Anda di halaman 1dari 4

Dalam lima tahun terakhir, pemerintah meningkatkan perhatian dan anggaran untuk

mempercepat penurunan angka bayi pendek (stunting) melalui penerbitan peraturan presiden dan
menetapkan 160 kabupaten dan kota prioritas penanggulangan stunting.

Masalahnya, meski prevalensi bayi stunting di Indonesia pada 2018 masih tinggi 30,8% atau
sekitar 1 dari 3 anak balita merupakan bayi stunting, tak ada data prevalensi tingkat kecamatan
dan desa yang dapat membantu menentukan area prioritas intervensi.

Saat ini informasi prevalensi status gizi anak di bawah lima tahun baru tersedia untuk tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten yang berasal dari survei Riset Kesehatan Dasar. Padahal, lima
tahun lagi pemerintah menargetkan angka stunting bisa diturunkan hingga 19%.

Keterbatasan informasi menjadi kendala pemerintah dalam menentukan sasaran program anti-
stunting ke area yang lebih kecil. Informasi akurat terkait wilayah prioritas dan tingkat prevalensi
status gizi sangat dibutuhkan untuk membantu pengambil kebijakan dalam mengalokasikan
anggaran dan sumber daya lainnya pada sasaran yang tepat.

Melalui kerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), SMERU
Research Institute baru-baru ini menyusun Peta Status Gizi untuk 6 kabupaten (peta bisa dilihat
di sini) berdasarkan data riset pemerintah dan verifikasi di lapangan. Peta ini menyediakan
informasi prevalensi status gizi balita hingga ke tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.

Dengan metode riset yang kredibel dan data yang akurat, peta ini menjawab kebutuhan data
kesehatan atau kemiskinan di tingkat desa/kecamatan dengan biaya yang jauh lebih murah. Kami
menyajikan data status gizi balita di semua desa (1518 desa) di enam kabupaten terpilih yang
masuk dalam daftar kabupaten prioritas yakni Rokan Hulu Provinsi Riau, Lampung Tengah
(Lampung), Tasikmalaya (Jawa Barat), Pemalang (Jawa Tengah), Jember (Jawa Timur), dan
Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur).
Salah satu temuan kami, program intervensi pemerintah seperti perbaikan akses terhadap air
bersih dan sanitasi layak dan program terkait kesehatan lainnya, serta perubahan perilaku
masyarakat menyebabkan perbaikan status gizi anak secara umum di 6 kabupaten tersebut.

Memandu intervensi yang tepat sasaran


Jauh sebelum riset menyusun peta status gizi tersebut, lembaga kami berpengalaman menyusun
peta kemiskinan yang dibuat tahun 2000, 2010 dan 2015. Peta tersebut memberikan informasi
tingkat kemiskinan hingga ke tingkat administrasi terkecil yaitu desa/kelurahan.

Peta ini tersedia aksesnya untuk pemerintah dalam rangka penetapan daerah-daerah prioritas
pengentasan kemiskinan. Peta tersebut juga dapat memberikan gambaran secara geografis
mengenai faktor-faktor kemiskinan antar wilayah dan aspek-aspek penghidupan masyarakat
secara multi-dimensional.
Kami mengadopsi metode Small Area Estimation (SAE) dari Chris Elbers, Jean Lanjouw, and
Peter Lanjouw (2003) ekonom dari Vrije Universiteit Amsterdam yang populer digunakan untuk
mengestimasi tingkat kemiskinan hingga ke satuan wilayah terkecil.

Status gizi yang ditampilkan dalam peta status gizi tersebut meliputi stunting (anak pendek) yang
didasarkan pada tinggi badan dan umur, underweight (anak berat kurang) yang didasarkan pada
berat badan dan umur, dan wasting (anak kurus) yang didasarkan pada tinggi badan dan berat
badan.

Sumber data yang kami gunakan untuk menyusun peta gizi berasal dari Riset Kesehatan Dasar
2013 yang memuat informasi hasil ukur berat dan tinggi badan balita secara nasional hingga
tingkat kabupaten/kota. Lalu data Statistik Potensi Desa 2011 dan Sensus Penduduk 2010 dari
Badan Pusat Statistik.

Untuk menyusun peta status gizi, selain memetakan melalui estimasi menggunakan data survei
dan sensus, kami juga memverifikasi 18 desa dengan mengukur tinggi dan berat badan semua
balita (3.800 anak berumur 0-59 bulan) di semua desa terpilih dan wawancara mendalam dengan
informan kunci.

Verifikasi ini untuk mengukur secara langsung status gizi balita di desa, melihat konsistensi
model estimasi, dan menangkap perubahan dari faktor-faktor kurun waktu 2013 ke 2019.

Temuan dari studi ini menunjukkan kondisi status gizi di semua desa sampel verifikasi
cenderung membaik selama kurun waktu 2013 hingga 2019. Contohnya, berdasarkan estimasi
pada desa A di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu pada 2013 memiliki angka
stunting 61%. Sementara pada verifikasi tahun 2019 angka stunting ditemukan hanya
sepertiganya (20%) di desa tersebut. Program-program intervensi dari pemerintah seperti
perbaikan akses sanitasi dan air layak dan pendidikan orang tua mengubah status gizi di desa,
tapi perlu riset lanjutan untuk bisa menunjukkan apa saja program yang paling berhasil.

Temuan ini sejalan dengan perubahan angka stunting di tingkat kabupaten. Riset Kesehatan
Dasar 2013 menyatakan angka stunting di Kabupaten Rokan Hulu mencapai 59%, lalu riset
serupa tahun lalu angkanya turun lebih dari separuhnya, tinggal 27%.

Pola serupa juga ditemukan di semua kabupaten studi. Hal ini menunjukkan konsistensi antara
perubahan angka status gizi di tingkat desa dan perubahan angka status gizi di tingkat kabupaten
pada 2013-2019.

Faktor pengubah status gizi


Karena perbedaan antara tahun estimasi – menggunakan data riset kesehatan dasar tahun 2013 –
dan verifikasi lapangan pada tahun ini, kami juga menganalisis faktor perubahan angka status
gizi di tingkat desa. Kami menemukan beberapa faktor penghidupan yang berpengaruh secara
tidak langsung terhadap perubahan status gizi di desa sampel.
Meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan ayah dan ibu, membaiknya sanitasi layak dan akses
rumah tangga terhadap air bersih, naiknya tingkat kesejahteraan rumah tangga, dan perbaikan
asupan gizi ibu dan anak baik melalui perubahan pemahaman terkait pola pengasuhan, dan
terpapar oleh program-program gizi merupakan faktor-faktor yang mengubah status gizi anak-
anak.

Sedangkan desa dengan angka status gizi yang stagnan tarkait dengan pola hidup bersih dan
sehat yang tidak berjalan, ada pernikahan dini, kondisi geografis dan akses ke layanan kesehatan
yang sulit, dan potensi kerawanan pangan.

Di desa-desa di Timor Tengah Selatan, misalnya, penurunan angka prevalensi stunting


cenderung kecil/stagnan. Hal ini disebabkan oleh faktor kondisi geografis wilayah yang luas
dengan penduduk yang tersebar, lalu kondisi alam yang cenderung kering dan jauhnya akses
sumber air bersih, kesejahteraan rumah tangga yang rendah, dan pemahaman yang rendah
terhadap makanan bergizi dan berimbang.

Mencegah masa depan buruk


Penelitian di berbagai negara berkembang menyatakan stunting memiliki banyak dampak buruk
pada masa depan anak-anak. Mereka yang stunting cenderung memiliki capaian pendidikan yang
lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah dan kemungkinan untuk jatuh dalam kemiskinan
yang lebih besar.

Karena tinggi badannya yang cenderung lebih rendah, maka anak-anak yang stunting memiliki
faktor risiko berat badan berlebih atau obesitas dan penyakit kronis lainnya ketika dewasa.
Perempuan yang stunting juga dapat mengakibatkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) dan komplikasi persalinan.

Bank Dunia mencatat kurangnya tinggi anak 1% secara nasional berkorelasi dengan penurunan
produktivitas ekonomi 1,4% di negara berkembang di Asia dan Afrika.

Dan Indonesia masih menghadapi permasalahan akut kekurangan gizi di kalangan anak-anak di
bawah lima tahun.

Sampai saat ini, pemerintah Indonesia menurunkan angka stunting dengan dua strategi:
intervensi spesifik dan intervensi sensitif.

Di bawah kendali Kementerian Kesehatan, intervensi spesifik ditujukan untuk mencegah dan
mengatasi stunting secara langsung pada ibu hamil dan balita melalui pemberian zat besi,
imunisasi, makanan tambahan, dan suplementasi zat gizi mikro (misalnya zat besi, seng, dan
vitamin).

Sedangkan intervensi sensitif yang multi-sektoral untuk mengatasi permasalahan sosioekonomi


yang dapat berhubungan dengan peningkatan risiko stunting, seperti akses sanitasi dan air bersih,
akses terhadap bantuan sosial, peningkatan ketahanan pangan dan peningkatan kesehatan remaja.
Karena itu, data prevalensi yang akurat di level terkecil sangat penting agar intervensinya tepat
sasaran. Peta Status Gizi untuk 6 kabupaten baru langkah awal untuk membantu memetakan
status gizi untuk seluruh desa dan kecamatan di Indonesia sebagai bagian dari strategi nasional
menurunkan angka bayi dan balita stunting.

 Kesehatan ibu
 Kesehatan anak
 gizi anak
 stunting
 gizi bayi

 Kirim cuitan
 Bagi
 Dapatkan newsletter

Mungkin Anda juga suka

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru capaian semu,


ini tanggung jawab siapa?

Bayi menangis di pesawat terbang: bagaimana sebaiknya


penumpang dan awak kabin bersikap?

Seperempat ibu depresi setelah melahirkan, tapi


penanganannya belum optimal. Mengapa?

Memburu stunting: Wacana pembangunan kesehatan


Jokowi dan diskriminasi fisik untuk pekerjaan

Anda mungkin juga menyukai

  • Paru 2
    Paru 2
    Dokumen52 halaman
    Paru 2
    indah febriyani
    Belum ada peringkat
  • 11
    11
    Dokumen1 halaman
    11
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Hipokalemia
    Hipokalemia
    Dokumen3 halaman
    Hipokalemia
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Kursus EKG Dasar
    Kursus EKG Dasar
    Dokumen36 halaman
    Kursus EKG Dasar
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 9
    9
    Dokumen1 halaman
    9
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Irene Sunting
    Irene Sunting
    Dokumen1 halaman
    Irene Sunting
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Girls' Generati
    Girls' Generati
    Dokumen1 halaman
    Girls' Generati
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Inisial Assesment
    Inisial Assesment
    Dokumen93 halaman
    Inisial Assesment
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Pneumothorax
    Pneumothorax
    Dokumen19 halaman
    Pneumothorax
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Red Velvet (Gru
    Red Velvet (Gru
    Dokumen1 halaman
    Red Velvet (Gru
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Joy Sunting
    Joy Sunting
    Dokumen1 halaman
    Joy Sunting
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Dental Biofilm Adalah Komplek Ekosistem Bakterial Yang Mengalami Evolusi, Maturasi, Dan
    Dental Biofilm Adalah Komplek Ekosistem Bakterial Yang Mengalami Evolusi, Maturasi, Dan
    Dokumen1 halaman
    Dental Biofilm Adalah Komplek Ekosistem Bakterial Yang Mengalami Evolusi, Maturasi, Dan
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Girls' Generati
    Girls' Generati
    Dokumen1 halaman
    Girls' Generati
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Wendy Sunting
    Wendy Sunting
    Dokumen1 halaman
    Wendy Sunting
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Jakarta, Kompas
    Jakarta, Kompas
    Dokumen1 halaman
    Jakarta, Kompas
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 7 Angka Indeks
    7 Angka Indeks
    Dokumen12 halaman
    7 Angka Indeks
    leli191
    Belum ada peringkat
  • Dukunbidan 3
    Dukunbidan 3
    Dokumen1 halaman
    Dukunbidan 3
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 7
    7
    Dokumen1 halaman
    7
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 4
    4
    Dokumen1 halaman
    4
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 10
    10
    Dokumen1 halaman
    10
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 6
    6
    Dokumen1 halaman
    6
    leli191
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen1 halaman
    1
    leli191
    Belum ada peringkat
  • RM 13
    RM 13
    Dokumen2 halaman
    RM 13
    leli191
    Belum ada peringkat
  • RM 12
    RM 12
    Dokumen2 halaman
    RM 12
    leli191
    Belum ada peringkat
  • RM 9
    RM 9
    Dokumen1 halaman
    RM 9
    leli191
    Belum ada peringkat
  • RM 10
    RM 10
    Dokumen1 halaman
    RM 10
    leli191
    Belum ada peringkat
  • RM 8
    RM 8
    Dokumen1 halaman
    RM 8
    leli191
    Belum ada peringkat
  • RM 11
    RM 11
    Dokumen1 halaman
    RM 11
    leli191
    Belum ada peringkat