Anda di halaman 1dari 82

DINAS KESEHATAN ANGKATAN LAUT

RUMKITAL Dr. RAMELAN

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


ANESTESI
DEPARTEMEN BEDAH

RUMKITAL DR. RAMELAN


SURABAYA
2015
DAFTAR ISI

1. GAGAL NAFAS AKUT................................................................................................. 1


2. INTUBASI ENDOTRAKHEAL...................................................................................... 2
3. APLIKASI KLINIS PENGGUNAAN VENTILATOR.......................................................... 3
4. ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME.......................................................... 7
5. RESUSITASI JANTUNG PARU................................................................................... 10
PENATALAKSANAAN FIBRILASI VENTRIKEL DAN TAKIKARDI TANPA NADI.(SPM) ................
6. PENENTUAN MATI DAN MBO ................................................................................ 13
7. TERAPI CAIRAN ............................................................................................... 14
8. UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU.............................................. 16
9. PERAWATAN INTENSIF STATUS ASMATIKUS........................................................... 17
10. KRISIS HIPERTENSI ................................................................................................... 20
11. MASALAH KEJANG DI ICU....................................................................................... 22
12. PENATALAKSANAAN PASIEN KOMA........................................................................ 27
KUNJUNGAN PRA ANESTESI

1. Pengertian
Kunjungan pra-Anestesia adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk menilai
dan mempersiapkan kondisi medis pasien sebelum setiap tindakan anestesia.

2. Tujuan
a. Mengusahakan pasien dalam kondisi optimal pada saat menjalani tindakan
anestesia pembedahan.
b. Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian selama tindakan anestesia
dan pembedahan.

3. Pelaksanaan

a. Sebagai bagian dari standard dasar pengelolaan anestesia dimana ahli anestesia
bertanggung jawab untuk :
 Menentukan status medis pasien.
 Membuat rencana pengelolaan anestesi.
 Memberi informasi kepada pasien dan atau keluarganya.
b. Standard ini berlaku bagi semua pasien yang akan mendapatkan pelayanan
anestesia atau pemantauan selama tindakan, standard ini dapat dimodifikasi sesuai
kondisi.
c. Pembuatan rencana pengelolaan anestesi meliputi :
 Mempelajari rekam medis.

 Melakukan wawancara dan pemeriksaan khusus untuk :


 Membahas riwayat penyakit, kebiasaan, pengalaman anestesia sebelumnya dan
pengobatan yang sedang dijalani.
 Menilai aspek kondisi fisik yang mungkin merubah keputusan dalam hal risiko
dan pengelolaan anestesia
 Meminta dan mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk tindakan anestesi.
 Penjelasan yang adekuat tentang keadaan pasien kepada keluarga atau pasien
(dewasa) sendiri, meliputi diagnosis kerja, rencana tindakan, risiko dan faktor
penyulit anestesia serta kemungkinan komplikasi intra maupun pasca anestesia.
 Memeriksa kembali bahwa hal-hal tersebut di atas sudah dilakukan secara
benar dan dicatat dalam rekam medis pasien.
d. Kunjungan pra-anestesi dapat dilakukan di ruang rawat, Poliklinik anestesi, tempat lain bila
kondisi mengharuskan.
e. Persiapan Pre Anestesi untuk pasien :
 Operasi Elektif
- Puasa minum susu atau makanan padat 8 jam sebelum operasi.
- Puasa air putih 6 jam sebelum operasi.
- Kecuali pasien yang mendapat terapi oral, obat dapat diminumkan sesuai jadwal
dengan bantuan maksimal 2 atau 3 sendok makan air putih.

 Operasi Cito
- Puasa 6 jam sebelum operasi Bila puasa kurang dari 6 jam, pasien
harus dipasang NGT.
ANESTESI UMUM

1. Pengertian
Anestesia umum adalah suatu prosedur tindakan dalam anestesia untuk memenuhi
keadaan amnesia, analgesia dan penekanan refleks pada pasien. Anestesia umum
dapat dilakukan secara inhalasi, intravena, atau kombinasi keduanya (anastesia
balans). Langkah-langkah dalam anestesia umum meliputi : premedikasi, induksi,
pemeliharaan anestesia, dan pengakhiran anestesia.Yang dimaksud anestesia
umum disini adalah anestesia umum untuk pasien dewasa. Anestesia umum untuk
pasien pediatri akan diatur sesuai protokol anestesia untuk pediatri.

2. Tujuan
a. Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan operasi atau
tindakan lain yang menyebabkan pasien memerlukan anestesia umum.
b. Membantu menciptakan kondisi yang optimal untuk prosedur yang akan dijalani.

3. Penatalaksanaan
a. Premedikasi
Jenis Obat Keterangan
Premedikasi
Ringan Diazepam 5-10 mg po, 1 hari preop
Lorazepam 1-2 mg po, 1 hari preop
Sedang Midazolam 1-2 mg iv, sebelum induksi (saat pasien berada
± Petidin 1-2 mg/kgBB, pada ruang persiapan atau kamar operasi),
atau Fentanil 1-2 perlu monitoring tanda-tanda depresi nafas
μg/kgBB,
atau Morfin 0,1
mg/kgBB
Berat Diazepam 10 mg po, 2 jam preop
Midazolam 5 mg
+ Petidin 1-2 mg/kgBB iv, sebelum induksi (saat pasien berada
atau Fentanil 1-2 pada ruang persiapan atau kamar operasi),
μg/kgBB perlu monitoring tanda-tanda depresi nafas
atau Morfin 0,1
mg/kgBB

b. Induksi
Preinduksi

 Berikan O2 100% melalui sungkup muka selama 1-3 menit


 Dapat diberikan obat-obatan tambahan untuk sedasi/analgesia jika diperlukan
seperti :
Fentanil 1-2 μg/kgBB iv atau bisa ditambah midozolam 0,03 – 0,1 mg/kgBB.

Induksi

Pemberian obat induksi;

Tiopental/Pentota 3-5 mg/kgBB iv

Propofol 1-2,5 mg/kgBB iva

Etomidat 0,2-0,3 mg/kgBB ivb

Pemberian Obat pelumpuh otot untuk intubasi

Obat Dosis Awitan Lama kerja

Suksinil kolin 1-1,5 mg/kgBB iv 30-60 dtk 4-6 mnt

Pankuronium 0,08-0,12 mg/kgBB iv 3-4 mnt 40-65 mnt

Vekuronium 0,1 mg/kgBB iv 2-3 mnt 25-30 mnt

0,2 mg/kgBB iv < 2 mnt 45-90 mnt

Atrakurium 0,5 mg/kgBB iv 1-2 mnt 10-20 mnt

Rokuronium 0,6-1,2 mg/kgBB iv 60-90 dtk 30 mnt


Pemeliharaan Anestesi
Jenis Anestesi Pemeliharaan

Anestesia Inhalasi 30-100% O2 + 0-70% N2O+ Halotan (MAC = 0,75%) titrasi

atau Enfluran (MAC = 1,76%) titrasi atau Isofluran (MAC = 1,1%) titrasi

atau Sevofluran (MAC = 2,0%) titrasi atau Desfluran (MAC = 6,0%) titrasi

Anestesia Balans 30-100% O2 + 0-70% N2O + Petidin 0,5-1,5 mg/kgBB/3-4 jam (bolus
intermiten) atau Fentanil 1-10 μg/kgBB sesuai kebutuhan + Halotan
atau anestetik inhalasi lainnya (titrasi) atau Propofol 50-200
μg/kgBB/mnt

Anestesi Intravena - O2 30 -100%


Total - Pethidine atau fentanyl bolus awal: 1-2 mg/kgBB dilanjutkan
pemeliharaan: 0,5-1,5 mg/kgBB/3-4 jam (bolus intermiten.
- Ditambah propofol Induksi: 1-2,5 mg/kgBB ,pemeliharaan: 50-
200 μg/kgBB/mnt. (infus dihentikan 5 menit sebelum operasi
selesai)
- Selain propofol bisa menggunakan ketamin , Induksi: 1-2
mg/kgBB pemeliharaan: 1-2 mg/kgBB/ bolus intermiten tiap
15-20 mnt atau sesuai kebutuhan.

Jika diperlukan dapat digunakan pelumpuh otot

Lama Kerja Nama Obat Dosis


Kerja singkat Mivakurium Bolus 0,1 mg/kgBB/10-20 mnt
atau infus1-15 μg/kgBB/mnt
Kerja menengah Vekuronium Bolus 0,01-0,025 mg/kgBB/30 mnt
atau infus 1-2 μg/kgBB/mnt
Rokuronium Bolus 0,15-0,6 mg/kgBB/30 mnt
atau infus 5-12 μg/kgBB/mnt
Atrakurium Bolus 0,1 mg/kgBB/10-20 mnt
atau infus 5-10 μg/kgBB/mnt
Kerja panjang Pankuronium Bolus 0,02 mg/kgBB/60-90 mnt

c. Pengakhiran Anestesi

Pengakhiran Tindakan
anestesi
Pemulihan dari Jika diperlukan dapat diberikan obat reversal sebagai berikut:
pelumpuh otot Neostigmin 0,05-0,07 (dosis maksimum) mg/kgBB + Sulfas atropin
0,015 mg/kgBB iv
Analgetik pasca Jika diperlukan analgetik pasca operasi diberikan sebelum pasien
operasi dibangunkan
Profilaksis mual- Dapat diberikan metoklopramid (10 mg iv), atau droperidol
muntah (0,625mg iv) atau ondansetron (4 mg iv). Dapat dipertimbangkan
pemasangan pipa lambung dan irigasi cairan lambung.
Oksigen Pemberian N2O dan anestetik dihentikan dan diberikan 100%
oksigen
Penghisapan lendir Rongga orofaring dibersihkan dengan penghisap lendir
Ekstubasi Ekstubasi dilakukan jika refleks proteksi jalan nafas sudah
berfungsi kembali, pasien bernafas spontan dan mampu mengikuti
perintah.
ANESTESI BEDAH ANAK
1. Pengertian
Anestesia bedah anak adalah tindakan anestesia yang dilakukan pada pediatri .
Yang tergolong pediatri adalah:
 newborn infant
 neonatus ( < 1 bulan)
 infant ( 1 bln – 1 tahun)

2. Penatalaksanaan
a. Dilakukan kunjungan pre anastesia sebelum operasi sesuai dengan kesempatan dan
waktu yang tersedia.
b. Sebelum dilakukan tindakan anestesia dan pembedahan harus sudah terdapat informed
consent tindakan,kecuali pada emergency.
c. Pre operatif ada informasi klinis mengenai:
 riwayat usia kehamilan dan berat badan.
 proses persalinan (APGAR SCORE).
 riwayat perawatan di rumah sakit.
 adanya kelainan kongenital ataupun metabolik.
 adanya kelainan jalan nafas.
d. Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup:
 keadaan umum, tanda vital, berat badan
 gigi geligi dan keadaan yang mempengaruhi intubasi.
 keadaan jalan nafas dan fungsi sistem kardiovaskular dan respirasi.
 Tempat kanulasi vena perifer.
e. Pemeriksaan laboraturium rutin yang tersedia : HB, Ht, lekosit, trombosit dan analisa
urin. Untuk keadaan khusus, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
foto thoraks, EKG, fungsi liver, fungsi ginjal dan gula darah sewaktu.
f. Persiapan pre Anestesi
Pasien dipuasakan, sesuai tabel berikut :

Usia Susu/Padat Cairan Jernih


≤ 6 bulan 3 jam 1 jam
1- 15 bulan 4 jam 2 jam
> 36 bulan 5 jam 3 jam
Bila memungkinkan selama waktu puasa sudah terpasang jalur intravena
dengan infus (N2/N4/RD) atau bila jadwal tertunda dan belum terpasang jalur
intravena, dapat diberi cairan jernih atau dipasang jalur intravena.
g. Persiapan kamar operasi:
 sirkuit anestesi: sirkuit terbuka Mapleson D (Jackson Rees), dengan FGF 2,5-3x
ventilasi semenit untuk mencegah rebreathing.
 Volume kantung sesuai besar kapasitas vital.
 Anak dengan BB 10-20kg dapat menggunakan sirkuit setengah tertutup dengan
sirkuit anestesia berdiameter kecil.
h. Sarana kamar operasi :
 Obat-obat anestesi termasuk obat resusitasi.
 Alat monitor berupa EKG , tekanan darah, pulse oksimetri.
 Perangkat mesin anestesi beserta kelengkapan pasokan gas.
 Peralatan jalan nafas sungkup muka, ETT, fuedel, laringoskop dengan bila
laringoskop anak, stylet dan laringeal mask.
 Peralatan untuk menghangatkan tubuh anak dan alat pemantau suhu.
 Stetoskop prekordial/ esofageal untuk memantau bunyi nafas dan jantung anak.
 Alat untuk pemberian cairan intravena termasuk untuk kanulasi bena.
 Alat penghisap (suction).
 Bilah Laringoskop:
Dianjurkan bilah lurus(miller) untuk usia dibawah 2 tahun.
Standard ukuran bilah laringoskop:
Umur Bilah
Prematur dan neonatus Miller 0
Bayi samapai 6 – 8 bln Miller 0 -1
9 blan sampai 2 thn Miller 1
2 sampai 5 thn Macintosh 1
Miller 1- 1,5

 Pengaturan Suhu Kamar Operasi

 Suhu optimal antara 26 - 32ºC


 Terdapat blanket trol yang sudah dihangatkan
 Cairan infus, darah cairan irigasi dihangatkan.

 Peralatan pemberian cairan intravena:

 BB  10 kg menggunakan buret untuk mencegah pemberian cairan berlebihan.


 BB  10 kg digunakan set infus anak dengan 1cc sama dengan 60 tetes.
 Hindari adanya udara yang masuk intravena.
 Dapat digunakan three way untuk dapat memberikan obat cairan jarak jauh.

i. Premedikasi dan teknik induksi:


 premedikasi:

 Secara umum tidak perlu untuk usia dibawah 12 bulan, di atas 12 bulan dapat
diberikan midazolam atau diazepam per oral.
 Tidak perlu diberikan pada anak dengan kelainan mental.
 Terapi penyakit kronis harus tetap diberikan.
Obat sedatif, narkotik, antiemetik dan antikolinergik dapat diberikan sesuai
indikasi.
 Teknik induksi:

o Bayi berusia  8 bulan atau berat badan dibawah 7 kg dapat masuk kamar operasi tanpa
sedasi. Anestesia dilakukan dengan teknik inhalasi.
o Induksi inhalasi:
Induksi inhalasi dapat dilakukan bila belum terdapat jalur intravena. Pada
anak usia 8 bulan - 5 tahun atau anak yang tidak kooperatif dapat
dilakukan induksi inhalasi setelah disedasi dengan midazolam. Dekatkan
sungkup muka ke wajah dan gunakan arus rendah (1-3l/mnt) N2O dan O2.
Konsentrasi volatile anestetik dinaikkan secara bertahap. Saat reflek bulu
mata hilang, lekatkan sungkup muka dan angkat rahang.
o Induksi intramuskular:
Untuk anak yang tidak kooperatif atau dengan retardasi mental yang sulit
dikendalikan, dapat diinduksi dengan ketamin 4-8mg/kgBB IM. Dapat pula
diberikan atropin 0,02mg/kgBB IM untuk mencegah hipersalivasi.
o Induksi intravena:
Untuk anak yang sudah terpasang jalur intravena atau berusia lebih dari 8 tahun
dan belum terpasang jalur intravena, dapat diinduksi dengan dengan propofol 3-
4mg/kgBB IV atau thiopental 4-6mg/kgBB IV. Untuk anak berusia kurang dari 3
tahun, tidak dianjurkan dilakukan induksi intravena dengan propofol.
o Anak dengan lambung penuh:
Prinsipnya sama dengan pasien dewasa, dengan tambahan:
 Atropin 0,02mg/kg dapat diberikan untuk mencegah bradikardia.
 Bayi dengan lambung penuh, dilakukan dekompresi dengan penghisapan
pipa nasogastrik atau orogastrik.
 Dapat diberikan ranitidin 2-4mg/kgBB IV untuk mengurangi volume lambung
dan meningkatkan pH.
 Bila dengan obsruksi usus, jangan diberikan metokloperamid.
 Intubasi sadar merupakan pilihan untuk bayi sakit berat atau bayi dengan
kelainan jalan nafas hebat dengan lambung penuh.

j. Intubasi dan pemeliharaan anestesia:


 Intubasi:
 Pemilihan antara pemasangan ETT atau laryngeal mask disesuaikan dengan
kebutuhan(jenis, lama dan lokasi operasi).
 Pemasangan ETT atau LM bisa dilakukan dengan atau tanpa pelumpuh otot.
 Untuk anak  5 tahun, ETT tidak menggunakan kaf dan dipasang pack sebagai
pengganti.
 Pemeliharaan anestesia:
 Dapat dilakukan dengan inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran) sesuai
kebutuhan dan tidak ada kontra indikasi.
 Pemeliharaan obat intra vena dan pelumpuh otot sesuai indikasi dan kebutuhan.
h. Pemberian cairan:

 Diberikan cairan 4cc/kg/jam untuk 10 kg pertama BB, 2cc/kg/jam untuk 10 kg berikutnya,


dan 1cc/kg/jam untuk setiap kenaikan BB berikutnya.
 Cairan yang dapat digunakan adalah ringer laktat dan untuk tambahan dapat
diberikan cairan yang mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia.
 Bila diperlukan diberi cairan infus atau transfusi sesuai dengan memperhitungkan
kebutuhan cairan perioperatif.
k. Proses pemulihan dan perawatan pasca pembiusan:

 Proses pemulihan:
 Bila menggunakan pelumpuh otot non depolarisasi dapat dipertimbangkan
penggunaan penawar pelumpuh otot.
 Ekstubasi dilakukan setelah pernafasan adekuat dan mulut bersih dari cairan
(saliva, lendir, dll).
 Ekstubasi dilakukan setelah pasien bangun dari pembiusan dan refleks protektif
jalan nafas sudah ada tetapi dapat pula dilakukan saat anestesia masih dalam.
Namun tidak dilakukan pada pasien dengan abnormalitas jalan nafas atau tidak
berpuasa.
 Laringospasme dapat terjadi selama proses bangun.
 Penggunaan oropharingeal airway bila pasien belum sadar.
 Pasca anestesia dilakukan pemberian O2 100%.
 Observasi pernafasan selama transportasi ke ruang pulih.

 Perawatan pasca pembiusan:

 Adanya supervisi medis umum dan koordinasi pengelolaan pasien di ruang pulih
yang merupakan tanggungjawab dokter spesialis anestesiologi.
 Adanya perawat ruang pulih yang mampu mengenali tanda-tanda kegawatan
pada anak pasca anestesia.
 Tanda vital harus segera dinilai setiba di ruang pemulihan dan dibuat laporan
tertulis yang akurat selama di ruang pemulihan.
 Harus tersedia oksigen dan alat penghisap untuk setiap pasiennya.
 Pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat bila sudah sadar penuh dan dapat
berkomunikasi.

ANESTESI BEDAH SARAF

1. Pengertian
Anestesia yang dilakukan pada pembedahan Susunan Saraf Pusat (SSP), Medula
Spinalis, serta Saraf Perifer, untuk pembedahan yang bersifat terapeutik maupun
diagnostik.

2. Tujuan
Anestesia yang dilakukan pada pembedahan Susunan Saraf Pusat (SSP),
Medula Spinalis, serta Saraf Perifer, untuk pembedahan yang bersifat terapeutik
maupun diagnostic

3. Indikasi
a. Operasi pada SSP :
o Tumor intrakranial (meningioma, astrositoma, abses intrakranial, dll)
o Perdarahan intrakranial (EDH, SDH, SAH, dll)
o Kelainan kongenital (MEA, hidrosefalus kongenital, dll)
o Trauma kepala (fraktur impresi, fraktur kompresi, laserasi serebri, kraniotomi
dekompresi, dll)
o Operasi stereotaktik (biopsi, ablasi, dll).
b. Operasi pada Medula Spinalis:
o Tumor (tumor medula, meningomyelokel, dll)
o Kelainan kongenital (spina bifida,dll)
o Trauma (fraktur impresi vertebra, HNP, dll)
c. Operasi pada Saraf Perifer :
o Trauma saraf perifer
o Penekanan saraf perifer
o Neurolitik.

4. Syarat
a. Terdapat indikasi.
b. Pihak pasien sudah mendapat informed consent kecuali pada emergency.
c. Pihak pasien sudah menandatangani surat persetujuan tindakan medik.

5. Komplikasi
a. Peningkatan tekanan intrakranial
b. Perdarahan intracranial
c. Edema serebri
d. Tension pneumoensefalus
e. Emboli udara
f. Kejang
g. Aritmia s/d henti jantung akibat manipulasi SSP
h. Komplikasi akibat posisi pembedahan: penekanan
i. Bola mata, penekanan saraf perifer
j. Perdarahan hebat s/d syok hipovolemik
k. Hipotermia
l. Infeksi
m. Komplikasi-komplikasi lain yang berkaitan dengan anestesia umum dan
regional.
6. Pemeriksaan Penunjang

o Darah perifer lengkap


o Kadar gula darah sewaktu
o Analisa gas darah
o Elektrolit serum
o CT-Scan atau MRI kepala
o Pemeriksaan penunjang lain atas indikasi
o Pada kondisi emergensi yang dibutuhkan operasi segera, pemeriksaan
penunjang dapat ditunda.

7. Penatalaksanaan
a. Persiapan pasien:
 Rutin:

o Kunjungan pra-anestesia sesuai pedoman operasi umum


o Evaluasi neurologik pra-anestesia untuk menentukan derajat kesadaran pasien,
defisit neurologis yang menyertai dan ada tidaknya peningkatan tekanan
intrakranial.
o Informed consent.
 Khusus:
o Manajemen jalan nafas dan pernafasan (airway & breathing), terutama
pertimbangan intubasi pra bedah pada pasien dengan kesadaran GCS ≤ 8.
o Pasien telah terpasang jalur akses vena yang adekuat.
o Menjaga stabilitas hemodinamik untuk menjamin perfusi serebral yang
adekuat.
o Mengendalikan tekanan intrakranial dengan pendekatan fisiologis dan
farmakologis.
o Mencegah dan mengatasi kejang yang mungkin dapat terjadi.
o Memastikan ketersediaan ruang rawat pasca operasi di ICU/HCU bila
diperlukan.

b. Persiapan alat dan obat:


 Sesuai alat-alat dan obat-obat anestesia umum
 Manitol (sesuai indikasi)
 Furosemide (sesuai indikasi)
 Deksametason (sesuai indikasi)
 Lumbar CSF drainage (sesuai indikasi)

Persiapan alat pemantauan umum (umum&tekanan intakranial)

 Pemantau tekanan darah non-invasif atau invasif


 EKG
 Pulse oksimeter
 Stetoskop
 Termometer
 CVP (bila tersedia & sesuai indikasi).
 AGD (sesuai indikasi).
 Gula darah sewaktu (sesuai indikasi).
 ETCO2 (bila tersedia).
 Pemantauan produksi urine (pemasangan kateter foley sesuai indikasi).

ANESTESI REGIONAL

1. Pengertian

Anestesia epidural adalah tindakan anestesia dengan menyuntikkan obat ke ruang epidural
yang akan menghasilkan hambatan hantaran rangsang saraf medula spinalis,
menyebabkan hilangnya fungsi otonom, sensoris dan motoris untuk sementara waktu.

2. Tujuan
Tujuan anestesia epidural adalah menghilangkan sensasi pada daerah yang
teranestesia (terblok sensorik, motorik dan otonomnya) sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan di daerah tersebut

3. Indikasi
a. Operasi di ekstremitas bawah:
 Ortopedi / bedah tulang
 Bedah plastik
 Bedah tumor
b. Operasi kandungan / kebidanan:
 Dilatasi / kuretase
 Seksio sesaria
 histerektomi vaginal
 Kista ovarium
c. Bedah umum / digestif:
 Hemoroidektomi
 Fistel perianal
 Abses perianal
 Herniotomi
 Apendektomi
d. Bedah urologi:
 TUR
 Seksio alta
 Orkidektomi
 BW plasti
 Vasektomi
 Vesikulolitotomi
e. Kombinasi dengan anestesia umum pada anestesia balans
f. Penanggulangan nyeri pasca bedah (APS).

4. Kontra Indikasi
a. Absolut:
 Pasien menolak
 Terdapat lesi di tempat penyuntikan
 Koagulopati
 Peningkatan tekanan intra kranial
b. Relatif:
 Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
 Hipovolemia
 Penyakit susunan saraf pusat
 Nyeri punggung kronik
 Sepsis

5. Syarat
a. Sudah menandatangi surat izin operasi
b. Pasien kooperatif
c. Terdapat indikasi dilakukannya anestesia epidural
d. Tidak terdapat indikasi kontra absolut

6. Komplikasi yang mungkin terjadi:


a. hipotensi
b. total blok
c. perdarahan subarakhnoid
d. trauma serabut saraf
7. Pemeriksaan penunjang:
a. DPL
b. BT/CT
c. Pemeriksaan lain atas indikasi

8. Persiapan Pasien dan Alat


a Alur spinal sekecil mungkin sesuai dengan pengalaman
b Obat anestesia lokal ( lidodex 5% , bupivacain , lidocain 2 %) dan adjuvan
c Peralatan dan anti sepsis
o Alat-alat dan obat-obat anestesia umum beserta obat emergency.
o Tensimeter
o EKG
o Pulse oksimeter
o Stetoskop
o Termometer
o Kateter urin terpasang.

PERSIAPAN PRA ANESTESI BEDAH JANTUNG


1.Pengertian

Prosedur perioperatif bagi pasien yang akan menjalani anestesia untuk pembedahan
jantung, meliputi kunjungan pra anestesia, pemberian informed consent dan
premedikasi.

2. Tujuan
a Mengetahui status fisik pasien yang berhubungan dengan risiko dan penyulit
anestesia dan pembedahan.
b Merancang pemilihan teknik anestesia dan obat-obatan yang akan digunakan.
c Memeriksa kelengkapan persiapan pra bedah, termasuk persediaan darah dan
produk darah.
d Mempersiapkan fisik dan mental pasien untuk menjalani anestesia pada
pembedahan jantung.
e Memberi pengertian dan pemahaman kepada pasien dan/ atau keluarganya
tentang prosedur yang akan dijalani beserta risiko/ penyulitnya, baik pra bedah,
intra bedah maupun pasca bedah.

3. Penatalaksanaan
a Pemeriksaan rekam medik pasien untuk mengetahui data dasar pasien
(identitas, berat badan, tinggi badan, dsb), diagnosis kerja, pemeriksaan fisis dan
penunjang yang telah dilakukan.
b Anamnesis untuk mendapatkan data penting yang tidak didapat dari observasi
pasien secara langsung, misalnya riwayat sianosis yang hanya muncul pada
keadaan tertentu, nyeri dada atau kelelahan pada waktu kerja, hambatan tumbuh
kembang dan sebagainya. Sebagian data risiko pembedahan juga didapatkan
dari anamnesis, misalnya riwayat keluarga, riwayat alergi dan sebagainya.
c Pengisian rekam anestesia, termasuk persiapan pra anestesia, meliputi puasa,
penghentian/ melanjutkan obat-obat yang didapat dan premedikasi. Pasien
dewasa puasa 8 jam sebelum pembedahan. Anak kecil atau bayi 4 jam sebelum
tindakan, dan pemberian clear fluid hingga 2 jam sebelum pembedahan. Anak
yang lebih besar puasa 6 jam sebelum pembedahan.
d Jenis dan dosis obat premedikasi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
keadaan pasien. Pasien tertentu, misalnya pasien dengan keadaan umum yang
sangat buruk atau sianotik berat mungkin tidak boleh diberikan obat premedikasi
di luar kamar bedah.
e Penjelasan rinci tentang keadaan pasien kepada keluarga atau pasien (dewasa)
sendiri, meliputi diagnosis kerja, rencana tindakan, risiko dan faktor penyulit
anestesia maupun pembedahan serta kemungkinan komplikasi intra maupun
pasca bedah.
f Konfirmasi penandatanganan surat persetujuan atas tindakan medik.
g Surat persetujuan sebaiknya dibuat khusus/ individual, mengacu pada kondisi
dan butir no.5 di atas.

h Apabila pasien/ keluarga, setelah penjelasan yang dimengerti benar, tidak


menyetujui dilakukannya tindakan tersebut, maka pasien/ keluarga harus
menandatangani surat penolakan tindakan medik yang juga dibuat khusus dan
individual mengacu pada butir no.5 di atas
i Seluruh prosedur menghendaki hadirnya saksi yaitu perawat.

ANESTESI UNTUK BEDAH JANTUNG TERBUKA


1.Pengertian

 Menjamin tercapainya analgesia, sedasi dan arefleksia yang optimal selama pembedahan
jantung.
 Menjaga hemodinamik seoptimal mungkin, sebelum fungsi jantung dan paru diambilalih
oleh mesin pintas jantung paru (CPB).
 Membantu tercapainya hemodinamik seoptimal mungkin setelah periode CPB.
 Menjamin ventilasi dan oksigenasi yang optimal selama pembedahan.

2. Persiapan alat dan obat


- Monitor 8 channels, meliputi minimal 2 monitor invasif (tekanan darah arterial dan
tekanan vena sentral), monitor suhu, EKG 2 channels, SpO2
- Pressure monitoring kit minimal 2 jalur, beserta kantung bertekanan dan transduser
yang dihubungkan dengan monitor).
- Mesin anestesia yang dilengkapi dengan ventilator universal (neonatus – dewasa),
sumber O2 dan compressed air, vaporizer isofluran dan/ atau sevofluran, sirkuit nafas
untuk neonatus – dewasa.
- Laringoskop dengan bilah untuk neonatus – dewasa (sesuai dengan usia pasien).
- Guedel airway dan endotracheal tube (ETT) berbagai ukuran (sesuai dengan usia
pasien) dengan cadangan 0,5 nomor diatas dan dibawahnya.
- Suction dan suction catheter (sesuai besarnya ETT)
- Stetoskop
- Plester
- Kanul intravena berbagai ukuran.
- Blood set dan cairan infus, spuit berbagai ukuran dan extension line
- Kateter vena sentral dengan ukuran sesuai usia dan berat badan pasien
- Syringe pump minimal 3 buah
- Anestetik lokal (lidokain 2%)
- Adrenalin (0.1 mg/ cc)
- Sulfas atropine
- Fenilefrin (0.5 mg/ cc)
- Fentanyl (minimal 10 g/kg BB)
- Midazolam (1 mg/cc)
- Pelumpuh otot
- Obat induksi lain (pentotal/ ketamin/ etomidat)
- Asam traneksamat atau aprotinin
- Heparin 300 IU/kg BB
- Protamin minimal 1 mg/ 100 IU heparin
- Kalsium klorida atau glukonas
- Obat-obat inotropik dan vasoaktif (dopamin, dobutamin, nitrogliserin, norepinefrin,
epinefrin, dsb)
- Obat-obat lain (Natrium bikarbonat, kalium klorida, magnesium sulfat, dsb)

3. Penatalaksanaan
a Persiapan pra bedah, meliputi kunjungan pra anestesia, informed consent dan
pemberian premedikasi (lihat SOP persiapan pra anestesia bedah jantung).
b Sumber gas, mesin anestesia, monitor dan peralatan lain harus dicek kesiapan
dan fungsinya. Mesin anestesia harus disambungkan dengan sumber listrik UPS
(uninterrupted power supply)
c Obat-obat intravena dicek kelengkapannya. Harus diyakini darah dan produk
darah yang diperlukan telah tersedia.
d Periksa ACT (Activated Clotting Time) basal.
e Induksi dan intubasi menggunakan obat yang disesuaikan dengan kondisi
pasien.
f Setelah posisi ETT diyakini baik, ventilasi dapat diambilalih ventilator pada mesin
anestesia. Fraksi O2 disesuaikan kondisi pasien.
g Rumatan anestesia dilakukan dengan anestesia balans dan gas volatil,
disesuaikan hemodinamik pasien.
h Sebelum kanulasi aorta, heparin diberikan dengan memberitahu seluruh tim.
i 2 hingga 3 menit setelah pemberian heparin, ACT diperiksa lagi.
j Jika ACT telah > 200 detik (atau 2 kali nilai basal) kanulasi dapat dilakukan.
Pengisap mesin (pump sucker) dapat diaktifkan.
k Semua obat koagulasi (asam traneksamat atau aprotinin) sudah harus diberikan
sebelum periode bypass.
l Jika nilai ACT telah > 400 detik atau 4 kali nilai basal, periode bypass dapat
dimulai.
m Selama periode bypass, semua gas dan zat volatil dimatikan. Ventilator
dimatikan dan paru dibiarkan dalam posisi kempis.
n Sebelum mesin CPB dihentikan, harus diyakini jantung dapat berkontraksi baik
dan tekanan darah arterial cukup. Pemberian obat-obat inotropik sudah dimulai.
Ventilasi dimulai kembali dengan O2 100%.
o Setelah mesin CPB berhenti, dapat diberikan kalsium melalui vena sentral.
p Setelah diyakini tidak ada lagi perdarahan pembedahan (surgical bleeding),
protamin dapat diberikan secara perlahan melalui vena perifer. Hemodinamik
harus diawasi ketat selama pemberian protamin karena potensi hipotensinya.
Informasikan kepada seluruh tim jika 1/3 atau ½ dosis protamin telah diberikan.
Pump sucker dapat dimatikan.
q Setelah protamin selesai diberikan, dapat diberikan produk darah trombosit dan
FFP.
r Periksa lagi ACT  3 menit setelah pemberian protamin selesai.
s Matikan semua gas volatil sesaat sebelum transportasi pasien ke ICU.
t Prosedur selesai.

GAGAL NAFAS AKUT


A. Definisi
Gagal nafas akut adalah kegagalan pertukaran gas dalam paru sehingga terjadi penurunan
kadar oksigen si arteri dan peningkatan karbondioksida atau kombinasi keduanya.

B. Etiologi

1. Bermacam-macam penyakit akut maupun kronik yang menjadi akut kembali.


2. Penyakit paru kronik terutam PPOK yang menjadi akut kembali.
3. Obstruksi nafas akibat hipersekresi, spasme bronkus dan edema mukosa.

C. Gejala Klinis

Diagnosa pasti gagal nafas akut adalah pemeriksaan analisa darah, kadang-kadang
diagnosa sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja, misalnya pada obstruksi
jaln nafas apnoe, dalam hal ini tidak perlu menunggu analisa gas darah.

D. Kriteria Dignosis

1. PaO2 kurang dari 60 mmHg.


2. PaCO2 lebih dari 49 mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolic primer.

E. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik.

a. Pengobatan Non Spesifik


- Terapi oksigen
- Perbaiki ventilasi dengan cara perbaiki jalan nafas, ventilasi Bantu , ventilasi
kendali.
- Fisioterapi dada.
b. Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga pengobatan untuk masing-
masing penyakit akan berlainan , kadang-kadang memerlukan persiapan yang
memakan waktu operasi, bronkoskopi.

INTUBASI ENDOTRAKHEAL
1.Definisi:
Memasukkan pipa ETT pada jalan nafas

2. Indikasi
1. Menjamin atau mempertahankan jalan nafas agar bebas.
2. Mencegah aspirasi isi saluran cerna.
3. Memungkinkan peghisapan trakeal secara adekuat.
4. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
5. Pemberian tekanan posiitiv pada jaln nafas.

3.Intubasi Sulit
Dapat diperkirakan pada pasien dengan:

1. Leher pendek dengan gigi – geligi lengkap.


2. Rahang bawah kecil.
3. Palatumyang panjang dan lekukan tinggi.
4. Trismus, osteoartritis yang menyebabkan kesulitan mengatur posisi kepal, leher dan
membuka mulut.
5. Masa di faring dan larings.
Jika diperkirakan intunbasi akan mengalami kesulitan , dapat digunakan bronkoskopi atau
laringoskop serat optik untuk intubasi pada pasien sadar.

4.Perawatan pasien yang utama di intubasi


1. Sambungan antara pipa, konektor / adaptor dan mesin bantu nafas harus cukup kuat
dan tidak mudah lepas.
2. Plester untuk pipa cukup kuat tetapi tidak menyebabkan cedera kulit atau oklusi vena
servikal, terutama bila terdapat hipertensi intrakaranial.
3. Perawatan mulut penting untuk pasien dengan intubasi .
4. Kaff harus selalu mengembang.
5. Tekananan cuff harus diperikasa dengan manometer aneroid untuk menghindari
tekanan cuff secara berlebihan ( Jangan lebih dari 30 cm H2O)

APLIKASI KLINIS PENGGUNAAN VENTILATOR


A. Definisi
Penggunaan mesin untuk membantu fungsi pernafasan pasien.

B. Indikasi
1. Kegagalan nafas dengan criteria
a. PaO2 kurang dari 60 mmHg
b. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
c. Respiration rate lebih dari 35 kali permenit.
2. Post operasi bedah jantung.
3. Post cardiac arrest

C. Modus Ventilator
1. CMV
2. IMV
3. SIMV
4. CPAP

D. Pengesetan Ventilator:
1. Volume tidal
Volume pada sekali nafas diset antara 8 –10 cc / kg berat badan.

2. Tekanan
Tekanan antara 35 –40 cm H2O sebaiknya dihindarkan karena dpat menyebabkan
pnemothoraks.

3. FiO2
Diatur untuk menghindari baghay, baik hypoxemia atau keracunan oksigen. FiO2
diset antara 21% - 100%

4. Frekwensi pernafasan
Usahakan 10 – 14 kali permenit , karena kombinasi frekwensi tinggi dan volume tidal
tinggi akan membahayakan otak dan kardio vasluler.

5. Ruang rugi
Bila terjadi respiratory alkalosis, dapat ditambahkan ruang rugi 60 – 300 ml secara
bertahap, untuk mempertahankan Pa CO2 30 – 40 mmHg .

6. PEEP
Tekanan positif pada akhir ekspirasi merupakan suatu cara untuk memperbaiki
oksigenasi dengantekan positif baik pada fase inspirasi dan ekpirasi.

E. Weaning
Pasien-pasien dengan ventilator kurang dari 3 hari dapat dilepas dari ventilator dengan cept
dan gampang . Sebaliknya pasien-pasien dengan ventilator lebih dari 3 hari sulit dilepas
karena biasnya sudah punya penyakit dasar , otot-otot pernafasan kondisinya sudah tidak
baik.

Cara- Cara Weaning:

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum weaning:

1. f < 25 / MENIT DENGAN VENTILATOR MEKANIS.


2. peak pressure < 30 cm H2O
3. Tidal volume > 15 ml/kg BERAT BADAN
4. PaO2 > 60 mmHg dengan FiO2 < 50 %
Bila hal tersebuit diatas sudah terpenuhi , mulai weaning dengan T-Piece.

- 5 menit pada jam pertama


- 10 menit pada jam kedua
- 15 menit pada jam ketiga
Bila stabil coba T-Piece  4 jam

Bila:

- frekwensi 25 kali permenit


- Tidal volume lebih besardari 15 ml / kg Berat badan
- PaO2 > 60 mmHg dengan FiO2 < 50%
- Vital sign stabil lakukan ektubasi.
Weaning dianggap tidak berhasil bila:

1. Frekwensi nafas 25 kali permenit


2. Tekanan darah naik > 30 mmHg dari tekanan darh awal.
3. Nadi naik > 20 kali permenit dari nadi awal.
4. Arrythmia
5. Pasien mengginakan otot-otot pernafasan tambahan
6. Analisa gas darah memburuk.

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

(ARDS)
A. Definisi
Merupakan bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada pasien kritis
dan cidera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya inflamasi paru
parenkim paru sebelumnya dan peningktan ermiabilitas unit alveoli kapiler yang
mengakibatkan hiperventilasi , hipoksemia berat dan infiltrat luas pada foto thoraks.

B. Etiologi
Bervariasi mulai dari truma dansyok sampai infeksi dan penyebab ganda lainya,
misalnya luka bakar, aspirasi, dan lain –lian.

C. Perjalanan ARDS
1. Fase I ( Cedera dan resusitasi)
Pada fase ini ditandai dengan gangguan metabolisme dan perfusi jaringan .
terjadi alkalosis respirasi sedang mentap yang secara umum disebabkan oleh
hyperventilasi. Pada pemeriksaan paru sering bersih kecuali ada sedikit
ronchi basl dan foto thorak normal atau hanya kongesti atau atelektasis.
2. Fase II
Hyperventilasi terus berlangsung dan mungkin sedikit meningkat PaCO2
berkisar antara 25 – 35 mmHg, pada udara kmar meningkat kira-kira 35 – 50
mmHg . Foto thoraks mungkin masih normal adtau ada infiltrat difus yang
minimal sesuai dengan daerah atelektasis kecil yang multiple dan bendungan
paru atau awal edema paru.
3. Fase III
Pasien nampak mengalami ganmgguan pernafasan secara klinik , tampaknya
timbul secara mendadak , tetapi pemeriksaan analisa gas darah serial
menunjukan bahwa perkembangan telah terjdi secara progresif.
Hiperventilasi menjadi lebih hebat. PaCO 2 turun sampai 20 – 35 mm Hg ,
PaO2 mulai menurun 50 – 60 mmHg atau lebih rendah . Pada foto thoraks
edema paru dan infiltrat difus bertambah progresif.
4. Fase IV
Ditandai dengan hipoksia berat yang meningkat . PaCO2 secara bertahap
meningkat pertama-tama mendekati normal dan akhirnya pasien hidup cukup
lama, meningkat diatas normal. Pada tahap ini kapiler paru yang berfungsi
menurun drastic. Secar normal CO2 dikelurkan dengan mudah oleh paru
sesuai dengan ventilasi alveoli.
Bila PaCO2 dibiarkan meningkat diatas 45 mmHg pada ARDS walaupun
ventilasi adekuat atau ditingkatkan, paru sudah rusak berat dan banyak
pasien akan meninggal.
Pada tahap ini asidosis metabolic juga bertambah .

D. Terapi dan Pengobatan


Faktor –faktor penting dalam pengobatan ARDS setelah trauma, syok atau sepsis
berat adalah:
1. Mengendalikan masalah primer
2. Dehidrasi progresif sementara perfusi jaringan dipertahankan dengan
baik.
3. Distensi optimal alveoli ( giunakan volume tidal besar, PEEP atau CPAP)
untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional dan mengoreksi
atelektasis progresif.

Ventilasi Mekanik
Obyektif pengobatan utama ARDS adalah memperbaiki tekanan oksigen darah
arteri dan penghantran oksigen ke jaringan tanpa menimbulkan keracunan oksigen.
Penggunaan ventilasi mekanik pada ARDS:
1. Gunakan sebaiknya ventilator siklus volume.
2. Pertahankan tidal volume cukup
3. Pertahankan peak inflation pressure kurang dari 40 cm H2O bila mungkin.
4. Frekuensi nafas lambat 12 – 14 kali permenit, sedasi hati-hati.
5. Pertahankan FiO2 serendah mungkin (< 0,40) dan pertahankan PaCO2
lebih dari 60 mmHg.
6. Beri dead space (60 – 300 ml) atau CO2 bila PaCO2 kurang dari 30 – 35
mmHg.
7. Beriakn sigh 6 – 12 kali / jam dengan menggunakan volume 1,5 kali
volume tidal.
8. Gunakan nebulisasi dan humidifikasi yang maksimal.
9. Berikan PEEP atau CPAP, biasanya 5 – 10 cm H2O ditingkatkan secara
bertahap.

STEROID
Penggunaan steroid masih kotroversi. Steroid dikenal menstabilakn membran
lisosomal, mencegah agregasi induce neutrophil complement dan kerusakan
superokside terhadap sel endotel in vitriol .

Pemantauan
1. Pemeriksaan klinik
2. Foto thoraks
3. Analisa gas darah
4. Hemodinamik
RESUSITASI JANTUNG PARU

A. Definisi

B. Diagnosis Henti Nafas dan Henti Jantung


Pasien tidak sadar dengan henti nafas atauhenti dispneu, kulit pucat abu-abu, pupil
lebar dan tidak reaktif, pulsasi areteri karotis tidak teraba adalah gejala –gejal utama
kegagalan kardiosirkulasi.
Bila mana tidak teraba pulsasi karotis segera lakukan RJP dasar (ABC).
Apabila hentio sirkulasi mendadak terjadi , gejal-gejal muncul dalam waktu singkat:
- Tidak terabanya nadi Segera
- Ketidak sadaran 10 – 20 detik
- Dispneu, henti nafas 15 – 30 detik
- Dilatasi pupil dan tak reaktif 60 – 90 detik

C. Prinsip – pronsip dasar resusitasi jantung paru


1. Pukulan prekordial
Pukulan prekordial dilaksanakan bila terjadi henti kardiosirkulasi pada monitor
jantung, bila jantung tidak menajdi hipoksia lebih dari 30 deetik dan bila
bradikardi berat mejadi asistol atau takikardia ventrikuler selanjutnya menjadi
fibrilasi ventrikel. Dalam keadaan ini pukula dengan tinju pada pertengahan
sternum dari ketinggian 30 cm dapar menimbulkan aktivitas listrk yang
menghasilkan kontraksi. Pengulangan pemukulan 1 – 2 menit menimbulkan
kotraksi miokard yang efektif (pemacuan).

2. Pembersihan dan penguasaan jalan nafas


Bersihkan jalan nafas , kepala dihipereksistensikan , rahang bawah diangkat
keatas dan mulut ditutup.
Bila hidung tersumbat mak mulut harus dibuka 1-2 cm untuk membiarkan udara
lewat rongga mulut.
3. Kompresi Jantung Luar
Langkah-langkah kompresi jantung luar dengan 1 atau 2 penolong:
- Penolong berlutut disamping pasien
- Titik kompresi dipertengahan sternum tiga jari diatas prosesus
xipoideus.
- Kompresi dilakukan dengan menekan sternum ke bawah (sendi
ekstensi 180 ), tangansatu menumpuk pada tangan lain sedang jari
jemari tidak ikut menekan, yang menekan adaalh tumit tangan,
sternum ditekan ke arah tulang belakang kurang lebih 4 cm.
- Lama kompresi sama dengan relaksasi.
- Kompresi dimulai dengan 2 kali pernafasan bantuan dengan
menggunakan ambu bag kemudian dilanjutkan dengan kompresi
jantung selama 30 kali / menit dan dilanjutkan 2 kali pernafasan.

D. Terapi Diferensial
1. Oksigen
Bantuan ventilasi dapat diberikan dahulu dengan konsentrasi tinggi dengan
sungkup muka atau melalui pipa endotrakeal.
2. Adrenalin
Tersedia dalam larutan 1:1000, adrenalin dianggap sebagai obat pilihan untuk
membantu prosedur mekanis dalam semua jenis henti jantung.
Dosis 0,5 – 1 mg iv dosis ulangan 0,5 – 1 mg IV setelah 5 menit.
3. Atropin
Diberikan pada bradikardi dengan 1mg di ulang tiap 5 menit.
4. Natrium Bikarbonat
Pada asidosis metabolic NaBic boleh diberikan. Dosis 1 ml/ kg berat badan
larutan 8,4% diberikan tiap 10 menit setelah resusitasi dimulai.
Dosis ulang 0,5 mmol = 0,5 ml/kgBB iv tiap 10 menit.
5. Lidokain
Lidokain digunakn bila terjadi fibrilasi ventrikel setelah difibrilasi berhasil
ataupununtuk terapi takhikardi
Dosis 1,0 mg/kgBB iv larutan 2% dosis ulangan 0,5 mg/kg BB setelah 8 –10
menit sampai dosis total 3 mg / kg BB
6. Kalsium
Kalsium diindikasikan pada pasien dengan hiperkalemi dan hipokkalsemia yang
terjadi secara bersamaan .
Dosis kalsiumklorida 10% 2 – 4 mg/ kg BB , dosis ulangan diberikan tiap 10
menit setelah pemberian sebelumnya.

PENENTUAN MATI

A. Definisi Mati
1. Mati klinis adalah henti nafas ditanbah henti sirkulasi (jantung) total dengan
semua aktivitas otak terhenti, tetapi irreversible.
2. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi ,
diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik setelah kira-
kira 2 jam tanpa sirkulasi.
3. Henti jantung berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada
organisme .
4. Mati serebral adalah kerusakan irreversible (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak kematian otak total adalah mati serebral ditambah
dengan nekrosis sisa otak lainnya.
5. Mati social merupakan kerusakan otak berat yang ireversibel pada pasien
yang tetap tidak sadar dan tidak responsive, tetapi mepunyai
elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa reflek yang utuh.

B. Diagnosis Medis Mati Secara Klinis


Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kamatian system
tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit dan otak merupakn organ besar
pertama yang menderita kehilangan fungsi yang irversibel.

C. Diagnosis Mati Batang Otak


Tidak ada respons terhadap cahaya, tidak ada refleks kornea, tidak ada refleks
vestibulo-okular, tidak ada respons motor dalam distribusi saraf cranial terhadap
rangsang adekuat pada area somatic, tidak ada reflek muntah atau refleks batuk
terhadap rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakhea

TERAPI CAIRAN

A. Terapi Cairan Bertujuan Untuk:


1. Mengganti kehilangan cairan yang hilang sebelumnya.
2. Mencukupi kebutuhan sehari-hari
3. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
B. Cairan Tubuh
Toatal caitran tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis
kelamin. Jumlah cairan tubuh tergantung pada jumlah lemak tubuh. Lemak tubuh
tidak berair, semakin banyak lemak semakin kurang cairan. Laki-laki normal
dewasa berlemak sedang , menagndung cairan kira-kira 60% BB. Wanita normal
dewasa , karena agak berlemak, kira-kira 54% BB.
C. Patokan Pemberian Cairan
1. Kebutuhan air minum perhari
 Air : 30 – 40 ml/ kg BB
 Natrium : 1- 1,5 mEq / kgBB ( rata-rata 100 mEq)
 Kalium : 1 mEq / kgBB ( rata-rata 60 mEq)
 Chlorida : 1,5 – 2 mEq / kgBB ( rata-rata 120 mEq)
 Kalori : 30 – 40 kalori / kgBB

2. Ukur perbedaan intake –output


Ukur perbedaan tersebut (termasuk intake urin, muntah, drainase,
insensible water loss dan lain-lain) serta kebuthan minum perhari.
Perbedaan intake – out put sebaiknya tidak > 200 – 400 ml per hari.
Inseensible water loss kira-kira 15 ml/ Kkg BB / hari
Kehilangan akibat demam /C / hari 10% kebutuhan perhari.

3. Menghitung kebutuhan elektrolit


Bila rendahelektrolit yang harus diganti = ( nilai normal- nilai sekarang) x
BB X 60% mEq/ liter.

4. Pemberian cairan pasca bedah


a. Hari 1-3 pasca bedah dapat diberikan:
 2000 ml dextrose 5% dan 500 ml NaCl. Total intake cairan
disesuaikan dengan BB (40 ml/kgBB).
 Minimal kalori untuk mencegah katabolisme protein dan lemak 400
kalori.
 Perhitungan kebituhan eletrolit terutama setelah 3 hari, dimana
produksi urin biasanya bertambah banyak.
b. Bila ada larutan tutofusin ops yang mengandung banyak elektrolit dan
sorbitol sebagai sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml / kgBB/ hari
untuk 1-3 hari pertama pasca bedah.
c. Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi , maka dapat
ditambahkan asam amino berupa larutan aminofusin yang kebutuhannya
disesuaikan dengan BB dan besarnya trauma. Kebutuhan asam amino
rata-rata 1 gr / kgBB/ hari. Aminofusin

5. Komplikasi terapi cairan


a. Lokal :
 Thrombosis
 Thrombophlebitis
 Infiltrasi larutan infus keluar pembuluh darah.
b. Sistemik
 Reaksi pirogenik
 Emboli paru (bekuan , udara)
 Edema paru akibat pemberian cairan
 Imblance elektrolit (hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia dan
hipokalemia).
 Speed shock, karena adanya benda asing didalam larutan infus
UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU

A. Definisi:
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapt di rumah sakit.

B. Persyaratan :
1. Pada saat MRS tidak ada tanda-tanda infeksi dantidak adalam masa inkubasi
2. Tanda-tanda infeksi timbul setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.

C. Sumber Infeksi
1. Saluran nafas (ETT, TT. Ventilator).
2. IV line ( infus , CVP)
3. Saluran kemih
4. Luka operasi dan luka karena truma

D. Pengendalian Infeksi nosokomial di ICU secara umum


1. Mencuci tangan
2. Tehnik aseptik dalam melakukan tindakan invasive.
3. Penggunaan alat disposible
4. Kebersihan lingkungan.
5. Pengelolaan sampah medis dan non medis
6. Universal precaution
7. Pemberian antibiotik secara bijaksana
8. Nutrisi
9. Personal hygiene.
PERAWATAN INTENSIF STATUS ASMATIKUS

A. Definisi
B. Patofisiologi
Faktor pencetus asama adalah infeksi bekteri atau virus pada system
pernafasan.
Penghentian obat-obat brokodilator secara mendadak atau penurunan
kortikosteroid , sedatifberlebihan dan pemakaian bronkodilator yabg tidak
benar dapat memperburuk keadaan klinis.
Gejala-gejal asma disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan resistensi
jaln nafas. Peningkatan resistensi ini disebabkan oleh Karen aterjadinya
odema pada mukosa bronkus ( terjadipenbalan pada membran basalis,
onfiltrasai netrofil dan eosofil serta edema ) , peningkatan tonus otot bronkus
dengan atau tanpa hipertrofi serta adanya sumbatan secret yang kental di
dalam lumen dan sukar dikeluarkan.
C. Gambaran Klinis yang utama:
1. Hipoksemia : ( PaCO2 turun) oleh karena penurunan rasio V/Q.
2. Hiperventilasi : PaCO2 turun, PH naik (disebabkan oleh karena
rangsangan perifer reseptor jalan nafas , kerja nafas naik oleh karena
hipoksia.
3. Resistensi jalan nafas meningkat .
4. Over inflasi : Peningkatan kapasitas paru total dan peningkatan FRC.
5. Gas Trapping : Volume residu meningkat dan penurunan kapasitas
vital.
D. Indikasi Perawatan ICU
Pasien status asmatikus yang memerlukan perawatan di ICU adalah
pasien yang termasuk dalam status asmatikus derajat III, yang ditandai oleh
pernafasan yang cepat dan dangkal, kelelahan yang sangat, penurunan
kesadaran, mungkin ada sianosos, PaCO2 lebih dari 45 mmHg, asidosis atau
tanpa hiperkarbia, pulsusu paradokus.
Kriteria lain adalah pasien dengan infeksi saluran nafas yang
menyertainya seperti brokitis, pnemonia.

E. Pengamatan Pasien di ICU


1. Pengamatan Fungsi Vital:
 Pernafasan ; peningkatan fungsi pernafasan selama serangan
menunjukan peningkatan kerja pernafasan.
 Denyut nadi, peningktan denyut nadi disebabkan juga oleh
kerja nafas yang meningkta. Nadai leboih dari 130 kali / ment
menunjukan hipoksemia berat.
 Tekanan darah, akibata adanya perubahan tekaanan intra
torakal apalagi bila pasien dalam ventilatos akan terjadi
perubahan hemodinamik.
 Temperatur, bila ada peninggian harus dicurigai infeksi.
 Kerja pernafasan, peningkatan pemakaian otot-otot Bantu
nafas terlihat pada m. sternocleidomastoideus disertai adanya
supra kalvikular, supra sternal yang jelas .
 Kesadaran , apatis sampai koma bisa disebabkan oleh karena
hipoksemia dan hiperkapnia
2. Pengamatan Laboratorium:
 Analisa darah
 Aliran udara ekpirasi
 Radiologis
 Elektrolit
 EKG
F. Penatalaksanaan
1. Pemberian oksigen , FiO2 dititrasi sesuai hasil analisa gas darah.
2. Perawatan secara umum, ruang perawatan sedapat mungkin harus bebas
dari allergen.
3. Pemberian obat-obat:
 Epinefrin 0,1% 0,3 ml SC dapat diberikan ulang tiap 30 menit
samapi 2-3 kali.
 Terbutalin 0,25 mg IM atau SC dapat diberikan sampai 4 kali.
 Aminopilin, obat ini harus segera diberikan pada wakti pasien
masuk ICU . Dosis awal 5 – 6 mg/ kgBB secara iv perlahan-lahan
selama 15 – 20 menit , bila sebelumnya tidak ada reaksi toksik
dapat diberikan 3mg / kgBB selama 15 – 20 menit.
 Kortikosteroid, hidrokortison suksinat ; 4 mg/kgBB atau 200-300
mg IV setiap 2 – 8 jam, tergantungberatnya keadaannya serta
kecepatan res[pon samapi dosis total 1-4 gram / 24 jam.
Metil prednisolo 40 –60 mg iv 4 kali perhari, bila keadaan berat
dosis dapat ditinggikan.
Pemberian kortikosteroid parenteral dapat dihentikan setelah 24-
72 jam tergantung pada cepatnya perbaiakan, dan selanjutnya
dapat diganti obat-obatan peroral.
 Antibiotika , pemberian antibiotika dengan spectrum sesuai.
4. Intubasi dan Ventilasi Mekanis
Bila pengobatan diatas dilakukan dengan cara yang agresif dan maksimal
pada umumnya dapat mengendalikan serangan asma secara adekuat.
Indikasi utama pemasangan ventilasi mekanis adalah bila pasien telah
mengalami kelelahan, kesadaran menurun, nilai PaCO2 lebih dari 45 –
50 mmHg dan PaCO2 tetap rendah kurang dari 50 mmHg walaupun
sudah diberikan terapi oksigen.
-

KRISIS HIPERTENSI

A. Definisi
Dibagi dalam
1. Hipertensi yang Gawat darurat ( hypertensive emergency)
 Tekanan intrakranial atau CVA trombotik.
 Perdarahan subarachnoid.
 Ensefalopati hipertensif.
 Edema pulmonum akut, GJK akut.
 Eklamsi
 Feokromositoma paroksimal
 Perubahan funduskopik
 Gagal ginjal akut
 Insufisiensi miokard akut (angina tidak stabil, infark miokard akut)
 Diseksi aorta akut
2. Darurat Hipertensi yang urgencies antara lain:
 Hipertensi yang mengakselerasi (accelerated) dengan kenaikan
tekanan darah (TD > 120) tapi dengan kerusakan organ yang
minimal.
 Hipertensi pasca bedah
 Hipertensi prabedah yang tidak terkendali/ belum diobati.
Beberapa istilah
 Hipertensi yang refrakter : Respon tekanan darah (>200/110) yang kurang
memuaskan terhadap pengobatan anti hipertensi yang biasanya efektif.
 Hipertensi yang mengaselarasi : Kenaikan tekanan darah distolik (>120)
yang besar disertai dengan perubahan funduskopik tingkat 3 (perdarahan
berbentuk bunga api (flame) dan eksudat tanpa edema papil dn
kemunduran vaskuler cepat.
 Maligna Hipertensi adalah hipertensi dengan tekanan darah diastolic > 120
– 130 dan perubahan funduskoik tingkat 4 . dengan papil edema mata.
Tekanan intrakranial ceapt naik disertai dengan gangguan vaskuler yng
cepat.
 Krisis Hipertensi adalah hipertensi agwat darurat bila mulai mengganggu
fungsi organ secara akut.
B. Patofisiologi
Tekanan darah adalah fungsi dari produk curah jantung (CJ) dan tahanan
vaskuler sistemik (TVS). Pada hipertensi primer CJ pada umumnya menurun TVS
meninggi sedikit. Pada HM keadaan TVS terjadi perubahn oleh gangguan
structural dan hipertensi kronis maupun oleh gangguan fungsional (vasokotriksi)
sehingga TVS meninggi. Ada dugaan terhadap factor predisposisi pada HM.
Faktor pencetus (spesifik)
Beberapa factor yang dapat mencetuskan hipertensi maligna :
Humoral (bahan vaskulotoksik / vasoaktif)
- Penghentian pengobatan anti hipertensi
- Tumor yang mengekresi rennin
- Eklamsi
- Cindera kepala
- Luka bakar
Kerusakan langsung pembuluh darah:
- Vaskulitis
- Sklerosis sistemik progresif.
C. Pengobatan:
Tujuan pengobatan adalah terhadap perbaikan perfusi oragan yanag terganggu
bukan semata-mata mengurangi tekanan darah.
Dasar pengobatan adalah:
a. Mempertahankan perfusi dan memberi kesempatan perbaikan fungsi arterial
caranya memperbaiki volume intra vaskuler dan menurunkan tekanan darah
dengan 25% dari TD atau tekanan drh diatolik menjadi 100 – 110 dalam
beberapa menit atau jam.
b. Pemantauan terhadap fungsi susunan saraf pusat, gijal dan jantung.
c. Diuretika diberikan untuk menolong memperkuat efek obat vasodilator kuat
seperti nitopusid, diazoksid, hidralazin.

MASALAH KEJANG DI ICU


A. Definisi:
Respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak

B. Patofisiologi
Kejang dapat digambarkan sebagai letupan mutan listrik neuron oatak secara
mendadak, hebat dan tidak teratur yang menganggu fungsi SSP . Berbagai
sebab sel-sel saraf tertentu dapat melepas dan mengeluarakan impuls secara
mendadak, mengakibatakan gangguan listrik di dalam otak selnjutnmya
mengakibatkan bangkitan kotraksi otot. Timbulnya aktivitas listrik yang abnoramal
ini juga mengakibatakan gangguan sensasi , kehilangan kesadaran dan fungsi
psikis ,gangguanmotorik danbangkitan kotraksi otot. Jadi adanya kejang berarati
bahwa SSP telah ikut terkena penyakit.. Kejang peresisten merupakan
kedaruratan neurologik dan oleh karena itu harus segera dihentikan.

C. Sebab Kejang
a. Bersumber dari SSP
 Cidera otak akut primer.
 Enselopati kronis
 Infeksi
b. Bersumber diluar SSP
 Keracunan
 Obat kimia , contohnya : etnol, Pb, organofosfat.
c. Kelainan sistemik dan metabolik
 Anoksia (henti jantung).
 Hipomagnesemia
 Alkalosis metabolic
 Keadaan hipo-hiperosmolar
 Sepsis
 Pasca operasi otak
 Ensefalopati hipertensi
 Ketoasidosis diabetes
 Eklampsia

D. Konsep Penatalaksanaan
Pengobatan tidak hanya ditujukan terhadap koreksi penyebab primer tapi juga
terhadp pecegahan dan koreksi akibat sekunder.
Tekanan intrakranial yang tinggi menyebabkan kejang, cara-cara
menegendalikan peninggian tekanan intrkranial hanya dapat dilakukan di ICU
Karen memerlukan tindakan hiperventilasi, kurarisasi, drainase , cairan
serebrospinal, steroid, terapi dehidrasi dengan manitol, gliserol , diuretic, terapi
cairan serebrospinal, barbiturat , hipotermia kalau perlu dekompresi dengan cara
operasi.

Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Kejang

1. Kendalikan kejang
2. Posisi kepala dan jalan nafas bebas
3. Masukkan alat Bantu jalan nafas mulut dan
bersihkan jalan nafas
Kalau perlu pasang pipa endotrakelal

Berhasil Tidak Berhasil

Depresi Pernafasan 1. Pasang piapa nasogastrik dan keluarkan isi


lambung.
2. Kalau perlu perikasa isi lambung terhadp
keracunan obat.
Ada
3. Posisi pasien miring lateral
Tidak ada

Lakukan nafas buatan

(mekanis manual)
Periksa Hemodinamik

Baik Buruk

1. Periksa darah terhadap data-data Dalam keadaan gagal hemodinamik, gagal


metabolic kadar obat dan sebagainya. sirkulasi (syok).
2. Berikan 50 cc gllukosa 50% IV dan tiamin
100 mg IV dan pertahankan jalur IV. Beri cairan elektrolit koloid, resusitasi,
3. Penilaian SSP (skala koma glascow) pasang CVP.
danlebar pupil, gerakan mata, gerak –
gerakan motorik dan reflek.

Buat DD antara kelainan structural dan metabolic (harus diingat


kemungkinan koeksistensi gangguan structural/ metabolik

Metabolik

1. Periksa darah: ureum , kreatinin,


glukosa, elektrolot dan AGD
2. Pemeriksaan dn pengobatan
selanjutnya tergantung klinis
Struktural

1. Kemungkinan kompresi beri


steroid dan obat osmotic
2. Prosedur diagnostik: CT Scan,
angiografi, foto kepala dan scan
otak

Pasien dengan kejang terus menerus harus segera di rawat di ICU, penatalaksanaan ditujukan
terhadap:

a) Menunjang fungsi kardiovaskuler dan respirasi tindakan umum.


b) Mengendalikan kejang dengan segera.
Pasca Kejang:

a) Mencari dan mengobati kelainan dasar / metabolic.


b) Pengobatan jangka panjang bila perlu.
A. Tindakan Umum

a) Menilai fungsi kardiorespirasi


 Pada kejng tidak disertai gangguan anfas, tidak sianotis tdak perlu tindkan
darurat, tetapi harus menjag jalan nafas tetap terbuka- kalau perlu memasukan
alat Bantu jalan nafas mulut, membersihkan lendir, membuka jalan nafas.
 Sebaliknya bila ada sianosis , syok berat, diperlukan tindkan resusitasi, kalau
perlu resusitasi jantung dan paru.
b) Memasang kateter intravena ntuk memberi cairan infus .
c) Dimonitor status pernafasan, nadi, tekanan darah, EKG kalau memungkinkan EEG.

B. Tindakan khusus dengan obat:


Pilihan obat antikonvulsan hanya ada diazepam dan thiopental

a) Diazepam
Dosis diazepam 10 mg dalam 1-2 menit diulang kalu perlu tiap 10 – 60 menit atau
sebagai tetesan infus misalnya 100mg dalam NaCl dalam kecepatan 40ml/jam.
Pada anak dapat diberi lewat rectal dengan hasil seperti IV dosis awal 0,25 –0,50
mg/kg. Harus diperhatikan geljal depresi nafas.
b) Barbiturat (thiopental)
Dosis larutan thiopental 2,5% diberikan dulu 50 –200 mg sampai kejang berhenti
diteruskan sebahgai infus 0,2% yang dimulai dengan 1 ml / menit..
c) Luminal
Dosis dewasa 5 mg/kg IM atau IV (60 mg/menit) dosis sehari dapat mencapai
1000mg.
Dosis bayi 16-23 mg/kg IV/IM.
d) Dilantin
Dosis dewasa dengan infus tidak melebihi 50mg/menit samapi dosis total 1 gram atau
18 mg/ kg.
Anak 100-200 mg/kg/5 menit atu 10 mg/kg.
e) Magnesium sulfat
Walaupun tidak sering digunakan tapi dapat membantu mengurangi kejang atau
spasme otot (tetanus) sehingga mengurangi pemakaian anti konvulsi dan obat
pelumpuh otot.
Dosis yang dianjurkan adalah 6-8mEq/L yang diberikan cairan MS 20% : 4 gram
dalam 5 menit diteruskan dengan 1 gram dlam 1 jam dapat juga diteruskan 4 – 10
gram IM tergantung berat badan.

C. Tindakan Suportif
a) Pengendalian nafas.
b) Mengendalikan suhu
c) Koreksi kelainan metabolic
d) Pencegahan dan pengobatan edema serebri.

PENATALAKSANAAN PASIEN KOMA

A. Definisi;
Hilangnya kesadaran atau koma
B. Etiologi koma
a) Akibat Intrakaranial
 Akibat vaskuler yaitu perdarahan, infark serebral, perdarahan intraserebral,
hemtom subdural dan ektradural.
 Tumor abses baik primer maupun sekunder
 Abses
 Meningitis
 Trauma kepala
 Post epilepsy
 Penyakit pisikiatri
b) Ekstra Kranial
 Hipotensi arterial
 Toksemia sistemik
 Hipertensi ensepalopati
 Metabolik
 Drugs
 Trauam fisika (hipotermia, elektrokoagulasi)

C. Diagnosa
1. Pemeriksaan neurologis
a. Membuka Mata
 Spontan =4
 Terhadap panggilan =3
 Terhadap nyeri =2
 Tidak dapat =1

b. Respon Motorik
 Menurut perintah =6
 Terlokalisir =5
 Menghindar =4
 Fleksi abnormal =3
 Eksistensi =2
 Tidak ada =1
c. Respon Verbal yang terbaik
 Orientasi =5
 Bingung =4
 Kata-kata tidak dimengerti =3
 Hanya suara =2
 Tidak ada suara =1
d. Respon Pupil Terhadap Cahaya
 Normal =5
 Lambat =4
 Respon tidak sama =3
 Besar tidak sama =2
 Tidak ada respon =1
e. Refleks Syaraf Kranial
 Semua ada =5
 Bulu mata tidak ada =4
 Kornea tidak ada =3
 Doll’s tidak ada =2
 Karina (semua) tidak ada =1
f. Kejang
 Kejang tidak ada =5
 Kejang fokal =4
 Umum, intermittent =3
 Umum , kontinue =2
 Flaksid =1

g. Nafas Spontan
 Normal =5
 Periodik =4
 Hiperventilasi sentral =3
 Iregular =2
 Apnoe =1
TOTAL SCORE :
Terbaik 35 , terburuk
D. Penanganan Pasien
a. Tindakan umum
 Mengatur jalan nafas ( bila memakai ventilator sesuai penatalaksanaan aplikasi
klinik pemakaian ventilator)
 Monitoring hemodinamik tensi,nadi,temperature tubuh , balance cairan, cvp )
 Mengatur gas darah dan keseimbangan asam – basa
 Mengatasi hipertensi intrakranial
 Sirkulasi
 Posisi
 Cairan osmolaritas dan elektrolit
 Nutrisi
b. Tindakan Khusus
 Terapi Osmotik, untuk mengurangi edema otak, TIK dan memeperbaiki ADO
dapat diberikan manitol, urea dan gliserol, manitol 0,25 – 0,5 g/kgBB diberikan
waktu 20 – 30 menit.
 Steroid, dexametason 1-2mg /kgBB atau metilprenisolon 5-10mg/kgBB dapat
mengurangi edema otak , menurunkan TIK, mencegah kerusakan sel otak lebih
lanjut dengan menstabilkan membran lisosom dan mitokondria.
 Suhu tubuh, dengan mengguakn antiperetika, obat vasodilator (Chlorpromazine
0,2 – 0,5 mg/kgBB).
 Terapi Barbiturat, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
PEDOMAN PELAYANAN KLINIK
ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

2012
GAGAL NAFAS AKUT

D. Definisi
Gagal nafas akut adalah kegagalan pertukaran gas dalam paru sehingga terjadi penurunan
kadar oksigen si arteri dan peningkatan karbondioksida atau kombinasi keduanya.

B. Etiologi

4. Bermacam-macam penyakit akut maupun kronik yang menjadi akut kembali.


5. Penyakit paru kronik terutam PPOK yang menjadi akut kembali.
6. Obstruksi nafas akibat hipersekresi, spasme bronkus dan edema mukosa.

C. Gejala Klinis

Diagnosa pasti gagal nafas akut adalah pemeriksaan analisa darah, kadang-kadang
diagnosa sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja, misalnya pada obstruksi
jaln nafas apnoe, dalam hal ini tidak perlu menunggu analisa gas darah.

D. Kriteria Dignosis

3. PaO2 kurang dari 60 mmHg.


4. PaCO2 lebih dari 49 mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolic primer.

E. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik.

c. Pengobatan Non Spesifik


- Terapi oksigen
- Perbaiki ventilasi dengan cara perbaiki jalan nafas, ventilasi Bantu , ventilasi
kendali.
- Fisioterapi dada.
d. Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga pengobatan untuk masing-
masing penyakit akan berlainan , kadang-kadang memerlukan persiapan yang
memakan waktu operasi, bronkoskopi.

INTUBASI ENDOTRAKHEAL

Definisi:
Memasukkan pipa ETT pada jalan nafas

Indikasi
6. Menjamin atau mempertahankan jalan nafas agar bebas.
7. Mencegah aspirasi isi saluran cerna.
8. Memungkinkan peghisapan trakeal secara adekuat.
9. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
10. Pemberian tekanan posiitiv pada jaln nafas.

Intubasi Sulit
Dapat diperkirakan pada pasien dengan:

6. Leher pendek dengan gigi – geligi lengkap.


7. Rahang bawah kecil.
8. Palatumyang panjang dan lekukan tinggi.
9. Trismus, osteoartritis yang menyebabkan kesulitan mengatur posisi kepal, leher dan
membuka mulut.
10. Masa di faring dan larings.
Jika diperkirakan intunbasi akan mengalami kesulitan , dapat digunakan bronkoskopi atau
laringoskop serat optik untuk intubasi pada pasien sadar.

Perawatan pasien yang utama di intubasi


6. Sambungan antara pipa, konektor / adaptor dan mesin bantu nafas harus cukup kuat
dan tidak mudah lepas.
7. Plester untuk pipa cukup kuat tetapi tidak menyebabkan cedera kulit atau oklusi vena
servikal, terutama bila terdapat hipertensi intrakaranial.
8. Perawatan mulut penting untuk pasien dengan intubasi .
9. Kaff harus selalu mengembang.
10. Tekananan cuff harus diperikasa dengan manometer aneroid untuk menghindari
tekanan cuff secara berlebihan ( Jangan lebih dari 30 cm H2O)

APLIKASI KLINIS PENGGUNAAN VENTILATOR

F. Definisi
Penggunaan mesin untuk membantu fungsi pernafasan pasien.

G. Indikasi
1. Kegagalan nafas dengan criteria
a. PaO2 kurang dari 60 mmHg
b. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
c. Respiration rate lebih dari 35 kali permenit.
2. Post operasi bedah jantung.
3. Post cardiac arrest
H. Modus Ventilator
1. CMV
2. IMV
3. SIMV
4. CPAP

I. Pengesetan Ventilator:
1. Volume tidal
Volume pada sekali nafas diset antara 8 –10 cc / kg berat badan.

2. Tekanan
Tekanan antara 35 –40 cm H2O sebaiknya dihindarkan karena dpat menyebabkan
pnemothoraks.

3. FiO2
Diatur untuk menghindari baghay, baik hypoxemia atau keracunan oksigen. FiO2
diset antara 21% - 100%

4. Frekwensi pernafasan
Usahakan 10 – 14 kali permenit , karena kombinasi frekwensi tinggi dan volume tidal
tinggi akan membahayakan otak dan kardio vasluler.

5. Ruang rugi
Bila terjadi respiratory alkalosis, dapat ditambahkan ruang rugi 60 – 300 ml secara
bertahap, untuk mempertahankan Pa CO2 30 – 40 mmHg .

6. PEEP
Tekanan positif pada akhir ekspirasi merupakan suatu cara untuk memperbaiki
oksigenasi dengantekan positif baik pada fase inspirasi dan ekpirasi.

J. Weaning
Pasien-pasien dengan ventilator kurang dari 3 hari dapat dilepas dari ventilator dengan cept
dan gampang . Sebaliknya pasien-pasien dengan ventilator lebih dari 3 hari sulit dilepas
karena biasnya sudah punya penyakit dasar , otot-otot pernafasan kondisinya sudah tidak
baik.
Cara- Cara Weaning:

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum weaning:

5. f < 25 / MENIT DENGAN VENTILATOR MEKANIS.


6. peak pressure < 30 cm H2O
7. Tidal volume > 15 ml/kg BERAT BADAN
8. PaO2 > 60 mmHg dengan FiO2 < 50 %
Bila hal tersebuit diatas sudah terpenuhi , mulai weaning dengan T-Piece.

- 5 menit pada jam pertama


- 10 menit pada jam kedua
- 15 menit pada jam ketiga
Bila stabil coba T-Piece  4 jam

Bila:

- frekwensi 25 kali permenit


- Tidal volume lebih besardari 15 ml / kg Berat badan
- PaO2 > 60 mmHg dengan FiO2 < 50%
- Vital sign stabil lakukan ektubasi.
Weaning dianggap tidak berhasil bila:

7. Frekwensi nafas 25 kali permenit


8. Tekanan darah naik > 30 mmHg dari tekanan darh awal.
9. Nadi naik > 20 kali permenit dari nadi awal.
10. Arrythmia
11. Pasien mengginakan otot-otot pernafasan tambahan
12. Analisa gas darah memburuk.

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

(ARDS)

E. Definisi
Merupakan bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada pasien kritis dan
cidera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya inflamasi paru parenkim
paru sebelumnya dan peningktan ermiabilitas unit alveoli kapiler yang mengakibatkan
hiperventilasi , hipoksemia berat dan infiltrat luas pada foto thoraks.

F. Etiologi
Bervariasi mulai dari truma dansyok sampai infeksi dan penyebab ganda lainya, misalnya
luka bakar, aspirasi, dan lain –lian.

G. Perjalanan ARDS
5. Fase I ( Cedera dan resusitasi)
Pada fase ini ditandai dengan gangguan metabolisme dan perfusi jaringan . terjadi
alkalosis respirasi sedang mentap yang secara umum disebabkan oleh
hyperventilasi. Pada pemeriksaan paru sering bersih kecuali ada sedikit ronchi basl
dan foto thorak normal atau hanya kongesti atau atelektasis.
6. Fase II
Hyperventilasi terus berlangsung dan mungkin sedikit meningkat PaCO2 berkisar
antara 25 – 35 mmHg, pada udara kmar meningkat kira-kira 35 – 50 mmHg . Foto
thoraks mungkin masih normal adtau ada infiltrat difus yang minimal sesuai dengan
daerah atelektasis kecil yang multiple dan bendungan paru atau awal edema paru.
7. Fase III
Pasien nampak mengalami ganmgguan pernafasan secara klinik , tampaknya timbul
secara mendadak , tetapi pemeriksaan analisa gas darah serial menunjukan bahwa
perkembangan telah terjdi secara progresif. Hiperventilasi menjadi lebih hebat.
PaCO 2 turun sampai 20 – 35 mm Hg , PaO2 mulai menurun 50 – 60 mmHg atau
lebih rendah . Pada foto thoraks edema paru dan infiltrat difus bertambah progresif.
8. Fase IV
Ditandai dengan hipoksia berat yang meningkat . PaCO2 secara bertahap meningkat
pertama-tama mendekati normal dan akhirnya pasien hidup cukup lama, meningkat
diatas normal. Pada tahap ini kapiler paru yang berfungsi menurun drastic. Secar
normal CO2 dikelurkan dengan mudah oleh paru sesuai dengan ventilasi alveoli.
Bila PaCO2 dibiarkan meningkat diatas 45 mmHg pada ARDS walaupun ventilasi
adekuat atau ditingkatkan, paru sudah rusak berat dan banyak pasien akan
meninggal.
Pada tahap ini asidosis metabolic juga bertambah .

H. Terapi dan Pengobatan


Faktor –faktor penting dalam pengobatan ARDS setelah trauma, syok atau sepsis berat
adalah:
4. Mengendalikan masalah primer
5. Dehidrasi progresif sementara perfusi jaringan dipertahankan dengan baik.
6. Distensi optimal alveoli ( giunakan volume tidal besar, PEEP atau CPAP) untuk
meningkatkan kapasitas residu fungsional dan mengoreksi atelektasis progresif.

Ventilasi Mekanik
Obyektif pengobatan utama ARDS adalah memperbaiki tekanan oksigen darah arteri dan
penghantran oksigen ke jaringan tanpa menimbulkan keracunan oksigen. Penggunaan
ventilasi mekanik pada ARDS:
10. Gunakan sebaiknya ventilator siklus volume.
11. Pertahankan tidal volume cukup
12. Pertahankan peak inflation pressure kurang dari 40 cm H2O bila mungkin.
13. Frekuensi nafas lambat 12 – 14 kali permenit, sedasi hati-hati.
14. Pertahankan FiO2 serendah mungkin (< 0,40) dan pertahankan PaCO2 lebih
dari 60 mmHg.
15. Beri dead space (60 – 300 ml) atau CO2 bila PaCO2 kurang dari 30 – 35 mmHg.
16. Beriakn sigh 6 – 12 kali / jam dengan menggunakan volume 1,5 kali volume tidal.
17. Gunakan nebulisasi dan humidifikasi yang maksimal.
18. Berikan PEEP atau CPAP, biasanya 5 – 10 cm H2O ditingkatkan secara
bertahap.

STEROID
Penggunaan steroid masih kotroversi. Steroid dikenal menstabilakn membran lisosomal,
mencegah agregasi induce neutrophil complement dan kerusakan superokside terhadap sel
endotel in vitriol .

Pemantauan
5. Pemeriksaan klinik
6. Foto thoraks
7. Analisa gas darah
8. Hemodinamik

RESUSITASI JANTUNG PARU

E. Definisi

F. Diagnosis Henti Nafas dan Henti Jantung


Pasien tidak sadar dengan henti nafas atauhenti dispneu, kulit pucat abu-abu, pupil lebar
dan tidak reaktif, pulsasi areteri karotis tidak teraba adalah gejala –gejal utama kegagalan
kardiosirkulasi.
Bila mana tidak teraba pulsasi karotis segera lakukan RJP dasar (ABC).
Apabila hentio sirkulasi mendadak terjadi , gejal-gejal muncul dalam waktu singkat:
- Tidak terabanya nadi Segera
- Ketidak sadaran 10 – 20 detik
- Dispneu, henti nafas 15 – 30 detik
- Dilatasi pupil dan tak reaktif 60 – 90 detik

G. Prinsip – pronsip dasar resusitasi jantung paru


4. Pukulan prekordial
Pukulan prekordial dilaksanakan bila terjadi henti kardiosirkulasi pada monitor jantung,
bila jantung tidak menajdi hipoksia lebih dari 30 deetik dan bila bradikardi berat mejadi
asistol atau takikardia ventrikuler selanjutnya menjadi fibrilasi ventrikel. Dalam keadaan
ini pukula dengan tinju pada pertengahan sternum dari ketinggian 30 cm dapar
menimbulkan aktivitas listrk yang menghasilkan kontraksi. Pengulangan pemukulan 1 –
2 menit menimbulkan kotraksi miokard yang efektif (pemacuan).

5. Pembersihan dan penguasaan jalan nafas


Bersihkan jalan nafas , kepala dihipereksistensikan , rahang bawah diangkat keatas dan
mulut ditutup.
Bila hidung tersumbat mak mulut harus dibuka 1-2 cm untuk membiarkan udara lewat
rongga mulut.
6. Kompresi Jantung Luar
Langkah-langkah kompresi jantung luar dengan 1 atau 2 penolong:
- Penolong berlutut disamping pasien
- Titik kompresi dipertengahan sternum tiga jari diatas prosesus xipoideus.
- Kompresi dilakukan dengan menekan sternum ke bawah (sendi ekstensi 180
), tangansatu menumpuk pada tangan lain sedang jari jemari tidak ikut
menekan, yang menekan adaalh tumit tangan, sternum ditekan ke arah
tulang belakang kurang lebih 4 cm.
- Lama kompresi sama dengan relaksasi.
- Kompresi dimulai dengan 2 kali pernafasan bantuan dengan menggunakan
ambu bag kemudian dilanjutkan dengan kompresi jantung selama 30 kali /
menit dan dilanjutkan 2 kali pernafasan.
H. Terapi Diferensial
7. Oksigen
Bantuan ventilasi dapat diberikan dahulu dengan konsentrasi tinggi dengan sungkup
muka atau melalui pipa endotrakeal.
8. Adrenalin
Tersedia dalam larutan 1:1000, adrenalin dianggap sebagai obat pilihan untuk
membantu prosedur mekanis dalam semua jenis henti jantung.
Dosis 0,5 – 1 mg iv dosis ulangan 0,5 – 1 mg IV setelah 5 menit.
9. Atropin
Diberikan pada bradikardi dengan 1mg di ulang tiap 5 menit.
10. Natrium Bikarbonat
Pada asidosis metabolic NaBic boleh diberikan. Dosis 1 ml/ kg berat badan larutan
8,4% diberikan tiap 10 menit setelah resusitasi dimulai.
Dosis ulang 0,5 mmol = 0,5 ml/kgBB iv tiap 10 menit.
11. Lidokain
Lidokain digunakn bila terjadi fibrilasi ventrikel setelah difibrilasi berhasil ataupununtuk
terapi takhikardi
Dosis 1,0 mg/kgBB iv larutan 2% dosis ulangan 0,5 mg/kg BB setelah 8 –10 menit
sampai dosis total 3 mg / kg BB
12. Kalsium
Kalsium diindikasikan pada pasien dengan hiperkalemi dan hipokkalsemia yang terjadi
secara bersamaan .
Dosis kalsiumklorida 10% 2 – 4 mg/ kg BB , dosis ulangan diberikan tiap 10 menit
setelah pemberian sebelumnya.

PENENTUAN MATI

D. Definisi Mati
6. Mati klinis adalah henti nafas ditanbah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua
aktivitas otak terhenti, tetapi irreversible.
7. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan dimulai dengan neuron
otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi , diikuti oleh
jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 2 jam tanpa
sirkulasi.
8. Henti jantung berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme .
9. Mati serebral adalah kerusakan irreversible (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak kematian otak total adalah mati serebral ditambah dengan
nekrosis sisa otak lainnya.
10. Mati social merupakan kerusakan otak berat yang ireversibel pada pasien yang
tetap tidak sadar dan tidak responsive, tetapi mepunyai elektroensefalogram (EEG)
aktif dan beberapa reflek yang utuh.

E. Diagnosis Medis Mati Secara Klinis


Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kamatian system tubuh
lainnya terjadi dalam beberapa menit dan otak merupakn organ besar pertama yang
menderita kehilangan fungsi yang irversibel.

F. Diagnosis Mati Batang Otak


Tidak ada respons terhadap cahaya, tidak ada refleks kornea, tidak ada refleks vestibulo-
okular, tidak ada respons motor dalam distribusi saraf cranial terhadap rangsang adekuat
pada area somatic, tidak ada reflek muntah atau refleks batuk terhadap rangsang oleh
kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakhea

TERAPI CAIRAN

D. Terapi Cairan Bertujuan Untuk:


4. Mengganti kehilangan cairan yang hilang sebelumnya.
5. Mencukupi kebutuhan sehari-hari
6. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
E. Cairan Tubuh
Toatal caitran tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis kelamin.
Jumlah cairan tubuh tergantung pada jumlah lemak tubuh. Lemak tubuh tidak berair,
semakin banyak lemak semakin kurang cairan. Laki-laki normal dewasa berlemak
sedang , menagndung cairan kira-kira 60% BB. Wanita normal dewasa , karena agak
berlemak, kira-kira 54% BB.
F. Patokan Pemberian Cairan
6. Kebutuhan air minum perhari
 Air : 30 – 40 ml/ kg BB
 Natrium : 1- 1,5 mEq / kgBB ( rata-rata 100 mEq)
 Kalium : 1 mEq / kgBB ( rata-rata 60 mEq)
 Chlorida : 1,5 – 2 mEq / kgBB ( rata-rata 120 mEq)
 Kalori : 30 – 40 kalori / kgBB

7. Ukur perbedaan intake –output


Ukur perbedaan tersebut (termasuk intake urin, muntah, drainase, insensible
water loss dan lain-lain) serta kebuthan minum perhari.
Perbedaan intake – out put sebaiknya tidak > 200 – 400 ml per hari.
Inseensible water loss kira-kira 15 ml/ Kkg BB / hari
Kehilangan akibat demam /C / hari 10% kebutuhan perhari.

8. Menghitung kebutuhan elektrolit


Bila rendahelektrolit yang harus diganti = ( nilai normal- nilai sekarang) x BB X
60% mEq/ liter.

9. Pemberian cairan pasca bedah


a. Hari 1-3 pasca bedah dapat diberikan:
 2000 ml dextrose 5% dan 500 ml NaCl. Total intake cairan disesuaikan
dengan BB (40 ml/kgBB).
 Minimal kalori untuk mencegah katabolisme protein dan lemak 400 kalori.
 Perhitungan kebituhan eletrolit terutama setelah 3 hari, dimana produksi
urin biasanya bertambah banyak.
b. Bila ada larutan tutofusin ops yang mengandung banyak elektrolit dan sorbitol
sebagai sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml / kgBB/ hari untuk 1-3 hari
pertama pasca bedah.
c. Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi , maka dapat
ditambahkan asam amino berupa larutan aminofusin yang kebutuhannya
disesuaikan dengan BB dan besarnya trauma. Kebutuhan asam amino rata-rata
1 gr / kgBB/ hari. Aminofusin

10. Komplikasi terapi cairan


a. Lokal :
 Thrombosis
 Thrombophlebitis
 Infiltrasi larutan infus keluar pembuluh darah.
b. Sistemik
 Reaksi pirogenik
 Emboli paru (bekuan , udara)
 Edema paru akibat pemberian cairan
 Imblance elektrolit (hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia dan
hipokalemia).
 Speed shock, karena adanya benda asing didalam larutan infus

UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU

E. Definisi:
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapt di rumah sakit.

F. Persyaratan :
1. Pada saat MRS tidak ada tanda-tanda infeksi dantidak adalam masa inkubasi
2. Tanda-tanda infeksi timbul setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.

G. Sumber Infeksi
1. Saluran nafas (ETT, TT. Ventilator).
2. IV line ( infus , CVP)
3. Saluran kemih
4. Luka operasi dan luka karena truma

H. Pengendalian Infeksi nosokomial di ICU secara umum


1. Mencuci tangan
2. Tehnik aseptik dalam melakukan tindakan invasive.
3. Penggunaan alat disposible
4. Kebersihan lingkungan.
5. Pengelolaan sampah medis dan non medis
6. Universal precaution
7. Pemberian antibiotik secara bijaksana
8. Nutrisi
9. Personal hygiene.

PERAWATAN INTENSIF STATUS ASMATIKUS

G. Definisi
H. Patofisiologi
Faktor pencetus asama adalah infeksi bekteri atau virus pada system pernafasan.
Penghentian obat-obat brokodilator secara mendadak atau penurunan kortikosteroid ,
sedatifberlebihan dan pemakaian bronkodilator yabg tidak benar dapat memperburuk
keadaan klinis.
Gejala-gejal asma disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan resistensi jaln
nafas. Peningkatan resistensi ini disebabkan oleh Karen aterjadinya odema pada
mukosa bronkus ( terjadipenbalan pada membran basalis, onfiltrasai netrofil dan
eosofil serta edema ) , peningkatan tonus otot bronkus dengan atau tanpa hipertrofi
serta adanya sumbatan secret yang kental di dalam lumen dan sukar dikeluarkan.
I. Gambaran Klinis yang utama:
6. Hipoksemia : ( PaCO2 turun) oleh karena penurunan rasio V/Q.
7. Hiperventilasi : PaCO2 turun, PH naik (disebabkan oleh karena
rangsangan perifer reseptor jalan nafas , kerja nafas naik oleh karena
hipoksia.
8. Resistensi jalan nafas meningkat .
9. Over inflasi : Peningkatan kapasitas paru total dan peningkatan FRC.
10. Gas Trapping : Volume residu meningkat dan penurunan kapasitas vital.
J. Indikasi Perawatan ICU
Pasien status asmatikus yang memerlukan perawatan di ICU adalah pasien yang
termasuk dalam status asmatikus derajat III, yang ditandai oleh pernafasan yang
cepat dan dangkal, kelelahan yang sangat, penurunan kesadaran, mungkin ada
sianosos, PaCO2 lebih dari 45 mmHg, asidosis atau tanpa hiperkarbia, pulsusu
paradokus.
Kriteria lain adalah pasien dengan infeksi saluran nafas yang menyertainya
seperti brokitis, pnemonia.

K. Pengamatan Pasien di ICU


1. Pengamatan Fungsi Vital:
 Pernafasan ; peningkatan fungsi pernafasan selama serangan
menunjukan peningkatan kerja pernafasan.
 Denyut nadi, peningktan denyut nadi disebabkan juga oleh kerja
nafas yang meningkta. Nadai leboih dari 130 kali / ment
menunjukan hipoksemia berat.
 Tekanan darah, akibata adanya perubahan tekaanan intra torakal
apalagi bila pasien dalam ventilatos akan terjadi perubahan
hemodinamik.
 Temperatur, bila ada peninggian harus dicurigai infeksi.
 Kerja pernafasan, peningkatan pemakaian otot-otot Bantu nafas
terlihat pada m. sternocleidomastoideus disertai adanya supra
kalvikular, supra sternal yang jelas .
 Kesadaran , apatis sampai koma bisa disebabkan oleh karena
hipoksemia dan hiperkapnia
2. Pengamatan Laboratorium:
 Analisa darah
 Aliran udara ekpirasi
 Radiologis
 Elektrolit
 EKG
L. Penatalaksanaan
5. Pemberian oksigen , FiO2 dititrasi sesuai hasil analisa gas darah.
6. Perawatan secara umum, ruang perawatan sedapat mungkin harus bebas dari
allergen.
7. Pemberian obat-obat:
 Epinefrin 0,1% 0,3 ml SC dapat diberikan ulang tiap 30 menit samapi 2-
3 kali.
 Terbutalin 0,25 mg IM atau SC dapat diberikan sampai 4 kali.
 Aminopilin, obat ini harus segera diberikan pada wakti pasien masuk
ICU . Dosis awal 5 – 6 mg/ kgBB secara iv perlahan-lahan selama 15 –
20 menit , bila sebelumnya tidak ada reaksi toksik dapat diberikan 3mg /
kgBB selama 15 – 20 menit.
 Kortikosteroid, hidrokortison suksinat ; 4 mg/kgBB atau 200-300 mg IV
setiap 2 – 8 jam, tergantungberatnya keadaannya serta kecepatan
res[pon samapi dosis total 1-4 gram / 24 jam.
Metil prednisolo 40 –60 mg iv 4 kali perhari, bila keadaan berat dosis
dapat ditinggikan.
Pemberian kortikosteroid parenteral dapat dihentikan setelah 24-72 jam
tergantung pada cepatnya perbaiakan, dan selanjutnya dapat diganti
obat-obatan peroral.
 Antibiotika , pemberian antibiotika dengan spectrum sesuai.
8. Intubasi dan Ventilasi Mekanis
Bila pengobatan diatas dilakukan dengan cara yang agresif dan maksimal pada
umumnya dapat mengendalikan serangan asma secara adekuat.
Indikasi utama pemasangan ventilasi mekanis adalah bila pasien telah
mengalami kelelahan, kesadaran menurun, nilai PaCO2 lebih dari 45 – 50
mmHg dan PaCO2 tetap rendah kurang dari 50 mmHg walaupun sudah
diberikan terapi oksigen.

KRISIS HIPERTENSI

C. Definisi
Dibagi dalam
1. Hipertensi yang Gawat darurat ( hypertensive emergency)
 Tekanan intrakranial atau CVA trombotik.
 Perdarahan subarachnoid.
 Ensefalopati hipertensif.
 Edema pulmonum akut, GJK akut.
 Eklamsi
 Feokromositoma paroksimal
 Perubahan funduskopik
 Gagal ginjal akut
 Insufisiensi miokard akut (angina tidak stabil, infark miokard akut)
 Diseksi aorta akut
2. Darurat Hipertensi yang urgencies antara lain:
 Hipertensi yang mengakselerasi (accelerated) dengan kenaikan tekanan
darah (TD > 120) tapi dengan kerusakan organ yang minimal.
 Hipertensi pasca bedah
 Hipertensi prabedah yang tidak terkendali/ belum diobati.
Beberapa istilah
 Hipertensi yang refrakter : Respon tekanan darah (>200/110) yang kurang
memuaskan terhadap pengobatan anti hipertensi yang biasanya efektif.
 Hipertensi yang mengaselarasi : Kenaikan tekanan darah distolik (>120) yang
besar disertai dengan perubahan funduskopik tingkat 3 (perdarahan berbentuk
bunga api (flame) dan eksudat tanpa edema papil dn kemunduran vaskuler cepat.
 Maligna Hipertensi adalah hipertensi dengan tekanan darah diastolic > 120 – 130
dan perubahan funduskoik tingkat 4 . dengan papil edema mata. Tekanan
intrakranial ceapt naik disertai dengan gangguan vaskuler yng cepat.
 Krisis Hipertensi adalah hipertensi agwat darurat bila mulai mengganggu fungsi
organ secara akut.
D. Patofisiologi
Tekanan darah adalah fungsi dari produk curah jantung (CJ) dan tahanan vaskuler
sistemik (TVS). Pada hipertensi primer CJ pada umumnya menurun TVS meninggi
sedikit. Pada HM keadaan TVS terjadi perubahn oleh gangguan structural dan hipertensi
kronis maupun oleh gangguan fungsional (vasokotriksi) sehingga TVS meninggi. Ada
dugaan terhadap factor predisposisi pada HM.
Faktor pencetus (spesifik)
Beberapa factor yang dapat mencetuskan hipertensi maligna :
Humoral (bahan vaskulotoksik / vasoaktif)
- Penghentian pengobatan anti hipertensi
- Tumor yang mengekresi rennin
- Eklamsi
- Cindera kepala
- Luka bakar
Kerusakan langsung pembuluh darah:
- Vaskulitis
- Sklerosis sistemik progresif.
C. Pengobatan:
Tujuan pengobatan adalah terhadap perbaikan perfusi oragan yanag terganggu bukan
semata-mata mengurangi tekanan darah.
Dasar pengobatan adalah:
a. Mempertahankan perfusi dan memberi kesempatan perbaikan fungsi arterial caranya
memperbaiki volume intra vaskuler dan menurunkan tekanan darah dengan 25% dari
TD atau tekanan drh diatolik menjadi 100 – 110 dalam beberapa menit atau jam.
b. Pemantauan terhadap fungsi susunan saraf pusat, gijal dan jantung.
c. Diuretika diberikan untuk menolong memperkuat efek obat vasodilator kuat seperti
nitopusid, diazoksid, hidralazin.

MASALAH KEJANG DI ICU


E. Definisi:
Respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak

F. Patofisiologi
Kejang dapat digambarkan sebagai letupan mutan listrik neuron oatak secara mendadak,
hebat dan tidak teratur yang menganggu fungsi SSP . Berbagai sebab sel-sel saraf
tertentu dapat melepas dan mengeluarakan impuls secara mendadak, mengakibatakan
gangguan listrik di dalam otak selnjutnmya mengakibatkan bangkitan kotraksi otot.
Timbulnya aktivitas listrik yang abnoramal ini juga mengakibatakan gangguan sensasi ,
kehilangan kesadaran dan fungsi psikis ,gangguanmotorik danbangkitan kotraksi otot.
Jadi adanya kejang berarati bahwa SSP telah ikut terkena penyakit.. Kejang peresisten
merupakan kedaruratan neurologik dan oleh karena itu harus segera dihentikan.
G. Sebab Kejang
a. Bersumber dari SSP
 Cidera otak akut primer.
 Enselopati kronis
 Infeksi
b. Bersumber diluar SSP
 Keracunan
 Obat kimia , contohnya : etnol, Pb, organofosfat.
c. Kelainan sistemik dan metabolik
 Anoksia (henti jantung).
 Hipomagnesemia
 Alkalosis metabolic
 Keadaan hipo-hiperosmolar
 Sepsis
 Pasca operasi otak
 Ensefalopati hipertensi
 Ketoasidosis diabetes
 Eklampsia

H. Konsep Penatalaksanaan
Pengobatan tidak hanya ditujukan terhadap koreksi penyebab primer tapi juga terhadp
pecegahan dan koreksi akibat sekunder.
Tekanan intrakranial yang tinggi menyebabkan kejang, cara-cara menegendalikan
peninggian tekanan intrkranial hanya dapat dilakukan di ICU Karen memerlukan tindakan
hiperventilasi, kurarisasi, drainase , cairan serebrospinal, steroid, terapi dehidrasi dengan
manitol, gliserol , diuretic, terapi cairan serebrospinal, barbiturat , hipotermia kalau perlu
dekompresi dengan cara operasi.
Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Kejang

4. Kendalikan kejang
5. Posisi kepala dan jalan nafas bebas
6. Masukkan alat Bantu jalan nafas mulut dan
bersihkan jalan nafas

Kalau perlu pasang pipa endotrakelal

Berhasil Tidak Berhasil

Depresi Pernafasan 4. Pasang piapa nasogastrik dan keluarkan isi


lambung.
5. Kalau perlu perikasa isi lambung terhadp
keracunan obat.
Tidak ada

Ada

Lakukan nafas buatan

(mekanis manual)
Periksa Hemodinamik

Baik Buruk

4. Periksa darah terhadap data-data Dalam keadaan gagal hemodinamik, gagal


metabolic kadar obat dan sebagainya. sirkulasi (syok).
5. Berikan 50 cc gllukosa 50% IV dan tiamin
100 mg IV dan pertahankan jalur IV. Beri cairan elektrolit koloid, resusitasi,
6. Penilaian SSP (skala koma glascow) pasang CVP.
danlebar pupil, gerakan mata, gerak –
gerakan motorik dan reflek.

Buat DD antara kelainan structural dan metabolic (harus diingat


kemungkinan koeksistensi gangguan structural/ metabolik

Metabolik

3. Periksa darah: ureum , kreatinin,


glukosa, elektrolot dan AGD
4. Pemeriksaan dn pengobatan
selanjutnya tergantung klinis
Struktural

3. Kemungkinan kompresi beri


steroid dan obat osmotic
4. Prosedur diagnostik: CT Scan,
angiografi, foto kepala dan scan
otak

Pasien dengan kejang terus menerus harus segera di rawat di ICU, penatalaksanaan ditujukan
terhadap:

c) Menunjang fungsi kardiovaskuler dan respirasi tindakan umum.


d) Mengendalikan kejang dengan segera.
Pasca Kejang:

c) Mencari dan mengobati kelainan dasar / metabolic.


d) Pengobatan jangka panjang bila perlu.

A. Tindakan Umum

d) Menilai fungsi kardiorespirasi


 Pada kejng tidak disertai gangguan anfas, tidak sianotis tdak perlu tindkan
darurat, tetapi harus menjag jalan nafas tetap terbuka- kalau perlu memasukan
alat Bantu jalan nafas mulut, membersihkan lendir, membuka jalan nafas.
 Sebaliknya bila ada sianosis , syok berat, diperlukan tindkan resusitasi, kalau
perlu resusitasi jantung dan paru.
e) Memasang kateter intravena ntuk memberi cairan infus .
f) Dimonitor status pernafasan, nadi, tekanan darah, EKG kalau memungkinkan EEG.

E. Tindakan khusus dengan obat:


Pilihan obat antikonvulsan hanya ada diazepam dan thiopental

f) Diazepam
Dosis diazepam 10 mg dalam 1-2 menit diulang kalu perlu tiap 10 – 60 menit atau
sebagai tetesan infus misalnya 100mg dalam NaCl dalam kecepatan 40ml/jam.
Pada anak dapat diberi lewat rectal dengan hasil seperti IV dosis awal 0,25 –0,50
mg/kg. Harus diperhatikan geljal depresi nafas.
g) Barbiturat (thiopental)
Dosis larutan thiopental 2,5% diberikan dulu 50 –200 mg sampai kejang berhenti
diteruskan sebahgai infus 0,2% yang dimulai dengan 1 ml / menit..
h) Luminal
Dosis dewasa 5 mg/kg IM atau IV (60 mg/menit) dosis sehari dapat mencapai
1000mg.
Dosis bayi 16-23 mg/kg IV/IM.
i) Dilantin
Dosis dewasa dengan infus tidak melebihi 50mg/menit samapi dosis total 1 gram atau
18 mg/ kg.
Anak 100-200 mg/kg/5 menit atu 10 mg/kg.
j) Magnesium sulfat
Walaupun tidak sering digunakan tapi dapat membantu mengurangi kejang atau
spasme otot (tetanus) sehingga mengurangi pemakaian anti konvulsi dan obat
pelumpuh otot.
Dosis yang dianjurkan adalah 6-8mEq/L yang diberikan cairan MS 20% : 4 gram
dalam 5 menit diteruskan dengan 1 gram dlam 1 jam dapat juga diteruskan 4 – 10
gram IM tergantung berat badan.

F. Tindakan Suportif
e) Pengendalian nafas.
f) Mengendalikan suhu
g) Koreksi kelainan metabolic
h) Pencegahan dan pengobatan edema serebri.

PENATALAKSANAAN PASIEN KOMA

E. Definisi;
Hilangnya kesadaran atau koma
F. Etiologi koma
c) Akibat Intrakaranial
 Akibat vaskuler yaitu perdarahan, infark serebral, perdarahan intraserebral,
hemtom subdural dan ektradural.
 Tumor abses baik primer maupun sekunder
 Abses
 Meningitis
 Trauma kepala
 Post epilepsy
 Penyakit pisikiatri
d) Ekstra Kranial
 Hipotensi arterial
 Toksemia sistemik
 Hipertensi ensepalopati
 Metabolik
 Drugs
 Trauam fisika (hipotermia, elektrokoagulasi)

G. Diagnosa
1. Pemeriksaan neurologis
h. Membuka Mata
 Spontan =4
 Terhadap panggilan =3
 Terhadap nyeri =2
 Tidak dapat =1

i. Respon Motorik
 Menurut perintah =6
 Terlokalisir =5
 Menghindar =4
 Fleksi abnormal =3
 Eksistensi =2
 Tidak ada =1
j. Respon Verbal yang terbaik
 Orientasi =5
 Bingung =4
 Kata-kata tidak dimengerti =3
 Hanya suara =2
 Tidak ada suara =1
k. Respon Pupil Terhadap Cahaya
 Normal =5
 Lambat =4
 Respon tidak sama =3
 Besar tidak sama =2
 Tidak ada respon =1
l. Refleks Syaraf Kranial
 Semua ada =5
 Bulu mata tidak ada =4
 Kornea tidak ada =3
 Doll’s tidak ada =2
 Karina (semua) tidak ada =1
m. Kejang
 Kejang tidak ada =5
 Kejang fokal =4
 Umum, intermittent =3
 Umum , kontinue =2
 Flaksid =1

n. Nafas Spontan
 Normal =5
 Periodik =4
 Hiperventilasi sentral =3
 Iregular =2
 Apnoe =1
TOTAL SCORE :
Terbaik 35 , terburuk
H. Penanganan Pasien
a. Tindakan umum
 Mengatur jalan nafas ( bila memakai ventilator sesuai penatalaksanaan aplikasi
klinik pemakaian ventilator)
 Monitoring hemodinamik tensi,nadi,temperature tubuh , balance cairan, cvp )
 Mengatur gas darah dan keseimbangan asam – basa
 Mengatasi hipertensi intrakranial
 Sirkulasi
 Posisi
 Cairan osmolaritas dan elektrolit
 Nutrisi
b. Tindakan Khusus
 Terapi Osmotik, untuk mengurangi edema otak, TIK dan memeperbaiki ADO
dapat diberikan manitol, urea dan gliserol, manitol 0,25 – 0,5 g/kgBB diberikan
waktu 20 – 30 menit.
 Steroid, dexametason 1-2mg /kgBB atau metilprenisolon 5-10mg/kgBB dapat
mengurangi edema otak , menurunkan TIK, mencegah kerusakan sel otak lebih
lanjut dengan menstabilkan membran lisosom dan mitokondria.
 Suhu tubuh, dengan mengguakn antiperetika, obat vasodilator (Chlorpromazine
0,2 – 0,5 mg/kgBB).
 Terapi Barbiturat, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai