BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia sampai saat ini masih menjadi masalah yang mengancam dalam
setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu meninggal pada saat hamil atau bersalin.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 rata-rata angka
kematian ibu tercatat mencapai 259 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
peningkatan tekanan darah dan proteinuria pada usia kehamilan >20 minggu. Pada
memberi pengaruh buruk bagi kesehatan janin akibat penurunan perfusi utero
plasenta3. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa janin dari ibu yang mengalami
preeklampsia, umumnya akan lahir dengan berat badan lahir rendah.4 Bahkan
gangguan ini dapat berakibat kematian bagi janin.3 Pada maternal sendiri, akan
timbul dampak buruk pada berbagai organ yang diakibatkan oleh vasospasme dan
Komplikasi pada ibu yang mengancam jiwa pada preeklampsia yaitu ablasio
plasenta, gagal ginjal akut, hemolysis, elevated liver enzymes and low platelet count
(HELLP syndrome), konvulsi, edema pulmonar. Dampak dari hasil luaran janin
Berdasarkan data RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, angka kejadian pre-
eklampsia masih tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2013 ditemukan 657 kasus
preeklamsia (PER=452, PEB=205) dari 5.258 persalinan dan tahun 2014 sebanyak
preeklampsia berat dengan cara persalinan dan luaran fetomaternal sebagai bahan
rumusan masalah Apakah cara persalinan pada ibu preeklampsia berat berhubungan
b. Untuk mengetahui lama perawatan post partum ibu dengan preeklampsia berat.
c. Untuk mengetahui ruang perawatan post partum ibu dengan preeklampsia berat.
d. Untuk mengetahui tekanan darah ibu dengan preeklampsia berat saat pulang.
e. Untuk mengetahui apgar score bayi baru lahir dari ibu dengan preeklampsia berat.
berat pada kehamilan sehingga dapat melakukan ANC lebih rutin dan teratur.
cara persalinan yang dilakukan pada preeklampsia berat dengan melihat outcome
fetomaternal.
Sebagai bahan informasi kepada pihak rumah sakit mengenai hubungan cara
program.
selanjutnya.
Kupang.
Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober 2019 dimana diambil data tahun
2018.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan, di bawah umur 20 minggu
kehamilan, dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca
persalinan.
2. Preeklampsi – eklampsi
Preeklampsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsi adalah preeklampsia yang disertai
dengan kejang dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsi
Hipertensi kronik disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
6
4. Hipertensi gestasional
Disebut juga transient hypertension, hipertensi yang timbul pada kehamilan
tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi
tanpa proteinuria.
Preeklampsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi
ante, intra, dan postpartum. Berdasarkan waktu terjadinya preeklampsia dapat
terjadi pada awal kehamilan yakni pada <34 minggu usia gestasi (early onset pre-
eclampsia) atau setelah usia gestasi 34 minggu (late onset pre-eclampsia).12 Dari
gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
berat13.
1. Preeklamsi Ringan13
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
- Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
2. Preeklamsi Berat
- Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
- Tes celup urin menunjukkan proteinuria =2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
- Atau disertai keterlibatan organ lain:
a. Trombositopenia (<100.000sel/uL) hemolisis mikroangiopati
b. Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
c. Sakit kepala, skotoma penglihatan
d. Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
e. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f. Oliguria (<500ml/24jam), kreatinin >1,2 mg/dl
7
Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir 2 (dua) kali
lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada primipara (RR
1,68 95%CI 1,23 – 2,29), maupun multipara (RR 1,96 95%CI 1,34 – 2,87).
pada kehamilan kedua meningkat dengan usia ibu (1,3 setiap 5 tahun
yang berat hal ini disebabkan karena emosional ibu belum stabil dan ibu
mudah tegang, secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. Salah
satu dampak resiko kehamilan badalah kombinasi keadaan alat reproduksi
yang belum siap hamil, makin meningkatkan terjadinya resiko dalam bentuk
hipertensi pre-eklampsia atau eklampsia sedangkan pada usia >35 tahun
kemungkinan ibu menderita diabetes gestational, hipertensi dan penyakit
kronis lainnya.15
Paritas
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir 3 (tiga) kali lipat (RR
2,91, 95% CI 1,28 – 6,61) (Evidence II, 2004).14
Berdasarkan hasil penelitian Langelo Wahyuny dengan uji odds ratio
diperoleh nilai OR 3,42 dengan tingkat kepercayaan (CI) 95% yaitu 1,73-
6,77. Karena nilai lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1 dan
didukung oleh nilai p value sebesar 0,00 (0,00< 0,05), maka secara statistik
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras, sehingga lumen arteri spiralis
tidak memungkinkan terjadi vasodilatasi. Akibatnya terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis, sehingga terjadi hipoksia dan iskemi plasenta.
13
mmHg), dan berat (>110 mmHg). Definisi hipertensi berat adalah peningkatan
tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.
Alat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa. Berdasarkan
American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang selama 15
menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah. Pemeriksaan dilakukan pada
posisi duduk terlentang, posisi lateral kiri, kepala ditinggikan 300, posisi manset
setingkat dengan jantung, dan tekanan darah diastolik diukur dengan mendengar
bunyi Korotkoff V (hilangnya bunyi). Pemeriksaan tekanan darah pada wanita
dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan
hasil pemeriksaan yang tertinggi. Untuk mengurangi kesalahan pemeriksaan
tekanan darah maka pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang,
sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, yang sudah
divalidasi, gunakan ukuran manset yang sesuai, posisi duduk terlentang miring kiri,
kepala ditinggikan 300 sehingga manset sesuai level jantung, gunakan bunyi
Korotkoff V pada pengukuran tekanan darah diastolik.
b. Penentuan Proteinuria
angka positif palsu yang tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein
urin tamping 24 jam atau rasio protein banding kreatinin.
Diagnosis:
- Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah
- Adanya tanda dan gejala preeklampsia
- Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST,
dan bilirubin indirek
- Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST,
LDH
- Trombositopenia ≤ 150.000ml
- Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri kuadran kanan atas
abdomen tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala
preeklampsia harus dipertimbangkan sindroma HELLP
Pembagian preeclampsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu:
Kortikosteroid3
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik
(akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeklampsia
berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya15
Berdasar Williams obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif3
26
BAB III
METODE PENELITIAN
yang akan diukur atau diamati selama penelitian. Tidak semua variabel dalam
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Dalam penelitian ini, Variabel terikat yang akan diteliti pada penelitian ini
preeklampsia berat berupa umur pasien, paritas, tensi datang, dan hasil
laboratorium berupa proteinuria. Variabel bebas yang akan diteliti pada penelitian
ini adalah Tensi Pulang, Lama Perawatan, Berat Badan bayi, dan Apgar Score.
Variabel bebas akan diteliti berdasarkan jenis persalinan berupa pervaginam dan
sectio caesarea.
29
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara cara
persalinan Sectio Caesarea atau Pervaginam terhadap outcome ibu dan bayi
2. 140-159/
90-99
mmHg
3. ≥160/100
mmHg
Rentan waktu Rekam 0. < 3 hari Ordinal
Lama
4. pasien dirawat Medik 1. >3 hari
perawatan
setelah persalinan
komparatif katagorik tidak berpasangan, dengan rancangan atau desain studi cross-
mengidentifikasi variabel dependen dan independen yang diteliti pada waktu yang
sama.
preklampsia berat di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes selama tahun 2018 dan
31
tercatat dalam data rekam medis rumah sakit. Populasi kasus dalam penelitian
Sampel kasus dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan dan
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes selama tahun2018 dan tercatat dalam data
Berat.
Johannes.
2. Pasien dengan PEB namun tidak melahirkan di RSUD Prof. Dr. W.Z.
pengambilan sampel yang sama dengan jumlah populasi yang ada. Sampel
32
diambil dengan cara mengambil data pasien dengan preeklampsia berat dari
data rekam medis RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes. Sampel harus memenuhi
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan sumber data
sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari catatan rekam medis RSUD Prof. Dr.
W.Z. Johannes, yaitu data Ibu yang mengalami preeklampsia berat dan data bayi
yang dilahirkan pada tahun 2018. Data yang akan diambil dalam penelitian ini
meliputi data karakteristik umur ibu, paritas, tensi darah saat datang, protein, lama
perawatan di RS, dan tensi darah saat pulang. Sedangkan data bayi yang akan
Langkah – langkah pengambilan data dari variabel yang akan diteliti adalah
sebagai berikut:
inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara melihat data
univariat dan bivariat kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi disertai
dengan narasi. Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel yang
diteliti menggunakan uji chi-square dan fisher exact test dengan nilai α = 0.05 dan
data) yaitu sebelum dilakukan pengolahan data, data terlebih dahulu diperiksa
sebagai berikut :
34
menggunakan Confidence Interval (CI) sebesar 95% (α= 0,05). Uji statistik
BAB 4
pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan dasar hukum pada surat
Umum Prof. Dr. W. Z. 23 Johannes Kupang sebagai Tipe B - pendidikan dan Surat
No. 14 Tahun 1995. Penelitian ini dilakukan dengan merekap data angka kejadian
preeklampsia berat pada ibu hamil yang melahirkan pada periode 1 Januari 2018
Tabel 4.1. Gambaran karakteritik awal sampel penelitian di RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang Tahun 2018
Karakteristik Responden
Jumlah (n: 80) Persentase (%)
Usia
- < 20 tahun 1 1.25
- 20-34 tahun 51 63.75
- > 35 tahun 28 35.0
Paritas
- Primigravida 33 41.25
- Multigravida 47 58.75
Usia kehamilan
- <34 minggu 27 33.75
- > 34 minggu 53 66.25
Terdapat total 100 kasus Preeklampsia Berat pada ibu hamil pada tahun 2018.
Dari 100 sampel kasus PEB, 20 sampel diekslusikan karena ketidaklengkapan data
rekam medis serta pasien yang datang dengan PEB namun tidak melahirkan. Total
sampel diteliti berjumlah 80 kasus. Dari total 80 kasus, 15 kasus lahir secara
51 pasien (63.75%) berusia 20-34 tahun, 28 pasien (35%) yang berusia >35 tahun.
Thailand yang menemukan penderita terbanyak preekalmsia pada pasien usia 20-
34 tahun17.
darah ini mulai muncul saat usia kehamilan 20 minggu, dapat menghilang beberapa
hari setelah bayi lahir atau dapat menetap dan kembali normal setelah 2-4 minggu
post partum3.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil urinalisis yang menjadi indikator
Selain ditandai adanya tekanan darah tinggi, preeklamsia berat juga ditandai
dengan adanya proteiurin sebagai tanda rusaknya edotel. Pasien tetap dapat
didiagnosis sebagai preeklamsia walaupun proteiuria negatif jika terdapat tanda lain
pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah), maka pasien PEB yang datang
tanpa disertai tanda impending sebanyak 45 kasus (56.25%) dan disertai tanda
Pada penelitian ini didapatkan 35 pasien (43,75%) atau hampir setengah dari
terjadinya kejang yang disebut sebagai impending eklampsia. Tanda dan gejala
impending eklampsia diantaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri
epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Penting dilakukan observasi
mengenai adanya tanda dan gejala impending eklampsia untuk segera mengakhiri
kehamilan, dan apabila dalam waktu 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
diakhiri19.
yang multigravida. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan di
signifikan antara status gravida dengan preeklampsia. Pada penelitian case control
preeklampsia 2,2 kali lebih besar dibandingkan multigravida. Pada penelitian yang
dibandingkan multigravida.
pertama kali terpapar vilus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut
yang akan menstimulasi tubuh untuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah
meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah juga akan
meningkat20.
minggu.
lambat memiliki patofisiologi yang berbeda yang mana preeklampsia onset dini
sering dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal dan maternal yang
lebih tinggi, karena pada preeklampsia onset dini ditemukan gangguan perfusi
onset lambat sering dihubungkan dengan faktor maternal seperti obesitas pada
wanita hamil.
lambat, yang sering dihubungkan dengan pertumbuhan janin yang baik tanpa
doppler arteri uterina yang normal atau sedikit meningkat, yang mana tidak terdapat
gangguan aliran darah umbilikus dan lebih berisiko pada wanita dengan plasenta
hubungan variabel yang diteliti. Variabel penelitian yang akan dicari hubungannya
disini adalah variabel independen berupa outcome ibu dan bayi dan variabel
yang dilihat berupa lama hari rawat, ruangan rawat pasca bersalin, dan tensi darah
saat pasien pulang, serta outcome bayi berupa apgar score. Dari analsis, didapatkan
Outcome ibu pada penelitian dilihat dari 3 parameter yaitu tekanan darah saat
pulang, lama perawatan, dan ruang perawatan, dan dibandingkan antara cara
kehamilan yang jauh dari aterm dan terdapat bukti komplikasi pada ibu dan bayi
yang kompromais22.
dengan cara sectio caesarea dan 15 kasus (18,75%) bersalin secara pervaginam.
dan diinduksi.
pulang pada pasien yang di SC ataupun lahir pervaginam. Hal ini dapat disebabkan
karena tekanan darah pada preekalmia tetap dapat tinggi dan dapat menghilang
namun tidak ditemukan hubungan bermakna antara jenis persalninan dan jenis
ibu terutama pada bayi prematur. Sejalan juga dengan penelitian Amoru 2015 yang
pasien dengan eklamsia atau dengan kata lain pasien PEB yang sudah mengalami
kejang. Hal ini dibuktikan dengan penelitan oleh Begum et al (2015). Penelitian ini
sectio caesarea maupun persalinan normal yang lama sama-sama berbahaya bagi
ibu. Perjalanan persalinan yang lama berkaitan dengan paparan proses penyakit
PEB. Pada penelitian ini resiko dapat diturunkan jika bayi sudah lahir dalam <24
Pada penelitian ini dari 15 persalinan pervaginam, hanya satu persalinan yang
Perbedaan bermakna juga didaptkan pada cara persalinan dan outcome bayi
berupa Apgar Score. Terdapat banyak penyebab bayi tidak dapat mengambil
oksigen yang cukup, sebelumnya, selama dan setelah melahirkan. Salah satu faktor
risiko ibu untuk asfiksia adalah faktor masalah medis yang dialami ibu yang dapat
dapat meningkatkan risiko asfiksia 2,3 kali. Pada ibu pre eklampsia terdapat invasi
tophoblastic abnormal pada arteri desidua maternal, plasenta abnormal ini diyakini
menyebabkan penurunan perfusi dan iskemia plasenta. Dikaitkan juga dengan cara
persalinan yang merupakan salah satu faktor risiko asfiksia. Persalinan melalui
44
operasi caesar berisiko menjadi asfiksia sebanyak 3,7 kali. Kondisi ini biasanya
terkait dengan operasi caesar darurat. Sehingga pada ibu dengan preeklampsia yang
resiko asfiksia pada bayi. Karenanya, idealnya untuk seksio sesaria harus diikuti
dengan keterampilan resusitasi dokter anak. Pada penelitian ini, banyaknya operasi
pervaginam26.
45
BAB 5
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini, maka
didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses persalinan pada pasien PEB di RSUD Prof. Dr. W.Z. Yohannes
Kupang tahun 2018 lebih banyak menggunakan cara sectio caesarea.
2. Dari semua persalinan pervaginam hanya 1 persalinan yang dilakukan
percepatan kala 2 dengan cara vakum ekstraksi.
3. Terdapat hubungan antara cara bersalin dengan lama perawatan dan apgard
skor.
4. Tidak terdapat hububgan antara cara bersalin dengan ruang rawat dan
tekanan darah saat pulang.
5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA