Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

Landasan Teori

2.1 Total Quality Management


Total Quality Management (TQM) adalah suatu filosofi manajemen untuk
meningkatkan kinerja bisnis perusahaan secara keseluruhan dimana pendekatan
manajemen ini bertujuan untuk melakukan perubahan dan peningkatan terus-
menerus sehingga menjadi budaya dalam setiap anggota organisasi perusahaan dalam
memberikan kepuasan total kepada semua pihak yang terkait dengan perusahaan,
pemilik modal, karyawan, dan pemasok (Roy, 2005, p.234).
Total Quality Management menurut Gaspersz (2011:349) merupakan suatu
pendekatan manajemen yang secara sistematis berorientasi pada organisasi,
pelanggan, dan pasar yang mengkombinasikan pencarian fakta dan pemecahan
masalah untuk meningkatkan kualitas, produktivitas dan kinerja pada perusahaan.
Total Quality Management dalam penerapannya memiliki dua aspek pokok yang
harus dijalankan yaitu :
1. Sistem manajemen kualitas.
2. Perbaikan kualitas terus-menerus.
Suatu sistem manajemen kualitas menurut Gasperzs (2011) merupakan
sekumpulan prosedur yang terdokumentasi yang bertujuan untuk menjamin
kesesuaian dari suatu proses dan produk sesuai dengan persyaratan tertentu. Prosedur
yang terdokumentasi ini untuk mencegah kesalahan-kesalahan dalam proses. Karena
konsistensi dalam pelaksanaan proses merupakan kunci yang efektif untuk
perbaikan terus-menerus agar dapat menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh
pelanggan. Dalam pelaksanannya untuk menerapkan suatu manajemen kualitas yang
dapat menjaga konsistensi dalam pelaksanaan proses dan produk, maka perlu
mengadopsi suatu standar sistem manajemen kualitas yang akan diterapkan oleh
perusahaan. Standar sistem manajemen kualitas ini dipilih berdasarkan elemen-
elemen tujuan, pengukuran kinerja, pelanggan, input, proses-proses, output proses,
dan pemasok sehingga sistem manajemen kualitas internasional ISO 9001 dapat
diterapkan dalam sistem manajemen kualitas (p. 349).

4
5

Perbaikan terus-menerus di dalam Total Quality Management ditujukan untuk


meningkatkan produktivitas dan kapabilitas dari suatu proses dan produk. Untuk
dapat meningkatkan kualitas secara terus-menerus maka perlu dilakukan penetapan
peningkatan standar kualitas seperti zero defects, melibatkan karyawan dalam
peningkatan kualitas dengan Quality Control Circle (QCC), dan melakukan proses
audit terhadap sistem manajemen kualitas.

Sumber : Gaspersz,V (2011).

Gambar 2.1 Konsep dasar Total Quality Management


6

2.2 Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2008

ISO 9001 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas
yang menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi dari sistem manajemen
kualitas yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisaasi akan memberikan produk
yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. ISO 9001 itu sendiri bukanlah
standar untuk produk, karena tidak menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi oleh sebuah produk. Sehingga suatu organisasi yang telah mendapatkan
sertifikasi ISO 9001 dapat dinyatakan bahwa sistem manajemen kualitasnya yang
telah memenuhi standar internasional (Gaspersz, 2011, p.359).
Menurut Gasperz (2011) , suatu organisasi supaya berfungsi secara efektif
harus menetapkan dan mengelola berbagai aktivitas yang saling berhubungan dan
berinteraksi. Proses dapat dipandang sebagai aktivitas yang membutuhkan sumber
daya dan pengelolaan untuk merubah input menjadi output. Output suatu proses
sering langsung menjadi input bagi proses berikutnya. Identifikasi secara sistematik
dari proses-proses pada organisasi dan saling berinteraksi dikenal sebagai pendekatan
proses (p. 371).
.

Sumber : ISO (2008).

Gambar 2.2 Model proses sistem manajemen kualitas ISO 9001


7

Berdasarkan Gambar 2.2, model proses dari sistem manajemen kualitas ISO
9001 terdiri atas lima bagian utama yang saling berkaitan yaitu :
1. Sistem manajemen kualitas
2. Tanggung jawab manajemen.
3. Manajemen sumber daya.
4. Realisasi produk.
5. Analisis, pengukuran, dan perbaikan.
Sistem manajemen kualitas ISO 9001 disusun atas delapan prinsip manajemen
kualitas. Delapan prinsip manajemen kualitas itu adalah (Gaspers, 2011, p.360):
1. Kepemimpinan
2. Fokus pelanggan
3. Keterlibatan orang
4. Pendekatan sistem terhadap manajemen
5. Pendekatan proses
6. Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan
7. Perbaikan terus-menerus
8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan

Sumber : Hoyle,D (2009).

Gambar 2.3 Delapan prinsip manajemen kualitas


8

2.3 Pengukuran, Analisa dan Proses Perbaikan Pada ISO 9001:2008


Organisasi harus merencanakan dan melaksanakan pemantauan, pengukuran,
analisa dan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk (ISO, 2008):
1. Menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan produk.
2. Memastikan kesesuaian sistem manajemen mutu.
3. Memperbaiki efektivitas sistem manajemen mutu secara terus menerus.
Hal ini harus meliputi penentuan metode yang dapat diterapkan, termasuk teknik
statistik dan jangkauan pemakaiannya.
Pengukuran, analisa dan proses perbaikan diperlukan untuk mengontrol
kualitas, biaya dan delivery pada proses output. Proses pengukuran diperlukan untuk
melihat dan mencegah produk yang tidak sesuai. Suatu proses analisa diperlukan
untuk menunjukkan kesesuaian dan efektivitas sistem manajemen mutu dan untuk
mengevaluasi perbaikan efektivitas sistem manajemen mutu yang dapat dilakukan.
Hal ini harus meliputi data yang diperoleh sebagai hasil pemantauan dan
pengukuran. Proses perbaikan dilakukan untuk menunjukkan kesesuaian produk
dengan cara menghilangkan penyebab terjadinya produk tidak sesuai dan mencegah
terjadinya produk yang tidak sesuai (Hoyle, 2009, p.565).

2.3.1 Pengamatan dan Pengukuran Produk


Suatu organisasi harus melakukan pengamatan dan pengukuran pada sebuah
produk untuk memverifikasi bahwa produk tersebut telah sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan. Dalam perencanaan sebuah produk, suatu organisasi harus
menentukan kesesuaian sebagai berikut (ISO, 2008):
1. Sasaran mutu dan persyaratan dari sebuah produk.
2. Kebutuhan untuk menetapkan proses dan dokumen, dan menyediakan sumber
daya yang spesifik untuk produk.
3. Kegiatan verifikasi, validasi, pemantauan, pengukuran, inspeksi, uji produk
dan kriteria produk yang diterima.
4. Rekaman yang diperlukan untuk memberikan bukti bahwa proses realisasi
dan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan.
2.3.2 Analisa Data
Organisasi harus menentukan, mengumpulkan dan menganalisa data yang
tepat untuk menunjukkan kesesuaian dan efektivitas sistem manajemen mutu dan
untuk mengevaluasi perbaikan berkelanjutan efektivitas sistem manajemen mutu
9

yang dapat dilakukan. Hal ini harus meliputi data yang diperoleh sebagai hasil
pemantauan dan pengukuran dan dari sumber relevan lainnya. Analisa dari data
harus menyediakan informasi yang terkait dengan (ISO, 2008):
1. Kepuasan pelanggan.
2. Kesesuaian persyaratan produk.
3. Karakteristik dari proses dan produk.
4. Data pemasok.
Untuk menganalisa sesuatu diperlukan sebuah data, tanpa adanya data suatu
organisasi tidak dapat mengetahui apakah produk atau proses berada dalam batas
kontrol yang telah ditetapkan. Banyak organisasi menggunakan laporan
ketidaksesuaian untuk mendapatkan informasi tentang ketidaksesuaian produk atau
proses. Dengan adanya laporan ketidaksesuaian maka akan adanya analisa untuk
menyelesaikan ketidaksesuaian sehingga akan dilakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan terhadap ketidaksesuaian tersebut (Hoyle, 2009, p.666).

2.3.3 Tindakan Perbaikan dan Pencegahan


Tindakan Perbaikan (Corrective Action)
Organisasi harus melakukan tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidak
sesuaian dalam usaha mencegah kejadian berulang. Tindakan perbaikan harus sesuai
dengan pengaruh ketidak sesuaian yang dihadapi. Prosedur terdokumentasi harus
ditetapkan untuk menentukan kebutuhan (ISO, 2008):
1. Peninjauan ketidak sesuaian (termasuk keluhan pelanggan).
2. Penetapan penyebab ketidak sesuaian.
3. Evaluasi kebutuhan tindakan untuk menjamin bahwa ketidak sesuaian tidak
terjadi lagi.
4. Penetapan dan penerapan tindakan yang diperlukan.
5. Mencatat hasil tindakan yang dilakukan.
6. Peninjauan tindakan perbaikan yang dilakukan.
Tindakan Pencegahan (Preventive Action)
Organisasi harus menentukan tindakan untuk menghilangkan potensi
penyebab ketidaksesuaian, dalam usaha untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Tindakan pencegahan harus tepat untuk mencegah masalah- masalah yang mungkin
terjadi. Prosedur terdokumentasi harus ditetapkan untuk menentukan kebutuhan
(ISO, 2008):
10

1. Penentuan ketidak sesuaian yang mungkin dan penyebabnya.


2. Evaluasi perlunya tindakan untuk mencegah terjadinya ketidak sesuaian.
3. Penentuan dan penerapan tindakan yang diperlukan.
4. Mencatat hasil tindakan yang dilakukan.
5. Peninjauan efektivitas tindakan pencegahan yang dilakukan.

2.4 PDCA Cycle


Plan Do Check Action adalah suatu metode yang dipopulerkan oleh Edward
Deming untuk melakukan proses perbaikan terus-menerus. Pada gambar 2.4, siklus
PDCA diibaratkan seperti roda yang harus didorong ke atas untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam melakukan proses perbaikan terus-menerus. Agar siklus
roda tersebut terus bergerak keatas dan tidak kembali ke awal perlu sebuah ganjal
roda. Dan ISO 9001 dapat digunakan sebagai ganjal roda PDCA dalam perbaikan
terus-menerus.

Sumber : Sokovic,M.,Pavletic,D.,Pipan , K. (2010).


Gambar 2.4 Siklus PDCA dalam perbaikan terus-menerus

Siklus PDCA efektif digunakan dalam melakukan pekerjaan dan mengelola


program kerja. Di dalam siklus PDCA memungkinkan untuk melakukan dua jenis
tindakan perbaikan yaitu perbaikan yang bersifat sementara dan permanen. Tindakan
sementara untuk bertujuan mengatasi dan memperbaiki masalah secara praktis.
Sedangkan tindakan perbaikan permanen, yang terdiri dari analisis dan
menghilangkan akar penyebab untuk mencapai target proses perbaikan terus-
menerus (Sukovic, Pavletic, Pipan, 2010, p.478)
Dalam sistem manajemen kualitas penerapan siklus PDCA dapat diterapkan
dalam semua proses yang meliputi (ISO, 2008) :
Plan : Menetapkan tujuan dan proses yang diperlukan untuk memberikan hasil
sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan kebijakan organisasi.
11

Do : Melaksanakan proses.

Check : Memantau dan mengukur proses dan produk terhadap kebijakan, tujuan dan
syarat produk dan melaporkan hasilnya.
Action : Melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja proses dan sistem
manajemen mutu secara terus menerus.
Siklus PDCA yang diterapkan dalam QC story dapat memecahkan masalah
standarisasi proses pemecahan masalah. Hal ini dapat dilihat bahwa 10 langkah QC
Story tersebut mengikuti metode perbaikan kualitas dengan siklus PDCA. 10 langkah
QC story tersebut yaitu (Dahlgaard, Kristensen, Kanji, 2002, p.73):
Plan : 1. Penetuan tema dan tujuan.
2. Latar belakang pemilihan tema.
3. Melihat kondisi saat ini.
4. Analisa sebab akibat.
5. Menetapkan langkah-langkah perbaikan.
Do : 6. Pelaksanaan perbaikan.
Check : 7. Evaluasi hasil perbaiakan.
Action : 8. Standarisasi.
9. Pertimbangkan masalah yang tersisa.
10. Penetuan tema perbaikan selanjutnya.
2.5 Tujuh Alat Bantu Kualitas (7QC Tools)
Dalam sistem manajemen kualitas, dimana tujuan utama dari siklus PDCA
adalah perbaikan terus-menerus. Pimpinan organisasi membutuhkan alat yang dapat
membantu dalam melihat aktivitas perbaikan yang telah dilakukan dan dalam
mengambil keputusan. Alat bantu kualitas dapat digunakan dalam semua tahapan
proses produksi mulai dari awal pengembangan produk hingga menjadi sebuah
produk dan dukungan pelanggan. Tujuh alat bantu kualitas telah berhasil
diaplikasikan pada beberapa perusahaan dan proses produksi dengan baik. Tujuh alat
bantu kualitas itu adalah (Paliska, Pavletic, Sokovic, 2007, p.79) :
1. Flow chart.
2. Diagram sebab akibat.
3. Check sheet.
4. Diagram pareto.
5. Histogram.
12

6. Scatter diagram.
7. Control chart.

2.5.1 Flow Chart


Flow chart adalah sebuah diagram alir yang biasa digunakan untuk diagram
prosedur operasional untuk menyederhanakan sebuah sistem. Flow chart dapat
mengidentifikasi sebuah bottleneck dari sebuah proses, proses-proses yang berlebih
dan proses yang tidak member nilai tambah. Ketika membuat sebuah flow chart
sebaiknya mengikuti sembilan langkah berikut ini (Dahlgaard, Kristensen, Kanji,
2002, p.114):
1. Setuju terhadap simbol flow chart yang digunakan.
2. Mendefinisikan proses.
3. Kenali langkah-langkah dalam proses.
4. Membangun flow chart.
5. Menentukan waktu untuk setiap langkah.
6. Periksa flow chart yang telah dibuat.
7. Perbaiki flow chart (perbaiki proses).
8. Periksa hasilnya.
9. Standarisasi flow chart ( standarisasi proses).

2.5.2 Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat diperkenalkan pertama kali oleh Kouru Ishikawa pada
tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor
yang berpengaruh secara signifikan didalam menemukan karakteristik kualitas output
kerja. Disamping itu juga untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya
dari suatu masalah. langkah-langkah dasar yang harus dilakukan didalam membuat
diagram sebab akibat dapat diuraikan sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006, p.269):
1. Tetapkan karakteristik kualitas yang akan dianalisis. Karakteristik kualitas
adalah kondisi yang ingin diperbaiki dan dikendalikan. Usahakan adanya
tolak ukur yang jelas dari persamasalahan tersebut sehingga perbandingan
sebelum dan sesudah perbaikan dapat dilakukan.
2. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama yang diperkirakan merupakan sumber
terjadinya penyimpangan atau yang mempunyai akibat pada permasalahan
13

yang ada tersebut. Faktor-faktor penyebab ini akan berkisar pada faktor
4M+1E.
3. Carilah lebih lanjut fakor-faktor yang lebih terperinci yang secara nyata
berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor-faktor penyebab utama
tersebut. Untuk mencari detail faktor-fator penyebab terjadinya
penyimpangan maka metode brainstorming akan merupakan suatu cara yang
efektif digunakan. Pertanyaan “mengapa” secara berantai akan membantu
mencari penyelesaian masalah secara tuntas.
4. Check apakah semua items yang berkaitan dengan karakteristik kualitas
output benar-benar sudah dicantumkan dalam diagram.
5. Carilah faktor-faktor penyebab yang paling dominan dari diagram yang sudah
lengkap.

2.5.3 Check Sheet


Check sheet merupakan alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan
data. Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang
ada. Didalam pengumpulan data maka data yang diambil harus benar-benar sesuai
dengan kebutuhan analisa. Pada tahap Plan dari siklus PDCA pengumpulan data
yang diperlukan harus direncanakan sehingga pada tahap Do data sudah dapat
terkumpul dan analisa data segera dapat dilakukan pada tahap Check (Dahlgaard,
Kristensen, Kanji, 2002, p.77).

2.5.4 Diagram Pareto


Diagram pareto diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dari
Italia yang bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Diagram pareto dibuat untuk
menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian
masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Kegunaan dari diagram pareto
adalah (Wignjosoebroto, 2006, p.272):
1. Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan segera perlu diatasi
2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan kumulatif
secara keseluruhan
3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada
daerah yang terbatas
14

4. Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah


perbaikan

2.5.5 Histogram
Histogram adalah salah satu alat dari metode statistik yang digunakan untuk
menganalisa data. Untuk menganalisa sebuah histogram lebih lanjut, terutama
apabila terjadi penyimpangan, maka data tersebut harus dikelompokkan untuk satu
jenis pengamatan yang sama sebab distribusi data yang satu mungkin akan berbeda
dengan distribusi data lainnya. Dengan pengelompokan data ini, maka analisa akan
lebih mudah dibuat. Data dari histogram akan dapat diketahui beberapa hal seperti
(Wignjosoebroto, 2006, p.261):
1. Harga rata-rata dari nilai data yang terkumpul.
2. Harga maksimum dan minimum.
3. Besar penyimpangan.
4. Bentuk distribusi data yang terkumpul.

2.5.6 Scatter Diagram


Scatter diagram digunakan untuk melihat korelasi dari suatu faktor penyebab
yang berkesinambungan terhadap faktor lain. Dari penyebaran titik-titik (scatter) bisa
dianalisa hubungan sebab akibat yang ada. Pada umumnya penyebaran data ini akan
cenderung mengikuti lima model berikut ini (Wignjosoebroto, 2006, p.278):
1. Korelasi positif.
2. Ada gejala korelasi positif.
3. Tidak terlihat adanya korelasi.
4. Ada gejala korelasi negatif.
5. Korelasi negatif.

2.5.7 Control Chart


Control chart adalah suatu grafis perbandingan dari hasil sebuah proses
dengan estimasi batas kontrol yang dimasukkan ke dalam bagan. Biasanya proses
hasil terdiri dari kelompok pengukuran yang dikumpulkan secara teratur dan yang
sama. Tujuan utama dari control chart adalah untuk menemukan penyebab spesifik
dari hasil produksi. Batas kontrol dikenal dengan batas kontrol atas dan batas kontrol
bawah. Dengan control chart ini dapat menganalisa dan mengevaluasi kondisi-
15

kondisi yang dianggap tidak normal. Grup data tidak membentuk kecenderungan
gerakan yang khusus. Dengan demikian suatu kondisi dinyatakan tidak normal
apabila (Wignjosoebroto, 2006, p.295):
1. Beberapa plot data akan berada di luar batas kontrol atau persis dalam garis
batas.
2. Beberapa plot data cenderung mengarah ke bentuk-bentuk khusus yang
membutuhkan pengecekan seksama sekalipun masih berada dalam batas-
batas kontrol yang ada.
Pada siklus PDCA, tujuh alat bantu kualitas dapat di hubungkan dengan
langkah-langkah pada siklus PDCA, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Hubungan antara tujuh alat bantu kualitas dengan siklus PDCA

Seven basic quality tools Steps of PDCA cycle


(7 QC tools) Plan Do Check Action
Check sheet ● ●
Pareto diagram ● ● ●
Cause-and-effect diagram ● ● ●
Histogram ● ● ●
Control chart ● ●
Scatter diagram ● ●
Flow chart ● ● ● ●

Sumber : Dahlgaard, Kristensen, Kanji (2002)


Berdasarkan Tabel 2.1 tujuh alat bantu kualitas dapat diterapkan dalam
berbagai bagian dalam siklus PDCA. Dua alat bantu kualitas dapat diterapkan pada
siklus Plan yaitu histogram dan flow chart. Semua alat bantu kualitas dapat
diterapkan kedalam siklus Do dan Check. Dan tiga alat bantu kualitas yaitu pareto
diagram, diagram sebab aakibat, flow chart dapat diterapkan pada siklus Action
(Dahlgaard, Kristensen, Kanji, 2002, p.117).

2.6 Takt Time


Banyak orang yang belum memahami perbedaan antara takt time dengan cycle
time. Takt time adalah istilah dalam bahasa jerman untuk ritme, yang berarti tingkat
permintaan pelanggan terhadap suatu produk baik barang atau jasa. Takt time tidak
sama dengan cycle time, dimana cycle time adalah waktu normal untuk
16

menyelesaikan suatu operasi pada suatu produk. Cycle time harus lebih kecil atau
sama dengan takt time (Gasperz, 2011, p.105).
Takt time merupakan bukan suatu tool, tetapi adalah suatu konsep dalam
perancangan kerja. Dalam perhitungannya, takt time adalah waktu yang tersedia
untuk membuat produk dibagi dengan jumlah permintaan (Liker & Meier,
2006,p.158).

Takt time = Available time


Customer Demand

T = Takt time. ( minute of works / unit produced )


Ta = Time available to work. (minute of work / day )
D = Time demand ( customer demand). (unit required / day )

Anda mungkin juga menyukai