Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010, h. 69.
2
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh
Muamalat), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, h. 113.
3
Wahbah Az Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema
Insani, 2011, hlm. 25.
25
26
pula jual beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah,
karena ia termasukjual beli barang yang tidak disenangi.4
Sayyid Sabiq mendefinisikan jual beli sebagai suatu
pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan atau
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.5
Imam An Nawawi mendefinisikan jual beli adalah
saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan
milik.
Abu Qudamah mendefinisikan jual beli adalah saling
menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan
milikdan pemilikan.6
Menurut Ulama Malikiyah, jual beli adalah akad
mu‟awadhoh (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan
pula untuk menikmati kesenangan. Dari definisi tersebut dapat
dipahami bahwa jual beli adalah akad mu‟awadhoh, yaitu
akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu penjual dan
pembeli yang objeknya bukan manfaat, yakni benda dan
bukan untuk kenikmatan seksual.
Menurut Ulama Syafi‟iyah memberikan definisi jual
beli adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta
dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk
4
Ibid, h. 26.
5
Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Prenada
Media Grup, 2010, h. 67.
6
Ibid, h. 68.
27
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
7
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2010, h.
176.
28
Artinya : “ Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli;
dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah
kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-
Baqarah: 282)
8
Departement Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya ( Bandung:
CV Penerbit Jumanatul ali ART ), hlm. 77.
9
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh
Muamalat), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, h.115.
29
10
Ibid, h. 47.
11
Ibid, h. 31.
12
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani,Terjemah Lengkap Bulughul
Maram, terj. Abdul Rosyid Siddiq, Jakarta: Akbar, 2007, hlm. 345.
30
3. Ijma‟
Berdasarkan ijma‟ ulama‟, jual beli dibolehkan dan telah
14
dipraktekkan sejak masa Rasulullah hingga sekarang. Para
ulama‟ dan seluruh umat Islam sepakat tentang
diperbolehkannya jual beli karena hal ini sangat dibutuhkan
oleh manusia pada umumnya. Ijma‟ ini memberikan hikmah
bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang
ada dalam kepemilikan orang lain.15Dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari tidak semua orang memiliki apa yang
dibutuhkannya. Apa yang dibutuhkannya kadang-kadang
berada ditangan orang lain. Dengan jalan jual beli, maka
manusia saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.Jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
13
Hafidz Abi Abdullah Muhammad ibn Yazid al-Qazwini, Sunan
Ibnu Majah Jiid 2, Darul Fikri, 207-275 H, hlm. 724.
14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, h.
121.
15
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010,h. 73.
31
16
Rachmat Syafei, op.cit.
17
Ahmad Wardi Muslich, op.cit, h. 178.
32
18
Abdul Rahman Ghazaly dkk, op.cit, h. 70.
33
19
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalah Sistem Transaksi
Dalam Islam, Jakarta: Amzah, 2010, h. 28.
34
20
Abdul Rahman Ghazaly, op.cit, h. 71.
35
21
Dimyauddin Djuwaini, op. cit, h. 76.
22
Abdul Aziz Muhammad Azzam, op.cit, h. 29.
36
atau tindakan yang lahir pertama kali dari salah satu yang
berakad disebut ijab, kemudian ucapan atau tindakan yang
lahir sesudahnya disebut qabul.23
Ulama‟ fiqih sepakat menyatakan, bahwa urusan
utama dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak.
Kerelaan ini dapat terlihat pada saat akad berlangsung. Ijab
dan qobul harus diungkapkan secara jelas dalam transaksi
yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual
beli dan sewa-menyewa.
Apabila ijab dan qobul telah diucapkan dalam akad
jual beli, maka pemilikan barangdan uang telah berpindah
tangan. Ulama‟ fiqih menyatakan bahwa syarat ijab dan
qobul itu adalah sebagai berikut
a. Orang yang mengucapkannyatelah akil baligh dan
berakal (Jumhur Ulama) atau telah berakal (Ulama
Madzab Hanafi), sesuai dengan perbedaan mereka
dalam menentukan syarat-syarat seperti telah
dikemukakan diatas.
b. Kabul sesuai dengan ijab. Contohnya “ Saya jual sepeda
ini dengan harga sepuluh ribu”, lalu pembeli menjawab
“ Saya beli dengan harga sepuluh ribu”.
23
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, Yogyakarta :Teras, 2011, h. 56.
37
24
Abdul rahman Ghazali dkk, op.cit, h. 74.
38
d. Dlarar
Adanya bahaya atau kerugian yang akan diterima
oleh penjual ketika terjadi serah terima barang. Namun,
jika penjual merasa nyaman dengan penyerahan objek
transaksi tersebut maka jual beli akan tetap sah.
Misalnya, menjual lengan baju, pintu mobil, dll.
e. Gharar
Adanya ketidakpastian tentang objek transaksi,
baik dari segi kriteria maupun keberadaan objek
tersebut. Sehingga keberadaan objek tersebut masi
diragukan oleh pembeli.
f. Tauqit
Tauqit, yaitu transaksi jual beli yang dibatasi
dengan waktu tertentu. Misalnya, menjual mobil
dengan batasan waktu kepemilkan selama satu tahun,
setelah satu tahun lewa maka kepemilkian mobil mobil
kembali keapad penjual. Transaksi jual beli ini fasid
adanya.
Terdapat beberapa syarat khusus yang
diperuntukkan untuk akad-akad tertentu, yaitu :
a. Sempurnanya syarat-syarat dalam akad salam.
b. Serah terima kedua komoditas sebelum berpisah
dalam konteks jual beli valas.
41
25
Dimyauddin Djuwaini, op.cit, h. 81.
42
3) khiyar „aib
Merupakan hak yang dimiliki dan disepakati kedua
pelaku transaksi jika ada cacat pada barang maka salah
satunya bisa meneruskan atau membatalkan transaksi.
4) khiyar ru‟yah
Merupakan hak untuk meneruskan atau membatalkan
jual beli ketika selesai melihat barang.
5) khiyar ta‟yiin
Merupakan hak yang dimiliki pembeli untuk
menentukan salah satu dari kedua barang yang telah
ditawarkan kepadanya untuk dibeli.
6) khiyar washfi
Merupakan hak yang dimiliki pembeli untuk
meneruskan atau membatalkan jual beli jika barang
yang dilihatnya tidak sesuai dengan kesepakatan.
7) khiyar ghubni
Merupakan hak yang dimiliki pembeli untuk
meneruskan atau membatalkan jual beli jika ternyata
penjual menjual barang dengan harga yang lebih mahal
dari ketentuan pasar.26
26
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam…, h. 58.
44
27
M. Ali Hasan, op.cit, h. 127.
45
28
Ahmad Wardi Muslich, op.cit, h. 204.
46
29
Ibid, h. 206.
47
30
M. Ali Hasan, op.cit, h. 128.
31
Ahmad Wardi Muslich, op.cit, h. 202.
32
Ibid.
48
33
Ghufron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja
Grafindo Pustaka, 2002, hlm. 131.
51
ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pada saling
tukar menukar, dimana seseorang memberikan apa yang ia
miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang
berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing.34
34
Ibid, h.89.