PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan suatu larutan sampel yang dianalisis
dapat dilakukan menggunakan metode titrasi. Dalam metode titrasi ada yang
dikenal dengan istilah titrasi argentometri atau disebut juga dengan titrasi
larutan standarnya.
argentometri juga dapat digunakan untuk memeriksa kadar suatu senyawa kimia
yang terkandung dalam air. Dalam menentukan kadar suatu senyawa kimia yang
terkandung dalam air, metode dari titrasi pengendapan yang dapat digunakan
adalah metode mohr. Akan tetapi metode ini umumnya lebih banyak digunakan
untuk mengendapkan unsur-unsur golongan halida seperti khlor (Cl), flor (F),
brom (Br), maupun unsur lainnya. Pada dasarnya metode titrasi pengendapan
dibagi atas tiga, yaitu cara fajans, mohr, dan cara volhard.
pengendapan untuk mengetahui dan menentukan kadar bromida yang ada dalam
C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan kadar bromida dalam
D. Manfaat
Manfaat dari percobaan ini yaitu dapat menentukan kadar bromida dalam
Kimia analitik dibagi menjadi dua bidang analisis yaitu analisis kualitatif
zat yang ada dalam suatu sampel sehingga kandungannya akan mudah untuk
dikenali. Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat
Titrasi adalah merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui
jumlah zat kimia yang luas pemakaiannya. Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri
dari pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara
stoikiometri dengan zat yang akan ditentukan. Larutan pereaksi ini biasanya
diketahui kepekatannya dengan pasti dan disebut pentiter atau larutan baku.
Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat yang akan ditentukan
disebut titrasi. Dalam proses titrasi pengendapan, ada beberapa hal yang mesti
1. Terjadinya kesetimbangan
2. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stoikiometri dengan zat
pentiter
4. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai (Rivai, 1995).
Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan
larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan
secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi
ditambahkan harga pH adalah larutan asam kuat, sehingga pH < 7 dan ketika basa
ditambahkan sebelum titik ekivalen, harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada
titik ekivalen jumlah basa yang ditambahkan secara stokiometri ekivalen terhadap
jumlah asam yang ada. Oleh karena itu pH ditentukan oleh larutan garam (pH=7).
Titik ekivalen dalam titrasi adalah titik keadaan (kuantitas) asam-basa dapat
Titrasi yang terbatas ini melibatkan pengendapan ion perak dengan io seperti
halogen dan tiosianat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya indikator yang
sesuai. Pada titrasi larutan encer, kecepatan reaksinya terlalu lambat untuk titrasi
secara mudah. Karen titik ekivalen didekati dan titran ditambahkan secara
perlahan-lahan, maka suatu derajat lewat jenuh yang tinggi tidak akan terjadi dan
pengendapan akan berlangsung secara lambat. Kesukaran yang lain adalah bahwa
bereaksi membentuk endapan AgCl berwarna putih. Apabila Cl- sudah habis
bereaksi maka kelebihan Ag+ selanjutnya bereaksi dengan CrO4 2- yang berasal
yang berwarna merah bata, berarti titik akhir titrasi sudah tercapai (Antara, 2008).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo,
Kendari.
1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pipet ukur 25 mL,
statif, klem, buret 50 mL, erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 250 mL, dan labu
2. Bahan
Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.
1,2 g KBr
Larutan Kbr
- dipipet 25 mL
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer
250mL
A. Hasil Pengamatan
1. Data Pengamatan
2. Reaksi
3. Analisis data
Diketahui :
N AgNO3 = 0,1 N
V AgNO3 = 21 mL = 0,21 L
100
𝑥𝑁 AgNO3 x V AgNO3 x BE KBr
25
Kadar bromida = X 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
100 𝑒𝑘 𝑔
𝑥 0,1 𝑚𝑜𝑙 x 0,21 L x 119 𝑒𝑘
25 𝐿 𝑚𝑜𝑙
= X 100%
1,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 83,3 %
B. Pembahasan
yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara
titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian
keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit,
tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang
mudah diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal
adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion
perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi
penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan
jenis indikator yang digunakan, yaitu argentometri dengan metode Mohr, Volhard,
atau Fajans. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan
K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana
netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak
kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk
tiosianat dalam suasana asam nitrat , dengan ion besi(III) sebagai indikator untuk
mengetahui adanya ion tiosianat berlebih. Sedangkan titrasi argentometri dengan
metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indikator adsorbsi Dimana indikator
ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan. Dan metode
inilah yang digunakan dalam percobaan kali ini dengan penentuan kadar bromida
dalam senyawa KBr. Digunakannya metode ini sebab biasanya dengan metode ini
akan berlangsung cepat, akurat, dan terpercaya. Endapan juga harus dijaga sedapat
Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan
dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi
pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai
dan pH. Indikator yang digunakan merupakan asam lemah atau basa lemah
organik yang membentuk endapan dengan ion perak. Pada percobaan ini
digunakan indikator flouresein yang biasa dituliskan sebagai HFI. Indikator ini
dalam larutan berair akan terdisosiasi. Secara teori, ion FI- akan diserap oleh
endapan AgBr dan berwarna endapan merah muda pada titik akhir titrasi.
Indikator ini bekerja pada beberapa tahap. Pada saat penambahan indikator
Pada tahap awal titrasi masih ada kelebihan ion Br- maka endapan AgBr
menyerap ion Br- sehingga butiran koloid bermuatan negatif. Karena FI- juga
bermuatan negatif makan FI- tidak dapat diserap oleh endapan AgBr. Pada titik
ekivalen tidak ada kelebihan ion Br- maupun Ag+; koloid netral, setetes titran
AgNO3 membuat kelebihan Ag+ yang kemudian diserap oleh endapan sehingga
bermuatan positif sehingga bisa menarik FI- dan menyebabkan warna endapan
berubah menjadi merah muda pada saat inilah tercapai titik akhir titrasi. Namun,
pada percobaan yang dilakukan tidak terbentuk warna merah muda, hal ini dapat
disebabkan karena molaritas pada larutan indikator yang digunakan cukup besar
Dengan mengetahui massa relatif dari KBr yaitu sebesar 119 g/mol maka dapat
ditentukan presentase bromida dalam KBr. Dan persentase kadar bromida ialah
83,3%.
V. KESIMPULAN
warna merah muda pada permukaan endapan sehingga dapat diketahui bahwa
Antara, I.K.G., Suyasa, I.B.W., Putra, A.A.B., 2008, “Kajian Kapasitas Dan
Efektivitas Resin Penukar Anion Untuk Mengikat Klor Dan
Aplikasinya Pada Air”, Jurnal Kimia, 2(2).
Chandra, A.D., Cordova, H., 2012, “Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self
Tuning PID Melalui Metode Adaptive Control”, Jurnal Teknik Pomits,
1(1).
Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia, Jakarta.
Rusmawan, C.A., Onggo, D., Mulyani, I., 2011, “Analisis Kolorimetri Kadar
Besi(III) Dalam Sampel Air Sumur Dengan Metoda Pencitraan
Digital”, Jurnal Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran
dan Sains, 2(1).
Underwood, A.L., Day R.A., 1981, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.