Anda di halaman 1dari 37

2.

1 PRAKTIKUM 1

Asuhan keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan suhu tubuh akibat patologis berbagai
sistem tubuh

2.1.1 Anamnesa riwayat infeksi sistem tubuh

Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data- data positif dan negatif
yang berhubungan dengan penyakit yang di derita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit.
Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang terlewatkan pada waktu pasien
menceritakan riwayat penyakit sekarang.
1. Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis
2. Mata : visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi
3. Telinga : pendengaran, tinistus, sekret, nyeri
4. Hidung : pilek, obstruksi, epistaksis, bersin
5. Mulut : geligi, stomatitis, salivasi
6. Tenggorok : nyeri menelan, susah menelan, tonsilitis, kelainan suararan gondok, kelenjar
getah bening
7. Jantung : sesak nafas, ortopnu, palpitasi, hipertensi
8. Leher : pembesaran gondok, kelenjar getah bening
9. Paru : batuk, riak, hemoptosis, asma
10. Gastrointestinal : nafsu makan, defikasi, mual, muntah, diare, konstipasi, obsipasi,
hematemesis, melena, hematoskezia, hemoroid.
11. Saluran kemih : nokturia, disuria, polakisuria, oligosuria, poliuria, retensi urin, anuria,
haematuria
12. Alat kelamin ; fungsi seks, menstruasi, kelainan ginekologik, good Morning discharge
13. Payudara : pendarahan, discharge, benjolan
14. Neurologik : kesadaran, gangguan saraf otak, paralisis, kejang, amestesi, parastesi, ataksia,
gangguan fungsi luhur
15. Psikologik ; perangai, orientasi, anxietas, depresi, psikosis
16. Kulit : gatal, ruam, kelainan kuku, infeksi kulit
17. Endokrin : struma, tremor, diabetes, akromegali, kelemahan umum
18. Muskuloskeletal ; nyeri sendi, bengkak sendi, nyeri otot, kejang otot, kelemahan otot, nyeri
tulang, riwayat gout.
2.1.3 masalah keperawatan pada pasien dengan hipertermi dan hipotermi

 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep pengetahuan dan asuhan keperawatan tentang hipertermi ?

 Tujuan

Sebagaimana rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:

 Tujuan Umum

Menerapkan konsep pengetahuan dan asuhan keperawatan tentang Hipertermi

 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan hipertermi


2. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan hipertermi
3. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan hipertemi
4. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien dengan hipertermi
5. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien dengan
hipertermi
6. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan hipertermi
 Manfaat

 Bagi Profesi perawat

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan medical bedah khususnya dengan kasus
hipertermi.

 Klien

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara menangani, merawat, dan
mencegah kasus hipertermi.

 Keluarga
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada kelurga tentang cara menangani, merawat,
mencegah kekambuhan dan berkomunikasi kepada anggota keluarga yang mengalami kasus
hipertermi.

 Penulis

Untuk menambah referensi dan kemampuan mengaplikasikan asuhan keperawatan medika


bedah khususnya pada klien dengan kasus hipertermi

Hipotermi
A. Defenisi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh yang rendah atau berada dibawah normal.
( Maternal & Neonatal Health, Depkes RI, 2005)
Hipotermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
mengalami penurunan suhu tubuh terus - menerus dibawah 35, 5ºC per rektal karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor – faktor
eksternall (http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html).
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal
bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C dan diukur melalui ketiak
dengan termometer.
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html).
Hipotermi terbagi atas 3 macam, yaitu :
1. Hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36 – 36, 5 0 c
2. Hipotermi sedang yaitu suhu antara 32 – 36 0 c
3. Hipotermi berat yaitu suhu tubuh < 32 0 c
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 89)

B. Etiologi
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan
basah atau tidak berpakaian.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 89)
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1. Jaringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3. BBL tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
4. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi
mengalami hipotermi.
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
C. Patofisiologi
Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap kehilangan panas.
Bila kehilangan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju pembentukan panas maka
akan terjadi penurunan suhu tubuh.
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon
untuk menghasilkan panas berupa :
1. Shivering Thermoregulation (ST) yaitu merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil
atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
2. Non-shivering thermoregulation (NST) yaitu merupakan mekanisme yang
dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik
dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme
jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer yaitu merupakan mekanisme yang distimulasi oleh sistem saraf
simpatis,kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk
berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi
aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Untuk bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses
oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada bayi BBL (neonatus),
NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu
peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang
tahun pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur
NST selanjutnya akan menurun.
(Kosim Sholeh M,dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 91)
D. Gejala Klinis
Hipotermi ditandai dengan bayi tidak mau minum, kurang aktif, pucat, takipnoe
atau takikardia. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam
basa, hipoglikemia, defek koagulasi, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan
kematian.
(Kosim Sholeh M,dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal. 93)

E. Mekanisme hilangnya panas pada BBL


Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :
1. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin,
misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih
dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau
suhu inkubator yang dingin.
2. Konduksi yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara
kedua objek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL
dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL
yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses
penimbangan.
3. Konveksi yaitu transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin dipermukaan tubuh bayi. Sumber
kehilangan panas disini dapat berupa : inkubator dengan jendela yang terbuka, atau
pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
4. Evaporasi yaitu panas yang terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan
traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah
lahir, atau pada waktu dimandikan.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.89)
F. Akibat - akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi
Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu :
§ Hipoglikemi
§ Asidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob.
§ Kebutuhan oksigen yang meningkat.
§ Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
§ Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai
hipotermi berat.
§ Shock.
§ Apnea
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
G. Pencegahan Hipotermi
Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga
direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan
maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001).
Alat-alat Inkubator untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam
inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat
tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner adalah alat yang digunakan untuk
bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle
(dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu
yang dibutuhkan secara manual). Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan
bahwa pengelolaan bayi hipotermi :

1. Bayi cukup bulan


§ Letakkan BBL pada Radiant Warner.
§ Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi.
§ Tutup kepala.
§ Bungkus tubuh segera.
§ Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat
disusukan.
2. Bayi sakit
§ Seperti prosedur di atas.
o Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil.
3. Bayi kurang bulan (prematur)
§ Seperti prosedur di atas.
o Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo
controle.
4. Bayi yang sangat kecil
§ Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. Tutup kepala. -
Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner.
§ Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C.
§ Dengan dinding double. Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat
tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan).
§ Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur lingkungan
yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi.
2.1.3 Asuhan keperawatan pada gangguan pemenuhan keseimbangan suhu tubuh
A. PENGERTIAN SUHU TUBUH
Suhu adalah pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat. Dapat pula
dikatakan sebagai ukuran panas / dinginnya suatu benda. Sedangkan dalam bidang
thermodinamika suhu adalah suatu ukuran kecenderungan bentuk atau sistem untuk
melepaskan tenaga secara spontan.

B. FISIOLOGI PENGATURAN SUHU TUBUH


Kontrol Neural dan Vascular
Hipotalamus :Yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh. Suhu
yang nyaman adalah pada saat sistim panas beroperasi. Hipotalamus merasakan perubahan
ringan pada suhu tubuh, hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas. Bila sel saraf di hipotalamus anterior
menjadi panas melebihi set point maka inpuls akan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh.
Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, fasodilatasi atau pelebaran pembuluh
darah dan hambatan produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah
permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan
suhu tubuh lebih rendah dari set point maka mekanisme konservasi panas bekerja.
Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran darah kekulit dan
extremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunteer dan
getaran atau menggigil pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan
tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai menggigil. Lesi atau trauma pada hipotalamus atau
korda spinalis yang membawa pesan hipotalamus dapat menyebabkan perubahan yang serius
pada kontrol suhu.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH


1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah
panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian
sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih
cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun
dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah
produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang
menyebabkan peningkatan produksi ephineprin dan norephineprin yang meningkatkan
metabolisme.
3. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia dalam tubuh
sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-
100% diatas normal.
5. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15%
kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi
suhu lebih berfariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa
ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3-0,6°C di atas suhu basal.
6. Demam ( peradangan )
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120%
untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20-30%. Hal ini
terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan
metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami
penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal
cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup
baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan
yang lain.
8. Aktifitas
Aktifitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar
komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3-40,0 °C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan
mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan
pada saat terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa
jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu
tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang
atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan
dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan
terjadi sebagian besar melalui kulit.

D. TIPE DEMAM
1. Demam Intermiten
Yaitu demam yang tinggi berfluktuasi (dapat naik turun) sampai normal. Tipe demam
intermitten biasan terdapat pada penyakit TBC dan malaria.

2. Demam Remiten
Yaitu demam tinggi berfluktuasi namun tidak mencapai normal. Biasanya terdapat pada
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut oleh karena virus, malaria falcifarum, pneumoni
oleh karena kuman mikoplasma.

3. Demam Kontinu
Yaitu demam dengan berfluktuasi tidak lebih 1 derajat Celcius. Terdapat pada penyakit typus,
pneumoni oleh karena kuman pneumokokus.

4. Demam berulang
Demam yang diselingi dengan fase suhu tubuh normal. Demam tipe ini terdapat pada
Limfoma Maligna, demam berdarah dengue (DBD).

5. Demam dengan bradikardia relative


Yaitu demam yang tidak disertai dengan kenaikan nadi yang sesuai. Terdapat pada demam
typus, demam buatan.
E. GANGGUAN PADA STATUS SUHU
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan
panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan
akibat panas, tindakan pertama yaitu memindahkan klien kelingkungan yang lebih dingin
serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.

1. Hipertermia
Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran
panas.
Hipertermia dibagi menjadi dua (2):
§ Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.
§ Hipertermian Malignan adalah kondisi bawaan dimana tidak dapat mengontrol produksi panas,
yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik tertentu.
2. Hipotermia
Hipotemia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.
3. Heatstroke
Heatstroke adalah pajanan yang lama terkena sinar matahari atau lingkungan dengan suhu
tinggi yang dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SUHU TUBUH

A. Pengkalian
§ Riwayat keperawatan.
§ Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri
kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran.

B. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


2. Resiko ketidakseimbangan temperatur tubuh

2.1.4 Memasang cooler blanket

Pengertian :
Sering kali digunakan untuk meredakan perdarahan dengan cara mengkonstriksi pembuluh
darah, meredakan inflamasi dengan vasokonstrisi, dan meredakan nyeri dengan
memperlambat kecepatan konduksi saraf, menyebabkan mati rasa, dan bekerja sebagai
counterirritant.
Tujuan :
1. Membantu menurunkan suhu tubuh
2. Mengurangi rasa sakit atau nyeri
3. Membantu mengurangi perdarahan
4. Membatasi peradangan
Indikasi :
1. Pasien yang suhunya tinggi
2. Pasien perdarahan hebat
3. Pasien yang kesakitan
Kontraindikasi :
1. Luka terbuka dengan meningkatkan kerusakan jaringan karena mengurangi aliran
ke luka terbuka
2. Gangguan sirkulasi. Dingin dapat mengganggu nutrisi jaringan lebih lanjut dan
menyebabkan kerusakan jaringan.
3. Alergi atau hipersensitivitas terhadap dingin. Beberapa klien memiliki alergi
terhadap dingin yang dimanisfestasikan dengan respon inflamasi (mis, eritema, hive,
bengkak, nyeri sendi, dan kadang-kadang spasme otot), yang dapat membahayakan
jika orang tersebut hipersensitif.

Persiapan Alat :
Alat
1. Bengkok
2. Kantong es
3. Sarung pelindung
Bahan
1. Potongan es secukupnya dalam wadah
2. Kassa gulung
3. Plester
4. Larutan klorin 0,5%
Perlengkapan
1. Baki dan alas
2. Perlak kecil atau handuk kecil dan alas
3. Tempat cuci tangan
4. Sarung tangan
5. Alat tulis dan buku catatan
6. Tempat sampah basah
7. Tempat sampah kering
8. Baskom

Persiapan Pasien :

 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan


 Menjaga privasi pasien

Langkah-langkah :
a. Menyiapkan alat dan bahan
Sebelum dimasukkan ke dalam kantong es, potongan es dicelupkan dulu ke dalam air untuk
menghilangkan ujung- ujungnya yang runcing.
Isi alat dengan keping es sebanyak stengah hingga dua pertiga kantong.
Keluarkan udara yang berlebihan dengan menekuk atau memelintir alat
Pasang tutup kantong atau kolar es dengan kuat, atau buat sebauh simpul pada sarung tangan
di bagian ujung yang terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah kebocoran cairan jika es
meleleh.
Pegang alat secara terbalik dan periksa jika ada kebocoran
Bungkus alat dengan sarung penutup yang lembut, jika alat tersebut belum dibungkus.
Pertahankan alat tersebut pada tempatnya dengan menggunakan kasa gulung, pengikat,atau
handuk. Fiksasi dengan plester se suai kebutuhan.
b. Mencuci tangan di bawah ait mengalir
c. Memasang perlak dan alasnya
d. Mendekatkan alat dan bahan
e. Memakai sarung tangan
f. Memasang kompres pada bagian tubuh yang memerlukan dan hanya pada jangka waktu
yang telah ditentukan guna menghindari efek yang mebahayakan dari kompres dingin yang
berkepanjangan
g. Mengucap hamdallah dengan pasien dan berpamitan
h. Membereskan alat- alat
i. Merendam sarung tangan dalam larutan klorin
j. Mencuci tangan

NO ASPEK YANG DINILAI TINDAKAN


YA TIDAK
1 TAHAP PRAINTERAKSI
Kaji :
a. Kemampuan klien untuk mengenali kapan rasa dapat menyebabkan cedera.
Kaji apaan klien menyadari rasa dingin serta dapat membedakan suhu yang
terlalu dingin untuk jaringan tubuh
b. Tingkat kesadaran dan kondisi fisik umum klien. Klien yang sangat muda,
sangat tua, tidak sadar,atau yang lemah tidak dapat
menoleransi dingin dengan baik.
c. Area yang dikompres dengan memeriksa :
· Perubahan integritas kulit, seperti adanya edema, memar, kemerahan,
lesi terbuka, adanya rabas, dan perdarahan.
· Status sirkulasi (warna, suhu, dan sensasi). Jaringan yang terasa dingin,
berwarna pucat atau kebiruan, dan kurangnya sensasi atau mati rasa
mengindikasikan kerusakan sirkulasi.
d. Tingkat ketidaknyamanan dan rentang pergerakan sendi jika spasme otot
atau nyeri sedang dikompres.
e. Denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Faktor ini penting dikaji
sebelum kompres diberikan pada area tubuh yang luas.

2 TAHAP ORIENTASI
a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan menjelaskan prosedur
yang akan dilakukan.
Contoh “assalamualaikum bapak/ibu perkenalkan saya perawat...akan
melakukan tindakan pemberian cooler blanket/ selimut dingin yang
bertujuan untuk...”
b. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
c. Ajak pasien berdoa bersama sebelum melakukan tindakan dengan
membaca “bismillahirrohmanirrohim”
3 TAHAP KERJA
k. Menyiapkan alat dan bahan
Sebelum dimasukkan ke dalam kantong es, potongan es dicelupkan dulu
ke dalam air untuk menghilangkan ujung- ujungnya yang runcing.
Isi alat dengan keping es sebanyak stengah hingga dua pertiga kantong.
Keluarkan udara yang berlebihan dengan menekuk atau memelintir alat
Pasang tutup kantong atau kolar es dengan kuat, atau buat sebauh simpul
pada sarung tangan di bagian ujung yang terbuka. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kebocoran cairan jika es meleleh.
Pegang alat secara terbalik dan periksa jika ada kebocoran
Bungkus alat dengan sarung penutup yang lembut, jika alat tersebut belum
dibungkus.
Pertahankan alat tersebut pada tempatnya dengan menggunakan kasa
gulung, pengikat,atau handuk. Fiksasi dengan plester se suai kebutuhan.
l. Mencuci tangan di bawah ait mengalir
m. Memasang perlak dan alasnya
n. Mendekatkan alat dan bahan
o. Memakai sarung tangan
p. Memasang kompres pada bagian tubuh yang memerlukan dan hanya
pada jangka waktu yang telah ditentukan guna menghindari efek yang
mebahayakan dari kompres dingin yang berkepanjangan
q. Mengucap hamdallah dengan pasien dan berpamitan
r. Membereskan alat- alat
s. Merendam sarung tangan dalam larutan klorin
t. Mencuci tangan
4 TAHAP TERMINASI
EVALUASI

a. Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan


b. Mengevaluasi kenyamanan pasien setelah dilakukan tindakan
selimut dingin/cooler blanket

DOKUMENTASI

a. Mencatat respon klien terhadap pemindahan yang telah dilakukan


b. Mencatat kenyamanan posisi pasien setelah dilakukan pemberian
selimut pendingin / cooler blanket

2.1.4 Memasang warme blanket


1. DEFINISI
Blanket warmer / selimut penghangat adalah suatu alat yang digunakan untuk
menghangatkan tubuh pasien ketika mengalami hipotermi.

2. TUJUAN
1. Membantu mempertahankan suhu tubuh
2. Mengurangi rasa sakit atau nyeri
3. Mencegah terjadinya hipotermi

3. PROSEDUR

NILAI
NO. TINDAKAN
YA TIDAK KET
A. Persiapan Alat dan Bahan
1. Warmer Blanket
2. Warming unit
B. Persiapan Klien
1. Cuci tangan (sesuai SOP cuci tangan)
2. Sampaikan salam (sesuai SOP komunikasi
terapeutik)
3. Jelaskan prosedur kepada klien untuk
mengurangi kecemassan dan
mengharapkan kerjasama dari klien dan
kontrak waktu
C. Persiapan Lingkungan
1. Mengatur lingkungan klien, memasang
sampiran
D. Kerja
1. Mencuci tangan
2. Pasang warmer blanket diatas tempat tidur
pasien
3. Rapikan sebelah kanan dan kiri warmer
blanket
4. Tidurkan pasien diatas warmer blanket
5. Hubungkan slang warmer unit dengan
warmer blanket
6. Nyalakan mesin warmer unit dan atur
suhunya

4. EVALUASI
8.1. Mencatat tindakan pemasangan warmer blanket.
8.2. Mengobservasi respon klien selama tindakan.

2.1.5 melaksanakan obat sesuai progam terapi


A. Strandar dan Reaksi Obat
1. Standar Obat
Obat merupakan subtansi asing yang dimasukan ke dalam tubuh manusia guna untuk
menimbulkan atau menghasilkan efek – efek pengobatan atau terapi. Dalam penggunaanya,
tentus aja oabt ini tidak boleh digunakan asal – asalan apalagi jika sampai digunakan karena
berdasarkan insting belaka, hal – hal tersebut tentu saja dapat membahayakan. Maka dari itu
sebelum pemberian obat dilakukan, alangkah lebih baik jika kita mengetahui bagaimana
standar obat yang baik, diantaranya :
a. Kemurnian, yaitu bahwa obat mengandungg unsure keaslian, tidak ada percampuran.
b. Standar potensi yang baik.
c. Memiliki bioavailability yaitu keseimbangan setiap senyawa di dalam obat.
d. Adanya keamanan.
e. Efektivitas.
2. Reaksi Obat
Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval waktu yang
diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi, sehingga terjadi pengurangan konsentrasi
setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.

B. Masalah dalam Pemberian Obat dan Intervensi Keperawatan


Obat diberikan semata – mata hanya bertujuan untuk menghasilkan reaksi terapi atau
reaksi pengobatan guna untuk mengurangi hingga menyembuhkan penyakit yang di derita
oleh klien atau pasien. Namun dalam proses pemberiannya terkadang ada beberapa hal yang
sering kali terjadi ketika proses pemberian obat akan dilakukan, diantaranya ialah :
1. Menolak pemberian obat
Pasien sering kali menolak ketika pemberian obat akan diberikan, hal ini biasanya
disebabkan karena adanya rasa takut terjadi sesuatu pada diri mereka ataupun karena hal – hal
kecil seperti tidak menyukai aroma obat tersebut. Jika pasien menolak pemberian obat,
intervensi keperawatan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menanyakan alasan
pasien melakukan hal tersebut. Kemudian, jelaskan kembali kepada pasien alasan pemberian
obat. Jika pasien terus menolak sebaiknya tunda pengobatan, laporkan ke dokter dan catat
dalam pelaporan.
2. Kerusakan Integritas kulit terganggu
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2000; 302). Batasan
karakteristik mayor harus terdapat gangguan jaringan epidermis dan dermis. Untuk mengatasi
masalah gangguan integritas kulit, lakukan penundaan dalam pengobatan, kemudian laporkan
ke dokter dan catat ke dalam laporan.
3. Disorientasi dan bingung
Masalah disorientasi dan bingung dapat diatasi oleh perawat dengan cara melakukan
penundaan pengobatan. Jika pasien ragu, laporkan ke dokter dan catat ke dalam pelaporan.
4. Menelan obat bukal atau sublingual
Sebagai perawat yang memiliki peran dependen, jika pasien menelan obat bukal atau
sublingual, maka sebaiknya laporkan kejadian tersebut kepada dokter, untuk selanjutnya
dokter yang akan melakukan intervensi.

5. Alergi kulit
Apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada pasien, keluarkan sebanyak
mungkin pengobatan yang telah diberikan, beritahu dokter, dan catat dalam pelaporan.

C. Konsep dan Tehnik Pemberian Obat Melalui Oral, Sublingual dan Bukal
1. Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat melalui mulut dilakukan dengan tujuan mencegah, mengobati, dan
mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dan tempatnya.
3) Air minum dalam tempatnya.
b. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat
tempat.
4) Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
- Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah
yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat
dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
- Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadian tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan
minuman.
- Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang membutuhkan
pengkajian.
5) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat dengan
mencatat hasil pemberian obat.
6) Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Melalui Sublingul
Pemberian obat melalui sublingual merupakan rute pemberian obat yang absorpsinya
baik melalui jaringan, kapiler di bawah lidah. Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena
tidak melalui lambung, sifat kelabilan dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu
dipikirkan.
a. Persiapan
Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
b. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Memberikan obat kepada pasien.
4) Memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah, hingga terlarut
seluruhnya.
5) Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara selama obat
belum terlarut seluruhnya.
6) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat dengan
mencatat hasil pemberian obat.
7) Cuci tangan.
3. Pemberian Obat Melalui Bukal
Pemberian obat secara bukal adalah memberika obat dengan cara meletakkan obat
diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi. Tujuannya yaitu mencegah efek lokal
dan sistemik, untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara ora,
dan untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.
c. Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
d. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Memberikan obat kepada pasien.
4) Memberitahu pasien agar meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi sampai
habis diabsorbsi seluruhnya.
5) Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara selama obat
belum terlarut seluruhnya.
6) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat dengan
mencatat hasil pemberian obat.
7) Cuci tangan.

D. Menyiapkan Obat Dari Ampul Dan Vial


1. Menyiapkan obat ampul
a. Persiapan alat
1) Catatan pemberian obat atau kartu obat
2) Ampul obat sesuai resep
3) Spuit dan jarum yang sesuai
4) Jarum steril ekstra (bila perlu)
5) Kapas alcohol
6) Kassa steri
7) Baki obat
8) Gergaji ampul (bila perlu)
9) Label obat
10) Bak spuit
11) Bengkok
b. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari ampul
1) Pertahankan sterilitas spuit, jarum dan obat ketika mempersiapkan obat dengan
menggunakan prinsip steril
2) Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue
c. Prosedur kerja
1) Cuci tangan
2) Siapkan alat-alat
3) Periksa label obat dengan catatan pemberian obat sesuai dengan prinsip 5 benar yaitu
benar nama pasien, benar nama obat, benar dosis obat, benar cara pemberian obat, dan benar
waktu pemberian obat
4) Lakukan penghitungan dosis sesuai dengan yang dibutuhkan
5) Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara melentikkan jari tangan
pada leher ampul beberapa kali atau dengan cara memutar ampul dengan tangan searah jarum
jam
6) Letakkan kassa steril diantara ibu jari tangan dengan ampul, kemudian patahkan leher
ampul kearah menjauhi tenaga kesehatan dan orang sekitar
7) Buang leher ampul pada tempat khusus
8) Buka penutup jarum spuit, kemudian masukkan jarum ke dalam ampulntepat di bagian
tengah ampul
9) Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dengan dosis yang diperlukan
10) Jika terdapat gelembung udara dalam spuit harus dikeluarkan terlebih dahulu
11) Periksa kembali jumlah larutan dalam spuit, bandingkan dengan volume yang dibutuhkan
12) Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
13) Bila perlu ganti jarum spuit yang baru, jika obat dapat mengiritasi kulit
14) Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
15) Tempatkan spuit dalam bak spuit, kapas alcohol dan kartu obat diatas baki
16) Buang dan simpan kembali peralatan yang diperlukan
17) Cuci tangan
2. Menyiapkan obat vial
a. Peralatan
1) Catatan pemberian obat atau kartu obat
2) Spuit dan jarum yang sesuai
3) Vial obat sesuai resep
4) Jarum steril ekstra (bila perlu)
5) Kapas alcohol
6) Baki obat
7) Label obat
8) Bak spuit
9) Bengkok
b. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyiapkan obat dari vial
1) Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk dalam vial
2) Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat menyiapkannya
3) Perlu pencahayaan yang baik saat menyiapkan obat ini
c. Prosedur kerja
1) Cuci tangan
2) Siapkan peralatan
3) Periksa label vial dengan catatan atau kartu obat sesuai prinsip 5 benar
4) Hitung dosis yang diperlukan. Bila perlu rotasikan cairan yang ada dalam vial dengan
menggunakan tangan agar tercampur sempurna. Tidak boleh mengocok larutan dalam vial
karena dapat menyebabkan larutan menjadi berbuih.
5) Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya
6) Usap bagian karet tersebut dengan kapas alcohol
7) Buka tutup jarum
8) Masukkan udara ke dalam spuit sesuai dengan jumlah obat yang dibutuhkan
9) Dengan hati-hati masukkan jarum secara tegak lurus tepat di tengah-tengah karet dari vial
dan ujung jarum dijaga di atas permukaan obat.
10) Aspirasi sejumlah obat yang diperlukan sesuai dosis dengan menggunakan salah satu
metode di bawah ini:
- Pegang vial menghadap ke atas, gerakkan ujung jarum ke bawah hingga berada pada
bagian bawah cairan obat. Kemudian tarik plunger hingga spuit terisi cairan obat sesuai
dengan dosis yang diperlukan. Hindari untuk menghisap tetes terakhir dari vial.
- Pegang vial menghadap ke bawah (terbalik), pastikan ujung jarum berada di bawah cairan
obat dan secara bertahap aspirasi cairan obat sesuai dengan dosis yang diperlukan.
11) Bila terdapat udara pada bagian atas spuit, maka keluarkan udara yang ada dalam spuit
tersebut ke dalam vial
12) Pada saat volume obat dalam spuit sudah tepat, maka cabut jarum dari vial dan tutup jarum
dengan penutup jarum
13) Jika masih terdapat gelembung dalam spuit:
- Pegang spuit secara vertical, dengan jarum menghadap ke atas.
- Tarik plunger ke bawah dan jentikkan spuit dengan jari.
- Dorong plunger perlahan ke atas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar tidak
mengeluarkan larutan.
14) Periksa kembali jumlah larutan yang ada pada spuit, bandingkan dengan volume yang
dibutuhkan
15) Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat yang sesuai
16) Ganti jarum spuit yang baru
17) Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
18) Tempatkan spuit (dalam bak spuit), kapas alkohol, dan kartu obat di atas baki
19) Buang atau simpan kembali peralatan yang tidak diperlukan Mencuci tangan
E. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Intervena (Selang IV), Intracutan (IC),
Subcutan (SC), dan Intramuscular (IM)
1. Pemberian Obat Melalui Intervena (selang IV)
a. Alat dan bahan :
1) Spuit dan jarum sesuai ukuran
2) Obat dalam tempatnya
3) Selang intravena
4) Kapas alcohol
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
5) Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah
dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7) Setelah selesai tarik spuit.
8) Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat
9) Cuci tangan
10) Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya
2. Pemberian Obat Melalui Jaringan Intrakutan (IC)
Memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dilakukan sebagai tes reaksi
alergi terhadap jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan
ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis. Secara umum, dilakukan pada daerah lengan,
tangan bagian ventral.
a. Persiapan Alat dan Bahan:
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dalam tempatnya.
3) Spuit 1 cc / spuit insulin.
4) Kapas alkohol dalam tempatnya.
5) Cairan pelarut.
6) Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).
7) Bengkok.
8) Perlak dan alasnya.
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan ada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Bebaskan daerah yang akan disuntik. Bila menggunakan baju lengan panjang, buka dan ke
ataskan.
4) Pasang perlak / pengalas di bawah bagian yang disuntik.
5) Ambil obat untuk tes alergi, kemudian larutkan / encerkan dengan akuades (cairan pelarut).
Selanjutnya, ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai ±1 cc. Lalu siapkan pada bak injeksi atau
steril.
6) Desinfeksi dengan kapas alkoho pada daerah yang akan disuntik.
7) Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.
8) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas yang sudutnya 15-20 terhadap
permukaan kulit.
9) Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
10) Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan massage.
11) Cuci tangan.
12) Catat reaksi pemberian, hasil pemberian obat / tes obat, tanggal, waktu, dan jenis obat.

3. Pemberian Obat Melalui Jaringan Subcutan (SC)


Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah lengan atas
sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar
umbilikus (abdomen). Umumnya, pemberian obat melalui jaringan subkutan ini dilakukan
dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah.
Terdapat dua tipe larutan insulin yang diberikan, yaitu jernih dimaksudkan sebagai insulin
tipe reaksi cepat (insulin reguler). Larutan yang keruh termasuk tipe lambat karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorpsi obat.
a. Persiapan Alat dan Bahan:
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dalam tempatnya.
3) Cairan pelarut.
4) Bak injeksi.
5) Bengkok.
6) Perlak dan alasnya.
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Bebaskan daerah yang disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan baju, maka dibuka atau dikeataskan.
4) Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan siberikan. Setelah itu,
tempatkan pada bak injeksi.
5) Desinfeksi dengan kapas alcohol
6) Tegakkan dengan tangan kiri (daerh yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas, yang sudut 45o dengan permukaan
kulit.
8) Lakukan aspirasi. Bila tidak ada daerah, semprotkan obat perlahan-lahan hingga habis.
9) Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Masukan spuit yang telah dipakai ke dalam
bengkok.
10) Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis/dosis obat.
11) Cuci tangan.
4. Pemberian Obat Melalui intramuscular (IM)
Memberikan obat melalui intramaskular merupakan pemberian obat dengan
memasukannya kedalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan di dorsogluteal
(posisi tengkurak), ventrogluteal (posisi berbaring), vastus lateralis (daerah paha), atau
deltoid (lengan atas). Tujuannya agar absorsi obat dapat lebih cepat.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dalam tempatnya.
3) Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran: untuk orang dewasa, panjangnya 2,5-3,75 cm
sedangkan untuk anak, panjangnya 1,25-1,5 cm.
4) Kapas alcohol dalam tempatnya.
5) Cairan pelarut.
6) Bak injeksi.
7) Bengkok.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Ambil obat kemudian masuk kedalam spuit sesuai dengan dosis. Setelah itu, letakan pada
bak injeksi.
4) Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (lihat lokasi penyuntikan).
5) Disenfeksi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan.
6) Lakukan penyuntikan:
- Dorsogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk tengkurap dan lututnya di putar kea rah
dalam atau miring. Fleksikan lutut bagian atas dan pinggul, serta letakan didepan tungkai
bawah.
- Ventrogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk miring, tengkurap, atau terlentang.
Lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi.
- Vastuslateralis (paha), menganjurkan pasien untuk berbaring telentang dengan lutut
sedikit fleksi.
- Deltoid (lengan atas), dengan menganjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar
dan dengan lengan atas fleksi.
7) Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus.
8) Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit. Bila tidak ada darah, semprotkan obat secara
perlahan-lahan hingga habis.
9) Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya. Tekan daerah penyuntikan dengan kapas
alkohol, kemudian letakan spuit yang telah digunakan pada bengkok.
10) Catat reaksi pemberian, jumblah dosis dan waktu pemberian.
11) Cuci tangan.

F. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Secara Topical (Kulit, Mata, Telinga dan
Hidung)
1. Pemberian Obat Pada Kulit
Memberikan obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya dikulit
yang bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi
kulit atau mengatasi infeksi. Jenis obat kulit yang diberikan dapat bermacam-macam seperti
krim, losion, aerosol dan spray.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya (seperti krim, losion, aerosol dan sray).
2) Pinset anatomis.
3) Kain kasa.
4) Kertas tisu.
5) Balutan.
6) Pengalas.
7) Air sabun, air hangat.
8) Sarung tangan.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan tindakan.
4) Gunakan sarung tangan.
5) Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit
mengeras) dan gunakan pinset anatomis.
6) Berikan obar sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan dan
mengompres.
7) Kalau perlu, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang diobati.
8) Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau saleb mata digunakan untuk
persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilatasi pupil, pengukuran refraksi
lensa dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi mata.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa saleb.
2) Pipet.
3) Pinset anatomi dalam tempatnya.
4) Korentang dalam tempatnya.
5) Plester.
6) Kain kasa.
7) Kertas tisu.
8) Balutan.
9) Sarung tangan.
10) Air hangat/ kapas pelembab.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Atur posisi pasien dengan kepala menegadah dengan posisi perawat disamping kanan.
4) Gunakan saryng tangan.
5) Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata kearah
hidung. Apabila sangat kotor basuh dengan air hangat.
6) Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari telunjuk di
atas tulang orbita.
7) Teteskn obat mata diatas sakus kunjungtiva. Stelah tetesan selesai sesuai dengan dosis,
anjurkan pasien untuk menutup mata dengan berlahan-lahan, apabila menggunakan obat tetes
mata.
8) Apabila obat mata jenis saleb, pengang aplikasi saleb diatas pinggir kelopak mata
kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata bawah.
Setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat kebawah, secara bergantian dan berikan obat
pada kelopak mata bagian atas. Biarkan pasien untuk memejamkan mata dan merenggangkan
kelopak mata.
9) Tutup mata dengan kasa bila perlu.
10) Cuci tangan.
11) Catat obat, jumblah, waktu dan tempat pemberian.
3. Pemberian Obat pada Telinga
Memberika obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep. Pada
umumnya, obat tetes telinga dapat berupa obat antibiotic diberikan pada gangguan infeksi
telinga, khususnya otitis media pada telinga tengah.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya.
2) Penetes.
3) Speculum telinga.
4) Pinset anatomi dalam tempatnya.
5) Korentang dalam tempatnya.
6) Plester.
7) Kain kasa.
8) Kertas tisu.
9) Balutan.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan digunakan.
3) Atur posisi pasien dengan kepala miring kekanan atau kekiri sesuai dengan daerah yang
akan diobati, usahakan agar lubang telinga pasien ke atas.
4) Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas/kebelakang pada orang
dewasa dan kebawah pada anak-anak.
5) Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan sesuai dosis
pada dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara.
6) Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukan atau oleskan salep pada liang
telinga.
7) Pertahankan posisi kepala ±2-3 menit.
8) Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu.
9) Cuci tangan.
10) Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.
4. Pemberian Obat Pada Hidung
Memberikan obat tetes pada hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan
keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya.
2) Pipet.
3) Speculum hidung.
4) Pinset anatomi dalam tempatnya.
5) Korentang dalam tempatnya.
6) Plester.
7) Kain kasa.
8) Kertas tisu.
9) Balutan
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dijalankan.
3) Atur posisi pasien dengan cara:
- Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke belakang.
- Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur.
- Berbaring dengan bantal dibawah bahu dan kepala tengadah ke belakang.
5) Berikan tetesan obat sesuan dengan dosis pada tiap lubang hidung.
6) Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama 5 menit.
7) Cuci tangan.
8) Catat cara, tanggal, dan dosis pemberian obat.

G. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui Anus / Rectum dan Vagina
1. Pemberian Obat Melalui Rectum
Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan memasukan obat
melalui anus dan kemudian raktum, dengan tujuan memberikan efek local dan sistemik.
Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat Supositotia yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah fases, dan merangsang buang
air besar.
Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti Dulcolac Supositoria, berfungsi untuk
meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat dengan efek sistemik, seperti obat
Aminofilin Supositoria, berfungsi mendilatasi Bronkhus. Pemberian obat Supositoria ini
diberikan tepat pada dinding Rektal yang melewati sphincter ani interna. Konta indikasi pada
pasien yang mengalami pembedahan rectal.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat Supositoria dalam tempatnya.
2) Sarung tangan.
3) Kain kasa.
4) Vaseline/pelican/pelumas.
5) Kertas tisu.
b. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Gunakan satung tangan.
4) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5) Oleskan pelicin pada ujung oabat Supositoria.
6) Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukan Supositiria secara berlahan
melalui anus, Sphincher ana interna, serta mengenai dinding rectal ± 10 cm pada orang
dewasa, 5 cm pada bayi atau anak.
7) Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu.
8) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama ± 45 menit.
9) Setelah selesai, lepaskan sarung tangan kedalam bengkok
10) Cuci tangan.
11) Catat obat, jumblah dosis, dan cara pemberian.
2. Pemberian Obat Melalui Vagina
Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat melalui vagina,
yang bertujuan untun mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau
serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang digunakan untuk
mengobati infeksi lokal.
a. Persiapan alat dan bahan:
1) Obat dalam tempatnya.
2) Sarung tangan
3) Kain kasa
4) Kertas tisu
5) Kapas sublimat dalam tempatnya.
6) Pengalas
7) Korentang dalam tempatnya
b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Gunakan sarung tangan
4) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
5) Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat
6) Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert
7) Apabila jenis obat Supositoria, maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada obat
8) Renggangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang dinding kanal
vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
9) Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orivisium dan labia dengan tisu
10) Anjurkan untuk tetap dalam posisi selama ±10 menit agar obat bereaksi.
11) Cuci tangan
12) Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

H. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Wadah Cairan Intravena


Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat
kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan
mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
1. Alat dan bahan :
a. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
b. Obat dalam tempatnya
c. Wadah cairan ( kantong / botol )
d. Kapas alcohol dalam tempatnya
2. Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
c. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan ke
ataskan
d. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
e. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
f. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah
dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah cairan.
g. Setelah selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan dengan
perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
h. Periksa kecepatan infus.
i. Cuci tangan
j. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pmberian obat

2.1.7 Melaksanakan evaluasi kebtuhan keseimbangan suhu tubuh


Prosedur pencegahan infeksi

1. Cuci tangan
Langkah cuci tangan adalah rata tata cara mencuci tangan menggunakan sabun untuk
membersihkan jari – jari, telapak dan punggung tangan dari semua kotoran, kuman serta
bakteri jahat penyebab penyakit.
Berikut adalah 7 langkah cuci tangan yang benar:

a) Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir,
ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut

b) Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

c) Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih

d) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan


e) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

f) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.

g) Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian
diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu
keringkan memakai handuk atau tisu.

Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair sangat disarankan
untuk kebersihan tangan yang maksimal. Pentingnya mencuci tangan secara baik dan benar
memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga secara keseluruhan serta mencegah kuman dan
bakteri berpindah dari tangan ke tubuh anda.

2. Penggunaa Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung diri harus selalu tersedia untuk individu yang melakukan pelayanan klien.

a) Gaun

Alasan utama memakai gaun adalah untuk melindingi pengotoran pakaian selama kontak
dengan pakaian. Gaun menutup individu pelayanan kesehatan dan pengunjung dari kontak
dengan materi darah yang terinfeksi atau cairan tubuh.

b) Pelindung pernapasan

Gunakan pelindung seluruh wajah (dengan penutup mata, hidung, dan mulut) untuk
mengantisipasi percikan atau semua darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu, gunakan
masker juga saat bekerja dengan klien yang ditempatkan pada pencegahan droplet atau darah.
Jika klien berada dalam perlindungan pencegahan udara untuk TB, gunakan masker tipe
respirator yang disetujui OSHA.

c) Pelindung mata

Gunakan baik kacamata khusus atau google ketika melakukan prosedur yang menyebabkan
percikan atau semburan. Kacamata harus disesuaikan dengan wajah sehingga cairan tidak
dapat masuk diantara wajah dan kacamata.

d) Sarung tangan

Sarung tangan membantu untuk mencegah penularan patogen dengan kontak langsung dan
tidak langsung.
Ketika diperlukan alat perlindungan diri lengkat, pertama-tama lakukan cuci tangan,
kemudian pakai gaun, gunakan masker dan kacamata (selama diperlukan), dan diakhiri
dengan memakai sarung tangan.

3. Pemasangan & Pelepasan Sarung Tangan Bersih dan Sarung Tangan Steril

a) Sarung Tangan Bersih

Cara pemasangan dan pelepasan bersih tidak memerlukan prosedur khusus. Pemasangannya
dilakukan seperti memasang sarung tangan pada umumnya, begitu juga saat pelepasan sarung
tangan bersih.

b) Sarung tangan steril

1) Pemasangan

1. Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan pakaian panjang di tarik ke atas.

2. Inspeksi kuku dan permukaan kulit apakah ada luka

3. Perawat mencuci tangan

4. Buka pembungkus bagian luar dari kemasan sarung tangan dengan memisahkan sisi -
sisinya

5. Jaga agar sarung tangan tetap di atas permukaan bagian dalam pembungkus

6. Identifikasi sarung tangan kiri dan kanan, gunakan sarung tangan pada tangan yang
dominan terlebih dahulu

7. Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tangan yang non dominan pegang tepi mancet sarung
tangan untuk menggunakan sarung tangan dominan

8. Dengan tangan yang dominan dan bersarung tangan selipkan jari - jari ke dalam mancet
sarung tangan kedua

9. Kenakan sarung tangan kedua pada tangan yang non dominan

10. Jangan biarkan jari -jari tangan yang sudah bersarung tangan menyentuh setiap bagian atau
benda yang terbuka
11. Setelah sarung tangan kedua digunakan mancet biasanya akan jatuh ke tangan setelah
pemakaian sarung tangan

12. Setelah kedua tangan bersarung tangan tautkan kedua tangan ibu jari adduksi ke belakang

13. Pastikan setelah pemakaian sarung tangan steril hanya memegang alat - alat steril.

2) Cara melepaskan sarung tangan steril

1. Pegang bagian luar dari satu mancet dengan tangan bersarung tangan, hindari menyentuh
pergelangan tangan

2. Lepaskan sarung tangan dengan dibalik bagian luar kedalam, buang pada bengkok

3. Dengan ibu jari atau telunjuk yang tidak memakai sarung tangan, ambil bagian dalam
sarung tangan lepaskan sarung tangan kedua dengan bagian dalam keluar, buang pada
bengkok.

Daftar Pustaka

Aimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental keperawatan, Ed. 7, Vol 1. Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam
Praktik. Jakarta: EGC.

Nasution, Septian. 2012. Prosedur Mengenakan dan Melepas Sarung Tangan [online].
Tersedia: http://septinas.blogspot.com/2012/06/prosedur-mengenakan-melepas-
sarung.html [9 Juni 2015].

Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Diposting oleh Unknown di 07.32

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Arsip Blog

 ▼ 2016 (8)
o ▼ Mei (8)
 Teori Hildegard E. Peplau
Sejarah Keperawatan

 Makalah Psikologi Praremaja


Keperawatan
 Satuan Acara Penyuluhan
Pemberantasan Jentik Nyamu...
 Konsep Keseimbangan Suhu
Tubuh dan Konsep Keseimba...
 Amputasi dan Pembebatan
pada Keperawatan Medikal B...
 Proposal Kewirausahaan
Keripik Pisang Keperawatan
 Klasifikasi Intensive Care Unit
(ICU) gawat darura...
 Metodologi Penelitian
Keperawatan
Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai