Anda di halaman 1dari 20

Nama Peserta : dr.

Nice Fenobileri
Nama Wahana: RSUD Patut Patuh Patju, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Topik : Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata
Tanggal (kasus): 31 Desember 2017
Nama Pasien : Tn TM No. RM : 814723
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
dr. Kadek S
Tempat Presentasi : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok barat
Objektif Presentasi: Diagnosis dan Tatalaksana Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia


Bumil
Bahan
Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
bahasan:
Cara
Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
membahas:
Data
Ny. TM
pasien: No. RM: 814723
Nama Wahana: RSUD
Patut Patuh Patju, Telp
Pasien terdaftar sejak:
Lombok barat, Nusa pasien: -
31 Desember 2017
Tenggara Barat
Deskripsi: Pasien laki-laki, usia 52 tahun datang ke IGD RSUD Patut Patuh Patju
rujukan dari Puskesmas Pelagandengan keluhan muntah darah sejak 5 jam sebelum
masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna merah tua-kehitaman, frekuensi 5-6
kali, jumlah ±¼ botol aqua tiap kali muntah. Kedua tungkai sembab sejak 3 bulan
yang lalu. Perut membuncit sejak 3 bulan yang lalu. Mata kuning sejak 3 bulan
yang lalu. Bak seperti teh pekat sejak 3 bulan yang lalu. BAB dalam batas normal.
Perdarahan di gusi, gigi, hidung, tidak ada.
Tujuan: Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat

1
Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran klinis: Sirosis hepatis stadium dekompensata

- Riwayat Pengobatan: 1 bulan yang lalu pasien dirawat di RSUP NTB karena bengkak di
perut dan tungkai, namun tidak kontrol. Riwayat penggunaan obat-obatan anti nyeri, jamu-
jamuan, tablet besi, dan norit tidak ada

2. Riwayat kesehatan/Penyakit: Riwayat sakit kuning tidak diketahui. Riwayat


keganasan tidak ada.
3. Riwayat keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kuning dan
sakit seperti ini. Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada.
4. Riwayat pekerjaan: Petani
5. Lain-lain :
- Riwayat menggunakan tato disangkal
- Riwayat transfusi disangkal
- Riwayat menggunakn obat-obatan suntik (narkoba) disangkal
- Riwayat berganti pasangan disangkal

Daftar Pustaka:

1. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC, 291.
2. Amirudin, Rifal. 2009. Fisologi dan Biokimia Hati. In : Sudoyo, Aru W., Setiyohadi,
Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus., Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing, 627-633.
3. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung. PT. Alumni, 402-403, 613- 647.
4. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta. EGC,
563-567.
5. Sherlock, Sheila. 1995. Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Jakarta. Widya
Medik, 364-367, 419-432, 435-445.
6. K o n t h e n , P . G . 2 0 0 8 . P e d o m a n D i a g n o s i s d a n T e r a p i B a g . / S M F I l m u
Penyakit Dalam. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo: Surabaya.
7. Siregar, G.A. 2001. Cirrhosis Hepatis pada Usia Muda. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara: Medan.
8. Setiawan, P.B., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo: Surabaya.
9. Junqueira, L.C.,et all . 1997. Histologi Dasar. EGC: Jakarta17. Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar

2
Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
10. Fauci, A.S.e t a l l . 2008. Cirrhosis and its complications in Harrison’sPrinciples
of Internal Medicine 17th Edition. Mc-Graw Hill: USA
11. Lindseth, G.N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam
Patofisiologi Sylvia A.Price et.al. Edisi 6. EGC: Jakarta.
12. Nurdjanah, S. 2006. Sirosis hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamEdisi 4. Pusat
Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
13. Sutadi, S.M. 2003. Sirosis hati .USU digital library Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam USU: Medan.
14. Setiawan, P.B., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
FakultasKedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr.
Soetomo:Surabaya.
15. Crawford, James M. 2007. Hati dan Saluran Empedu. In : Kumar., Cotran., Robbins.
Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: EGC, 684-689
16. Nguyen, Tung T., Lingappa, Viswanath R. 2011. Penyakit Hati. In : McPhee,
Stephen J.,Ganong, William F. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC, 453- 455.

Hasil Pembelajaran:

1. Pendekatan tatalaksana hematemesis

2. Pendekatan tatalaksana sirosis hepatis

3. Pendekatan tatalaksana hipoglikemia

4. Pendekatan tatalaksana anemia

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. SUBJEKTIF
Pasien laki-laki, usia 52 tahun datang ke IGD RSUD Patut Patuh Patju
rujukan dari Puskesmas Pelagandengan keluhan muntah darah sejak 5 jam
sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna merah tua -kehitaman,
frekuensi 5-6 kali, jumlah ±¼ botol aqua tiap kali muntah. Kedua tungkai
sembab sejak 3 bulan yang lalu. Perut membuncit sejak 3 bulan yang lalu.
Mata kuning sejak 3 bulan yang lalu. Bak seperti teh pekat sejak 3 bulan

3
yang lalu. BAB dalam batas normal. Perdarahan di gusi, gigi, hidung, tidak
ada.

2. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik :
KU : Compos Mentis
TTV :
 TD 110,70 mmHg,
 Nadi 125 x/menit
 RR 30x/menit
 SPO2 99 % dengan O2 Nasal kanul 2 liter
 Temp : 36,5 0C.
Status Generalisata
 Kepala/ Leher: normosefal/ normal, jvp 5-2 cmH2O
 Mata : anemis (+/+), ikterik (+/+), pupil isokor (+/+)
 THT : otorea (-/-), epistaksis (-/-), rinorea (-/-), bibir pucat, sianosis (-), fetor
hepatikum (-)
 Thoraks :
 Bentuk : Normochest, simetris saat statis dan dinamis
 Kulit : Pucat (+), ikterik (-), spider nevi (-), venektasi (-), kolateral
(-), alopecia aksilaris (+/+)
 Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronki (-/-) , wheezing (-/-)

 Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba setinggi RIC 5, 1 jari medial dari garis
midclavikularis sinistra, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung

4
Kanan : RIC V, linea sternalis kanan

Kiri : RIC V, 1 jari medial dari garis midclavikularis sinistra

Atas : RIC III, linea parasternalis sinistra

Auskultasi : M1 > M2, A2 > P2, Murmur (-), gallop (-), Irama Sinus.

 Abdomen
Inspeksi : Tampak perut membuncit, asites (+), warna kulit coklat, spider navy -

venektasi (-), kolateral (-), jaringan parut (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal, frekuensi 5 kali/menit

Palpasi : Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Hepar dan lien sulit ditentukan, Undulasi (+)

Perkusi : pekak di keempat kuadran abdomen, Shifting dullness (-)

 Genitalia : alopecia pubis (+)


 Ekstremitas : palmar eritem (-/-), akral hangat +/+, oedema +/+ pitting dikedua
tungkai, CRT< 2”, reflek fisiologis ++ normal, Reflek patologis (-)
Pemeriksaa Penunjang :
Pemeriksaan Darah Lengkap :
 Hb 6,0 g/dL
 Leukosit 19.180/mm3 (B:2,6 - E:0,4 - N: 89 - L:7 - M:1)
 Eritrosit 2, 03 juta/mm3
 Trombosit 305 ribu/mm3
 Hematokrit 18,8
 Pemeriksaan GDS : 38 mg/dL
 Albumin 2,14
 Pemeriksaan Fungsi Ginjal: Ureum 15,6 , Creatinin 0,40 mg/dL
 Fungsi hepar : SGOT 220, SGPT 15,6
 Bilirubin total 3,91, bilirubin direct 3,45
 HbsAg : reaktif

5
Pemeriksaan EKG:

Kesan: Sinus takikardi


Pasien muntah 2x di IGD -> TD 80/50  loading 2 Kolf  110/80
Terapi di IGD :
- Pasang NGT
- Pasang folley kateter
- Puasa
- O2 nasal kanul 2 liter/menit
- D40 50 cc (2 flacon)
- IVFD D10 + Loading NaCl 0,9% 1 Kolf dilanjutkan maintenance 20 tpm makro
- Cek GDS2 jam lagi, jika GDS > 100 ganti dengan Aminofuchin hepar diselingi
D10
- Injeksi lansoprazole 30 mg/24 jam

6
- Injeksi Asam traneksamat 500 mg/ 8 jam
- Spironolakton 1x 50 mg (oral)
- Curcuma 3x1 (oral)
- Urdofalak 3x1 (oral)
- Channa 3x1 (oral)
- Injeksi vitamin K 1 mg/ 8 jam
- Ondansentron 4 mg/ 8 jam
- lactulac 1x2 cth (malam)
- Transfusi PRC 3 kolf ( masukkan 1 kolf/ 12 jam dengan ekstra furosemide injeksi 20
mg tiap transfuse)
- Cefotaksim 1gram/8 jam
- Transfusi albumin 1 kolf ( setelah transfuse PRC)
- Jika 12 jam masih perdarahan  rujuk

3. ASSESMENT
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan didapatkan kasus sirosis hepatis.
3. PEMBAHASAN
Anatomi Hepar
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah1.
Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen. Batas atas hepar sejajar
dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke
iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis 2.

7
Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan ligamentum teres dan diposterior
oleh fissura yang dinamakan ligamentum venosum3. Lobus kanan hepar enam kali lebih besar
dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan
lobus quadrates. Menurut Sloane (2004), diantara kedua lobus terdapat porta hepatis, jalur
masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa
yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan
permukaannnya3.

Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang berasal dari
lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka yang kaya akan
oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam
porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan
ke lobus kanan3. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari
perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini
terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati

8
menyatu untuk membentuk vena hepatika4.

Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer
lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan
kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati2. Plexus (saraf) hepaticus
mengandung serabut dari ganglia simpatis T7-T10, yang bersinaps dalam plexuscoeliacus,
nervus vagus dexter dan sinister serta phrenicus dexter5.

Fisiologi Hepar

Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi
sistem pencernaan untuk sekresi empedu. Hati menghasilkan empedu sekitar satu liter per
hari, yang diekskresi melalui duktus hepatikus kanan dan kiri yang kemudian bergabung
membentuk duktus hepatikus komunis. Selain sekresi empedu, hati juga melakukan berbagai
fungsi lain, mencakup hal-hal berikut :

1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah


penyerapan mereka dari saluran cerna.

9
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing
lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk
pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam
darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang.
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang merupakan produk penguraian yang berasal
dari pemecahan sel darah merah yang sudah usang.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap sel hati atau hepatosit mampu
melaksanakan berbagai tugas metabolik diatas, kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan
oleh makrofag residen atau yang lebih dikenal sebagai sel Kupffer4. Sel Kupffer, yang
meliputi 15% dari massa hati serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang
sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit2.

Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis ditandai oleh proses peradangan
difus menahun pada hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan ikat difus
(fibrosis) di mana seluruh kerangka hati menjadi rusak disertai dengan bentukan-bentukan
regenerasi nodul.6-10 Sirosis hepatis pada akhirnya dapat mengganggu sirkulasi darah
intrahepatik dan pada kasus lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.11
Secara klinis, sirosis hati dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang gejala klinisnya
belum nyata dan dekompensata yang gejala dan tanda klinisnya sudah jelas. Sirosis hati
kompensata sendiri merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat
tidak terlihat perbedaan klinis, untuk membedakan hanya melalui biopsi hati.12

Etiologi
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian
di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B
10
(30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab yang tidak diketahui (10-20%). Adapun
beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain: 12-14
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol (alcoholic cirrhosis)
3. Kelainan metabolik, misalnya: hemokromatosis, penyakit Wilson, nonalkoholik
steato hepatis, dan lain-lain
4. Kholestasis berkepanjangan (baik intra maupun ekstrahepatik)
5. Obstruksi vena hepatica, misalnya sindrom Budd-chairi
6. Gangguan autoimun, misalnya hepatitis autoimun
7. Toksin dan obat-obatan, misalnya : methotrexate, amiodaron, arsenik, dan lain-lain
8. Kriptogenik

Patogenesis
Peningkatan atau gangguan sintesis kolagen dan komponen jaringan ikat atau
membran basal lain pada matriks ekstrasel berperan dalam terjadinya fibrosis hati, dengan
demikian berperan juga dalam patogenesis sirosis. Fibrosis hati terjadi pada tiga situasi, yaitu
:
1. sebagai suatu respon imun,
2. sebagai bagian dari proses penyembuhan luka
3. sebagai respon terhadap agen yang memicu fibrogenesis primer.

Virus hepatitis B adalah contoh agen yang menyebabkan fibrosis dengan dasar
imunologis. Agen seperti karbon tetraklorida atau hepatitis A yang menyerang dan
mematikan hepatosit secara langsung adalah contoh agen yang menyebabkan fibrosis sebagai
bagian dari penyembuhan luka. Agen tertentu seperti etanol dan besi dapat menyebabkan
fibrogenesis primer dengan secara langsung meningkatkan transkripsi gen kolagen sehingga
juga meningkatkan jumlah jaringan ikat yang diekskresikan oleh sel16.

Penyebab utama dari semua mekanisme peningkatan fibrogenesis ini mungkin adalah sel
penyimpan-lemak di sistem retikuloendotel hati. Sebagai respons terhadap sitokin, sel-sel ini
berdiferensiasi dari sel inaktif dengan vitamin A yang disimpan ke dalam miofibroblas, yang
kehilangan kemampuannya menyimpan vitamin A dan menjadi aktif menghasilkan matriks
ekstrasel.

Fibrosis hati berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama ditandai oleh perubahan

11
komposisi matriks ekstrasel dari kolagen yang tidak berikatan silang dan tidak membentuk
fibril menjadi kolagen yang lebih padat dan mudah membentuk ikatan silang. Pada tahap ini
cedera hati masih reversibel. Tahap kedua melibatkan pembentukan ikatan-silang kolagen
sub-endotel, proliferasi sel mioepitel dan distorsi arsitektur hati disertai kemunculan nodul-
nodul regenerasi16.

Tahap kedua ini bersifat ireversibel. Perubahan komposisi matriks ekstrasel dapat
memperantarai perubahan fungsi hepatosit dan sel lain. Karena itu, perubahan pada
keseimbangan kolagen mungkin berperan penting dalam perkembangan cedera hati kronik
reversibel menjadi bentuk ireversibel dengan ikut memengaruhi fungsi hepatosit16.

Secara histopatologis semua bentuk sirosis ditandai oleh tiga temuan:

1. distorsi berat arsitektur hati,


2. pembentukan jaringan parut akibat meningkatnya pengendapan jaringan fibrosa dan
kolagen dan
3. nodul-nodul regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan parut16

Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah
kematian sel hati, regenerasi dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati
normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III dan IV) di saluran porta dan sekitar vena
sentralis, dan kadangkadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit
(ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan
III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus san sel-sel
endotel sinusoid kehilangan fenetrasinya. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari
saluran endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit,
menjadi saluran vaskular tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara
khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu15.

Infeksi virus hepatitis B dan C akan menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis yang meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memacu timbulnya jaringan kolagen. Tingkat awal yang terjadi adalah terbentuknya septa
yang pasif oleh jaringan retikulum serkoplasma yang mengalami kolaps dan kemudian
berubah bentuk menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta
yang satu dengan lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis). Pada tahap berikut
kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi pada sel duktus, sinusoid dan sel retikulo

12
endotelial di dalam hati, akan memacu terjadinya fibrogenesis sehingga terbentuk septa aktif.
Sel limfosit T dan makrofag juga mungkin berperan dengan mengeluarkan limfokin yang
dianggap sebagai mediator dari fibrogenesis15.

Gambar patogenesis sirosis hepatis

Gejala Klinis

Beberapa pasien dengan sirosis hepatis tidak menampakkan gejala klinis pada fase
awal penyakit. Gejala-gejala yang nampak dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kegagalan
hati dalam menjalankan fungsi nutrisi serta perubahan struktur dan ukuran hepar yang
disebabkan oleh proses fibrotisasi (Doubatty, 2009). Gejala awal sirosis (kompensata)
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,
mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma12.

Menurut Sutadi (2003), manifestasi klinis dari sirosis hepatis disebabkan oleh satu
atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini :

13
1. Kegagalan Parekim hati
2. Hipertensi portal
3. Asites
4. Ensefalophati hepatitis

Menurut Sherlock (1995) secara klinis sirosis hepatis dibagi atas dua tipe, yaitu :

1. Sirosis kompensata atau sirosis laten


Gejala klinis yang dapat terlihat adalah pireksia ringan, “spider” vaskular, eritema
palmaris atau epistaksis yang tidak dapat dijelaskan, edema pergelangan kaki.
Pembesaran hepar dan limpa merupakan tanda diagnosis yang bermanfaat pada sirosis
kompensata. Dispepsia flatulen dan salah cerna pagi hari yang samar-samar bisa
merupakan gambaran dini dari pasien sirosis alkoholik. Sebagai konfirmasi dapat
dilakukan tes biokimia dan jika perlu dapat dilakukan biopsi hati aspirasi.
2. Sirosis dekompensata atau sirosis aktif
Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta. Biasanya pasien sirosis dekompensata datang dengan
asites atau ikterus. Gejala-gejala yang nampak adalah kelemahan, atrofi otot dan
penurunan berat badan, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam ringan kontinu
(37,5º- 38ºC), gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
dengan koma.

14
Diagnosis
Pada stadium dekompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit utuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis.Pada saat ini, penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan
fizik,laboratorium dan USG. 12
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-
tanda klinis sudah tampak dengan adanaya komplikasi.
Temuan klinis yang bisa didapatkan antaranya adalah spider nevi. tanda ini sering
ditemukan di bahu, lengan atas dan muka. Selain itu, bisa didapatkan splenomegali,
hepatomegali, asites dan ikterus. Juga bisa disertai demam yang tak tinggi akibat nekrosis

15
hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis dan pembesaran kelenjar parotis terutama pada
sirosis alkoholik. 12
Gambaran laboratorium didapatkan penurunan albumin dan peningkatan globulin.
sintesis albmin terjadi di jaringan hati sehingga konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis. Penngkatan globuin dikarenakan akibat sekunder dari pintasan antigen
bakteri ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Kadar
bilirubin bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi menngkat pada stadium lanjut. 12
Pada tes fungsi hati, aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo
asetat (SGOT) dan alamin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT lebih meningkat daripada SGPT, namun bila
normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2
sampai 3 kali batas normal. konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sclerosis primer dan sirosis bilier primer. 12
Pada pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
mengkonfismasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah digunakan secara rutin
namun mempunyai sensitivitas yang kurang. pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,
permukaan ireguler dan ada peningkatan eksogenitas parenkim hati. Informasi yang
didapatkan dari CT Scan sama dengan hasil USG, sehngga jarang dilakukan. Manakala peran
MRI tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis hepatis.12

Tata Laksana
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati.
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :
 Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik
 Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat
kolagenik
 Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif
 Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

16
 Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya
sirosis
 Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.
Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.
 Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu,
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan
Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin,
metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
 Asites
 Tirah baring
 Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
 Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor
dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan
edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat
dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)
 Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan
pemberian albumin.
 Peritonitis Bakterial Spontan
Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim
secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara oral. Mengingat akan
rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400
mg/hari) selama 2-3 minggu.
 Varises Esofagus
 Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol)
 Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi
 Ensefalopati Hepatik
 Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
 Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia
 Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam

17
amino rantai cabang
 Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR. Oleh karena
itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa
hindari pemakaian diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan
yang berlebihan.

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut berbagai macam
komplikasi sirosis hati :
1. Hipertensi Portal
2. Asites
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu infeksi cairan
asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya
terdapat asites dengan nyeri abdomen serta demam.
4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah satu manifestasi
hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40% pasien sirosis dengan varises
esophagus pecah menimbulkan perdarahan.
5. Ensefalopati Hepatik.
Ensefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran
dan koma. Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan
detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari
pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH3
dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar,
dan alkalosis13. Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum :
Stadium Manifestasi Klinis
0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,
konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.

18
6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organic ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus.

19
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal ..................................... telah dipresentasikan portofolio oleh:


Nama Peserta : dr. Nice Fenobileri
Dengan judul/topik : Sirosis Hepatis
Nama Pendamping : dr. Kadek S
Nama Wahana : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.

Pendamping

(dr. Kadek S)

20

Anda mungkin juga menyukai