1. Pengertian
Kunjungan pra-Anestesia adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk menilai
dan mempersiapkan kondisi medis pasien sebelum setiap tindakan anestesia.
2. Tujuan
a. Mengusahakan pasien dalam kondisi optimal pada saat menjalani tindakan
anestesia pembedahan.
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian selama tindakan anestesia
dan pembedahan.
3. Pelaksanaan
a. Sebagai bagian dari standard dasar pengelolaan anestesia dimana ahli anestesia
bertanggung jawab untuk :
Menentukan status medis pasien.
Membuat rencana pengelolaan anestesi.
Memberi informasi kepada pasien dan atau keluarganya.
b. Standard ini berlaku bagi semua pasien yang akan mendapatkan pelayanan
anestesia atau pemantauan selama tindakan, standard ini dapat dimodifikasi sesuai
kondisi.
c. Pembuatan rencana pengelolaan anestesi meliputi :
Mempelajari rekam medis.
Operasi Cito
- Puasa 6 jam sebelum operasi Bila puasa kurang dari 6 jam, pasien
harus dipasang NGT.
ANESTESI UMUM
1. Pengertian
Anestesia umum adalah suatu prosedur tindakan dalam anestesia untuk memenuhi
keadaan amnesia, analgesia dan penekanan refleks pada pasien. Anestesia umum
dapat dilakukan secara inhalasi, intravena, atau kombinasi keduanya (anastesia
balans). Langkah-langkah dalam anestesia umum meliputi : premedikasi, induksi,
pemeliharaan anestesia, dan pengakhiran anestesia.Yang dimaksud anestesia
umum disini adalah anestesia umum untuk pasien dewasa. Anestesia umum untuk
pasien pediatri akan diatur sesuai protokol anestesia untuk pediatri.
2. Tujuan
a. Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan operasi atau
tindakan lain yang menyebabkan pasien memerlukan anestesia umum.
b. Membantu menciptakan kondisi yang optimal untuk prosedur yang akan dijalani.
3. Penatalaksanaan
a. Premedikasi
Jenis Obat Keterangan
Premedikasi
Ringan Diazepam 5-10 mg po, 1 hari preop
Lorazepam 1-2 mg po, 1 hari preop
Sedang Midazolam 1-2 mg iv, sebelum induksi (saat pasien berada
± Petidin 1-2 mg/kgBB, pada ruang persiapan atau kamar operasi),
atau Fentanil 1-2 perlu monitoring tanda-tanda depresi nafas
μg/kgBB,
atau Morfin 0,1
mg/kgBB
Berat Diazepam 10 mg po, 2 jam preop
Midazolam 5 mg
+ Petidin 1-2 mg/kgBB iv, sebelum induksi (saat pasien berada
atau Fentanil 1-2 pada ruang persiapan atau kamar operasi),
μg/kgBB perlu monitoring tanda-tanda depresi nafas
atau Morfin 0,1
mg/kgBB
b. Induksi
Preinduksi
Induksi
atau Enfluran (MAC = 1,76%) titrasi atau Isofluran (MAC = 1,1%) titrasi
atau Sevofluran (MAC = 2,0%) titrasi atau Desfluran (MAC = 6,0%) titrasi
Anestesia Balans 30-100% O2 + 0-70% N2O + Petidin 0,5-1,5 mg/kgBB/3-4 jam (bolus
intermiten) atau Fentanil 1-10 μg/kgBB sesuai kebutuhan + Halotan
atau anestetik inhalasi lainnya (titrasi) atau Propofol 50-200
μg/kgBB/mnt
c. Pengakhiran Anestesi
Pengakhiran Tindakan
anestesi
Pemulihan dari Jika diperlukan dapat diberikan obat reversal sebagai berikut:
pelumpuh otot Neostigmin 0,05-0,07 (dosis maksimum) mg/kgBB + Sulfas atropin
0,015 mg/kgBB iv
Analgetik pasca Jika diperlukan analgetik pasca operasi diberikan sebelum pasien
operasi dibangunkan
Profilaksis mual- Dapat diberikan metoklopramid (10 mg iv), atau droperidol
muntah (0,625mg iv) atau ondansetron (4 mg iv). Dapat dipertimbangkan
pemasangan pipa lambung dan irigasi cairan lambung.
Oksigen Pemberian N2O dan anestetik dihentikan dan diberikan 100%
oksigen
Penghisapan lendir Rongga orofaring dibersihkan dengan penghisap lendir
Ekstubasi Ekstubasi dilakukan jika refleks proteksi jalan nafas sudah
berfungsi kembali, pasien bernafas spontan dan mampu mengikuti
perintah.
ANESTESI BEDAH ANAK
1. Pengertian
Anestesia bedah anak adalah tindakan anestesia yang dilakukan pada pediatri .
Yang tergolong pediatri adalah:
newborn infant
neonatus ( < 1 bulan)
infant ( 1 bln – 1 tahun)
2. Penatalaksanaan
a. Dilakukan kunjungan pre anastesia sebelum operasi sesuai dengan kesempatan dan
waktu yang tersedia.
b. Sebelum dilakukan tindakan anestesia dan pembedahan harus sudah terdapat informed
consent tindakan,kecuali pada emergency.
c. Pre operatif ada informasi klinis mengenai:
riwayat usia kehamilan dan berat badan.
proses persalinan (APGAR SCORE).
riwayat perawatan di rumah sakit.
adanya kelainan kongenital ataupun metabolik.
adanya kelainan jalan nafas.
d. Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup:
keadaan umum, tanda vital, berat badan
gigi geligi dan keadaan yang mempengaruhi intubasi.
keadaan jalan nafas dan fungsi sistem kardiovaskular dan respirasi.
Tempat kanulasi vena perifer.
e. Pemeriksaan laboraturium rutin yang tersedia : HB, Ht, lekosit, trombosit dan analisa
urin. Untuk keadaan khusus, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
foto thoraks, EKG, fungsi liver, fungsi ginjal dan gula darah sewaktu.
f. Persiapan pre Anestesi
Pasien dipuasakan, sesuai tabel berikut :
Secara umum tidak perlu untuk usia dibawah 12 bulan, di atas 12 bulan dapat
diberikan midazolam atau diazepam per oral.
Tidak perlu diberikan pada anak dengan kelainan mental.
Terapi penyakit kronis harus tetap diberikan.
Obat sedatif, narkotik, antiemetik dan antikolinergik dapat diberikan sesuai
indikasi.
Teknik induksi:
o Bayi berusia 8 bulan atau berat badan dibawah 7 kg dapat masuk kamar operasi tanpa
sedasi. Anestesia dilakukan dengan teknik inhalasi.
o Induksi inhalasi:
Induksi inhalasi dapat dilakukan bila belum terdapat jalur intravena. Pada
anak usia 8 bulan - 5 tahun atau anak yang tidak kooperatif dapat
dilakukan induksi inhalasi setelah disedasi dengan midazolam. Dekatkan
sungkup muka ke wajah dan gunakan arus rendah (1-3l/mnt) N2O dan O2.
Konsentrasi volatile anestetik dinaikkan secara bertahap. Saat reflek bulu
mata hilang, lekatkan sungkup muka dan angkat rahang.
o Induksi intramuskular:
Untuk anak yang tidak kooperatif atau dengan retardasi mental yang sulit
dikendalikan, dapat diinduksi dengan ketamin 4-8mg/kgBB IM. Dapat pula
diberikan atropin 0,02mg/kgBB IM untuk mencegah hipersalivasi.
o Induksi intravena:
Untuk anak yang sudah terpasang jalur intravena atau berusia lebih dari 8 tahun
dan belum terpasang jalur intravena, dapat diinduksi dengan dengan propofol 3-
4mg/kgBB IV atau thiopental 4-6mg/kgBB IV. Untuk anak berusia kurang dari 3
tahun, tidak dianjurkan dilakukan induksi intravena dengan propofol.
o Anak dengan lambung penuh:
Prinsipnya sama dengan pasien dewasa, dengan tambahan:
Atropin 0,02mg/kg dapat diberikan untuk mencegah bradikardia.
Bayi dengan lambung penuh, dilakukan dekompresi dengan penghisapan
pipa nasogastrik atau orogastrik.
Dapat diberikan ranitidin 2-4mg/kgBB IV untuk mengurangi volume lambung
dan meningkatkan pH.
Bila dengan obsruksi usus, jangan diberikan metokloperamid.
Intubasi sadar merupakan pilihan untuk bayi sakit berat atau bayi dengan
kelainan jalan nafas hebat dengan lambung penuh.
Proses pemulihan:
Bila menggunakan pelumpuh otot non depolarisasi dapat dipertimbangkan
penggunaan penawar pelumpuh otot.
Ekstubasi dilakukan setelah pernafasan adekuat dan mulut bersih dari cairan
(saliva, lendir, dll).
Ekstubasi dilakukan setelah pasien bangun dari pembiusan dan refleks protektif
jalan nafas sudah ada tetapi dapat pula dilakukan saat anestesia masih dalam.
Namun tidak dilakukan pada pasien dengan abnormalitas jalan nafas atau tidak
berpuasa.
Laringospasme dapat terjadi selama proses bangun.
Penggunaan oropharingeal airway bila pasien belum sadar.
Pasca anestesia dilakukan pemberian O2 100%.
Observasi pernafasan selama transportasi ke ruang pulih.
Adanya supervisi medis umum dan koordinasi pengelolaan pasien di ruang pulih
yang merupakan tanggungjawab dokter spesialis anestesiologi.
Adanya perawat ruang pulih yang mampu mengenali tanda-tanda kegawatan
pada anak pasca anestesia.
Tanda vital harus segera dinilai setiba di ruang pemulihan dan dibuat laporan
tertulis yang akurat selama di ruang pemulihan.
Harus tersedia oksigen dan alat penghisap untuk setiap pasiennya.
Pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat bila sudah sadar penuh dan dapat
berkomunikasi.
1. Pengertian
Anestesia yang dilakukan pada pembedahan Susunan Saraf Pusat (SSP), Medula
Spinalis, serta Saraf Perifer, untuk pembedahan yang bersifat terapeutik maupun
diagnostik.
2. Tujuan
Anestesia yang dilakukan pada pembedahan Susunan Saraf Pusat (SSP),
Medula Spinalis, serta Saraf Perifer, untuk pembedahan yang bersifat terapeutik
maupun diagnostic
3. Indikasi
a. Operasi pada SSP :
o Tumor intrakranial (meningioma, astrositoma, abses intrakranial, dll)
o Perdarahan intrakranial (EDH, SDH, SAH, dll)
o Kelainan kongenital (MEA, hidrosefalus kongenital, dll)
o Trauma kepala (fraktur impresi, fraktur kompresi, laserasi serebri, kraniotomi
dekompresi, dll)
o Operasi stereotaktik (biopsi, ablasi, dll).
b. Operasi pada Medula Spinalis:
o Tumor (tumor medula, meningomyelokel, dll)
o Kelainan kongenital (spina bifida,dll)
o Trauma (fraktur impresi vertebra, HNP, dll)
c. Operasi pada Saraf Perifer :
o Trauma saraf perifer
o Penekanan saraf perifer
o Neurolitik.
4. Syarat
a. Terdapat indikasi.
b. Pihak pasien sudah mendapat informed consent kecuali pada emergency.
c. Pihak pasien sudah menandatangani surat persetujuan tindakan medik.
5. Komplikasi
a. Peningkatan tekanan intrakranial
b. Perdarahan intracranial
c. Edema serebri
d. Tension pneumoensefalus
e. Emboli udara
f. Kejang
g. Aritmia s/d henti jantung akibat manipulasi SSP
h. Komplikasi akibat posisi pembedahan: penekanan
i. Bola mata, penekanan saraf perifer
j. Perdarahan hebat s/d syok hipovolemik
k. Hipotermia
l. Infeksi
m. Komplikasi-komplikasi lain yang berkaitan dengan anestesia umum dan
regional.
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Penatalaksanaan
a. Persiapan pasien:
Rutin:
ANESTESI REGIONAL
1. Pengertian
Anestesia epidural adalah tindakan anestesia dengan menyuntikkan obat ke ruang epidural
yang akan menghasilkan hambatan hantaran rangsang saraf medula spinalis,
menyebabkan hilangnya fungsi otonom, sensoris dan motoris untuk sementara waktu.
2. Tujuan
Tujuan anestesia epidural adalah menghilangkan sensasi pada daerah yang
teranestesia (terblok sensorik, motorik dan otonomnya) sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan di daerah tersebut
3. Indikasi
a. Operasi di ekstremitas bawah:
Ortopedi / bedah tulang
Bedah plastik
Bedah tumor
b. Operasi kandungan / kebidanan:
Dilatasi / kuretase
Seksio sesaria
histerektomi vaginal
Kista ovarium
c. Bedah umum / digestif:
Hemoroidektomi
Fistel perianal
Abses perianal
Herniotomi
Apendektomi
d. Bedah urologi:
TUR
Seksio alta
Orkidektomi
BW plasti
Vasektomi
Vesikulolitotomi
e. Kombinasi dengan anestesia umum pada anestesia balans
f. Penanggulangan nyeri pasca bedah (APS).
4. Kontra Indikasi
a. Absolut:
Pasien menolak
Terdapat lesi di tempat penyuntikan
Koagulopati
Peningkatan tekanan intra kranial
b. Relatif:
Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
Hipovolemia
Penyakit susunan saraf pusat
Nyeri punggung kronik
Sepsis
5. Syarat
a. Sudah menandatangi surat izin operasi
b. Pasien kooperatif
c. Terdapat indikasi dilakukannya anestesia epidural
d. Tidak terdapat indikasi kontra absolut
Prosedur perioperatif bagi pasien yang akan menjalani anestesia untuk pembedahan
jantung, meliputi kunjungan pra anestesia, pemberian informed consent dan
premedikasi.
2. Tujuan
a Mengetahui status fisik pasien yang berhubungan dengan risiko dan penyulit
anestesia dan pembedahan.
b Merancang pemilihan teknik anestesia dan obat-obatan yang akan digunakan.
c Memeriksa kelengkapan persiapan pra bedah, termasuk persediaan darah dan
produk darah.
d Mempersiapkan fisik dan mental pasien untuk menjalani anestesia pada
pembedahan jantung.
e Memberi pengertian dan pemahaman kepada pasien dan/ atau keluarganya
tentang prosedur yang akan dijalani beserta risiko/ penyulitnya, baik pra bedah,
intra bedah maupun pasca bedah.
3. Penatalaksanaan
a Pemeriksaan rekam medik pasien untuk mengetahui data dasar pasien
(identitas, berat badan, tinggi badan, dsb), diagnosis kerja, pemeriksaan fisis dan
penunjang yang telah dilakukan.
b Anamnesis untuk mendapatkan data penting yang tidak didapat dari observasi
pasien secara langsung, misalnya riwayat sianosis yang hanya muncul pada
keadaan tertentu, nyeri dada atau kelelahan pada waktu kerja, hambatan tumbuh
kembang dan sebagainya. Sebagian data risiko pembedahan juga didapatkan
dari anamnesis, misalnya riwayat keluarga, riwayat alergi dan sebagainya.
c Pengisian rekam anestesia, termasuk persiapan pra anestesia, meliputi puasa,
penghentian/ melanjutkan obat-obat yang didapat dan premedikasi. Pasien
dewasa puasa 8 jam sebelum pembedahan. Anak kecil atau bayi 4 jam sebelum
tindakan, dan pemberian clear fluid hingga 2 jam sebelum pembedahan. Anak
yang lebih besar puasa 6 jam sebelum pembedahan.
d Jenis dan dosis obat premedikasi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
keadaan pasien. Pasien tertentu, misalnya pasien dengan keadaan umum yang
sangat buruk atau sianotik berat mungkin tidak boleh diberikan obat premedikasi
di luar kamar bedah.
e Penjelasan rinci tentang keadaan pasien kepada keluarga atau pasien (dewasa)
sendiri, meliputi diagnosis kerja, rencana tindakan, risiko dan faktor penyulit
anestesia maupun pembedahan serta kemungkinan komplikasi intra maupun
pasca bedah.
f Konfirmasi penandatanganan surat persetujuan atas tindakan medik.
g Surat persetujuan sebaiknya dibuat khusus/ individual, mengacu pada kondisi
dan butir no.5 di atas.
Menjamin tercapainya analgesia, sedasi dan arefleksia yang optimal selama pembedahan
jantung.
Menjaga hemodinamik seoptimal mungkin, sebelum fungsi jantung dan paru diambilalih
oleh mesin pintas jantung paru (CPB).
Membantu tercapainya hemodinamik seoptimal mungkin setelah periode CPB.
Menjamin ventilasi dan oksigenasi yang optimal selama pembedahan.
3. Penatalaksanaan
a Persiapan pra bedah, meliputi kunjungan pra anestesia, informed consent dan
pemberian premedikasi (lihat SOP persiapan pra anestesia bedah jantung).
b Sumber gas, mesin anestesia, monitor dan peralatan lain harus dicek kesiapan
dan fungsinya. Mesin anestesia harus disambungkan dengan sumber listrik UPS
(uninterrupted power supply)
c Obat-obat intravena dicek kelengkapannya. Harus diyakini darah dan produk
darah yang diperlukan telah tersedia.
d Periksa ACT (Activated Clotting Time) basal.
e Induksi dan intubasi menggunakan obat yang disesuaikan dengan kondisi
pasien.
f Setelah posisi ETT diyakini baik, ventilasi dapat diambilalih ventilator pada mesin
anestesia. Fraksi O2 disesuaikan kondisi pasien.
g Rumatan anestesia dilakukan dengan anestesia balans dan gas volatil,
disesuaikan hemodinamik pasien.
h Sebelum kanulasi aorta, heparin diberikan dengan memberitahu seluruh tim.
i 2 hingga 3 menit setelah pemberian heparin, ACT diperiksa lagi.
j Jika ACT telah > 200 detik (atau 2 kali nilai basal) kanulasi dapat dilakukan.
Pengisap mesin (pump sucker) dapat diaktifkan.
k Semua obat koagulasi (asam traneksamat atau aprotinin) sudah harus diberikan
sebelum periode bypass.
l Jika nilai ACT telah > 400 detik atau 4 kali nilai basal, periode bypass dapat
dimulai.
m Selama periode bypass, semua gas dan zat volatil dimatikan. Ventilator
dimatikan dan paru dibiarkan dalam posisi kempis.
n Sebelum mesin CPB dihentikan, harus diyakini jantung dapat berkontraksi baik
dan tekanan darah arterial cukup. Pemberian obat-obat inotropik sudah dimulai.
Ventilasi dimulai kembali dengan O2 100%.
o Setelah mesin CPB berhenti, dapat diberikan kalsium melalui vena sentral.
p Setelah diyakini tidak ada lagi perdarahan pembedahan (surgical bleeding),
protamin dapat diberikan secara perlahan melalui vena perifer. Hemodinamik
harus diawasi ketat selama pemberian protamin karena potensi hipotensinya.
Informasikan kepada seluruh tim jika 1/3 atau ½ dosis protamin telah diberikan.
Pump sucker dapat dimatikan.
q Setelah protamin selesai diberikan, dapat diberikan produk darah trombosit dan
FFP.
r Periksa lagi ACT 3 menit setelah pemberian protamin selesai.
s Matikan semua gas volatil sesaat sebelum transportasi pasien ke ICU.
t Prosedur selesai.
B. Etiologi
C. Gejala Klinis
Diagnosa pasti gagal nafas akut adalah pemeriksaan analisa darah, kadang-kadang
diagnosa sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja, misalnya pada obstruksi
jaln nafas apnoe, dalam hal ini tidak perlu menunggu analisa gas darah.
D. Kriteria Dignosis
INTUBASI ENDOTRAKHEAL
1.Definisi:
Memasukkan pipa ETT pada jalan nafas
2. Indikasi
1. Menjamin atau mempertahankan jalan nafas agar bebas.
2. Mencegah aspirasi isi saluran cerna.
3. Memungkinkan peghisapan trakeal secara adekuat.
4. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
5. Pemberian tekanan posiitiv pada jaln nafas.
3.Intubasi Sulit
Dapat diperkirakan pada pasien dengan:
B. Indikasi
1. Kegagalan nafas dengan criteria
a. PaO2 kurang dari 60 mmHg
b. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
c. Respiration rate lebih dari 35 kali permenit.
2. Post operasi bedah jantung.
3. Post cardiac arrest
C. Modus Ventilator
1. CMV
2. IMV
3. SIMV
4. CPAP
D. Pengesetan Ventilator:
1. Volume tidal
Volume pada sekali nafas diset antara 8 –10 cc / kg berat badan.
2. Tekanan
Tekanan antara 35 –40 cm H2O sebaiknya dihindarkan karena dpat menyebabkan
pnemothoraks.
3. FiO2
Diatur untuk menghindari baghay, baik hypoxemia atau keracunan oksigen. FiO2
diset antara 21% - 100%
4. Frekwensi pernafasan
Usahakan 10 – 14 kali permenit , karena kombinasi frekwensi tinggi dan volume tidal
tinggi akan membahayakan otak dan kardio vasluler.
5. Ruang rugi
Bila terjadi respiratory alkalosis, dapat ditambahkan ruang rugi 60 – 300 ml secara
bertahap, untuk mempertahankan Pa CO2 30 – 40 mmHg .
6. PEEP
Tekanan positif pada akhir ekspirasi merupakan suatu cara untuk memperbaiki
oksigenasi dengantekan positif baik pada fase inspirasi dan ekpirasi.
E. Weaning
Pasien-pasien dengan ventilator kurang dari 3 hari dapat dilepas dari ventilator dengan cept
dan gampang . Sebaliknya pasien-pasien dengan ventilator lebih dari 3 hari sulit dilepas
karena biasnya sudah punya penyakit dasar , otot-otot pernafasan kondisinya sudah tidak
baik.
Bila:
(ARDS)
A. Definisi
Merupakan bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada pasien kritis
dan cidera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya inflamasi paru
parenkim paru sebelumnya dan peningktan ermiabilitas unit alveoli kapiler yang
mengakibatkan hiperventilasi , hipoksemia berat dan infiltrat luas pada foto thoraks.
B. Etiologi
Bervariasi mulai dari truma dansyok sampai infeksi dan penyebab ganda lainya,
misalnya luka bakar, aspirasi, dan lain –lian.
C. Perjalanan ARDS
1. Fase I ( Cedera dan resusitasi)
Pada fase ini ditandai dengan gangguan metabolisme dan perfusi jaringan .
terjadi alkalosis respirasi sedang mentap yang secara umum disebabkan oleh
hyperventilasi. Pada pemeriksaan paru sering bersih kecuali ada sedikit
ronchi basl dan foto thorak normal atau hanya kongesti atau atelektasis.
2. Fase II
Hyperventilasi terus berlangsung dan mungkin sedikit meningkat PaCO2
berkisar antara 25 – 35 mmHg, pada udara kmar meningkat kira-kira 35 – 50
mmHg . Foto thoraks mungkin masih normal adtau ada infiltrat difus yang
minimal sesuai dengan daerah atelektasis kecil yang multiple dan bendungan
paru atau awal edema paru.
3. Fase III
Pasien nampak mengalami ganmgguan pernafasan secara klinik , tampaknya
timbul secara mendadak , tetapi pemeriksaan analisa gas darah serial
menunjukan bahwa perkembangan telah terjdi secara progresif.
Hiperventilasi menjadi lebih hebat. PaCO 2 turun sampai 20 – 35 mm Hg ,
PaO2 mulai menurun 50 – 60 mmHg atau lebih rendah . Pada foto thoraks
edema paru dan infiltrat difus bertambah progresif.
4. Fase IV
Ditandai dengan hipoksia berat yang meningkat . PaCO2 secara bertahap
meningkat pertama-tama mendekati normal dan akhirnya pasien hidup cukup
lama, meningkat diatas normal. Pada tahap ini kapiler paru yang berfungsi
menurun drastic. Secar normal CO2 dikelurkan dengan mudah oleh paru
sesuai dengan ventilasi alveoli.
Bila PaCO2 dibiarkan meningkat diatas 45 mmHg pada ARDS walaupun
ventilasi adekuat atau ditingkatkan, paru sudah rusak berat dan banyak
pasien akan meninggal.
Pada tahap ini asidosis metabolic juga bertambah .
Ventilasi Mekanik
Obyektif pengobatan utama ARDS adalah memperbaiki tekanan oksigen darah
arteri dan penghantran oksigen ke jaringan tanpa menimbulkan keracunan oksigen.
Penggunaan ventilasi mekanik pada ARDS:
1. Gunakan sebaiknya ventilator siklus volume.
2. Pertahankan tidal volume cukup
3. Pertahankan peak inflation pressure kurang dari 40 cm H2O bila mungkin.
4. Frekuensi nafas lambat 12 – 14 kali permenit, sedasi hati-hati.
5. Pertahankan FiO2 serendah mungkin (< 0,40) dan pertahankan PaCO2
lebih dari 60 mmHg.
6. Beri dead space (60 – 300 ml) atau CO2 bila PaCO2 kurang dari 30 – 35
mmHg.
7. Beriakn sigh 6 – 12 kali / jam dengan menggunakan volume 1,5 kali
volume tidal.
8. Gunakan nebulisasi dan humidifikasi yang maksimal.
9. Berikan PEEP atau CPAP, biasanya 5 – 10 cm H2O ditingkatkan secara
bertahap.
STEROID
Penggunaan steroid masih kotroversi. Steroid dikenal menstabilakn membran
lisosomal, mencegah agregasi induce neutrophil complement dan kerusakan
superokside terhadap sel endotel in vitriol .
Pemantauan
1. Pemeriksaan klinik
2. Foto thoraks
3. Analisa gas darah
4. Hemodinamik
RESUSITASI JANTUNG PARU
A. Definisi
D. Terapi Diferensial
1. Oksigen
Bantuan ventilasi dapat diberikan dahulu dengan konsentrasi tinggi dengan
sungkup muka atau melalui pipa endotrakeal.
2. Adrenalin
Tersedia dalam larutan 1:1000, adrenalin dianggap sebagai obat pilihan untuk
membantu prosedur mekanis dalam semua jenis henti jantung.
Dosis 0,5 – 1 mg iv dosis ulangan 0,5 – 1 mg IV setelah 5 menit.
3. Atropin
Diberikan pada bradikardi dengan 1mg di ulang tiap 5 menit.
4. Natrium Bikarbonat
Pada asidosis metabolic NaBic boleh diberikan. Dosis 1 ml/ kg berat badan
larutan 8,4% diberikan tiap 10 menit setelah resusitasi dimulai.
Dosis ulang 0,5 mmol = 0,5 ml/kgBB iv tiap 10 menit.
5. Lidokain
Lidokain digunakn bila terjadi fibrilasi ventrikel setelah difibrilasi berhasil
ataupununtuk terapi takhikardi
Dosis 1,0 mg/kgBB iv larutan 2% dosis ulangan 0,5 mg/kg BB setelah 8 –10
menit sampai dosis total 3 mg / kg BB
6. Kalsium
Kalsium diindikasikan pada pasien dengan hiperkalemi dan hipokkalsemia yang
terjadi secara bersamaan .
Dosis kalsiumklorida 10% 2 – 4 mg/ kg BB , dosis ulangan diberikan tiap 10
menit setelah pemberian sebelumnya.
PENENTUAN MATI
A. Definisi Mati
1. Mati klinis adalah henti nafas ditanbah henti sirkulasi (jantung) total dengan
semua aktivitas otak terhenti, tetapi irreversible.
2. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi ,
diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik setelah kira-
kira 2 jam tanpa sirkulasi.
3. Henti jantung berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada
organisme .
4. Mati serebral adalah kerusakan irreversible (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak kematian otak total adalah mati serebral ditambah
dengan nekrosis sisa otak lainnya.
5. Mati social merupakan kerusakan otak berat yang ireversibel pada pasien
yang tetap tidak sadar dan tidak responsive, tetapi mepunyai
elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa reflek yang utuh.
TERAPI CAIRAN
A. Definisi:
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapt di rumah sakit.
B. Persyaratan :
1. Pada saat MRS tidak ada tanda-tanda infeksi dantidak adalam masa inkubasi
2. Tanda-tanda infeksi timbul setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.
C. Sumber Infeksi
1. Saluran nafas (ETT, TT. Ventilator).
2. IV line ( infus , CVP)
3. Saluran kemih
4. Luka operasi dan luka karena truma
A. Definisi
B. Patofisiologi
Faktor pencetus asama adalah infeksi bekteri atau virus pada system
pernafasan.
Penghentian obat-obat brokodilator secara mendadak atau penurunan
kortikosteroid , sedatifberlebihan dan pemakaian bronkodilator yabg tidak
benar dapat memperburuk keadaan klinis.
Gejala-gejal asma disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan resistensi
jaln nafas. Peningkatan resistensi ini disebabkan oleh Karen aterjadinya
odema pada mukosa bronkus ( terjadipenbalan pada membran basalis,
onfiltrasai netrofil dan eosofil serta edema ) , peningkatan tonus otot bronkus
dengan atau tanpa hipertrofi serta adanya sumbatan secret yang kental di
dalam lumen dan sukar dikeluarkan.
C. Gambaran Klinis yang utama:
1. Hipoksemia : ( PaCO2 turun) oleh karena penurunan rasio V/Q.
2. Hiperventilasi : PaCO2 turun, PH naik (disebabkan oleh karena
rangsangan perifer reseptor jalan nafas , kerja nafas naik oleh karena
hipoksia.
3. Resistensi jalan nafas meningkat .
4. Over inflasi : Peningkatan kapasitas paru total dan peningkatan FRC.
5. Gas Trapping : Volume residu meningkat dan penurunan kapasitas
vital.
D. Indikasi Perawatan ICU
Pasien status asmatikus yang memerlukan perawatan di ICU adalah
pasien yang termasuk dalam status asmatikus derajat III, yang ditandai oleh
pernafasan yang cepat dan dangkal, kelelahan yang sangat, penurunan
kesadaran, mungkin ada sianosos, PaCO2 lebih dari 45 mmHg, asidosis atau
tanpa hiperkarbia, pulsusu paradokus.
Kriteria lain adalah pasien dengan infeksi saluran nafas yang
menyertainya seperti brokitis, pnemonia.
KRISIS HIPERTENSI
A. Definisi
Dibagi dalam
1. Hipertensi yang Gawat darurat ( hypertensive emergency)
Tekanan intrakranial atau CVA trombotik.
Perdarahan subarachnoid.
Ensefalopati hipertensif.
Edema pulmonum akut, GJK akut.
Eklamsi
Feokromositoma paroksimal
Perubahan funduskopik
Gagal ginjal akut
Insufisiensi miokard akut (angina tidak stabil, infark miokard akut)
Diseksi aorta akut
2. Darurat Hipertensi yang urgencies antara lain:
Hipertensi yang mengakselerasi (accelerated) dengan kenaikan
tekanan darah (TD > 120) tapi dengan kerusakan organ yang
minimal.
Hipertensi pasca bedah
Hipertensi prabedah yang tidak terkendali/ belum diobati.
Beberapa istilah
Hipertensi yang refrakter : Respon tekanan darah (>200/110) yang kurang
memuaskan terhadap pengobatan anti hipertensi yang biasanya efektif.
Hipertensi yang mengaselarasi : Kenaikan tekanan darah distolik (>120)
yang besar disertai dengan perubahan funduskopik tingkat 3 (perdarahan
berbentuk bunga api (flame) dan eksudat tanpa edema papil dn
kemunduran vaskuler cepat.
Maligna Hipertensi adalah hipertensi dengan tekanan darah diastolic > 120
– 130 dan perubahan funduskoik tingkat 4 . dengan papil edema mata.
Tekanan intrakranial ceapt naik disertai dengan gangguan vaskuler yng
cepat.
Krisis Hipertensi adalah hipertensi agwat darurat bila mulai mengganggu
fungsi organ secara akut.
B. Patofisiologi
Tekanan darah adalah fungsi dari produk curah jantung (CJ) dan tahanan
vaskuler sistemik (TVS). Pada hipertensi primer CJ pada umumnya menurun TVS
meninggi sedikit. Pada HM keadaan TVS terjadi perubahn oleh gangguan
structural dan hipertensi kronis maupun oleh gangguan fungsional (vasokotriksi)
sehingga TVS meninggi. Ada dugaan terhadap factor predisposisi pada HM.
Faktor pencetus (spesifik)
Beberapa factor yang dapat mencetuskan hipertensi maligna :
Humoral (bahan vaskulotoksik / vasoaktif)
- Penghentian pengobatan anti hipertensi
- Tumor yang mengekresi rennin
- Eklamsi
- Cindera kepala
- Luka bakar
Kerusakan langsung pembuluh darah:
- Vaskulitis
- Sklerosis sistemik progresif.
C. Pengobatan:
Tujuan pengobatan adalah terhadap perbaikan perfusi oragan yanag terganggu
bukan semata-mata mengurangi tekanan darah.
Dasar pengobatan adalah:
a. Mempertahankan perfusi dan memberi kesempatan perbaikan fungsi arterial
caranya memperbaiki volume intra vaskuler dan menurunkan tekanan darah
dengan 25% dari TD atau tekanan drh diatolik menjadi 100 – 110 dalam
beberapa menit atau jam.
b. Pemantauan terhadap fungsi susunan saraf pusat, gijal dan jantung.
c. Diuretika diberikan untuk menolong memperkuat efek obat vasodilator kuat
seperti nitopusid, diazoksid, hidralazin.
B. Patofisiologi
Kejang dapat digambarkan sebagai letupan mutan listrik neuron oatak secara
mendadak, hebat dan tidak teratur yang menganggu fungsi SSP . Berbagai
sebab sel-sel saraf tertentu dapat melepas dan mengeluarakan impuls secara
mendadak, mengakibatakan gangguan listrik di dalam otak selnjutnmya
mengakibatkan bangkitan kotraksi otot. Timbulnya aktivitas listrik yang abnoramal
ini juga mengakibatakan gangguan sensasi , kehilangan kesadaran dan fungsi
psikis ,gangguanmotorik danbangkitan kotraksi otot. Jadi adanya kejang berarati
bahwa SSP telah ikut terkena penyakit.. Kejang peresisten merupakan
kedaruratan neurologik dan oleh karena itu harus segera dihentikan.
C. Sebab Kejang
a. Bersumber dari SSP
Cidera otak akut primer.
Enselopati kronis
Infeksi
b. Bersumber diluar SSP
Keracunan
Obat kimia , contohnya : etnol, Pb, organofosfat.
c. Kelainan sistemik dan metabolik
Anoksia (henti jantung).
Hipomagnesemia
Alkalosis metabolic
Keadaan hipo-hiperosmolar
Sepsis
Pasca operasi otak
Ensefalopati hipertensi
Ketoasidosis diabetes
Eklampsia
D. Konsep Penatalaksanaan
Pengobatan tidak hanya ditujukan terhadap koreksi penyebab primer tapi juga
terhadp pecegahan dan koreksi akibat sekunder.
Tekanan intrakranial yang tinggi menyebabkan kejang, cara-cara
menegendalikan peninggian tekanan intrkranial hanya dapat dilakukan di ICU
Karen memerlukan tindakan hiperventilasi, kurarisasi, drainase , cairan
serebrospinal, steroid, terapi dehidrasi dengan manitol, gliserol , diuretic, terapi
cairan serebrospinal, barbiturat , hipotermia kalau perlu dekompresi dengan cara
operasi.
1. Kendalikan kejang
2. Posisi kepala dan jalan nafas bebas
3. Masukkan alat Bantu jalan nafas mulut dan
bersihkan jalan nafas
Kalau perlu pasang pipa endotrakelal
(mekanis manual)
Periksa Hemodinamik
Baik Buruk
Metabolik
Pasien dengan kejang terus menerus harus segera di rawat di ICU, penatalaksanaan ditujukan
terhadap:
a) Diazepam
Dosis diazepam 10 mg dalam 1-2 menit diulang kalu perlu tiap 10 – 60 menit atau
sebagai tetesan infus misalnya 100mg dalam NaCl dalam kecepatan 40ml/jam.
Pada anak dapat diberi lewat rectal dengan hasil seperti IV dosis awal 0,25 –0,50
mg/kg. Harus diperhatikan geljal depresi nafas.
b) Barbiturat (thiopental)
Dosis larutan thiopental 2,5% diberikan dulu 50 –200 mg sampai kejang berhenti
diteruskan sebahgai infus 0,2% yang dimulai dengan 1 ml / menit..
c) Luminal
Dosis dewasa 5 mg/kg IM atau IV (60 mg/menit) dosis sehari dapat mencapai
1000mg.
Dosis bayi 16-23 mg/kg IV/IM.
d) Dilantin
Dosis dewasa dengan infus tidak melebihi 50mg/menit samapi dosis total 1 gram atau
18 mg/ kg.
Anak 100-200 mg/kg/5 menit atu 10 mg/kg.
e) Magnesium sulfat
Walaupun tidak sering digunakan tapi dapat membantu mengurangi kejang atau
spasme otot (tetanus) sehingga mengurangi pemakaian anti konvulsi dan obat
pelumpuh otot.
Dosis yang dianjurkan adalah 6-8mEq/L yang diberikan cairan MS 20% : 4 gram
dalam 5 menit diteruskan dengan 1 gram dlam 1 jam dapat juga diteruskan 4 – 10
gram IM tergantung berat badan.
C. Tindakan Suportif
a) Pengendalian nafas.
b) Mengendalikan suhu
c) Koreksi kelainan metabolic
d) Pencegahan dan pengobatan edema serebri.
A. Definisi;
Hilangnya kesadaran atau koma
B. Etiologi koma
a) Akibat Intrakaranial
Akibat vaskuler yaitu perdarahan, infark serebral, perdarahan intraserebral,
hemtom subdural dan ektradural.
Tumor abses baik primer maupun sekunder
Abses
Meningitis
Trauma kepala
Post epilepsy
Penyakit pisikiatri
b) Ekstra Kranial
Hipotensi arterial
Toksemia sistemik
Hipertensi ensepalopati
Metabolik
Drugs
Trauam fisika (hipotermia, elektrokoagulasi)
C. Diagnosa
1. Pemeriksaan neurologis
a. Membuka Mata
Spontan =4
Terhadap panggilan =3
Terhadap nyeri =2
Tidak dapat =1
b. Respon Motorik
Menurut perintah =6
Terlokalisir =5
Menghindar =4
Fleksi abnormal =3
Eksistensi =2
Tidak ada =1
c. Respon Verbal yang terbaik
Orientasi =5
Bingung =4
Kata-kata tidak dimengerti =3
Hanya suara =2
Tidak ada suara =1
d. Respon Pupil Terhadap Cahaya
Normal =5
Lambat =4
Respon tidak sama =3
Besar tidak sama =2
Tidak ada respon =1
e. Refleks Syaraf Kranial
Semua ada =5
Bulu mata tidak ada =4
Kornea tidak ada =3
Doll’s tidak ada =2
Karina (semua) tidak ada =1
f. Kejang
Kejang tidak ada =5
Kejang fokal =4
Umum, intermittent =3
Umum , kontinue =2
Flaksid =1
g. Nafas Spontan
Normal =5
Periodik =4
Hiperventilasi sentral =3
Iregular =2
Apnoe =1
TOTAL SCORE :
Terbaik 35 , terburuk
D. Penanganan Pasien
a. Tindakan umum
Mengatur jalan nafas ( bila memakai ventilator sesuai penatalaksanaan aplikasi
klinik pemakaian ventilator)
Monitoring hemodinamik tensi,nadi,temperature tubuh , balance cairan, cvp )
Mengatur gas darah dan keseimbangan asam – basa
Mengatasi hipertensi intrakranial
Sirkulasi
Posisi
Cairan osmolaritas dan elektrolit
Nutrisi
b. Tindakan Khusus
Terapi Osmotik, untuk mengurangi edema otak, TIK dan memeperbaiki ADO
dapat diberikan manitol, urea dan gliserol, manitol 0,25 – 0,5 g/kgBB diberikan
waktu 20 – 30 menit.
Steroid, dexametason 1-2mg /kgBB atau metilprenisolon 5-10mg/kgBB dapat
mengurangi edema otak , menurunkan TIK, mencegah kerusakan sel otak lebih
lanjut dengan menstabilkan membran lisosom dan mitokondria.
Suhu tubuh, dengan mengguakn antiperetika, obat vasodilator (Chlorpromazine
0,2 – 0,5 mg/kgBB).
Terapi Barbiturat, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
PEDOMAN PELAYANAN KLINIK
ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
2012
GAGAL NAFAS AKUT
D. Definisi
Gagal nafas akut adalah kegagalan pertukaran gas dalam paru sehingga terjadi penurunan
kadar oksigen si arteri dan peningkatan karbondioksida atau kombinasi keduanya.
B. Etiologi
C. Gejala Klinis
Diagnosa pasti gagal nafas akut adalah pemeriksaan analisa darah, kadang-kadang
diagnosa sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja, misalnya pada obstruksi
jaln nafas apnoe, dalam hal ini tidak perlu menunggu analisa gas darah.
D. Kriteria Dignosis
INTUBASI ENDOTRAKHEAL
Definisi:
Memasukkan pipa ETT pada jalan nafas
Indikasi
6. Menjamin atau mempertahankan jalan nafas agar bebas.
7. Mencegah aspirasi isi saluran cerna.
8. Memungkinkan peghisapan trakeal secara adekuat.
9. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
10. Pemberian tekanan posiitiv pada jaln nafas.
Intubasi Sulit
Dapat diperkirakan pada pasien dengan:
F. Definisi
Penggunaan mesin untuk membantu fungsi pernafasan pasien.
G. Indikasi
1. Kegagalan nafas dengan criteria
a. PaO2 kurang dari 60 mmHg
b. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
c. Respiration rate lebih dari 35 kali permenit.
2. Post operasi bedah jantung.
3. Post cardiac arrest
H. Modus Ventilator
1. CMV
2. IMV
3. SIMV
4. CPAP
I. Pengesetan Ventilator:
1. Volume tidal
Volume pada sekali nafas diset antara 8 –10 cc / kg berat badan.
2. Tekanan
Tekanan antara 35 –40 cm H2O sebaiknya dihindarkan karena dpat menyebabkan
pnemothoraks.
3. FiO2
Diatur untuk menghindari baghay, baik hypoxemia atau keracunan oksigen. FiO2
diset antara 21% - 100%
4. Frekwensi pernafasan
Usahakan 10 – 14 kali permenit , karena kombinasi frekwensi tinggi dan volume tidal
tinggi akan membahayakan otak dan kardio vasluler.
5. Ruang rugi
Bila terjadi respiratory alkalosis, dapat ditambahkan ruang rugi 60 – 300 ml secara
bertahap, untuk mempertahankan Pa CO2 30 – 40 mmHg .
6. PEEP
Tekanan positif pada akhir ekspirasi merupakan suatu cara untuk memperbaiki
oksigenasi dengantekan positif baik pada fase inspirasi dan ekpirasi.
J. Weaning
Pasien-pasien dengan ventilator kurang dari 3 hari dapat dilepas dari ventilator dengan cept
dan gampang . Sebaliknya pasien-pasien dengan ventilator lebih dari 3 hari sulit dilepas
karena biasnya sudah punya penyakit dasar , otot-otot pernafasan kondisinya sudah tidak
baik.
Cara- Cara Weaning:
Bila:
(ARDS)
E. Definisi
Merupakan bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada pasien kritis dan
cidera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya inflamasi paru parenkim
paru sebelumnya dan peningktan ermiabilitas unit alveoli kapiler yang mengakibatkan
hiperventilasi , hipoksemia berat dan infiltrat luas pada foto thoraks.
F. Etiologi
Bervariasi mulai dari truma dansyok sampai infeksi dan penyebab ganda lainya, misalnya
luka bakar, aspirasi, dan lain –lian.
G. Perjalanan ARDS
5. Fase I ( Cedera dan resusitasi)
Pada fase ini ditandai dengan gangguan metabolisme dan perfusi jaringan . terjadi
alkalosis respirasi sedang mentap yang secara umum disebabkan oleh
hyperventilasi. Pada pemeriksaan paru sering bersih kecuali ada sedikit ronchi basl
dan foto thorak normal atau hanya kongesti atau atelektasis.
6. Fase II
Hyperventilasi terus berlangsung dan mungkin sedikit meningkat PaCO2 berkisar
antara 25 – 35 mmHg, pada udara kmar meningkat kira-kira 35 – 50 mmHg . Foto
thoraks mungkin masih normal adtau ada infiltrat difus yang minimal sesuai dengan
daerah atelektasis kecil yang multiple dan bendungan paru atau awal edema paru.
7. Fase III
Pasien nampak mengalami ganmgguan pernafasan secara klinik , tampaknya timbul
secara mendadak , tetapi pemeriksaan analisa gas darah serial menunjukan bahwa
perkembangan telah terjdi secara progresif. Hiperventilasi menjadi lebih hebat.
PaCO 2 turun sampai 20 – 35 mm Hg , PaO2 mulai menurun 50 – 60 mmHg atau
lebih rendah . Pada foto thoraks edema paru dan infiltrat difus bertambah progresif.
8. Fase IV
Ditandai dengan hipoksia berat yang meningkat . PaCO2 secara bertahap meningkat
pertama-tama mendekati normal dan akhirnya pasien hidup cukup lama, meningkat
diatas normal. Pada tahap ini kapiler paru yang berfungsi menurun drastic. Secar
normal CO2 dikelurkan dengan mudah oleh paru sesuai dengan ventilasi alveoli.
Bila PaCO2 dibiarkan meningkat diatas 45 mmHg pada ARDS walaupun ventilasi
adekuat atau ditingkatkan, paru sudah rusak berat dan banyak pasien akan
meninggal.
Pada tahap ini asidosis metabolic juga bertambah .
Ventilasi Mekanik
Obyektif pengobatan utama ARDS adalah memperbaiki tekanan oksigen darah arteri dan
penghantran oksigen ke jaringan tanpa menimbulkan keracunan oksigen. Penggunaan
ventilasi mekanik pada ARDS:
10. Gunakan sebaiknya ventilator siklus volume.
11. Pertahankan tidal volume cukup
12. Pertahankan peak inflation pressure kurang dari 40 cm H2O bila mungkin.
13. Frekuensi nafas lambat 12 – 14 kali permenit, sedasi hati-hati.
14. Pertahankan FiO2 serendah mungkin (< 0,40) dan pertahankan PaCO2 lebih
dari 60 mmHg.
15. Beri dead space (60 – 300 ml) atau CO2 bila PaCO2 kurang dari 30 – 35 mmHg.
16. Beriakn sigh 6 – 12 kali / jam dengan menggunakan volume 1,5 kali volume tidal.
17. Gunakan nebulisasi dan humidifikasi yang maksimal.
18. Berikan PEEP atau CPAP, biasanya 5 – 10 cm H2O ditingkatkan secara
bertahap.
STEROID
Penggunaan steroid masih kotroversi. Steroid dikenal menstabilakn membran lisosomal,
mencegah agregasi induce neutrophil complement dan kerusakan superokside terhadap sel
endotel in vitriol .
Pemantauan
5. Pemeriksaan klinik
6. Foto thoraks
7. Analisa gas darah
8. Hemodinamik
E. Definisi
PENENTUAN MATI
D. Definisi Mati
6. Mati klinis adalah henti nafas ditanbah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua
aktivitas otak terhenti, tetapi irreversible.
7. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan dimulai dengan neuron
otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi , diikuti oleh
jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 2 jam tanpa
sirkulasi.
8. Henti jantung berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme .
9. Mati serebral adalah kerusakan irreversible (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak kematian otak total adalah mati serebral ditambah dengan
nekrosis sisa otak lainnya.
10. Mati social merupakan kerusakan otak berat yang ireversibel pada pasien yang
tetap tidak sadar dan tidak responsive, tetapi mepunyai elektroensefalogram (EEG)
aktif dan beberapa reflek yang utuh.
TERAPI CAIRAN
E. Definisi:
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapt di rumah sakit.
F. Persyaratan :
1. Pada saat MRS tidak ada tanda-tanda infeksi dantidak adalam masa inkubasi
2. Tanda-tanda infeksi timbul setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.
G. Sumber Infeksi
1. Saluran nafas (ETT, TT. Ventilator).
2. IV line ( infus , CVP)
3. Saluran kemih
4. Luka operasi dan luka karena truma
G. Definisi
H. Patofisiologi
Faktor pencetus asama adalah infeksi bekteri atau virus pada system pernafasan.
Penghentian obat-obat brokodilator secara mendadak atau penurunan kortikosteroid ,
sedatifberlebihan dan pemakaian bronkodilator yabg tidak benar dapat memperburuk
keadaan klinis.
Gejala-gejal asma disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan resistensi jaln
nafas. Peningkatan resistensi ini disebabkan oleh Karen aterjadinya odema pada
mukosa bronkus ( terjadipenbalan pada membran basalis, onfiltrasai netrofil dan
eosofil serta edema ) , peningkatan tonus otot bronkus dengan atau tanpa hipertrofi
serta adanya sumbatan secret yang kental di dalam lumen dan sukar dikeluarkan.
I. Gambaran Klinis yang utama:
6. Hipoksemia : ( PaCO2 turun) oleh karena penurunan rasio V/Q.
7. Hiperventilasi : PaCO2 turun, PH naik (disebabkan oleh karena
rangsangan perifer reseptor jalan nafas , kerja nafas naik oleh karena
hipoksia.
8. Resistensi jalan nafas meningkat .
9. Over inflasi : Peningkatan kapasitas paru total dan peningkatan FRC.
10. Gas Trapping : Volume residu meningkat dan penurunan kapasitas vital.
J. Indikasi Perawatan ICU
Pasien status asmatikus yang memerlukan perawatan di ICU adalah pasien yang
termasuk dalam status asmatikus derajat III, yang ditandai oleh pernafasan yang
cepat dan dangkal, kelelahan yang sangat, penurunan kesadaran, mungkin ada
sianosos, PaCO2 lebih dari 45 mmHg, asidosis atau tanpa hiperkarbia, pulsusu
paradokus.
Kriteria lain adalah pasien dengan infeksi saluran nafas yang menyertainya
seperti brokitis, pnemonia.
KRISIS HIPERTENSI
C. Definisi
Dibagi dalam
1. Hipertensi yang Gawat darurat ( hypertensive emergency)
Tekanan intrakranial atau CVA trombotik.
Perdarahan subarachnoid.
Ensefalopati hipertensif.
Edema pulmonum akut, GJK akut.
Eklamsi
Feokromositoma paroksimal
Perubahan funduskopik
Gagal ginjal akut
Insufisiensi miokard akut (angina tidak stabil, infark miokard akut)
Diseksi aorta akut
2. Darurat Hipertensi yang urgencies antara lain:
Hipertensi yang mengakselerasi (accelerated) dengan kenaikan tekanan
darah (TD > 120) tapi dengan kerusakan organ yang minimal.
Hipertensi pasca bedah
Hipertensi prabedah yang tidak terkendali/ belum diobati.
Beberapa istilah
Hipertensi yang refrakter : Respon tekanan darah (>200/110) yang kurang
memuaskan terhadap pengobatan anti hipertensi yang biasanya efektif.
Hipertensi yang mengaselarasi : Kenaikan tekanan darah distolik (>120) yang
besar disertai dengan perubahan funduskopik tingkat 3 (perdarahan berbentuk
bunga api (flame) dan eksudat tanpa edema papil dn kemunduran vaskuler cepat.
Maligna Hipertensi adalah hipertensi dengan tekanan darah diastolic > 120 – 130
dan perubahan funduskoik tingkat 4 . dengan papil edema mata. Tekanan
intrakranial ceapt naik disertai dengan gangguan vaskuler yng cepat.
Krisis Hipertensi adalah hipertensi agwat darurat bila mulai mengganggu fungsi
organ secara akut.
D. Patofisiologi
Tekanan darah adalah fungsi dari produk curah jantung (CJ) dan tahanan vaskuler
sistemik (TVS). Pada hipertensi primer CJ pada umumnya menurun TVS meninggi
sedikit. Pada HM keadaan TVS terjadi perubahn oleh gangguan structural dan hipertensi
kronis maupun oleh gangguan fungsional (vasokotriksi) sehingga TVS meninggi. Ada
dugaan terhadap factor predisposisi pada HM.
Faktor pencetus (spesifik)
Beberapa factor yang dapat mencetuskan hipertensi maligna :
Humoral (bahan vaskulotoksik / vasoaktif)
- Penghentian pengobatan anti hipertensi
- Tumor yang mengekresi rennin
- Eklamsi
- Cindera kepala
- Luka bakar
Kerusakan langsung pembuluh darah:
- Vaskulitis
- Sklerosis sistemik progresif.
C. Pengobatan:
Tujuan pengobatan adalah terhadap perbaikan perfusi oragan yanag terganggu bukan
semata-mata mengurangi tekanan darah.
Dasar pengobatan adalah:
a. Mempertahankan perfusi dan memberi kesempatan perbaikan fungsi arterial caranya
memperbaiki volume intra vaskuler dan menurunkan tekanan darah dengan 25% dari
TD atau tekanan drh diatolik menjadi 100 – 110 dalam beberapa menit atau jam.
b. Pemantauan terhadap fungsi susunan saraf pusat, gijal dan jantung.
c. Diuretika diberikan untuk menolong memperkuat efek obat vasodilator kuat seperti
nitopusid, diazoksid, hidralazin.
F. Patofisiologi
Kejang dapat digambarkan sebagai letupan mutan listrik neuron oatak secara mendadak,
hebat dan tidak teratur yang menganggu fungsi SSP . Berbagai sebab sel-sel saraf
tertentu dapat melepas dan mengeluarakan impuls secara mendadak, mengakibatakan
gangguan listrik di dalam otak selnjutnmya mengakibatkan bangkitan kotraksi otot.
Timbulnya aktivitas listrik yang abnoramal ini juga mengakibatakan gangguan sensasi ,
kehilangan kesadaran dan fungsi psikis ,gangguanmotorik danbangkitan kotraksi otot.
Jadi adanya kejang berarati bahwa SSP telah ikut terkena penyakit.. Kejang peresisten
merupakan kedaruratan neurologik dan oleh karena itu harus segera dihentikan.
G. Sebab Kejang
a. Bersumber dari SSP
Cidera otak akut primer.
Enselopati kronis
Infeksi
b. Bersumber diluar SSP
Keracunan
Obat kimia , contohnya : etnol, Pb, organofosfat.
c. Kelainan sistemik dan metabolik
Anoksia (henti jantung).
Hipomagnesemia
Alkalosis metabolic
Keadaan hipo-hiperosmolar
Sepsis
Pasca operasi otak
Ensefalopati hipertensi
Ketoasidosis diabetes
Eklampsia
H. Konsep Penatalaksanaan
Pengobatan tidak hanya ditujukan terhadap koreksi penyebab primer tapi juga terhadp
pecegahan dan koreksi akibat sekunder.
Tekanan intrakranial yang tinggi menyebabkan kejang, cara-cara menegendalikan
peninggian tekanan intrkranial hanya dapat dilakukan di ICU Karen memerlukan tindakan
hiperventilasi, kurarisasi, drainase , cairan serebrospinal, steroid, terapi dehidrasi dengan
manitol, gliserol , diuretic, terapi cairan serebrospinal, barbiturat , hipotermia kalau perlu
dekompresi dengan cara operasi.
Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Kejang
4. Kendalikan kejang
5. Posisi kepala dan jalan nafas bebas
6. Masukkan alat Bantu jalan nafas mulut dan
bersihkan jalan nafas
Ada
(mekanis manual)
Periksa Hemodinamik
Baik Buruk
Metabolik
Pasien dengan kejang terus menerus harus segera di rawat di ICU, penatalaksanaan ditujukan
terhadap:
A. Tindakan Umum
f) Diazepam
Dosis diazepam 10 mg dalam 1-2 menit diulang kalu perlu tiap 10 – 60 menit atau
sebagai tetesan infus misalnya 100mg dalam NaCl dalam kecepatan 40ml/jam.
Pada anak dapat diberi lewat rectal dengan hasil seperti IV dosis awal 0,25 –0,50
mg/kg. Harus diperhatikan geljal depresi nafas.
g) Barbiturat (thiopental)
Dosis larutan thiopental 2,5% diberikan dulu 50 –200 mg sampai kejang berhenti
diteruskan sebahgai infus 0,2% yang dimulai dengan 1 ml / menit..
h) Luminal
Dosis dewasa 5 mg/kg IM atau IV (60 mg/menit) dosis sehari dapat mencapai
1000mg.
Dosis bayi 16-23 mg/kg IV/IM.
i) Dilantin
Dosis dewasa dengan infus tidak melebihi 50mg/menit samapi dosis total 1 gram atau
18 mg/ kg.
Anak 100-200 mg/kg/5 menit atu 10 mg/kg.
j) Magnesium sulfat
Walaupun tidak sering digunakan tapi dapat membantu mengurangi kejang atau
spasme otot (tetanus) sehingga mengurangi pemakaian anti konvulsi dan obat
pelumpuh otot.
Dosis yang dianjurkan adalah 6-8mEq/L yang diberikan cairan MS 20% : 4 gram
dalam 5 menit diteruskan dengan 1 gram dlam 1 jam dapat juga diteruskan 4 – 10
gram IM tergantung berat badan.
F. Tindakan Suportif
e) Pengendalian nafas.
f) Mengendalikan suhu
g) Koreksi kelainan metabolic
h) Pencegahan dan pengobatan edema serebri.
E. Definisi;
Hilangnya kesadaran atau koma
F. Etiologi koma
c) Akibat Intrakaranial
Akibat vaskuler yaitu perdarahan, infark serebral, perdarahan intraserebral,
hemtom subdural dan ektradural.
Tumor abses baik primer maupun sekunder
Abses
Meningitis
Trauma kepala
Post epilepsy
Penyakit pisikiatri
d) Ekstra Kranial
Hipotensi arterial
Toksemia sistemik
Hipertensi ensepalopati
Metabolik
Drugs
Trauam fisika (hipotermia, elektrokoagulasi)
G. Diagnosa
1. Pemeriksaan neurologis
h. Membuka Mata
Spontan =4
Terhadap panggilan =3
Terhadap nyeri =2
Tidak dapat =1
i. Respon Motorik
Menurut perintah =6
Terlokalisir =5
Menghindar =4
Fleksi abnormal =3
Eksistensi =2
Tidak ada =1
j. Respon Verbal yang terbaik
Orientasi =5
Bingung =4
Kata-kata tidak dimengerti =3
Hanya suara =2
Tidak ada suara =1
k. Respon Pupil Terhadap Cahaya
Normal =5
Lambat =4
Respon tidak sama =3
Besar tidak sama =2
Tidak ada respon =1
l. Refleks Syaraf Kranial
Semua ada =5
Bulu mata tidak ada =4
Kornea tidak ada =3
Doll’s tidak ada =2
Karina (semua) tidak ada =1
m. Kejang
Kejang tidak ada =5
Kejang fokal =4
Umum, intermittent =3
Umum , kontinue =2
Flaksid =1
n. Nafas Spontan
Normal =5
Periodik =4
Hiperventilasi sentral =3
Iregular =2
Apnoe =1
TOTAL SCORE :
Terbaik 35 , terburuk
H. Penanganan Pasien
a. Tindakan umum
Mengatur jalan nafas ( bila memakai ventilator sesuai penatalaksanaan aplikasi
klinik pemakaian ventilator)
Monitoring hemodinamik tensi,nadi,temperature tubuh , balance cairan, cvp )
Mengatur gas darah dan keseimbangan asam – basa
Mengatasi hipertensi intrakranial
Sirkulasi
Posisi
Cairan osmolaritas dan elektrolit
Nutrisi
b. Tindakan Khusus
Terapi Osmotik, untuk mengurangi edema otak, TIK dan memeperbaiki ADO
dapat diberikan manitol, urea dan gliserol, manitol 0,25 – 0,5 g/kgBB diberikan
waktu 20 – 30 menit.
Steroid, dexametason 1-2mg /kgBB atau metilprenisolon 5-10mg/kgBB dapat
mengurangi edema otak , menurunkan TIK, mencegah kerusakan sel otak lebih
lanjut dengan menstabilkan membran lisosom dan mitokondria.
Suhu tubuh, dengan mengguakn antiperetika, obat vasodilator (Chlorpromazine
0,2 – 0,5 mg/kgBB).
Terapi Barbiturat, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.