Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

PENYAKIT EMFISEMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Mata Ajar : Ni Ketut Kardiyudiani, S.Kep.,Ns., M.Kep., Sp KMB

Kelas II D

Disusun oleh :

1. Siwi Aji Valentina (2920183415)


2. Tenti Indriyani (2920183416)
3. Tyesa Wisnu Aji (2920183417)
4. Ulfa Zumaro (2920183418)
5. Uut Nurul Fitroh (2920183419)
6. Wakhidatul Nur Khasanah (2920183420)
7. Yaasinta Dewi Setiyani (2920183421)
8. Yolanda Eka Safitri (2920183422)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
Daftar Isi

Halaman judul

Daftar isi .................................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Tujuan ........................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan

A. Pengertian ...................................................................................................... 2
B. Etiologi .......................................................................................................... 2
C. Manifestasi klinis .......................................................................................... 3
D. Patofisiologi .................................................................................................. 3
E. Pemeriksaan penunjang ................................................................................. 5
F. Komplikasi .................................................................................................... 6
G. Penatalaksanaan ............................................................................................ 6
H. Asuhan Keperawatan .................................................................................... 7

BAB III Penutup

A. Kesimpulan ................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................. 10

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Emfisema paru merupakan sutau keadaan abnormal pada anatomi paru dengan
adanya kondisi kliniks berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveolus. Kondisi ini merupakan
tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Pada kenyataanya, ketika klien mengalami gejala emfisema, fungsi paru sudah
mengalami kerusakan permanen yang diserati dengan bronchitis obstruksi. Kondisi ini
merupakan penyebab utama kecacatan (Wahid, 2013).
Diagnosis emfisema paru dapat ditetapkan menggunakan pendekatan
pathogenesis destruksi serat elastin MES mengalami kesulitan sehingga cara yang
digunakan berdasarkan manifestasi klinis, yaitu dengan jalan melakukan pengukuran
derajat abnormalistas faal paru. Terdapat dua factor utama penyebab timbulnya
emfisema paru yaitu factor endogen dan eksogen (Wahid, 2013).
Emfisema adalah penyakit umum, tetapi insidensi pastinya sulit dikirakan
karena didagnosis, yang didasarkan pada morfologi, hanya dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan paru saat auotopsi. Secara umum emfisema terdapat pada 50% orang
dewasa yang diautopsi. Emfisema lebih sering ditemukan pada laki-laki (Wahid,
2013).
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi emfisema.
2. Mengetahui etiologi emfisema.
3. Mengetahui manifestasi klinis emfisema.
4. Mengetahui patofisiologi emfisema.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang emfisema.
6. Mengetahui komplikasi emfisema.
7. Mengetahui penatalaksanaan emfisema.
8. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit emfisema.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli enjadi kaku dan mengembang
dan terus-menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi. Emfisema merupakan
morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari
bronkiolus terminal dengan distruksi dindingnya. Emfisema dalah penyakit obstruktif
kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Utama, 2017).
Emfisema dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan
akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak bleb atau bula (ruang
uadara) kolaps bronkhiolus pada ekspirasi (jebakan udara) (Marunung, 2016).
B. Etiologi
Etiologi emfisema menurut (Utama, 2017) :
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diantaranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imunoglobulin E (IgE) dalam serum, adanya hiperesponsif
bronkus, riwayat peyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein
alfa – 1 anti tripsin.

2. Hipotesis Elastae-Anti Elastase


Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan kesimbangan
menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema.

3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan napas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran
pernapasan.

4. Infeksi

2
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti
pneumonia, bronkitis akut dan asma bronkial, dapat mengarah pada obstruksi
jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan infeksi paru bagian
dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di
isolasinpaling banyak adalah Haemophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae.

5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Polusi
udara dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag
alveolar.

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut (Utama, 2017) :
1. Batuk kronis, sesak nafas, takipnea
2. Melakukan aktifitas ringan menyebabkan dispnea dan keletihan.
3. Pada inspeksi dada terdapat suara “tong” yang artinya terdapat udara yang
terjebak kehilangan masa otot dan terdapat pernafasan mulut.
4. Anoreksia dengan penurunan berat badan serta kelemahan

Menurut (Marunung, 2016) :

1. Dyspnea pada gerak badan menunjukkan distress pernafasan akut.


2. Menggunakan otot-otot aksesorius untuk bernafas, wajah merah.
3. Kurus dengan barrel chest
4. Mual, muntah
5. Batuk nafas cepat, kadang lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur
6. Terdapat nafas bibir
7. Bunyi nafas adventius : mengi
8. Tabuh pada jari-jari.
D. Patofisiologi
Menurut (Utama, 2017) :
1. Hilangnya elatisitas paru

3
Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran napas kecil dengan cara
merusakkan serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar
kehilangan alastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau
menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi
membesar.
2. Hiperinflasi paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru kembali kepada posisi istirahat
normal selama ekspirasi
3. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan sebagai kompensasinya membentuk suatu
bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X
4. Kolaps jalan napas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan posistif intraorak
akan menyebabkan kolapsnya jalan napas (alveoli).
Pathway
Menurut Maranung, 2016

4
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut (Utama, 2017) :
1. Chest X-ray
Menunjukkan hiperinflansi paru-paru, diafragma mendatar, peningkatn ruang
udara restorsternal, penurunan tanda vascular/bullae (emfisema), peningkatan
bentuk bronkovaskular (bronkitis) dan normal ditemukan pada saat periode
remisi (asma).
2. Pemeriksaaan paru-paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan
abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau retriksi, memperkirakan
tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
3. TLC
Meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada asma, tetapi menurun pada
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi
Menurun pada emfisema
5. FEVI/FVC
Untuk mengetahui rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap kapasitas
vital (FVC), rasio menjadi menurun pada bronkitis dan asma.
6. ABGs
Menunjukkan proses penyakit kronis , sering kali PO2 dan PCO2 meningkat
(karena bronchitis & emfisema).seringkali menurun pada asma dengan PH
normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
7. Bronkogram
Menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi, kolaps bronkial pada tekanan
ekspirasi (emfisema) dan pembesaran kelenjar mucus (bronchitis).
8. Darah lengkap
Menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
peningkatan eosinophil (asma).
9. Kimia darah menganalisis keadaan α1-Antitripsin yang kemungkinan
berkembang pada emfisema primer.
10. Sputum kultur
5
Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen dan
pemeriksaan sitology untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi.
F. Komplikasi
Menurut (Rab, 2010) :
1. Bula yang berat terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga
dapat memperburuk fugsi dari pernafasan.
2. Pneumotoraks yang disebabkan oleh pecahnya bula dapat berubah menjadi
ventil pneumotoraks.
3. Kegagalan pernafasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari
emfisema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernafasan.
Pada tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan tetapi O2
dan CO2 darah masih dalam batas normal.
4. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.
G. Penatalaksanaan
Menurut (Marunung, 2016) :
1. Pengobatan
a. Bronchodilator
b. Antimikroba
c. Aerosol
d. Oksigen
2. Tindakan supportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarga :
a. Menghindari merokok.
b. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
c. Menghindari penderita penyakit infeksi saluran nafas atas.
d. Mengontrol suhu dan kelembapan lingkungan.
e. Nutrisi yang baik.
f. Hidrasi yang adekuat.
3. Penyesuian fisik
a. Latihan relaksasi
b. Meditasi
c. Menahan nafas
d. Pernafasan perut
e. Rehabilitasi.
6
H. Asuhan Keperawatan Emfisema
Menurut (Marunung, 2016) :
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Demam, malaise, gelisah, insomnia
b. Sirkulasi
Peningkatan frekuensi jantung, sianosis, pucat.
c. Makanan/cairan
Nafsu makanan berkurang, penurunan, berat badan, tugor kulit buruk.
d. Pernafasan
Dyspnea, nafas pendek, batuk yang produktif, bunyi nafas tambahan.
e. Kamanan
Nyeri dada, demam, pilek.
2. Diagnose keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-seimbangan antara
supply dan kebutuhan oksigen.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya
tenaga, kelelahan obstruksi trakeabronkial.
c. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya
tenaga kelelahan.
d. Kerusakan pertukaran gas berhunbungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi perfusi.
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
f. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
g. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan
ventilasi dan perfusi tidak seimbang.
3. Intervensi keperawatan
No. Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Intoleransi Setelah dilakukan a. Evaluasi respon pasien
aktivitas tindakan terhadap aktivitas.
berhubungan keperawatan b. Kaji kemampuan
dengan ketidak- selama 3x24 jam aktivitas pasien.

7
seimbangan antara diharapkan c. Berikan lingkungan yang
supply dan masalah dapat tenang dan batasi
kebutuhan oksigen. teratasi dengan pengunjung selama fase
kriteria hasil : akut sesuai dengan
Menunjukkan indikasi.
peningkatan d. Bantu pasien memilih
toleransi terhadap posisi nyaman untuk
aktifitas yang istirahat tidur.
dapat diukur e. Bantu aktivitas
dengan perawaatan diri yang
a. Tidak adanya diperlukan.
dyspnea
b. Tidak ada
kelemahan
berlebihan
c. Tanda-tanda
vital dalam
rentang
normal
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan a. Kaji frekuensi atau
nafas tidak efektif tindakan kedalaman pernafasan
berhubungan keperawatan dan pergerakan dada.
dengan selama 3x24 jam b. Auskultasi area paru
berkurangnya diharapkan c. Bantu psien untuk batuk
tenaga, kelelahan masalah dapat efektif.
obstruksi teratasi dengan d. Lakukan penghisapan
trakeabronkial. kriteria hasil : sesuai indikasi.
a. Bersihan jala e. Berukan cairan 2500 ml/
nafas kembali hari. Tawarkan air
efektif. hangat.
b. Menunjukkan
kepatenan
jalan nafas

8
dengan bunyi
nafas bersih.
c. Tidak ada
dyspnea
d. Tidak ada
sianosis.
3. Pola pernafasan Setelah dilakukan a. Kaji frekuensi,
tidak efektif tindakan kedalaman pernafasan
berhubungan keperawatan dan ekspansi dada.
dengan selama 3x24 jam b. Auskultasi bunyi nafas
berkurangnya diharapkan dan catat jika ada bunyi
tenaga kelelahan. masalah dapat nafas adventius seperti
teratasi dengan mengi, ronkhi.
kriteria hasil : c. Tinggikan kepala dan
a. Pola nafas bantu menguah posisi.
kembali d. Ajarkan teknik nafas
efektif. dalan.
b. Frekuansi
pernafasan 16-
20 x/menit.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku dan mengembang
dan terus-menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi. Emfisema merupakan
morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari
bronkiolus terminal dengan distruksi dindingnya. Emfisema dalah penyakit obstruktif
kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Utama, 2017).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien empiema yaitu : Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya tenaga, kelelahan
obstruksi trakeabronkial, Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan
berkurangnya tenaga kelelahan.
Intervensi yang dapat diberikan antara lain : evaluasi respon pasien terhadap
aktivitas, kaji kemampuan aktivitas klien, berikan lingkungan yang tenang dan batasi
pengunjug selama fase akut sesuai dengan indikasi, bantu pasien memilih posisi yang
nyaman, bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
B. Saran
Penyakit emfisema sering didahului oleh infeksi pada paru-paru atau
pneumonia. Pencegahannya dapat dilakukan dengan deteksi dan penanganan dini
pada pasien pneumonia. Jika penanganan pneumonia teratasi diharapkan tidak akan
sampai ke tahap emfisema. Tetapi jika sudah terkena emfisema penanganannya dapat
dilakukan dengan memberikan terapi antibiotik, torasentesis, Water Seal Drainage,
tindakan bedah, dan fisioterapi.

10
Daftar Pustaka

Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru.CV. Jakarta. Trans Info Media.

Utama, Saktya Yudha Ardhi. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Respirasi.Yogyakarta. CV Budi Utama.

Maranung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta Timur.
CV Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai