Di Ruang Hemodialisa
Disusun Oleh:
SUFYANA SAMMA
19310150
i
A. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel
dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih
tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan
mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi
(aplikasi tekakan eksternal pada membran).
0
1
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien.
B. Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan
kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis,
uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan
diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
C. Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi
utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi
karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada
ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal
dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan
menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah
satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua
2
gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien
dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya
untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik
terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi
ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-gejala.Hemodialisis biasanya
dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya
sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih
penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.
D. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara
lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa
disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam
dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15
jam/minggu dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut
Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan
garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
3
menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.
F. Indikasi
1. Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional
gagal mempertahankan RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
4
Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi
G. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua
factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
5
H. PROSEDUR HEMODIALISA
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan
sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke
dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV
pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem
sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma
ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan
untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik
sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan
obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
8
Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
Buka klem dari infus set ABL, VBL
Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan
lebih dari 200 mmHg).
Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit,
siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
Menimbang berat badan
Mengatur posisi pasien
Observasi keadaan umum
Observasi tanda-tanda vital
Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
- Dengan interval A-V shunt / fistula simino
- Dengan external A-V shunt / schungula
- Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
10
J. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji
jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah
yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen
urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus
menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
K. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
11
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
L. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
Riwayat penyakit, tahap penyakit
Usia
Keseimbangan cairan, elektrolit
Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
Respon terhadap dialysis sebelumnya.
Status emosional
Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
Tekanan darah: hipotensi
Keluhan: pusing, palpitasi
Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
M. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
12
1. Pre HD
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas,
Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,
retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat
singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema,
Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan
tekanan darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
& muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri
abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada
makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
4. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak
waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5. Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit
cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument,
atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.
2. Intra HD
1. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan
& pemeliharaan akses vaskuler.
2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
3. Post HD
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
2. Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan
citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan
perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon
nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh
(mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif
tentang sesuatu
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
14
O. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pre HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Pola nafas tidakSetelah diberikan asuhan1. Observasi penyebab 1. Untuk
efektif b.d edemakeperawatan selama nafas tidak efektif menentukan
paru, asidosis1x24 jam diharapkan 2. Observasi respirasi & tindakan yang
metabolic, Hb ≤ 7Pola nafas efektif setelah nadi harus segera
gr/dl, Pneumonitisdilakukan tindakan HD3. Berikan posisi semi dilakukan
dan Perikarditis 4-5 jam, dengan Kriteria fowler 2. Menentukan
hasil: 4. Ajarkan cara nafas tindakan
Nafas 16-28 x/m yang efektif 3. Melapangkan
edema paru hilan 5. Berikan O2 dada klien
tidak sianosis 6. Lakukan SU pada saat sehingga nafas
HD lebih longgar
7. Kolaborasi pemberian 4. Hemat energi
tranfusi darah sehingga nafas
8. Kolaborasi pemberian tidak semakin
antibiotic berat
9. Kolaborasi foto torak 5. Hb rendah,
10. Evaluasi kondisi edema, paru
klien pada HD pneumonitis,
berikutnya asidosis,
11. Evaluasi kondisi perikarditis
klien pada HD menyebabkan
berikutnya suplai O2 ke
jaringan <
15
6. SU adalah
penarikan secara
cepat pada HD,
mempercepat
pengurangan
edema paru
7. Untuk ↑Hb,
sehingga suplai
O2 ke jaringan
cukup
8. Untuk mengatasi
infeksi paru &
perikard
9. Follou up
penyebab nafas
tidak efektif
10. Mengukur
keberhasilan
tindakan
11. Untuk follou up
kondisi klien
masukan protein
yang tidak adekuat,
edema,
18
penyembuhan yang
lama, albumin serum
turun
4 Ansietas b.d krisisSetelah dilakukan1. Evaluasi respon1. Ketakutan dapat terjadi
situasional asuhan keperawatan verbal dan non karena nyeri hebat,
selama 1x24 jam verbal pasien. meningkatkan perasaan
diharapkan kesadaran2. Berikan penjelasan sakit, dan kemungkinan
pasien terhadap perasaan hubungan antara pembedahan
dan cara yang sehat proses penyakit dan2. Meningkatkan
untuk menghadapi gejalanya. pemahaman,
masalah 3. Berikan kesempatan mengurangi rasa takut
Kriteria hasil : pasien untuk karena ketidaktahuan,
Melaporkan ansietas mengungkapkan isi dan dapat membantu
menurun sampai tingkat pikiran dan perasaan menurunkan ansietas.
dapat ditangani. takutnya. 3. Mengungkapkan rasa
Tampak rileks. 4. Catat perilaku dari takut secara terbuka
orang dimana rasa takut dapat
terdekat/keluarga ditujukan.
yang meningkatkan4. Orang
peran sakit pasien. terdekat/keluarga
5. Identifikasi sumber mungkin secara tidak
yang mampu sadar memungkinkan
menolong. pasien untuk
mempertahankan
ketergantungan dengan
melakukan sesuatu
yang pasien sendiri
mampu melakukannya.
5. Memberikan
keyakinan bahwa
19
b. Intra HD
20
c. Post HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Intoleransi Setelah dilakukan1. Observasi faktor 1. Menyediakan informasi
aktivitas b.dtindakan keperawatan yang menimbulkan tentang indikasi tingkat
keletihan, anemia,& HD, selama 1x24 keletihan: Anemia, keletihan
22
P. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Q. EVALUASI
a. Pre HD
1. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
2. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
3. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimban
DAFTAR PUSTAKA
25
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta,
EGC.
Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal 23
Desember 2014 Pada : http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-
pendahuluan-hemodialisa.html
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI
Jakarta.