Anda di halaman 1dari 9

DISLOKASI PANGGUL ASIMETRIS BILATERAL:

LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN DARI LITERATUR

Abstrak :
Dislokasi panggul asimetri bilateral merupakan kasus yang langka, dimana satu pinggul
dislokasi ke arah posterior dan pinggul kontralateralnya dislokasi ke arah anterior. Kami
melaporkan dan menyediakan seluruh kasus dislokasi panggul asimetri bilateral,identifikasi
140 total kasus, lebih dari 70 telah dilaporkan sebelumnya.
Tujuan : untuk mengkaji dan mengevaluasi keseluruhan literatur tentang dislokasi panggul
asimetris bilateral
Metode : melakukan pembahasan secara menyeluruh dan menganalisis tentang dislokasi
panggul asimetris bilateral dengan sebuah laporan kasus secara bersamaan.
Hasil dan Kesimpulan : bilateral asimetris mewakili sekitar 0,01%-0,02% dari semua kasus
dislokasi sendi. Telah ada peningkatan jumlah laporan kasus dalam literatur dalam 10 tahun
terakhir. Pria lebih sering mengalami kasus ini dibandingkan wanita, hal ini dikarenakan
penyebab cidera paling banyak adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Reduksi tertutup
dengan cara yang aman dan efisien harus segera untuk mengurangi potensi terjadinya
komplikasi, dan reduksi terbuka harus dipertimbangkan pada dislokasi yang tidak bisa
direduksi. Setelah manajemen reduksi harus dilakukan penilaian stabilitas dan CT untuk
menilai cidera fragmen intraartikular; meskipun tidak ada panduan yang jelas untuk terapi
emergensi post reduksi. Komplikasi yang sering muncul: kelemahan syaraf, AVN, dan
osifikasi hipertropik.

PENDAHULUAN
Dislokasi sendi panggul asimetris bilateral merupakan kasus yang langka, dimana satu
pinggul dislokasi ke posterior dan pinggul kontralateralnya dislokasi ke anterior, mewakili
sekitar 0,01%-0,02% dari semua kasus dislokasi sendi. Laporan kasus pertama kali muncul di
Internasional pada 18451, dengan dislokasi superior posterior panggul kanan dan dislokasi
inferior anterior panggul kiri setelah kecelakaan menjungkirbalikkan gerobak yang penuh
dengan funitur. Sejak laporan kasus awal, terdapat 104 kasus cidera langka dengan fokus
diskusi berupa mekanisme cidera, terapi cidera, dan hasil terkait cidera. Baru-baru ini
dilaporkan hanya 34 total kasus yang ditemukan di Inggris. Kami melaporkan kasus dislokasi
panggul asimetris bilateral dan tinjauan kritis dari 104 kasus yang dilaporkan tentang
dislokasi panggul asimetris bilateral membahas tentang mekanisme dan pola cidera, terkait
cidera, komplikasi, manajemen dan akibat yang ditimbulkan dari cidera.

LAPORAN KASUS
Pasien AT seorang wanita berusia 23 tahun, tidak ada riwayat trauma pelvis sebelumnya,
kelainan perkembangan pinggul, atau kelemahan ligamen yang merupakan seorang
penumpang yang duduk di depan sebuah kendaraan bermotor yang berjalan dengan
kecepatan tinggi. Pasien naik pada consol depan dan tidak berada di kursi yang seharusnya
pada saat kecelakaan. Dia dilarikan ke rumah sakit daerah dimana pemeriksaan fisik awal dan
pencitraan menunjukkan fraktur terbuka proksimal os humerus kanan (gambar 1a) dan
dada/abdomen pelvis CT menunjukan dislokasi panggul kanan ke arah posterior-superior dan
panggul kiri dislokasi anterior-inferior (gambar 2). Setelah penilaian awal dan stabilisasi
pasien dirujuk ke rumah sakit kami yang sarana pelayanan operasi evaluasi trauma yang
lengkap. Khususnya, tidak ada reduksi dislokasi panggul yang dicoba pada pasien sebelum
transfer sekunder.

Setelah 4 jam dari cidera, pasien merasakan nyeri pada ekstremitas atas sebelah kanan, nyeri
pada dinding dada sebelah kiri dan nyeri panggul bilateral. Pada pemeriksaan ekstremitas atas
sebelah kanan didapatkan fraktur terbuka os humerus tanpa kontaminasi kotor dan
neurovaskuler ekstremitas utuh.

Pemeriksaan pada ektremitas bawah didapatkan pemendekan dan eksternal rotasi pada
tungkai kanan, sedangkan tungkai kiri pada posisi internal rotasi dan lebih panjang
dibandingkan sisi kontralateral, konsisten dengan dislokasi asimetris bilateral sendi panggul.
Kedua ekstremitas bawah ditemukan neurovaskular yang masih intak dengan kekuatan yang
tepat dan sensasi dan pulsasi pada daerah distal masih teraba. Pasien melaporkan rasa sakit
saat mencoba internal dan eksternal rotasi dari kedua panggulnya. Gambaran radiografi pelvis
AP (gambar 3a)bertujuan untuk memastikan dislokasi asimetris dan tidak ada fraktur leher
femur atau fraktur asetabulum.

Setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap trauma, pasien secara sadar dibius dengan
menggunakan ketamin, propofol dan fentanil pada bagian emergensi. Dengan sedasi yang
adekuat, usaha untuk mereduksi dislokasi sendi panggul posterior-superior kanan dengan
menggunakan teknik traksi standar dengan stabilisasi pinggul dengan pinggul dan lutut fleksi,
traksi lembut dan adduksi dan internal rotasi dari pinggul. Jika usaha awal tidak berhasil,
perhatian beralih pada dislokasi sendi panggul anterior-inferior kiri dimana reduksi pada garis
aksial dan rotasi eksterna dan abduksi. Setelah berhasil merelokasi dislokasi panggul anterior-
inferior, perhatian kita kembali pada dislokasi pinggul posterior-superior. Dengan
menggunakan kembali traksi yang sebelumnya, pinggul dengan mudah diposisikan.
Gambaran panjang tungkai simetris dan status neurovaskular sebelum direduksi harus
dipertahankan. Traksi manual lembut diterapkan sementara gambaran AP pelvis diperoleh
(gambar 3b).

Setelah selesai reduksi, pemeriksaan CT diperoleh gambaran reduksi konsentris pada kedua
pinggul dan tidak ada bukti adanya fraktur fragmen intraartikular (gambar 4). Pasien
ditempatkan pada pencegahan dislokasi panggul posterior dan dibawa ke kamar operasi untuk
mengatasi fraktur humerus terbuka kanan. Pemberian beban berat pada bagian atas
ekstremitas fraktur humerus diperbaiki dengan pemasangan plat dan screw dan stabilitas dari
reduksi pinggul harus dengan anestesi di kamar operasi (gambar 5). Setelah operasi, pasien
masih dilanjutkan untuk tindakan pencegahan dislokasi posterior pinggul bilateral, dengan
pemberian beban berat sebagai toleransi pada ekstremitas bawah kanan, dan jari kaki-sentuh
beban berat pada sebelah kiri karena fraktur kecil pada dinding posterior. Pasien keluar dari
rumah sakit 2 hari pasca operasi dan tetap pada pembatasan beban tubuh selama 2 minggu
kemudian dialihkan pada beban tubuh sebagai toleransi ekstremitas bawah bilateral.
Pasien melakukannya dengan baik setelah dipulangkan dan pada saat 16 bulan dilakukan
follow up ditemukan pasien dapat beraktivitas dengan baik tanpa komplikasi. Khususnya
pasien tidak mengeluh nyeri dengan pergerakan atau beban tubuh, tidak ada pembatasan
gerakan dan tidak ada bukti komplikasi dari radiografi (gambar 1b&6).

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Berikut ini adalah laporan sebelumnya tentang dislokasi pinggul asimetris bilateral pada
kedua sumber Inggris dan non-Inggris. Kami merasakan bahwa evaluasi menyeluruh dari
sumber yang tersedia memberikan pandangan terhadap suatu trauma yang unik. Sebelumnya,
ulasan pembelajaran dengan bahasa non-Inggris sering dilewatkan: kami merasa ini
merupakan kelemahan karena banyak laporan asli tentang dislokasi pinggul asimetris
bilateral telah dilaporkan dalam litelatur internasional.

Dalam literatur kami, kami mengidentifikasi 104 total kasus dislokasi pinggul asimetris
bilateral, termasuk kasus yang disajikan disini, berasal dari 92 kasus yang dipublikasi, 72
kasus yang diidentifikasi sebagai literatur berbahasa inggris dan 32 kasus dari internasional
bukan berbahasa inggris (APPENDIX1). Ada kemungkinan bahwa satu kasus dilaporkan dua
kali, namun kami benar-benar mengidentifikasi ulasan masing-masing artikel untuk
mengidentifikasi informasi penting seperti : arah dislokasi, jenis kelamin, usia saat dislokasi,
mekanisme cidera, berhubungan dengan cidera, waktu reduksi, terapi, hasil dan komplikasi.
Banyak dalam ulasan kasus, terdapat dokumentasi yang akurat tentang rincian kasus ini.
Namun, dibeberapa kasus rinciannya kurang dan sesuatu yang spesifik kadang tidak
diketahui. Semua dislokasi yang dilaporkan adalah pinggul asli; tidak ada laporan dari
dislokasi asimetris yang melibatkan salah satu atau dua dari pinggul buatan.

Arah Dari Dislokasi


Kami mengidentifikasi dari total 95 kasus yang merinci arah dari dislokasi asimetris. 9 kasus
tidak melaorkan arah dari dislokasi, dimana 50 (53%) kasus terjadi pada posterior kanan,
anterior kiri dan 45 (47%)anterior kanan, posterior kiri.

Jenis Kelamin
Kami menemukan 93 kasus melaporkan jenis kelamin. 81% ditemukan pada laki-laki dan
19% pada perempuan (gambar 7). Pertama kali dilaporkan dislokasi asimetri terjadi pada
wanita pada tahun 1889, kemudian tidak ada lagi laporan insiden dislokasi asimetris yang
terjadi pada wanita sampai tahun 1954, hampir 65 tahun kemudian. Sejak 1997, terdapat 16
lebih kasus wanita mengalami dislokasi asimetris , termasuk yang dilaporkan disini, mewakili
total 32% kasus sejak 1997 (gambar 7).

Usia
90 kasus melaporkan usia pada dislokasi. Usia sekitar 11-65 tahun, dengan usia rata-rata 32,9
tahun. Ketika menganalisis usia rata-rata dislokasi berdasarkan jenis kelamin, usia rata-rata
dislokasi pada pria adalah 32,2 tahun dan wanita 27,2 tahun.
Mekanisme Cidera
Kami membagi metode cidera dalam lima kategori: kecelakaan kendaraan bermotor
(termasuk tabrakan sepeda motor), beban dari atas (misalnya dinding runtuh), jatuh dari
ketinggian, pejalan kaki disambar kendaraan bermotor dan lainnya (kecelakaan pesawat
terbang). Dari 104 kasus dialporkan, 91 kasus melaporkan mekanisme cidera. Sebagian besar
kasus yang dilaporkan (n-54,59%) terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Kedua
akibat beban dari atas (n=17,19%), dilanjutkan dengan pejalan kaki yang ditabrak sepeda
motor (n=14,15%). Jatuh (n=5,5%) dan kecelakaan pesawat terbang (n=1%).
Taylor yang pertama kali melaporkan bahwa kecelakaan kendaraan bermotor mengakibatkan
asimetris, bilateral dislokasi pada tahun 1940. Dia melaporkan , laki-laki 50 tahun
penumpang disebuah truk terlibat dalam tabrakan kepala. Sejak laporan tersebut, telah ada 54
kasus dislokasi asimetris bilateral akibat kecelakaan kendaraan bermotor, termasuk sepeda
motor, terhitung sekitar 59% dari kasus melaporkan mekanisme cidera.dari 54 kasus,16 kasus
merupakan supir,21 kasus merupakan penumpang, 13 kasus tidak melaporkan posisi pasien
dalam kecelakaan , dan 4 kasus diakibatkan oleh kecelakaan sepeda motor.
Meskipun modus yang dilaporkan dari cidera mengakibatkan bilateral dislokasi, tidak selalu
jelas jika bilateral, asimetris dislokasi terjadi bersamaan atau terjadi dalam dua. Contohnya
satu dislokasi pinggul terjadi pada waktu cidera, kemudian yang kedua, terjadi asimetris
kontralateral dislokasi karena usaha pelepasan.

Cidera lainnya
Cidera lainnya biasanya disertai dengan dislokasi pinggul asimetris bilateral. Hal ini mungkin
karena faktanya bahwa untuk kedua pinggul dilokasi banyak kekuatan dibutuhkan. Dari 104
kasus yang ditampilkan, 62 kasus dilaporkan dengan cidera tambahan, 23 kasus tanpa cidera
tambahan dan 19 kasus tidak ada menyinggung tentang cidera tambahan. Untuk analisis,
kami kategorikan fraktur dari proksimal femur dan asetabulum sebagai cidera yang
berhubungan dan cidera yang lainnya sebagai cidera yang tidak berhubungan.
Hubungan Fraktur Proksimal Femur dan Asetabulum
Hubungan fraktur termasuk fraktur dari asetabulum atau proksimal femur termasuk kepala
femur, leher,peritrokanter fraktur. Dari 104 kasus yang dianalisis, 46 kasus dilaporkan
berhubungan dengan fraktur, untuk totalnya dari 71 yang berhubungan dengan proksimal
femur atau asetabulum fraktur. Mayoritas (n=53) berhubungan dengan fraktur asetabulum
(75%), dengan 18 fraktur dari proksimal os femur dengan presentase 25%. Dari 53 fraktur
asetabulum,39 (74%) berhubungan dengan dislokasi posterior dan 12 (26%) berhubungan
dengan dislokasi anterior.
Dari 18 fraktur proksimal femur,12 (66%) berhubungan dengan anterior dislokasi dan 6
(43%) berhubungan dengan posterior dislokasi. Total dari 4 pinggul mempunyai ipsilateral
asetabulum dan proksimal femur fraktur dan 1 kasus dilaporkan bilateral asetabulum dan
proksimal femur fraktur.

Cidera yang tidak berhubungan


Dokumentasi dari cideta yang tidak berhubungan adalah variabel. Namun, dilaporkan cidera
yang tidak berhubungan 17 kasus dilaporkan tidak ada hubungan cidera ekstremitas bawah
contohnya cidera lutut dan pergelangan kaki: 15 kasus melaporkan cidera ekstremitas atas
termasuk tangan; 5 kasus dilaporkan cidera tulang belakang , 10 kasus yang dilaporkan
adanya cidera abdomen,10 kasus dilaporkan adanya luka atau cidera kulit superfisial; 10
kasus yang dilaporkan pasien mengalami syo yang tidak spesifik, 2 kasus yang dilaporkan
dengan cidera wajah atau kepala.

Waktu untuk mereduksi


Total 53 kasus yang dilaporkan waktu untuk mereduksi, dengan 42 kasus (79%) yang
dilaporkan reduksi kedua pinggul dalam 6 jam dari cidera. Tambahan 4 kasus yang
dilaporkan mereduksi kedua pinggul dalam 24 jam (7,5%) dengan total 46 dari 53 kasus
(87%) melaporkan mereduksi dalam 24 jam. Sisa 7 (13%) kasus yang melaporkan melakukan
reduksi lebih dari 24 jam setelah terjadi cidera.

Metode reduksi
Kami juga menganalisis tempat melakukan metode reduksi (diruang gawat darurat atau
dikamar operasi). Sebanyak 70 kasus yang melaporkan lokasi dari upayya reduksi. 20 dari 70
(29%) melakukan reduksi kedua pinggul di kamar gawat darurat, 40 pasien (57%)dilakukan
dikamar operasi dan 10 pasien (11%) satu pinggul direduksi di kamar gawat darurat dan satu
lagi direduksi di kamar operasi. Tidak ada rincian spesifik tentang jumlah dari upaya reduksi.
Selain itu 93 kasus yang dilaporkan apakah metode reduksi yang dikerjakan terbuka atau
tertutup.83 dari 93 (88%) yang dilaporkan adalah reduksi tertutup, 10 kasus (12%) dilaporkan
melakukan reduksi tertutup untuk 1 pinggul dan reduksi terbuka untuk pinggul sebelahnya
dantidak ada kasus yang melaporkan melakukan open reduksi pada kedua pinggul. Metode
reduksi terbuka atau pembedahan hanya digunakan di kamar operasi.

Management setelah reduksi


Kami menganalisis manajemen setelah reduksi termasuk pencegahan setelah reduksi, status
bantalan berat dan osifikasi heterotopik profilaks. 43 teridentifikasi beberapa tipe traksi post
reduksi dengan lama terapi selama 4 minggu. Dari 43 kasus, 23 menggunakan skeletal traksi,
16 kasus dengan skin traksi,dan 4 kasus tidak teridentifikasi tipe traksi. 42 kasus
menyinggung periode setelah reduksi pengurangan status bantalan berat rata-rata 6-7 minggu.
Hanya 8 kasus yang menggunakan obat-obatan indometasin sebagai standar profilak osifikasi
heteropik.

Dokumentasi Radiografi
Dari 104 kasus yang dilaporkan, 80 kasus memiliki gambaran dislokasi pinggul asimetris
bilateral. Radiografi pertama yang didokumentasikan memperlihatkan gambaran asimetris
bilateral dislokasi pinggul adalah pada tahun 1929 oleh Hill dan Penn. Sejak saat itu sebagian
laporan kasus mempunyai bukti radiografi kecuali pada beberapa kasus.

Hasil
80 kasus melaporkan hasil, tanpa jenis ukuran hasil standar. Jika dalam kasus dilaporkan
kembali kekuatan penuh, tidak ada nyeri, dan ROM penuh, kasus ini diklasifikasikan sebagai
sangat baik. Sedangkan jika pasien mempunyai kelainan minor (nyeri,perubahankecil di
ROM, hilangnya kekuatan atau sensasi) tidak merugikan hidup mereka maka dapat
diklasifikasikan sebagai baik. Pasien dengan kerugian atau perubahan gaya hidup karena
komplikasi jangka panjang diklasifikasikan sebagai buruk. 46 kasus (61%) dilaporkan hasil
sangat baik,25 kasus (31%) dilaporkan hasil baik, 6(8%) kasus dilaporkan hasil yang buruk.

Komplikasi
Kami menganalisis komplikasi yang berhubungan dengan dislokasi, dan menemukan
komplikasi tertinggi adalah kelumpuhan saraf, 6 kasus melaporkan kelumpuhan saraf skiatik,
1 kelumpuhan saraf peroneal,1 saraf tibial dan 1 kelumpuhan saraf obturator. 5 kasus
melaporkan mengalami nekrosis avaskular dari kepala femur, 5 kasus melaporkan terjadi
osifikasi heteropik, 2 kasus mengalami dislokasi berulang dan 1 kasus mengalami
osteoartritis post trauma. Komplikasi lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan
dislokasi : DVT/PE, infeksi paru, hernia femoralis, kematian.

DISKUSI
Sejarah demografi
Dalam tinjauan literatur mengenai bilateral dislokasi pinggul, yang pertama kali melaporkan
kasus bilateral anterior dislokasi adalah Singowitz pada tahun 1830. Kemudian pada tahun
1883 ulasan pertama mengenai bilateral dislokasi panggul dilaporkan oleh Packard, yang
mengidentifikasi total 13 kasus yang dilaporkan, 8 kasus merupakan asimetris, 3 bilateral
posterior dan 2 bilateral anterior. Dalam tinjauan pustaka di dekade berikutnya dua literatur
yang muncul yang dibahas oleh Niehaus pada tahun 1888, mendokumentasikan 25 kasus
dislokasi pinggul bilateral, 10 kasus diantaranya dilaporkan asimetris dan Six pada tahun
1891nmengidentifikasi 30 kasus dislokasi bilateral, dan 10 kasus diantaranya didapatkan
asimetris sama dengan Niehaus. Marquad pada tahun 1936 dalam ulasan yang paling terbaru
dari dislokasi pinggul bilateral didapatkan 54 bilaterla dislokasi pinggul, 17 asimetris bilateral
disloksi,20 bilateral posterior, dan 7 bilateral anterior dislokasi. Dalam sebuah tesis pada
tahun 1991, Scharplatz mengidentifikasi 120 kasus dilaporkan bilateral dislokasi pinggul, 40
diantaranya asimetris, sekitar 33% dari semua bilateral dislokasi.
Kombinasi dari kerja Thompson dan Eipstein dari 583 trauma dislokasi pinggul, mereka
mengidentifikasi 10 total kasus bilateral dislokasi, 8 total asimetris bilateral dislokasi, 1
diantaranya mewakili kasus duplikat. Marroted melaporkan insiden dari posterior dislokasi
bilateral sebanyak 50% , anterior bilateral dislokasi sebanyak 10% dan asimetris bilateral
dislokasi sebanyak 40%. Brav melaporkan dari 517 pasien, yang mana 6 diidentifikasi total
bilateral dislokasi, 3 kasus asimetris dan dislokasi pinggul sebanyak 2-5 dari semua dislokasi
sendi.
Berdasarkan semua studi populasi dari Eipstein, Stompson dan Eipstein, Stewart dan Milon
pada 1991 sanak melaporkan insiden bilateral dislokasi sekitar 1,25% dari bilateral dislokasi
pinggul sekitar 0,25-0,05% dari semua dislokasi. Selain itu jika kita eksplorasi lebih lanjut
dan memperkirakan 40% dari semua bilateral dislokasi pinggul asimetris sekitar 0,01-0,02%
dari semua dislokasi sendi.
Klasifikasi dan Deskripsi
Pada praktik klinis, dokter cenderung mendeskripsikan dislokasi berhubungan dengan
posisi istirahat kepala femur setelah dislokasi dan lebih suka menggunakan terminologi yang
lebih sederhana, anterior atau posterior. Terminologi ini digunakan secara kasar berdasarkan
hubungan dengan garis Rosen-Nélaton. Jika kepala femur saat istirahat berada dibawah garis
Rosen-Nélaton, dinyatakan posterior. Perbedaan ini dapat dibedakan lebih jauh menjadi
superior dan inferior dengan dislokasi anterior superiorbdisebut pubic dan dislokasi inferior
anterior disebut obturator. Dislokasi posterior superior disebut illiac, sedangkan dislokasi
inferior posterior disebut ischiadic. Dislokasi perineal adalah dislokasi anterior yang
beristirahat dibawah foramen obtiratordan masih dinyatakan dislokasi anterior. Sulitnya
identifikasi dislokasi bahwa nomenklatur telah berubah dengan penggunaan radiografi.
Terminologi suprapubic, infrapubic, obturator, atau dislokasi tiroid menggantikan dislokasi
anterior dan terminologi ischiadic, sciatic, atau iliac menggantikan dislokasi posterior inferior
dan superior. Seperti yang tercatat pada buku Key and Conwell, dislokasi sentral sendi
pangul lebih cocok diklasifikasikan sebagai fraktur pelvis sebagaimana mereka selalu
berhubungan dengan gangguan atap acetabular, sehingga tidak didiskusikan di artikel ini.
Evaluasi pasien dan manajemen awal.
Sebuah evaluasi pasien menyeluruh diperlukan hip setiap dislokasi. Dengan bilateral,
kemungkinan mekanisme cedera dislokasi pinggul asimetris dengan energi tinggi. Dengan
demikian, kecurigaan cedera lainnya, terutama cedera ekstremitas bawah harus tinggi, dan
pemeriksaan penuh trauma harus dilakukan. Evaluasi awal harus mencakup pada dasar-dasar
Advanced Cardiovascular Cardiovascular Life Support (ACLS), termasuk pengelolaan jalan
nafas dan diperlukan langkah-langkah kehidupan resusitasi. Jika pasien stabil, evaluasi harus
dilakukan berdasarkan pencitraan dasar yang meliputi AP panggul, x-ray dada, atau CT, dan
pencitraan muskuloskeletal dari setiap daerah lain.
Rontgen AP pelvis awal kemungkinan akan menunjukkan bilateral dislokasi. Arah
dislokasi tidak selalu jelas pada 2-dimensi AP panggul danharus berkorelasi dengan
pemeriksaan klinis. Namun, ada beberapa kunci untuk mengidentifikasi arah lokasi pada AP
pelvis. Pertama, mayoritas dislokasi posterior adalah superior, dan mayoritas dislokasi
anterior adalah inferior. Fraktur terkait acetabulum mungkin juga berguna dalam
mengidentifikasi arah dislokasi. Fraktur dinding anterior mungkin lebih berhubungan dengan
dislokasi anterior dan dislokasi dinding posterior mungkin lebih berhubungan dengan dengan
dislokasi posterior. Meskipun dengan petunjuk ini, arah dislokasi mungkin masih sulit
ditentukan pada AP radiografi. Mengukur diameter kepala femur dapatberguna dalam
menentukan posisi kepala femurdan hubungannya dengan sinar x-ray. Dengan dislokasi
anterior, kepala femur akan relatif lebih besar dari kepala femur pada dislokasi posterior.
AP pelvis harus dievaluasi secara menyeluruh untuk menyingkirkan fraktur leher
femur. Jika leher femur fraktur diamati pada awal AP pelvis jangan melakukan reduksi pada
IGD, dan pertimbangkan reduksi dislokasi dengan operasi. Reduksi dislokasi non-displayed
atau minimal displayed pada fraktur femur , membuat reduksi operatif diperlukan dan
berpotensi lebih sulit. Jika fraktur leher femur dapat disingkirkan dari foto AP pevis, makan
aman untuk dilakukan reduksi.
CT Scan abdomen dan pelvis sering dilakukan untuk menyingkirkan cedera intra-abdominal
sebagai bagian dari tata laksana awal trauma. Seperti dalam kasus yang disajikan di sini,
pencitraan ini sering diperoleh sebelum konsultasi ortopedi atau mentransfer ke trauma center
primer; Oleh karena itu panggul sering tidak direduksi sebelum CT. Setiap upaya harus
dilakukan untuk mereduksi panggul sebelum inisial CT imaging, seperti CT pencitraan
diindikasikan postreduction untuk mengevaluasi artikular intra fragmen, kepala femur atau
patah tulang leher dan untuk mengklasifikasikan fraktur terkait dari acetabulum.
Setelah stabilisasi pasien dan pencitraan awal, pemeriksaan fisik menyeluruh harus
dilakukan. Secara khusus, pemeriksaan neurovaskular lengkap dari ekstremitas bawah harus
dilakukan. Pembuluh darah femur yang berjalan anterior sendi panggul jarang cedera saat
dislokasi, meskipun mengingat kedekatan dan kekuatan diperlukan untuk dislokasi,
pemeriksaan vaskular penuh harus dilakukan. Nervus ischiadikus keluar dari panggul
posterosuperior dan langsung melintang posterior ke posterior acetabular. Saraf mungkin
rusak pada dislokasi posterior sederhana pada fraktur dislokasi posterior dinding. Fungsi saraf
dasar harus selalu dinilai sebelum upaya reduksi, sebagaimana pengulangan reduksi dapat
merusak saraf.
Jika AP pelvis negatif untuk patah tulang leher femur dan pemeriksaan neurovaskular
penuh telah selesai, reduksi tertutup dibawah sedasi pada ruang IGD di atur. Jika terdapat
fraktur leher femur atau cedera lain yang memerlukan intubasi atau pemantauan
hemodinamik, mungkin dianjurkan untuk mentransfer pasien ke ruang operasi untuk upaya
reduksi tertutup. Demikian pula, jika upaya reduksi di IDG tidak berhasil, pertimbangkan
mentransfer ke ruang operasi untuk reduksi tertutup dengan relaksasi penuh dan mungkin
prosedur terbuka.
Teknik Reduksi
Allis dan Bigelow meningkatkan pemahaman kita tentang aspek anatomi dan teknis manuver
reduksi panggul tertutup, umumnya melibatkan traksi aksial dengan berbagai tingkat fleksi,
abduksi dan adduksi bergantung pada lokasi kepala femoral terhadap panggul. Meskipun
Bigelow menjelaskan posisi pronasi untuk reduksi pinggul sulit, mayoritas reduksi tertutup
dapat dilakukan dalam posisi supine. Pertama, sebagian besar pasien datang dalam posisi
terlentang dan mencoba untuk membalik pasien dengan dislokasi pinggul bilateral dan
mungki dapat menyebabkan cedera yang lain dan adalah tugas yang sulit. Oleh karena itu,
jika mungkin baik reduksi panggul anterior dan posterior harus dicoba dalam posisi
terlentang.
Umumnya, reduksi awal dislokasi posterior harus mencakup traksi aksial dengan
panggul dan lutut fleksi dan beberapa derajat adduksi, diikuti oleh rotasi internal rotasi
sebagaimana kepala femur membersihkan dinding posterior acetabulum. Manuver ini dapat
ditambah dengan kontra traksi diterapkan pada pelvis oleh asisten. Untuk dislokasi anterior,
manuver dislokasi mencakup traksi aksial dengan panggul fleksi dengan rotasi eksternal atau
translasi lateral pinggul. Demikian pula, stabilisasi panggul oleh asisten dapat membantu
reduksi. Sering pada reduksi panggul, teraba atau terdengar bunyi “clunk”. Setelah reduksi
pada salah satu panggul, traksi manual harus diterapkan sementara reduksi pinggul kedua
dicoba. Setelah kedua pinggul tereduksi, stabilitas harus dinilai dengan range of motion
(ROM). Ini merupakan langkah penting dalam manuver reduksi karena akan menentukan
manajemen pasca-reduksi. Jika panggul dirasakan menjadi terlalu tidak stabil pada reduksi,
dapat diterima untuk tidak menguji berbagai gerakan segera setelah pengurangan. Juga harus
memeriksa panjang kaki, serta relatif internal atau rotasi eksternal untuk simetri karena ini
secara klinis dapat menunjukkan reduksi. Jika ada fraktur acetabular signifikan, fraktur
femur, atau gross instabilitas, dapat dipertimbangkan penerapan traksi skeletal.
KESIMPULAN
Kejadian dislokasi panggul asietris bilateral sekitar 0,01% -0,02% dari semua dislokasi sendi.
Pria lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk terkena cedera ini karena cedera ini
paling umum akibat kecelakaan kendaraan motor. Reduksi tertutup urgen harus dilakukan
dengan cara yang efisien dan aman untuk menghindari potensi komplikasi, dan reduksi
terbuka harus dipertimbangkan pada dislokasi yang tidak bisa direduksi. Manajemen pasca
reduksi harus mencakup penilaian stabilitas dan CT untuk menilai untuk cedera terkait dan
fragmen intra-artikular; meskipun tidak ada panduan yang jelas untuk pengobatan pasca-
reduksi. Komplikasi umum termasuk: nerve palsie, AVN dan ossifikasi heterotopic.

Anda mungkin juga menyukai