Anda di halaman 1dari 4

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN NEFROLITIASIS

(BATU GINJAL)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
ASMAWATI 08190100047
FAHLA RAMADHAN 08190100052
FITRIA PRININGSIH 08190100093
KONIAH NURULAENI 08190100061
MEGA UNZILA G 08190100009
NEDI ADI P 08190100006
NOVI TRIWANTO 08190100076
PITRA SURIANI 08190100070
RUSYDIANA ANGGIYATI 08190100062
TEUKU MUHAMMAD A.A 08190100011
ULFAH SITI 08190100012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN EKSTENSI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) didalam
ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).

Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu
di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi
oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang
terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya (Mochammad, 2014).

Batu ginjal atau nefrolitiasis terbentuk saat mineral dalam ginjal tidak bisa diekskresikan
sehingga akhirnya menjadi butiran-butiran yang menyerupai pasir. Sekitar 70-80% batu ginjal
yang terjadi di beberapa negara maupun di Indonesia adalah batu kalsium oksalat. Dampak
atau akibat dari batu ginjal jika dibiarkan terlalu lama dan tidak segera ditangani, bukan tak
mungkin akan berlanjut ke kondisi yang lebih parah, yaitu Chronic Kidney Disease (CKD)
atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGK merupakan kondisi ginjal yang kehilangan
fungsinya (Rasyida, 2013).

Batu saluran kemih terbentuk dari beberapa kondisi, yakni proses supersaturasi dari ion-
ion yang terdapat dalam urin (kalsium, oksalat, asam urat, dan fosfat) dan kurangnya inhibitor
(penghambat) terbentuknya batu seperti sitrat, magnesium, seng, makromolekul dan pirofosfat
(Wells et al., 2012)
Dalam guidelines yang dikeluarkan European Association of Urology (EAU) pada tahun
2014, dikelompokkan batu saluran kemih berdasarkan etiologi penyebabnya, antara lain :
infeksi, non-infeksi, penyebab genetik, dan efek samping obat.

2.1 Epidemiologi
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari kejadian batu ginjal tahun 2002 dari seluruh rumah
sakit di Indonesia maka didapatkan hasil bahwa sebanyak 37.636 adalah kasus baru, sebanyak
58.959 adalah jumlah kunjungan dari pasien batu ginjal, sebanyak 19.018 adalah jumlah
pasien rawat inap dan sebanyak 378 adalah kasus kematian. Jika dilihat dari kasus yang terjadi
maka sebesar 80% komposisi batu yang sering ditemukan pada penderita batu ginjal adalah
batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat (Fikriani, 2018). Prevalensi
tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), Aceh (0,9%), Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%) (Depkes RI, 2013).

2.2 Etiologi
Secara garis besar penyebab pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik diantarnya berupa keturunan, umur, dan jenis
kelamin, sedangkan faktor ekstrinsik diantaranya yaitu meliputi kondisi geografis, iklim, zat
yang terkandung dalam urin, kebiasaan makan, dan pekerjaan (Purnomo, 2011).
Menurut Arif Muttaqin (2011) penyebab dari batu ginjal, yaitu :
a. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi sakuran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi
inti pembentukan batu saluran kencing
b. Statis Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan status urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringa sedangkan
asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden
batu saluran kemih
d. Idiopatik

2.3 Manifestasi Klinis

2.4 Patofisiologi
2.5 Komplikasi
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi
Terapi dan tatalaksana pada batu ginjal tergantung oleh ukuran, bentuk dan gejalanya.
Batu yang ukurannya lebih dari 5 mm dapat dilakukan tindakan operasi sedangkan
batu dengan ukuran kurang dari 5 mm diberikan terapi konservatif seperti obat
golongan diuretik, alfa bloker dan antibiotik (Johri et al., 2010).
Berikut adalah terapi dan tata laksana batu ginjal :
a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Alat ini ditemukan pertama kali
pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut
yang dihasilkan di luar tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu
akan dipecah menjadi bagianbagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. ESWL dugunakan untuk batu ginjal berukuran menengah
dan untuk batuginjal berukuran lebih dari 20-30 mm (Anisa, 2009).
b. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM) Terapi dengan
menggunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan batu yang
ukuranya masih kurang dari 5 mm, dapat juga diberikan pada pasien yang belum
memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif (Hasiana, 2014). Obat sebagai
terapi utama batu ginjal adalah golongan diuretik, alfa bloker dan xanthine
oksidase inhibitor sedangkan untuk terapi tambahan seperti antibiotik dan
antiinflamasi. (Johri et al., 2010).
c. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) PCNL merupakan salah satu tindakan
endourologi untuk mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara
memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil
(Mohammed, 2015).
d. Bedah terbuka Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan
ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan
terbuka itu antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada
saluran ginjal (Fauzi, 2016).

Anda mungkin juga menyukai