Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

Di Ruang Hemodialisa

Disusun Oleh:
SUFYANA SAMMA
19310150

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
2019/2020

i
A. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel
dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih
tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan
mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi
(aplikasi tekakan eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari


selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.
Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi
kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati
pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut
gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Sistem ginjal buatan:

0
1

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien.

B. Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan
kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis,
uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan
diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.

C. Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi
utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi
karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada
ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal
dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan
menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah
satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua
2

gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien
dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya
untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik
terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi
ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-gejala.Hemodialisis biasanya
dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya
sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih
penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.

D. Tujuan

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara
lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa
disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam
dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15
jam/minggu dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut
Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan
garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
3

menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses
hemodialisa.

E. Prinsip prinsip yang mendasari hemodialiasis

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksik dari


dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh
pasien ke tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan lagi
ke tubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu:
difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke
cairan dialisis dengan konsenterasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan di
keluarkan dari dalam tubuh di keluarkan melalui proses osmosis. Pengeluaran
air dapat di kendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain
bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke
tekanan yang lebih rendah (cairan dialist).
Gradient ini dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif
yang dikenal sebagai ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan negatif diterapkan
pada alat fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekresikan
air, kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai
isovolemia (keseimbangan cairan).

F. Indikasi
1. Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional
gagal mempertahankan RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
4

- Malaria falciparum fulminant


- Leptospirosis
2. Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
-
3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Serum kreatinin > 2 mg%/hari
- Hiperkalemia
- Overload cairan yang parah
- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi
G. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua
factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
5

2. Dialisat atau Cairan dialysis


Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama
dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran
dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri
terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada
pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan
reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit
kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien
tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada
kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta
pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi
pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk
pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan

H. PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa


keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang
besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
6

Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan
institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan
sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke
dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV
pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem
sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma
ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan
untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik
sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke


dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
7

kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan
obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
8

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan


dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

I. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa


1. Perawatan sebelum hemodialisa
 Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
 Kran air dibuka
 Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
 Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
 Hidupkan mesin
 Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
 Matikan mesin hemodialisis
 Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
 Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
 Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
 Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
 Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inlet” (tanda merah) diatas
dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
 Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
 Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
 Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
 Hubungkan set infus ke slang arteri
 Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
9

 Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
 Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
 Buka klem dari infus set ABL, VBL
 Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
 Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
 Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan
lebih dari 200 mmHg).
 Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
 Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
 Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
 Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
 Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
 Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit,
siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
 Menimbang berat badan
 Mengatur posisi pasien
 Observasi keadaan umum
 Observasi tanda-tanda vital
 Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
- Dengan interval A-V shunt / fistula simino
- Dengan external A-V shunt / schungula
- Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
10

J. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji
jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah
yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen
urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus
menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

K. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
11

6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

L. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
 Riwayat penyakit, tahap penyakit
 Usia
 Keseimbangan cairan, elektrolit
 Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
 Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
 Respon terhadap dialysis sebelumnya.
 Status emosional
 Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
 Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
 Tekanan darah: hipotensi
 Keluhan: pusing, palpitasi
 Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

M. Pemeriksaan Penunjang

Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
12

N. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani


hemodialisa:

1. Pre HD
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas,
Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,

retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat
singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema,
Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan
tekanan darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
& muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri
abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada
makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.
4. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak
waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5. Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit
cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument,
atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.
2. Intra HD
1. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan
& pemeliharaan akses vaskuler.
2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
3. Post HD
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan

prosedur dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih,


dispnea setelah beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon
tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
13

2. Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan
citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan
perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon
nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh
(mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif
tentang sesuatu
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
14

O. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pre HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Pola nafas tidakSetelah diberikan asuhan1. Observasi penyebab 1. Untuk
efektif b.d edemakeperawatan selama nafas tidak efektif menentukan
paru, asidosis1x24 jam diharapkan 2. Observasi respirasi & tindakan yang
metabolic, Hb ≤ 7Pola nafas efektif setelah nadi harus segera
gr/dl, Pneumonitisdilakukan tindakan HD3. Berikan posisi semi dilakukan
dan Perikarditis 4-5 jam, dengan Kriteria fowler 2. Menentukan
hasil: 4. Ajarkan cara nafas tindakan
Nafas 16-28 x/m yang efektif 3. Melapangkan
edema paru hilan 5. Berikan O2 dada klien
tidak sianosis 6. Lakukan SU pada saat sehingga nafas
HD lebih longgar
7. Kolaborasi pemberian 4. Hemat energi
tranfusi darah sehingga nafas
8. Kolaborasi pemberian tidak semakin
antibiotic berat
9. Kolaborasi foto torak 5. Hb rendah,
10. Evaluasi kondisi edema, paru
klien pada HD pneumonitis,
berikutnya asidosis,
11. Evaluasi kondisi perikarditis
klien pada HD menyebabkan
berikutnya suplai O2 ke
jaringan <
15

6. SU adalah
penarikan secara
cepat pada HD,
mempercepat
pengurangan
edema paru
7. Untuk ↑Hb,
sehingga suplai
O2 ke jaringan
cukup
8. Untuk mengatasi
infeksi paru &
perikard
9. Follou up
penyebab nafas
tidak efektif
10. Mengukur
keberhasilan
tindakan
11. Untuk follou up
kondisi klien

2 Kelebihan volumeSetelah diberikan asuhan1. Observasi status 1. Pengkajian merupakan


cairan b.dkeperawatan selama cairan, timbang bb dasar untuk
penurunan haluaran1x24 jam diharapkan pre dan post HD, memperoleh data,
urine, diet cairanKeseimbangan volume keseimbangan pemantauan 7 evaluasi
berlebih, retensicairan tercapai setelah masukan dan dari intervens
cairan & natrium dilakukan HD 4-5 jam haluaran, turgor kulit2. Pembatasan cairan akan
dengan Kriteria Hasil: dan edema, distensi menetukan dry weight,
BB post HD sesuai dry vena leher dan haluaran urine & respon
16

weight monitor vital sign terhadap terapi.


Edema hilang 2. Batasi masukan3. UF & TMP yang sesuai
Retensi 16-28 x/m cairan pada saat akan ↓ kelebihan
Kadar natrium darah priming & wash out volume cairan sesuai dg
132-145 mEq/l HD target BB edeal/dry
3. Lakukan HD dengan weight
UF & TMP sesuai dg4. Sumber kelebihan
kenaikan bb cairan dapat diketahui
interdialisis 5. Pemahaman ↑kerjasama
4. Identifikasi sumber klien & keluarga dalam
masukan cairan masa pembatasan cairan
interdialisis 6. Kebersihan mulut
5. Jelaskan pada mengurangi kekeringan
keluarga & klien mulut, sehingga ↓
rasional pembatasan keinginan klien untuk
cairan minum
6. Motivasi klien untuk
↑ kebersihan mulut

3 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan1. Observasi status 1. Sebagai dasar untuk


nutrisi, kurang darikeperawatan selama nutrisi: Perubahan memantau perubahan &
kebutuhan tubuh b.d1x24 jam diharapkan BB intervensi yang sesuai
anoreksia, mual &Keseimbangan nutrisi2. Pengukuran 2. Pola diet dahulu &
muntah, pembatasantercapai setelah antropometr Nilai sekarang berguna untuk
diet dan perubahandilakukan HD yang lab. (elektrolit, BUN, menentukan menu
membrane mukosasdekuat (10-12 jam/mg) kreatinin, kadar3. Memberikan informasi,
oral selama 3 bulan, diet albumin, protein faktor mana yang bisa
protein terpenuhi,3. Observasi pola diet dimodifikasi.
dengan 4. Observasi faktor 4. Tindakan HD yang
Kriteria Hasil: yang berperan dalam adekuat, ↓ kejadian
17

Tidak terjadi merubah masukan mual-muntah &


penambahan atau ↓ BB nutrisi anoreksia, sehingga ↑
yang cepat 5. Kolaborasi nafsu makan
Turgor kulit normal menentukan 5. Pemberian albumin
tanpa udema tindakan HD 4-5 jam lewat infus iv akan ↑
Kadar albumin plasma 2-3 minggu albumin serum
3,5-5,0 gr/dl 6. Kolaborasi 6. Protein lengkap akan ↑
Konsumsi diet nilai pemberian infus keseimbangan nitrogen
protein tinggi albunin 1 jam7. Kalori akan ↑ energi,
terakhir HD memberikan
7. Tingkatkan masukan kesempatan protein
protein dengan nilai untuk pertumbuhan
biologi tinggi: telur, ↑ pemahaman klien
daging, produk susu sehingga mudah
8. Anjurkan camilan menerima masukan
rendah protein,8. Untuk menentukan
rendah natrium, status cairan & nutrisi
tinggi kalori diantara9. Penurunan protein dapat
waktu makan ↓ albumin,
9. Jelaskan rasional pembentukan udema &
pembatasan diet, perlambatan
hubungan dengan penyembuhan
penyakit ginjal dan
↑urea dan kreatinin
10. Anjurkan timbang
BB tiap hari
11. Observasi adanya

masukan protein
yang tidak adekuat,
edema,
18

penyembuhan yang
lama, albumin serum
turun
4 Ansietas b.d krisisSetelah dilakukan1. Evaluasi respon1. Ketakutan dapat terjadi
situasional asuhan keperawatan verbal dan non karena nyeri hebat,
selama 1x24 jam verbal pasien. meningkatkan perasaan
diharapkan kesadaran2. Berikan penjelasan sakit, dan kemungkinan
pasien terhadap perasaan hubungan antara pembedahan
dan cara yang sehat proses penyakit dan2. Meningkatkan
untuk menghadapi gejalanya. pemahaman,
masalah 3. Berikan kesempatan mengurangi rasa takut
Kriteria hasil : pasien untuk karena ketidaktahuan,
Melaporkan ansietas mengungkapkan isi dan dapat membantu
menurun sampai tingkat pikiran dan perasaan menurunkan ansietas.
dapat ditangani. takutnya. 3. Mengungkapkan rasa
Tampak rileks. 4. Catat perilaku dari takut secara terbuka
orang dimana rasa takut dapat
terdekat/keluarga ditujukan.
yang meningkatkan4. Orang
peran sakit pasien. terdekat/keluarga
5. Identifikasi sumber mungkin secara tidak
yang mampu sadar memungkinkan
menolong. pasien untuk
mempertahankan
ketergantungan dengan
melakukan sesuatu
yang pasien sendiri
mampu melakukannya.
5. Memberikan
keyakinan bahwa
19

pasien tidak sendiri


dalam menghadapi
masalah

5. Kerusakan integritasSetelahdilakukanaskepse1. Observasi kulit dengan1. Mengetahui efek yang


kulit berhubunganlama 3x 24 jam sering terhadap efek terjadi pada kulit.
dengan kerusakandiharapkanintegritaskulit samping kanker 2. Mengurangi iritasi pada
jaringan akibatpasienterjagadengan 2. Mandikan dengan kulit.
radiasi criteria hasil : menggunakan air3. Mencegah terjadinya
hangat dan sabun perlukaan pada kulit.
- Kulitpasiennampakbers ringan 4. Mencegah iritasi pada
ih. 3. Hindari menggosok kulit pasien
- Menunjukkan atau menggarukarea 5. Mencegah terjadinya
perubahan yang minimal4. Anjurkan pasien untuk perlukaan.
pada kulit dan menghindari krim kulit6. Memberikan asupan
menghindari trauma apapun, bedak, salep nutrisi pada kulit dan
pada area kulit yang apapun kecuali mencegah agar kulit
sakit. diijinkan dokter tidaak kering.
5. Hindarkan pakaian7. Mengetahui perubahan
yang ketat pada aea yang terjadi pada kulit
tersebut. pada saat pengobatan
6. Oleskan vitamin A dan kemoterapi.
D pada area tersebut.
7. Tinjau ulang efek
samping dermatologis
yang dicurigai pada
kemoterapi.

b. Intra HD
20

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


hasil
1 Resiko cedera b.dSetelah dilakukan1. Observasi 1. AV yg sudah tidak baik
akses vaskuler &asuhan keperawatan kepatenan AV bila dipaksakan bisa
komplikasi selama 1x24 jam shunt sebelum HD terjadi rupture vaskuler
sekunder terhadapdiharapkan pasien tidak2. Monitor kepatenan 2. Posisi kateter yg berubah
penusukan &mengalami cedera kateter sedikitnya dapat terjadi rupture
pemeliharaan dengan Kriteria hasil: setiap 2 jam vaskuler/embol
akses vaskuler. Kulit pada sekitar AV3. Observasi warna 3. Kerusakan jaringan dapat
shunt utuh/tidak rusak kulit, keutuhan didahului tanda
Pasien tidak mengalami kulit, sensasi kelemahan pada kulit,
komplikasi HD sekitar shunt lecet bengkak, ↓sensasi
4. Monitor TD 4. Posisi baring lama stlh
setelah HD HD dpt menyebabkan
5. Lakukan orthostatik hipotensi
heparinisasi pada 5. Shunt dapat mengalami
shunt/kateter pasca sumbatan & dapat
HD dihilangkan dg heparin
6. Cegah terjadinya 6. Infeksi dapat
infeksi pd area mempermudah kerusaka
shunt/penusukan n jaringan
kateter

2 Resiko terjadi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda1. Penurunan trombosit


perdarahan asuhan keperawatan penurunan trombosit merupakan tanda adanya
berhubungan selama 1x4jam, yang disertai tanda kebocoran pembuluh
dengan diharapkan tidak terjadi klinis. darah yang pada tahap
penggunaan perdarahan dengan 2. Anjurkan pasien tertentu dapat
heparin dalam Kriteria hasil : untuk banyak menimbulkan tanda-
21

proses hemodialisa TD 120/80 mmHg, istirahat (bedrest) tanda klinis seperti


N: 80-100x/menit3. Berikan penjelasan epistaksis, ptekie
reguler, pulsasi kuat kepada klien dan2. Aktifitas pasien yang
Tidak ada tanda keluarga untuk tidak terkontrol dapat
perdarahan lebih lanjut, melaporkan jika ada menyebabkan terjadinya
trombosit meningkat. tandaperdarahan perdarahan
seperti: 3. Keterlibatan pasien dan
hematemesis, keluarga dapat membantu
melena, epistaksis. untuk penaganan dini
4. Antisipasi adanya bila terjadi perdarahan
perdarahan: gunakan4. Mencegah terjadinya
sikat gigi yang perdarahan lebih lanjut.
lunak, pelihara5. Dengan trombosit yang
kebersihan mulut, dipantau setiap hari,
berikan tekanan 5-10 dapat diketahui tingkat
menit setiap selesai kebocoran pembuluh
ambil darah darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami
5. Kolaborasi, monitor
pasien.
trombosit setiap hari

c. Post HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Intoleransi Setelah dilakukan1. Observasi faktor 1. Menyediakan informasi
aktivitas b.dtindakan keperawatan yang menimbulkan tentang indikasi tingkat
keletihan, anemia,& HD, selama 1x24 keletihan: Anemia, keletihan
22

retensi produkjam diharapkan klien Ketidakseimbangan 2. Meningkatkan aktifitas


sampah danmampu berpartisipasi cairan & elektrolit, ringan/sedang &
prosedur dialisis dalam aktivitas yang Retensi produk memperbaiki harga diri
dapat ditoleransi, sampah depresi 3. Mendorong latihan &
dengan Kriteria Hasil: 2. Tingkatkan aktifitas yang dapat
Berpartisipasi dalam kemandirian dalam ditoleransi & istirahat yang
aktivitas perawatan aktifitas perawatan adekuat
mandiri yang dipilih diri yang dapat 4. Istirahat yang adekuat
Berpartisipasi dalam ↑ ditoleransi, bantu jika dianjurkan setelah dialisis,
aktivitas dan latihan keletihan terjadi karena adanya perubahan
Istirahat & aktivitas3. Anjurkan aktivitas keseimbangan cairan &
seimbang/bergantian alternatif sambil elektrolit yang cepat pada
istirahat proses dialisis sangat
4. Anjurkan untuk melelahkan
istirahat setelah
dialisis
2 Harga diri rendahSetelah diberikan1. Observasi respon &1. Menyediakan data klien &
b.d asuhan keperawatan reaksi klien & keluarga dalam
ketergantungan, selama 1x24 jam keluarganya terhadap menghadapi perubahan
perubahan perandiharapkan penyakit & hidup
dan perubahanMemperbaiki konsep penanganannya. 2. Penguatan & dukungan
citra tubuh dandiri, dengan 2. Observasi hubungan terhadap klien
fungsi seksual Kriteria Hasil: klien dan keluarga diidentifikasi
Pola koping klien dan terdekat 3. Pola koping yang efektif
keluarga efektif 3. Observasi pola dimasa lalu bisa berubah
Klien & keluarga bisa koping klien & jika menghadapi penyakit
mengungkapkan keluarganya & penanganan yang
perasaan & reaksinya4. Ciptakan diskusi ditetapkan sekarang
terhadap perubahan yang terbuka tentang4. Klien dapat
hidup yang diperlukan perubahan yang mengidentifikasi masalah
23

terjadi akibat dan langkah-langkah yang


penyakit & harus dihadapi
penangannya 5. Bentuk alternatif aktifitas
Perubahan peran, seksual dapat diterima.
Perubahan gaya6. Seksualitas mempunyai arti
hidup, Perubahan yang berbeda bagi tiap
dalam pekerjaan, individu, tergantung dari
Perubahan seksual maturitasnya.
dan Ketergantungan
dg center dialisis
5. Gali cara alternatif
untuk ekspresikan
seksual lain selain
hubungan seks
6. Diskusikan peran
memberi dan
menerima cinta,
kehangatan dan
kemesraan
3 Resiko infeksi b.dSetelah diberikan1. Pertahankan area1. Mikroorganisme dapat
prosedur invasifasuhan keperawatan steril selama dicegah masuk kedalam
berulang selama 3x24 jam penusukan kateter tubuh saat insersi katete
diharapkan 2. Pertahankan teknik2. Kuman tidak masuk
Pasien tidak steril selama kontak kedalam area insersi
mengalami infeksi dg akses vaskuler:3. Inflamasi/infeksi ditandai
dengan Kriteria Hasil: penusukan, dg kemerahan, nyeri,
Suhu tubuh normal pelepasan kateter bengkak
(36-37 C) 3. Monitor area akses4. Gizi yang baik ↑daya
Tak ada kemerahan HD terhadap tahan tubuh
sekitar shunt kemerahan, bengkak,5. Pasien HD mengalami
24

Area shunt tidak nyeri sakit kronis, ↓imunitas


nyeri/bengkak 4. Beri pernjelasan
pada pasien
pentingnya ↑status
gizi
5. Kolaborasi
pemberian antibiotik

P. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang


direncanakan.

Q. EVALUASI

a. Pre HD
1. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
2. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
3. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimban

4. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangan

5. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan


b. Intra HD
1. Resiko cedera tidak terjadi
2. Tidak terjadi perdarahan
c. Post HD
1. Dapat beraktivitas seperti biasa
2. Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
3. Tidak terjadi infeksi

DAFTAR PUSTAKA
25

Ariany, Arin. 2013. Asuhan Keperawatan Hemodialisis. Di akses pada tanggal 23


Desember 2014 pada :http://arinariany.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-
hemodialisis.html

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses


keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan


untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih
bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta,
EGC.
Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal 23
Desember 2014 Pada : http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-
pendahuluan-hemodialisa.html

Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai