucapkan
terima kasih atas kescdiaannya meticrbitkan buku cetakan kcdua ini.
Bandung, Agustus 1997
Pcnulis.
vi
DAFTAR lSI
Halaman
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
Kata Pengantar Cetakan ke-2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi
Kata Pengantar Cetakan ke-3 .. .. ·. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v1
Daftar lsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v11
ix
HAB I
PENDAHULUAN
1
Mercka d a tang k e Indon esia se lain membawa barang-barang
daga nga n juga membawa kebudayaannya. Kornunikasi a ntar
ba ngsa yang m empunyai dua kebudayaan berb eda melalui pcr-
daganga n tcnt u akan n1 e nimbulkan titik t emu t ertentu . Hal ini
tidak n1 ung k in dapat dihindarkan apalagi hubunga n perdagang-
a nnya dilakuk a n dcnga n penuh pengcr';ian dalam perdamaian.
Su~1tu -r ertcmuan a ntara clua hal yang berbed a t entu akan
menimbulkan c.i kibat, baik lamb at maupun cepat , sebagai rcaksi.
Dan akibat itu rclatif ; kadang-kaclang hal yang datang dapat
m enguasai , dikuasai , atau pcmbauran. Demikia n juga halnya
dengan adanya pertemuan dua k cbudayaan yang berb ecla akibat-
nya dapat menimbulkan saling jJCngaruh-mempengaruhi satu
kebudayaan akan kalah k epada keb.Lidayaan yang lain atau tctjadi
pembauran dari kedua kebudayaan itu . Tctapi jangka wakt u
timbulnya akibat dari pcrtemuan kcdua kebud ayaan itu tidak
dapat diukur, sebab dilihat clari unsur-un sur k ebudayaan per-
ubahan-perubaha nnya t ergantung k epada cepat lambatnya m e-
n erima pengaruh d ari kebudayaan lain itu.
Menurut Prof. Koentjaraningrat , un su r-unsur univ ersal yang
sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan di dunia ini ada-
lah :
I . Sistcm rcligi dan upacara keaga maan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata p encaharian hidup.
7. Sistem tcknologi d an peralatan .
2
dari urutan unsur-unsur universal kebudayaan itu berarti sistem
religi merupakan unsur yang tersulit bcrubah. Hal ini perlu
dipahami mengingat bahwa bagi penganut suatu religi tertentu
memiliki sifat yang unik, ·yaitu keyakinan individu yang
religius. Merubah keyakinan seseorang yang religius dengan
keyakinan yang religius lainnya itulah yang dimaksud tersulit,
karena suatu keya~inan terhadap sesuatu yang bersifat religius
itu diterima melalui ·batin dan bukan melalui aka!. Dogma-
dogma yang diterima · melalui batin tidak dapat diana! isis
secara empiris melainkan hanya diyakini kebenarannya. Perubahan
scbagian unsur universal kcbudayaan yang teJ~jadi di Indonesia
khususnya unsur rcligi dan upacara kcagamaan dapat dilihat
dcngan banyaknya bangsa Indonesia scbagai pemeluk agama- ·
agama Budha, Hindu, Nasrani (Katolik, Protcstan), clan Islam.
Tetapi walaupun pada umumnya setiap orang tclah memcluk
suatu agarna belum tentu scluruh pcraturan hukum agama itu
menguasai pclaksanaan dari pemeluknya. Maksudnya, dari rcligi
yang dipcluk scmula sccara turun-tcmurun masih ada bagian
tcrtentu yang tetap dominan dan tidal< dapat dipcngaruhi olch
kctentuan hukum agama yang dipcluknya.
Contoh : Seorang pemcluk agama tertentu kalau mau melang-
sungkan perkawinan supaya sall dilakukan berdasarkan
ketcntuan-ketentuan agama; tetapi dalam upacara
perkawinannya digunakan hukum adat.
3
taati oleh setiap umat Islam sebagai pemeluknya, maka peraturan-
nya tidak dapat berjalan secara mantap. Ada saja orang yang
mengaku beragama Islam dan dalam tindakan tertentu belum
melaksanakan hukum agama itu dengan baik. Situasi sosial yang .
demikian hendaknya dapat dipahami, karena pandangan hidup
Pancasila tidak mengharuskan untuk menegakkan negara Islam.
Karena itu. dalam perkembangan agama Islam tidak mungkin
hukum agama · ·positif akan bercorak unifikasi di dalam negara
Republik Indonesia. Demikian juga dengan perkembangan agama-
agama lain yang dipeluk oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Hanya saja dengan adanya heterogenitas dalam kehidupan
beragama itu mengundang suatu pertanyaan khusus bagi hukum
Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama .dalam
kedudukan dan pelaksanaan aturan hukumnya.
Kalau ada suatu peFtanyaan yang menyangkut tentang kedudukan
dan pelaksanaan aturan-aturan hukum Islam di dalain kehidupan
masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa pertanyaan itu akan
menimbulkan jawaban yang luas. Sebab selain dapat dilihat
kekhususannya dalam kegiatan politik Indonesia juga secara umum
terdapat pandangan masyarakat dunia pengetahilan untuk
mempelajari hukum Islam yang selalu berkembang. Karena itu
perlu diketahui lebih dahulu kegiatan · politik negara dalam
memperhatikan hukum Islam, kemudian perhatian dunia
pengetahuan terhadap perkembangan hukum Islam yang perlu
dipelajari.
Pandangan hidup Pancasila yang dilaksanakan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen
menunjukkan tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia
yang ·berdl}ulat. Dalam salah satu kegiatan politiknya yang
mecyangkut meng~nai hukum dan pelaksanaannya dicantumkan
pada Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 itu
yang menyatakan 'Segala ·badan Negani dan peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini'. Maksud dari ketentuan Pasal
II Aturan Peralihan ini untuk menghindarkan kekosongan
berlakunya hukum sesaat setelah Indonesia menjadi sebuah negara
merdeka. Dan dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan itu juga
4
menunjukkan bahwa peraturan-peraturan hukum yang berlaku
sebelum Indonesia merdeka menjadi tetap berlaku sebagai hukum
positif selama belum ada hukum positif nasional. Sedangkan
sebelum Indonesia merdeka kepulauan nusantara ini diduduki oleh
Bala Tentara Jepang. Waktu itu pemerintah Bala Tentara Jepang
yang dicantumkan dalam Osamu Serei No. 1 tahun 1942 Pasal 3
memberlakukan peraturan-peraturan hukum yang berlaku
sebelumnya. Berarti bah»'a peraturan hukum yang berlaku adalah
peraturan hukum Hindia Belanda. Dan peraturan hukum Hindia
Belanda didasarkan pada Algemene Bepalingen van Wetgeving
(AB) serta Indische Staatsregeling (IS). Dengan demikian sejak
berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 clan berclasarkan Pasal II
Aluran Peralihannya, maka peraturan hukum yang berlaku eli
Indonesia, adalah AB dan IS sepanjang tidak dirubah/diganti oleh
Undang-undang Nasional.
Dalam kaitannya dengan kedudukan hukum Islam, maka Pasal 134
ayat 2 IS menyatakan bahwa "Akan tetapi perkara hukum perdata
antara orang-orang Islam itupun kalau dikehendaki oleh hukum
Adatnya diperiksa oleh hakim agama sekedar tidak ditentukan lain
dengan ordonansi". Dari ketentuan pasal ini ditempuh jalan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk membedakan secara tegas
pelaksanaan berlakunya hukum perdata bagi setiap orang yang
beragama Islam dengan orang yang tidak beragama Islam dalam
bidang hukum tertentu kalau terjadi masalah hukum. Dan
penyelesaiannyapun disediakan pengadilan agama. Tetapi kalau
masalah hukum yang dihadapi dikuasai oleh peraturan hukum
perdata Eropah yang peraturannya dikeluarkan melalui orclonansi,
maka penyelesaiannya tidak melalui pengadilan agama.
Misalnya : , Seorang anggota masyarakat Adat beragama Islam
· tunduk secara suka (ela kepada seluruh hukum per-
data Eropah (menu1:tJt S. 1917 : 12) mau bercerai.
Perceraiannya tidak dilakukan oleh pengadilan
agama melainkan oleh pengadilan Hindia Belanda.
Jadi berdasarkan ketentuan Pasal 134 ayat 2 IS ini kriteria yang
perlu diperhatikan ialah :