Anda di halaman 1dari 5

Etiologi

Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit infeksi parasit yang dapat dijumpai


hampir di seluruh dunia karena berbagai faktor seperti usia, kebiasaan, gizi,
kontak dengan kucing dan konsumsi daging kurang matang. Wanita pranikah
memiliki risiko terinfeksi toksoplasma yang berdampak pada kelainan selama
kehamilan, kecacatan atau kematian janin. (Silvia, 2019)

Patofisiologi

Toxoplasma gondii memiliki siklus hidupnya yang kompleks, yang terdiri dari
fase seksual dan fase aseksual. Reproduksi seksual terjadi pada inang definitif
yaitu felid. Setelah infeksi mereka menumpahkan ookista dalam tinja untuk
mencemari air dan lingkungan dan menularkan infeksi tersebut ke inang lain jika
ookista tertelan. Pada inang perantara, parasit merambat secara aseksual dan
mereka dapat ditransmisikan antara inang perantara melalui predasi. Sebagian
besar kasus toksoplasmosis manusia diperkirakan berasal dari konsumsi daging
kurang matang yang terinfeksi. Gejala klinis dari penyakit ini tidak nampak,
namun telah banyak menimbulkan kerugian bagi manusia (Nurcahyo dan
Priyowododo, 2019).

Dalam siklus hidup Toxoplasma gondii, setelah menelan parasit dan


perkembangbiakan tachyzoite selama tahap akut, parasit biasanya terlokalisasi di
organ yang berbeda termasuk organ reproduksi pria dan wanita dari inang
perantara. Jadi, infeksi dapat menyebabkan beberapa efek buruk pada fungsi
reproduksi. Dalam beberapa tahun terakhir dampak mendalam infeksi
Toxoplasma pada fungsi reproduksi wanita telah dilaporkan oleh beberapa
penelitian (Dalimi dan Abdoli, 2013).
Manifestasi Klinis

Adapun menurut Silvia, 2019, patofisiologi Toxoplasma gondii terjadi melalui :

1. Pada Toksoplasmosis congenial transmisi Toxoplasma kepada janin terjadi in


utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil

2. Pada Toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi bila memakan daging


mentah atau kurang matang (misalnya sate), kalau daging tersebut
mengandung kista jaringan atau takizoit Toxoplasma. Pada orang yang tidak
makan daging dapat terinfeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja
kucing tertelan (Seran et al, 2016).

3. Terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor penderita


toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi
Toxoplasma gondii.

4. Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat


laboratoriurn lain yang terkontaminasi oleh Toxoplasma gondii.

5. Transfusi darah lengkap dapat menyebabkan infeksi.

Pengaruh penyakit kepada ibu dan janin.

1. Infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti demam, malaise,


nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening (toxoplasmosis limfonodosa
acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa.

2. Hidrosefalus, yaitu: kondisi abnormal dimana cairan serebrospinal terkumpul


di ventrikel otak, pada janin dapat menyebabkan cepatnya pertumbuhan
kepala dan penonjolan fontanela (sehingga kepala tampak membesar karena
berisi cairan) dan wajah yang kecil.

3. Korioretinitis, yaitu: radang/inflamasi lapisan koroid di belakang retina mata.

4. Pengapuran (calcification) otak dan intraseluler.

5. Kondisi ini paling berat saat infeksi maternal (yang berasal dari ibu) terjadi
sejak dini saat masa kehamilan.

6. Sekitar 15-55% anak yang menderita infeksi bawaan atau sejak lahir
(congenitally infected children) tidak memiliki antibodi IgM spesifikT.gondii
yang dapat dideteksi saat lahir atau masa tumbuh-kembang awal (early
infancy).
7. Sekitar 67% penderita tidak disertai tanda atau gejala infeksi. Juga dilaporkan:
radang mata (chorioretinitis) terjadi pada sekitar 15% penderita, penulangan
intrakranial (10%), kepala kecil (microcephaly).

8. Disertai ketidaknormalan jumlah sel darah putih (leukosit) di cairan otak dan
sumsum tulang (cerebrospinal fluid), yang dalam istilah medis disebut dengan
pleocytosis. Sedangkan nilai protein meningkat pada 20% penderita.

9. Janin baru lahir yang terinfeksi T.gondii dapat mengalami anemia, penurunan
trombosit, dan penyakit kuning (jaundice) saat lahir.

10. Janin yang terinfeksi dapat tanpa gejala sama sekali, atau hanya didapatkan
pertumbuhan janin terhambat, atau gambaran hyperechoic bowel.

11. Bayi yang bertahan hidup (affected survivors) dapat menderita retardasi
mental, kejang (seizures), kerusakan penglihatan (visual defects), spasticity,
atau gejala sisa neurologis (berhubungan dengan saraf) yang berat lainnya
(Seran et al, 2016).

Komplikasi

Infeksi T. gondii dapat menimbulkan gejala komplikasi yang ringan atau bahkan
tanpa gejala pada individu imunokompeten (Hu, 2014). Secara umum infeksi
bersifat asimptomatis atau tanpa gejala, bahkan gejala yang ada sering tidak
spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain. Manifestasi penyakit pada
penderita imunodefisiensi bervariasi mulai dari tingkat ringan, sedang sampai
berat tergantung derajat imunodefisiensi. Toksoplasmosis pada penderita AIDS
juga sering menyebabkan Toksoplasma ensefalitis (TE) dan kematian. Risiko
seropositif T. gondii bila tidak diobati dapat seumur hidup, dan dapat berkembang
menjadi toksoplasma ensefalitis sekitar 25%.8 Reaktivasi infeksi kronis laten dari
kista yang terdapat dalam otak, mata, jantung, dan otot sering terjadi.( Al-Dujaily,
2014)

Penatalaksanaan sesuai kekewanangan bidan.

Adapun, menurut Triana, 2015, penatalaksanaan toxoplasmosis dengan cara :

1. Mengedukasikan cara pencegahan infeksi Toxoplasma Gondii pada


kehamilan dengan :

 Hindari para wanita hamil makan daging yang tidak dimasak matang
 Periksakanlah ke dokter hewan bila melihat hewan peliharaan yang
dipelihara terdapat tanda-tanda sakit.
 Jangan memberi makan daging mentah untuk hewan yang dipelihara.
Buanglah kotoran hewan peliharaan dalam plastik ke tempat sampah,
jangan menanam atau meletakanya di dekat kebun atau taman.
 Mencuci tangan setiap selesai bermain dengan hewan yang dipelihara.
 Membersihkan kotoran hewan yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk
menggunakan sarung tangan dan selalu mencuci tangan setiap selesai
membersihkan.
 Membiasakan menggunakan sarung tangan bila ingin mengerjakan
pekerjaan kebun atau perkarangan,untuk menghindari kontak langsung
dari kotoran hewan yang terinfeksi.
 Menggunakan sarung tangan, dan cucilah tangan, atau sebaiknya serahkan
tugas ini kepada anggota keluarga lainnya bila sedang hamil.
 Jangan minum susu unpasteurized dari hewan.
 Membersihkan alat-alat dapur ( seperti; papan atau alas untuk memotong)
yang dipakai untuk mengelola daging mentah, hal ini untuk mencegah
kontaminasi dengan makanan lainnya.
 Mencuci buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan dengan baik.
2. Penting melaksanakan pemeriksaan darah terhadap kemungkinan infeksi
penyakit ini pada masa pranikah atau sebelum kehamilan bagi kelompok
yang mampu, karena penyakit ini dapat diobati sehingga dampak negatif
seperti keguguran, lahir mati atau cacat setelah lahir dapat dihindari.
3. Pemberian konseling ataupun penyuluhan
Yang membahas tentang toksoplasmosis secara lengkap dan jelas ataupun
disertai pembagian brosur agar mudah dibaca oleh ibu-ibu hamil sebagai
bentuk peningkatan pengetahuan ibu hamil terhadap suatu penyakit
misalnya informasi upaya pencegahan toksoplasmosis yang harus
difokuskan terutama pada pencegahan penularan toksoplasmosis dari
hewan ke manusia salah satunya pencegahan kebiasaan menyentuh tanah
bagi ibu-ibu yang suka berkebun, bercocok tanam ataupun bertani.
4. Menyarankan kepada para ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin minimal 4 kali selama kehamilan agar penyakit dan
komplikasi kehamilan dapat terdeteksi sejak dini terutama ibu
primigravida yang baru pertama kali mengalami kehamilan yang belum
mengetahui risiko kehamilan yang kemungkinan dapat diderita oleh ibu.
5. Perlu direkomendasikan kepada para tenaga kesehatan untuk melakukan
screening toksoplasmosis pada saat masa kehamilan sebagai upaya
pencegahan terinfeksinya toxoplasmosis.
6. Apabila telah diduga ibu positif terinfeksi, rujuk ke dokter atau fasilitas
kesehatan yang lebih memiliki kewewenangan lebih.

Abdoli, A. Dalimi, A. (2014). Are There any Relationships between Latent


Toxoplasma gondii Infection, Testosterone Elevation, and Risk of Autism
Spectrum Disorder. Behav Neurosci Depan . Vol. 4, no 8)

Nurcahyo dan Priyowidodo. (2019). Toxoplasmosis pada hewan. Yogyakarta :


Samudera Biru
Seran, VJ. Kepel, B. Fatimawali (2016). Seroepidemiologi toksoplasmosis pada
masyarakat di Desa Kumu Kabupaten Minahasa. Jurnal e-Biomedik. vol 4,
no.1

Hu X, Pan CW, Li YF, Wang H, Tan F. Urine sample used for detection of
toxoplasma gondii infection by loop-mediated isothermal amplification (LAMP).
Folia Parasitol (Praha) [Internet]. 2012;59(1):21–6. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22439424

Al-dujaily KO, Sh N. 2014 Combination of ELISA and RT-PCR tests in the


diagnosis of toxoplasmic infection in aborted women and congenitally infected
infants . J Biotechnol Res Cent. 2014;8(3):44–7.

Silvia, Y., 2019. HUBUNGAN INFEKSI VIRUS HERPES SIMPLEX DAN


TOXOPLASMA GONDII DENGAN KEJADIAN INFERTILITAS PADA WANITA
PASANGAN USIA SUBUR (PUS) (Doctoral dissertation, Universitas andalas).
Hayderi, LE. Caucanas, M. Nikkels. (2012).
Triana, A., 2015. Faktor Determinan Toksoplasmosis pada Ibu Hamil. KEMAS:
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(1), pp.25-31.

Anda mungkin juga menyukai