Anda di halaman 1dari 22

KINETIKA PERTUMBUHAN

Saccharomyces cereviseae

Diajukan untuk memenuhi laporan Praktikum Bioproses

Pembimbing :Dra. Nancy Siti Djenar

Penyusun : Endah Yunita Sari (091411008)

Fitri Laila Amatullah (091411009)

Ghani Ripandi Utomo (091411010)

Giftiani Citra (091411011)

Gin Gin (091411012)

Iis Eka Ariestania (091411014)

Imas Maesaroh (091411015)

Kelas : 2A

Kelompok :2

Tanggal praktikum : 11 November 2010

Tanggal penyerahan : 25 November 2010

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

TEKNIK KIMIA
2010

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Tujuan

1. Mampu terampil dalam pembuatan kultur mikroba, indokulum/starter, teknik


aseptik dengan benar.

2. Mampu melakukan sampling pengukuran populasi sel secara periodik dengan


benar.

3. Mampu melakukan evaluasi populasi mikroba dengan berbagai teknik (berat sel
kering, spektrofotometri, kurva baku) dengan benar.

4. Mampu menerapkan hubungan antara jumlah sel (X) dengan waktu (t) dengan
benar.

5. Mampu mengkaji fasa – fasa pertumbuhan mikroba dengan benar.

6. Mendapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik (µ) dengan menggunakan grafik ln


X terhadap t dengan benar.

I.2 Dasar Teori

Pertumbuhan ragi/ khamir

Ragi/khamir termasuk fungi dan biasanya membagi diri melalui tunas.


Kekecualian terjadi pada ragi sendiri yang tumbuh dengan fisi atau membentuk hifa dan
membentuk tunas di atas sel inang. Kemudian tunas ini tumbuh sampai besarnya
mendekati sel inang. Pada saat tersebut, tunas memisahkan diri membentuk anak sel.
Berbeda dengan pembelahan bakteri, di sini dapat dibedakan secara fisik antara sel inang
dan sel anak karena pada sel inang masih tertinggal bekas tunas untuk setiap sel anak
yang terbentuk. Pada kondisi optimal, ragi membelah dalam waktu 45 menit, tetapi yang
umum adalah dalam waktu 90 – 120 menit.

Sel
anak

Parut tunas sel induk

Pertumbuhan Ragi/
Khamir

Bercabang

Pertumbuhan miselia
Saccharomyces cerevisiae sebagai contoh khamir yang digunakan di industri

Spesies yang paling umum digunakan dalam industri makanan adalah


Saccharomyces cerevisiae, misalnya dalam pembuatan roti dan produksi alkohol, anggur,
brem, gliserol, dan enzim invertase. Dalam industri alkohol dan anggur digunakan khamir
yang disebut khamir permukaan (top yeast), yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat
dan tumbuh dengan cepat pada suhu 200C sampai 150C. Karena sel – sel tidak
menggerombol serta tumbuh dan memproduksi karbon dioksida secara lambat, sel – sel
akan mengumpul pada dasar tabung. Salah satu contoh khamir dasar adalah khamir yang
digunakan dalam industri bir.

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah galur yang memproduksi


alkohol dalam jumlah tinggi sehingga sering digunakan dalam produksi alkohol, anggur,
dan minuman keras.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba

1. Nutrien

Nutrien berfungsi sebagai sumber energi (sumber karbon) dan bahan pembentuk
komponen sel baik protein, asam – asam nukleat/lipid. Nutrien dikelompokkan
menjadi makronutrien yaitu nutrien yang dibutuhkan dengan konsentrasi lebih dari
10-4M, contohnya C, H, N, O, S, P, Mg2+, dan K+; mikronutrien (trace element) yaitu
nutrien yang dibutuhkan dengan konsentrasi kurang dari 10-4M, contohnya Fe, Mn,Ni,
Na, dan Cl. Disamping itu, mikroba juga membutuhkan vitamin sebagai koenzim,
hormone untuk mengatur metabolism, dan asam – asam amino.

2. Air (kelembaban)

Air sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Air tidak
hanya merupakan komponen utama dari plasma sel mikroba, tetapi air pula untuk
pelarut makanan sebelum makanan itu dapat diserap oleh sel. Kekeringan dapat
mematikan mikroba.

3. Suhu

Untuk setiap jenis mikroba terdapat suhu minimum, optimum dan maksimum
bagi pertumbuhannya. Suhu rendah dapat menghentikan pertumbuhan mikroba, tetapi
bila mikroba tersebut kemudian dipindahkan pada suhu yang sesuai untuk
pertumbuhannya, maka pertumbuhannya akan segera dimulai lagi. Suhu tinggi lebih
banyak merusak pertumbuhan mikroba dari pada suhu rendah. Tidak ada satupun
mikroba yang berada dalam bentuk vegetatif yang tahan pendidihan dalam beberapa
jam.

Berdasarkan pada suhu optimum pertumbuhannya, mikroba dikelompokkan


sebagai berikut yaitu mikroba termofilik, mesofilik, dan psikrotrofik. Mikroba
termofilik mempunyai suhu pertumbuhan minimal di atas 45°C, biasanya 55°C,
contohnya adalah bakteri Lactobacillus thermophillus. Mikroba mesofilik mempunyai
suhu pertumbuhan optimal antara 15 – 45 °C, dan mikroba psikrotrofik mempunyai
suhu pertumbuhan optimal di bawah 20°C.

4. pH

Setiap jenis mikroba mempunyai pH tertentu dimana ia dapat tumbuh dengan


cepat. Oleh karena itu, dalam pembuatan makanan untuk mikroba (medium atau
pembenihan), pH harus diatur seteliti mungkin, sehingga pHnya sesuai bagi mikroba
yang ditanamkan. Diantara bakteri ada juga yang tahan terhadap keasaman yang
tinggi, bakteri tersebut digolongkan ke dalam bakteri yang achiduri. Sering digunakan
buffer untuk mengontrol pH medium.

5. Oksigen

Mikroba yang hidupnya harus dalam suasana yang ada oksigen bebas, disebut
aerob. Sedangkan yang tidak dapat hidup apabila dalam oksigen bebas, tetapi oksigen
yang diperlukan didapat dari persenyawaan yang mengandung oksigen dinamankan
anaerob. Disamping kedua golongan tadi ada golongan yang bisa hidup pada dua
keadaan tersebut di atas yaitu disebut mikroba fakultatif. Mikroba – mikroba yang
tidak dapat hidup sama sekali apabila ada oksigen atau tidak dapat hidup tanpa
oksigen, berturut – turut disebut golongan mikroba yang obligat anaerob dan obligat
aerob.

6. Cahaya

Kebanyakan mikroba dapat dirusak oleh cahaya tak langsung dari matahari dan
dalam waktu beberapa jam saja dapat dimatikan oleh cahaya langsung yang
mengenainya. Sinar – sinar violet, ultra violet, dan biru sangat kuat daya mematikan
terhadap mikroba.

7. Osmosa

Sel – sel mikroba dibalut oleh suatu membran yang semipermiabel, karena
membran ini dengan bebas dapat melewatkan air masuk ke dalam sel, demikian pula
sebaliknya. Akan tetapi, terhadap zat – zat yang larut di dalam cairan dimana sel – sel
itu terdapat membran tadi mempunyai kesanggupan untuk menahan, hal ini
menunjukkan bahwa sel – sel itu merupakan suatu unit osmosis yang kecil yang
responsif terhadap perubahan – perubahan pada cairan dalam lingkungannya.

Apabila sel – sel mikroba ditempatkan pada cairan dengan konsentrasi zat – zat
terlarut yang berbeda beda,maka akan terjadi perubahan – perubahan. Dalam cairan
hipertonis, yaitu cairan dengan konsentrasi zat terlarut yang tinggi, maka akan terjadi
kecenderungan bahwa air akan keluar dari dalam sel, sehingga sel itu akan
mengkerut. Bila perbedaan antara konsentrasi di luar dan di dalam sel itu besar sekali
pengkerutan akan terus berlangsung sehingga akhirnya sel tadi mati, keadaan itu
disebut plasmolisis. Akan tetapi, jika perbedaannya tidak begitu besar, maka sel akan
mengadakan penyesuaian terhadap larutan hipertonis untuk mencapai kembali
keadaan turgor dan pertumbuhannya dapat berlangsng lagi. Apabila sel itu
dimasukkan dalam larutan dengan kkonsentrasi zat – zat terlarut yang rendah atau
dalam aquades, maka air akan memasuki sel. Sel akan mengembang dan pecah yang
disebut dengan plasmotysis. Larutan yang tidak menimbulkan pengkerutan pada sel
atau tidak menyebabkan pecahnya sel disebut larutan yang isotonis.
8. Faktor- faktor kimia

Manusia di dalam usahanya untuk membebaskan diri dari kegiatan mikroba,


meramu zat- zat yang dapat meracuni mikroba. Zat- zat yang hanya menghambat
pertumbuhan mikroba dengan tidak membunuhnya disebut zat mikrostatik. Zat yang
dapat membunuh mikroba disebut desinfektan, germisida atau mikrosida.

Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat dalam kehidupan sehari – hari.
Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita sendiri menggunakannya dalam pembuatan
makanan dan minuman, seperti tempe, tape dan tuak.

Saat ini, biomassa tanaman adalah biofuel yang paling banyak dikembangkan
karena harganya yang murah dan persediaannya yang mudah didapat. Sayangnya, salah
satu penghambat justru adalah langkanya low – cost teknologi dalam pengolahan
tanaman menjadi etanol. Tentu saja tidak sembarang jamur ragi dipakai melainkan
beberapa strain Saccharomyces cerevisiae yang telah direkayasa daur metabolismenya
secara genetika dapat menghasilkan etanol secara efektif dan efisien.

Krisis energi dalam bentuk minyak bumi diperkirakan akan terjadi sehubungan
dengan prediksi bahwa produksi minyak dunia akan memuncak dalam waktu 25 tahun
mendatang dan selanjutnya menurun secara drastic. Bagi Negara berkembang seperti
Indonesia, pekerjaan rumah yang utama adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya
hayati jamur dan khamir terutama Saccharomyces cerevisiae sehingga dapat
mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan ini.
Beberapa peneliti Indonesia dengan kredibilitas tinggi di beberapa perguruan tinggi telah
mengembang biakan ratusan jenis jamur terutama Saccharomyces cerevisiae. Langkah
selanjutnya adalah bagaimana kekayaan ini dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik di
bidang sains dasar maupun di bidang bioekonomi.
BAB II

BAHAN, ALAT, DAN LANGKAH KERJA

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan

1. 70 ml inokulum ragi Saccharomyces cereviseae yang telah diaktifkan


selama 24 jam, suhu 340C di dalam shaker incubator

2. 550 ml media cair/ kaldu nutrien streril (gyeb)

2.1.2 Alat

1. Pipet steril 10 ml

2. Erlenmeyer/ reaktor 750 ml

3. Erlenmeyer 250 ml

4. Beaker glass 500 ml

5. Kuvet spektrofotometer

6. Spektrofometer Genesys 20

7. Pembakar spiritus

8. Shaker incubator
Inokulum
Aktif 70
ml
2.2 Flowchart Kerja

2.2.2. Pembuatan media pertumbuhan mikroba


Pencampuran Media pertumbuhan
scecara aseptik mikroba

Substrat
GYEB
550ml
2.2.3. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Mikroba dengan metode
Spektrofotometri

2.2.3.1. Pembuatan kurva baku antara absorbansi (A) terhadap


berat sel kering X (mg/ml)

Membuat kurva baku antara absorbansi terhadap berat sel kering


dengan menggunakan data berikut :

Absorbansi (A) Berat sel kering (X)


0,06 0,4
0,18 1,09
0,28 1,81
0,39 2,50
0,57 3,72
0,83 5,31
0,92 5,89
1,08 6,90
1,21 7,79
1,34 8,48
Menghidupkan alat
spektrofotometer
2.2.3.2. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Mikroba dengan
memanaskannya selama 30
Media pertumbuhan
metode Spektrofotometri menit
mikroba
Menset panjang gelombang
maksimum pada 600nm

Media pertumbuhan mikroba


saat t=0 (menit) larutan Spektrofotometer
blanko GYEB Nilai absorbansi
media
Menginkubasikan media pertumbuhan
pertumbuhan mikroba selama 20 mikroba saat
menit t=0menit

Media pertumbuhan mikroba saat


t=20 (menit) larutan blanko GYEB
Spektrofotometer
Nilai absorbansi
media
pertumbuhan
Menginkubasikan media mikroba saat
pertumbuhan mikroba selama 20 t=20menit
menit
Media pertumbuhan mikroba saat
t=n (menit) larutan blanko GYEB
Spektrofotometer
Nilai absorbansi
media
Menghentikan pengukuran pertumbuhan
mikroba saat t=n
saat fasa diketahuinya yaitu menit
fasa kematian
Data absorbansi
media
pertumbuhan
mikroba hingga n
menit
Data absorbansi
media Memplotkan seluruh data A ke dalam
pertumbuhan kurva baku sehingga diperoleh nilai
mikroba hingga n berat sel kering X
menit Memplotkan seluruh data berat sel
kering X terhadap waktu sehingga
diperoleh fasa-fasa pertumbuhan
mikroba

Mengubah nilai X ke ln X sehingga


diperoleh hubungan antara lnX
dengan t

Membuat grafik antara ln X terhadap t


sehingga diperoleh µ

Laju
pertumbuha
n spesifik
BAB III

DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Pengamatan

3.1.1 Kurva Baku

X
A
(mg/ml)
0,06 0,40
0,18 1,09
0,28 1,81
0,39 2,50
0,57 3,72
0,83 5,31
0,92 5,89
1,08 6,90
1,21 7,79
1,34 8,48
Tabel 1
Grafik 1

3.1.2 Pengukuran absorbansi Saccharomyces cerevisiae pada rentang waktu 20


menit

t t
A A
(menit) (menit)

0 0.18 220 0.285

40 0.183 240 0.316

60 0.183 260 0.339

80 0.183 280 0.343

100 0.183 300 0.343

120 0.186 320 0.34

140 0.221 340 0.347


160 0.242 500 0.341

180 0.264 520 0.271

200 0.267
Tabel 2

Dengan persamaan garis yang didapatkan dari kurva baku, maka dapat dicari nilai berat sel kering (X) untuk setiap
rentang waktu 20 menit.

y=0.153x+0.006

X t ln X X ln X
A A t (menit)
(mg/ml) (menit) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)

0.18 1.137255 0 0.128617 0.285 1.823529 220 0.600774

0.183 1.156863 40 0.145712 0.316 2.026144 240 0.706134

0.183 1.156863 60 0.145712 0.339 2.176471 260 0.777705

0.183 1.156863 80 0.145712 0.343 2.202614 280 0.789645

0.183 1.156863 100 0.145712 0.343 2.202614 300 0.789645

0.186 1.176471 120 0.162519 0.34 2.183007 320 0.780703

0.221 1.405229 140 0.3402 0.347 2.228758 340 0.801445

0.242 1.542484 160 0.433394 0.341 2.189542 500 0.783693

0.264 1.686275 180 0.522522 0.271 1.732026 520 0.549292

0.267 1.705882 200 0.534082


Tabel 3

Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae


Grafik Laju Pertumbuhan Spesifik
µ = slope

µ = 0,003 menit-1

BAB IV

PEMBAHASAN

Untuk mengetahui konsentrasi sel Saccharomyces cerevisiae tiap satuan waktu digunakan
metoda perhitungan langsung konsentrasi sel secara spektrofotometri, yaitu dengan menghitung
absorbansi media pertumbuhan mikroba dengan spektrofotometer Genesys. λmaks =600 nm,
karena pada panjang gelombang tesebut dianggap tidak ada pengaruh dari pigmen mikroba.
Selain itu, syarat komponen media tidak boleh menyerap sinar pada panjang gelombang yang
digunakan. Sebagai blanko digunakan media pertumbuhan GYEB murni tanpa Saccharomyces
cerevisiae.

Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroba anaerob sehingga selama proses tidak


diperlukan aerasi.

Volume GYEB yang digunakan adalah sebanyak 550 ml dan volume inokulumnya sebanyak
70 ml atau 13% dari volume GYEB. Idealnya, perbandingan antara volume inokulum dengan
volume medianya adalah 5 – 15%.

Pembuatan kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dilakukan untuk


mengkaji fasa – fasa pada pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Berikut adalah
kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae:

Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

Keterangan:

a : Fasa perlambatan (Lag phase)

b: Fasa percepatan (Acceleration phase)


c : Fasa eksponensial (Log phase)

d : Fasa perlambatan (Deceleration phase)

e : Fasa kematian (Death phase)

Adapun tahap-tahap pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai


berikut :

a. Fasa Adaptasi

Pada fasa ini sebagian besar Saccharomyces cerevisiae terlebih dahulu


menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan barunya dan belum

mengadakan perbanyakan sel ( ). Pada fase ini mikroba merombak

substrat menjadi nutrisi untuk pertumbuhannya. Jika ditemukan senyawa


kompleks yang tidak dikenalinya, mikroba akan memproduksi enzim untuk
merombak senyawa tersebut (Casselman, 2005). Saccharomyces cerevisiae
termasuk ragi yang mudah beradaptasi, ditunjukan dengan singkatnya waktu
yang dibutuhkan untuk beradaptasi, yaitu selama 1 jam 40 menit.

b. Fasa Percepatan (Acceleration phase)

Pada fasa ini mulai terjadi sedikit peningkatan jumlah sel dalam waktu
singkat (rapid growth). Waktu percepatan yang dibutuhkan yaitu selama 20
menit.

c. Fasa Eksponensial (Lag Phase)

Pada fasa ini Saccharomyces cerevisiae telah dapat menyesuaikan diri


dengan lingkungannya. Pembelahan sel terjadi sangat cepat secara
eksponensial (doubling of cell/ t). Dalam kondisi kultur yang optimum, sel
mengalami reaksi metabolisme yang maksimum. Fasa eksponensial ini
berlangsung selama 2 jam. Hal ini menunjukkan bahwa kultur telah berada
dalam kondisi aktif dan proses aktivasi yang dilakukan sebelumnya berjalan
dengan baik.

d. Fasa Perlambatan
Pada fasa ini laju pertumbuhan mengalami perlambatan atau . Fasa ini

berlangsung selama 20 meniit.

e. Fasa Stasioner

Selama fasa ini kecepatan pertumbuhan adalah nol. Meskipun demikian,


tidak berarti tidak terjadi pertumbuhan sel. Konsentrasi biomassa pada fasa
ini berada dalam keadaan maksimum, yaitu berlangsung selama 240 menit.
Hasil metabolisme pada fasa ini adalah metabolit sekunder, yang merupakan
inhibitor dan bersifat racun. Pada fasa ini nutrien mulai habis sehingga
asupan nutirisi bagi Saccharomyces cerevisiae berkurang. Berkurangya
nutrien ini menyebabkan adanya persaingan antar mikroba yang
mengakibatkan semakin cepatnya kematian.

f. Fasa Kematian

Pada fasa ini semua aktifitas kehidupan Saccharomyces cerevisiae terhenti,


karena sudah tidak ada lagi energi untuk melakukan metabolisme. Fasa ini
berlangsung mulai dari menit ke – 500.

Media pertumbuhan yang tersisa setelah percobaan selesai dilakukan adalah


sebanyak 490 ml atau 79% dari volume media pertumbuhan awal.
Sedangkan, volume yang tersisa idealnya adalah 75% dari volume awalnya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

1. Nuntrien

Nutrien yang digunakan sebagai media pertumbuhan Saccharomyces


cerevisiae pada praktikum ini adalah GYEB (Glukosa, Yeast Extract,
Beads). GYEB mengandung 9.5 x 10-3 % pepton, 4.75 x 10-3% yeast
extract, 0.95% aquades, 0.019% glukosa, dan 0.017% agar – agar.
GYEB merupakan nutrien yang cocok bagi pertumbuhan Saccharomyces
cerevisia. Hal ini ditunjukkan dengan baiknya pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae yang dapat dilihat dari kurva pertumbuhan .

2. Suhu

Suhu yang digunakan selama inkubasi adalah 300C. Pada suhu ini
Saccharomyces cerevisiae tumbuh baik karena menurut literatur, suhu
optimum Saccharomyces cerevisiae adalah 28-32oC.

3. Pengadukan

Proses pengadukan berpengaruh terhadap homogenitas sehingga


Saccharomyces cerevisiae tersebar dengan merata.

Kesimpulan

1. Media yang cocok untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah


media GYEB dengan komposisi 9,5x10-3% pepton, 4,75x10-3% yeast extract,
0,95% aquadest, 0,019% glukosa, 0,017% agar-agar

2. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang bersifat anaerob

3. Laju Saccharomyces cerevisiae memiliki suhu pertumbuhan optimum 36oC

Anda mungkin juga menyukai