Nim : 201710300511005
Kelas : D3 Keperawatan A
Matkul : AIK4
Islam memandang, bahwa kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah swt yang wajib
disyukuri. Disamping itu sehat juga adalah obsesi setiap insane berakal; tak seorang manusia pun
yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat dilaksanakannya dengan baik.
Meskipun nikmat merupakan kebutuhan fitrah manusia dan nikmat Allah, tetapi banyak manusia yang
mengabaikan dan melupakan nikmat sehat ini, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah saw :
“Ada dua nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat sehat dan peluang kesempatan” (HR
Imam Bukhari).
Karenanya kesehatan salah satu perkara yang diminta pertanggungjawabannya di hadapan pengadilan
Allah swt, seperti dalam hadits Nabi : “Nikmat yang pertama ditanyakan kepada setiap hamba pada
hari Kiamat dengan pertanyaan “Tidakkah telah Kami sehatkan badanmu dan telah Kami segarkan
(kenyangkan) kamu dengan air yang sejuk” (HR Imam Tirmizi). Maka sebahagian ulama tafsir
mengartikan kenikmatan dalam firman Allah “(Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu
kenikmatan)” surat al-Takatsur: 8, yaitu nikmat sehat.
Diantara perhatian Islam kepada kesehatan, adalah perintah dan anjuran menjaga kebersihan.
Demikian dapat dipahami, jika pembahasan ulama fiqh dalam khazanah intelektual mereka selalu
diawali dengan “Bab Thaharah” Bahasan mengenai kesucian atau kebersihan, bersih dari hadats besar
dengan mandi junub, atau hadats kecil dengan berwudhu, bersih dari najis dan kotoran. Demikian juga
selain wudhu, syarat sah shalat adalah bersih pakaian, tempat dari segala najis dan kotoran yang
menodai.
Allah juga berfirman : “Dan pakaianmu bersihkanlah” (QS al-Mudatsir: 4). “Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri (QS al-Baqarah: 222). “Di dalamnya
(mesjid) terdapat orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri, sesungguhnya Allah suka
kepada orang-orang yang selalu membersihkan diri” (QS at-Taubah: 108). Demikian Rasulullah
mengarahkan di banyak hadits-hadits beliau, antara lain:
“Kewajiban setiap muslim adalah menggunakan satu hari dari tujuh hari untuk mencuci rambut dan
badannya” (HR. muttafaq ‘alaihi).
“Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya ia merawatnya dengan baik” (HR. Abu Daud).
“Sesungguhnya Allah Maha Indah mencintai keindahan, Allah Maha Baik menyukai kebaikan, Allah
Maha Bersih mencintai kebersihan. Karena itu bersihkanlah teras rumah kalian dan janganlah kalian
seperti orang-orang Yahudi” (HR.Tirmizi). "Barangsiapa yang mengganggu orang-orang Islam di
jalan tempat mereka lewat, dia mesti mendapatkan laknat” (HR. Thabrani).
A. Pandangan dan prinsip islam tentang hidup sehat
Sehat dan sakit adalah dua bagian kehidupan manusia yang saling bertentangan serta
tidak bisa kita hindari, karena keduanya memang merupakan bagian dari sunnatullah yang
menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Allah swt menyatakan:
Sehat (Arab”Al-shihah”), dalam Islam bukan hanya merupakan sesuatu yang berhubungan
dengan masalah fisik (jasmani), melainkan juga menyangkut psikis (jiwa). Karena itulah
mengapa Islam memperkenalkan konsepsi al-Shihhah wa al-afiyat (lazim diucapkan “sehat
wal’afiat”). Maksud Dari Konsep Hidup Sehat ini adalah suatu kondisi sehat di mana
seseorang mengalami kesehatan yang paripurna, jasmani, dan rohani atau fisik dan psikis.
Jika makna sehat seluruhnya berhubungan dengan masalah fisik-ragawi, maka makna
al-afiat ialah segala bentuk perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam
tipu daya. Atau, menurut istilah Quraish Shihab ialah berfungsi bagi seluruh anggota tubuh
manusia sesuai dengan tujuan pencipta-Nya. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana cara
menerapkan pola hidup sehat itu di dalam kehidupan kita masing-masing, berikut ini dapat
kita ikuti beberapa terapi yang diajarkan oleh Islam kepada umat manusia:
Tentang Semboyan Mensana incorpore sano; “Dalam Tubuh yang Sehat tedapat
Jiwa yang Sehat”. Semboyan ini sangat terkenal, sehingga banyak orang yang percaya begitu
saja padanya, tanpa disertai sikap kritis sama sekali. Apakah setiap orang yang memiliki fisik
yang baik dan sehat, otomatis jiwanya menjadi baik dan sehat pula? Tidak ada penjelasan
ilmiah sama sekali yang mendukung “kebenaran” semboyan ini. Justru banyak orang yang
berfisik sehat dan kuat, namun jiwa mereka kotor (suka iri, dengki, pendendam, dan
sebagainya), atau hidup mereka penuh dengan kegiatan maksiat. Dalam buku
postmodernisme, di sana disebutkan bahwa falsafah Yunani saat ini demikian merasuki
budaya hampir seluruh umat manusia. Dalam falsafah Yunani, unsur fisik manusia
menempati posisi yang amat terhormat, bahkan lebih terhormat dari unsur spiritual.
Kita bisa mengumpulkan sejumlah fakta mengenai hal ini. Olimpiade (pesta
olahraga sedunia) misalnya, berasal dari budaya Yunani. Stadion olahraga dan gymnasium
pun berakar dari budaya Yunani. Kini, implementasi budaya Yunani ini dapat kita saksikan
dari maraknya kegiatan kontes kecantikan, pemberian gelar “Pahlawan Bangsa” bagi para
olahragawan yang berprestasi, dan masih banyak lagi. Memang, Islam sama sekali tidak anti
olahraga. Setiap orang tentu senang jika memiliki tubuh yang sehat, kuat, tak mudah
terserang penyakit. Namun janganlah faktor fisik terlalu diagung-agungkan, seolah-olah tak
ada yang lebih penting di dunia ini ketimbang kesehatan, keindahan, dan kekuatan fisik. Kita
perlu menjaga kesehatan dan kekuatan fisik, yang tujuannya agar aktivitas ibadah kita
semakin lancar. Jadi kita berolah raga pun diniatkan untuk ibadah.
Orang yang selalu tawakal, berpikiran positif, dan selalu menjaga kesucian hatinya,
Insya Allah pikirannya akan tenang, aliran darahnya lancar, dan jantungnya berdetak dengan
normal. Sementara orang yang suka negative thinking, pendendam, iri, gampang emosi,
jantungnya sering berdebar-debar, maka perasaannya jadi gelisah, dan metabolisme tubuhnya
menjadi tidak teratur. Kondisi ini merupakan lahan subur bagi berkembangnya berbagai jenis
penyakit. Kalau mau bukti, coba rasakan bagaimana kondisi tubuh Anda ketika Anda marah
atau membenci seseorang. Rasakan bagaimana debaran jantung dan aliran darah Anda. Coba
bandingkan dengan situasi ketika Anda tenang, tawakal, dan bersabar.
Jadi jelas bahwa kesehatan jiwalah yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan fisik
(bukan sebaliknya, sebagaimana tercermin pada semboyan Yunani Kuno di atas). Memang,
jiwa yang sehat tidak bisa menjamin seratus persen bahwa fisik kita pun akan selalu sehat.
Punya pikiran sehat tapi makanannya mengandung banyak kuman, dan rumah kotor tidak
terawat, ya tetap saja tidak sehat. Tapi setidaknya, dengan menjaga kesehatan dan kesucian
jiwa kita, Insya Allah dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kekuatan fisik kita.
Ahklak , diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata
akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Dalam
islam,ahklak dibagi menjadi 2: Akhlaaqul mahmudah (akhlak yang terpuji )Yang termasuk
Akhlaaqul mahmudah ikhlas, sabar, syukur, khau (takut kemurkaan Allah), (mengharapkan
keridhaan Allah), jujur adil, amanah, tasadhu (merendahkan diri sesama muslim), bersyukur.
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban
masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari
kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 4 (tiga) bagian. yaiturang
yang umurnya lebih tua atau sudah tua,orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih
tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya lebih muda, dan orang yang harta dan kedudukannya
lebih tinggi dan lebih banyak. Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap
wajar dan menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika
mereka keliru dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang
memperlakukan mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa
pun, sekalipun mereka salah. hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di
antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas
takwanya kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah SAW dalam
riwayat Thabrani:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu,
tetapi Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”.(HR.Thabrani)
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan
akhlak mulia. Segala sesuatu yang semestinya dilakukan dan segala sesuatu yang semestinya
ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran islam, sehingga semakin banyak orang
mengakui (termasuk non muslim) bahwa islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap
dan sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.Rasulullah SAW pernah bersabda.
Artinya
“Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. (HR. Bukhari
Muslim)
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari
adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun
yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu: Orang tua yang
telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami pengetahuan,
mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah guru kita.Kewajiban berbuat baik kepada
kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk kata ihsan, ma’ruf, dan rahmah. Islam
memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu dosa besar
dan wajib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang tua dan
anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan,
perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan
perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan ( ah, is, atau uff) apalagi jika sampai
membentaknya.
Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih sayang. Kecenderungan untuk
saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang
diatur dengan lengkap dalam ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup
menyendiri, termasuk melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil,
dnn jauh dari peradaban manusia. Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam,
jika manusia bergaul dengan sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan,
kesabaran, dan hanya mencari keridaan Allah SWT
ْ ط الًّذ
ِي ال ُمؤْ ِم ُن ُ اس يُخَا ِل ْ ط الَّذِى اْل ُمؤْ ِمنَ ِمنَ َخيْر اَذَا ُه ْم َع َلى َو َي
َ َّص ِب ُر الن ُ لَيُخَا ِل
اسَ َّصبِ ُر النْ َ)الترميذي رواه( اَذَا ُه ْم َعلَى َوي
Artinya
“Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan uji) atas segala
gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan yang
lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. (HR. Tirmidi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan,
pengalaman, dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja
terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau
bahkan ada teman yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik
yang kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya
sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat
kesalahan atau kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita
sakiti, baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak,
itu bukan urusan kita.
C. Akhlak Terhadap Teman Berlainan Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan
berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada
akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan. Laki-
laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-
pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara
mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan
lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai
hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan. Mencintai
dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan perasaan kita
arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan
sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan
dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah.
Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan
Tirmidzi: