LP Urs
LP Urs
Abstrak : Hidronefrosis adalah perubahan anatomis ginjal berupa dilatasi pada bagian
pelvikokaliks ginjal akibat penumpukan urin. Faktor penyebab hidronefrosis salah satunya adalah
obstruksi saluran ureter oleh batu saluran kemih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara ukuran batu ureter dengan derajat hidronefrosis pada pasien batu ureter unilateral.
Analisis dilakukan pada 520 data rekam medik Departemen Urologi Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo tahun 2009-2011. Data ukuran batu dibagi sesuai diameter, yaitu ukuran batu
ureter 1 = <5mm, 2= 5-<10mm, dan 3= ≥10mm, dan derajat hidronefrosis berdasarkan pelebaran
pelvikokaliks ginjal (rendah dan tinggi) yang dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan ukuran batu ureter 2, paling banyak terjadi pada
derajat hidronefrosis ringan. Juga pada hidronefrosis derajat berat paling banyak terjadi pada pasien
dengan batu ureter ukuran 2. Sedangkan pasien dengan batu ureter ukuran 1 memiliki angka
kejadian hidronefrosis paling kecil (p=0.000). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
ukuran batu ureter terhadap derajat hidronefrosis.
Abstract :
Key words:
Pendahuluan
Batu saluran kemih merupakan masalah yang cukup besar dalam kehidupan. Prevalensi
penyakit batu saluran kemih dapat diperkirakan 1-15% dalam kehidupan. Kemungkinan terjadinya
batu saluran kemih dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, dan lingkungan/lokasi tempat
tinggal. Berdasarkan survey, angka insidens batu saluran kemih sudah mengalami perubahan.
Berdasarkan kelompok umur pada laki-laki, Angka insidens terbanyak batu saluran kemih pada
tahun 1965 adalah pada kelompok umur 20-49, sedangkan pada tahun 2005 pada kelompok umur
30-69. Pada kelompok umur jenis kelamin perempuan, angka insidens juga mengalami perubahan.
Pada tahun 1965, angka insidens pada kelompok usia 20-49 tahun, sedangkan angka insidensi pada
tahun 2005 pada kelompok umur 50-79. Di Amerika Serikat (AS), prevalensi batu saluran kemih
menunjukkan angka pada laki-laki (13%) lebih besar dari perempuan (7%).9 Di Indonesia, telah
tercatat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terdapat peningkatan jumlah penyakit batu saluran
kemih yang telah mendapat penanganan. Angka pasien pada tahun 1997 adalah 182 pasien ,
sedangkan pada tahun 2002 meningkat hingga 847 pasien. Peningkatan jumlah pasien dengan batu
saluran kemih juga terjadi di seluruh rumah sakit di Indonesia. Hasil penghitungan menunjukkan
terdapat 58.959 orang berkunjung ke rumah sakit, 37.636 kasus baru, 19.018 orang dirawat, dan 378
orang mati.11
Berdasarkan studi oleh Shiddiqui EH, et al. adanya sumbatan batu saluran kemih merupakan
faktor yang besar yang dapat menyebabkan morbiditas.10 . Batu saluran ureter terbentuk akibat
adanya supersaturasi dari zat yang terlarut dari urin. Zat ini dapat berupa garam oksalat, asam urat,
sistein, dan xantin. Terbentuknya batu dapat menjadi suatu sumbatan pada saluran ureter. Sumbatan
ini menyebabkan stagnansi aliran urin menuju saluran ureter bagian distal.9 Melihat kebiasaan
Faktor ukuran batu diduga berpengaruh untuk menjadi sumbatan aliran urin.9 Berdasarkan literature
urologi, banyak yang menuliskan bahwa derajat obstruktif dapat memengaruhi derajat
hidronefrosis. Ukuran batu menjadi faktor yang mempengaruhi karena terjadinya sumbatan total
pada ureter. Hal ini berdampak pada semakin cepatnya proses sumbatan dan semakin cepat
kerusakan pada ginjal yang terjadi.
Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Departemen Urologi dan melakukan evaluasi pada pasien dengan batu ureter melalui rekam medik
urolitiasis tahun 2009-2011. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara ukuran
batu ureter dengan derajat hidronefrosis. Dengan melihat ukuran batu ureter penderita dapat melihat
lama waktu dari pembentukan batu tersebut, dimana lama batu dengan sumbatan batu ureter dapat
berpengaruh langsung terhadap pelebaran ginjal tersebut.
Landasan Teori
Ureter adalah saluran yang menghubungakan antara ginjal dengan vesika urinaria. Diameter normal
dari ureter adalah 8mm.5 Kemudian pada daerah tertentu mengalami penyempitan dan memiliki
ukuran yang berbeda, yaitu pada bagian pelvis sebesar 4 mm, pada abdomen sebesar 5-6 mm,
Ureteropelvis junction (UPJ) sebesar 2-4 mm dan intramural sebesar 1,5-3mm.
Pada batu ukuran <6cm dikatakan dapat lewat melalui ureter secara spontan, tanpa
menyebabkan sumbatan.2 Pada sebuah penelitian, ditemukan bahwa pada hidronefrosis derajat
rendah paling banyak disebabkan oleh batu dengan ukuran 4-6.9mm. Pada penelitian lain oleh
Zelenko n dkk, dikatakan bahwa diameter ureter yang mengalami sumbatan rata-rata berukuran 7
mm. Adanya obstruksi ini akan membawa ginjal menuju kerusakan tubular ginjal. Proses apoptosis
pada ginjal dengan aktifnya cysteinyl aspartate-specific proteinases (caspases). Proses apoptosis ini
diseimbangkan dengan peningkatan produksi growth factor. Dengan peningkatan produksi GF ini
akan membawa kearah penumpukan jaringan ikat dan fibrosis. Apabila sudah terjadi dalam jangka
waktu yang lama, kerusakan parenkim ginjal tidak dapat dikompensasi dengan peningkatan jaringan
ikat. Hal ini akan berdampak pada pembesaran ginjal namun fungsi ginjal sudah berkurang.
Keadaan penimbunan urin dalam ginjal akan dibagi sebagai derajat hidronefrosis. Derajat ini hanya
bisa dilihat menggunakan modalitas radiologi. Modalitas radiologi yang dapat dilakukan adalah
computerized tomography dan ultrasonography.1 Derajat hidronefrosis ini dibagi menjadi 4. Derajat
0 menandakan ginjal masih dalam keadaan baik.3 Berikut adalah pembagian derajat hidronefrosis:3
a) Derajat 1 dan Derajat 2. Pada kedua derajat ini dikatakan derajat ringan. Penimbunan urin
pada derajat ini sangat rendah dan belum terjadi kerusakan parenkim ginjal.
b) Derajat 3. Pada derajat 3, penimbunan urin sudah mencapai pelvis ginjal dan mencapai
kaliks.
c) Derajat 4. Pada derajat 4 terdapat penimbunan urin sama yang mencapai pelvis ginjal dan
mencapai kaliks. Namun pada derajat 4, sudah terjadi penipisan dari parenkim ginjal.
Metode
Desain Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional untuk dapat mengetahui hubungan
antara batu ureter (ureterolithiasis) dengan derajat hidronefrosis yang timbul pada penderita batu
ureter. Penelitian ini menggunakan data dari rekam medik pasien batu saluran ureter pada Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Departemen Urologi sejak tahun 2009-2011. Data yang diambil
kemudian disaring menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah rekam medis pasien urolithiasis di Departemen Urologi RSCM tahun 2009-2011, laki-laki,
dengan batu unilateral saluran ureter, dan dengan hidronefrosis dan diketahui derajatnya.
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 97 pasien yang diambil
dengan metode consecutive sampling. Data yang diambil untuk penelitian ini berjumlah 520 pasien.
Data yang diambil berupa ukuran batu ureter dan derajat hidronefrosis. Ukuran batu ureter yang
diambil akan dibagi menjadi 3 kategori, <5, 5-<10, dan ≥10mm. Pembagian kategori ini dilakukan
berdasarkan European Association of Urology yang membagi ukuran batu ureter menjadi <10mm
dan ≥10mm. Kemudian diketahui batu saluran kemih dapat lepas secara spontan pada batu ukuran
6mm. Hidronefrosis dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan Society of fetal urology.
Hasil
Penderita obstruksi batu saluran kemih pada tahun 2010 di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Departemen Urologi mencapai angka 2002. Pasien dengan batu ureter unilateral
dan jumlah batu hanya satu berjumlah 539 pasien laki-laki dan 192 perempuan. Kemudian pasien
dengan hidronefrosis pada tahun 2010 mencapai 321 pasien laki-laki dan 94 wanita.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara ukuran batu ureter dengan
derajat hidronefrosis yang terjadi. Data penelitian ini diambil dari rekam medik pasien urolithiasis
Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Kemudian data yang diambil akan
disesuaikan kembali dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang sesuai oleh kriteria penelitian
ini sebanyak 520 dari 2816 data. Kemudian data ini, akan diambil data ukuran batu ureter dan
derajat hidronefrosis untuk diketahui hubungan antara keduanya.
Dari data yang di dapat, diketahui bahwa penderita batu saluran ureter pada laki-laki sesuai
dengan kriteria, yaitu paling banyak terjadi pada penderita berusia 40 tahun-an. Ukuran batu paling
banyak ditemukan (modus) pada pasien batu ureter unilateral dengan hidronefrosis adalah 6 mm
dengan rerata 7.61 mm. Pada data karakteristik, mayoritas pasien laki-laki dengan batu ureter
unilateral mengalami hidronefrosis derajat ringan sebanyak 322 dari 520 data.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa ukuran batu ureter 2 paling banyak terjadi derajat
hidronefrosis ringan dan berat. Pada batu ureter ukuran 1 memiliki angka derajat hidronefrosis
paling kecil. Kemudian diuji analisis dengan uji chi-square. Hasil analisis dengan metode chi-
square, p didapatkan sebesar 0.000. dengan nilai p<0.05 maka hasil ini berhubungan bermakna.
Pembahasan
Setelah dilakukan seleksi dengan kriteria penelitian, didapatkan data sebanyak 520 pasien.
Pada karakteristik data, didapatkan 322 data mengalami derajat rendah hidronefrosis, sedangkan
pada derajat berat hidronefrosis sebanyak 111 data. Bila jumlah dari seluruh derajat hidronefrosis
ini seimbang, maka akan dapat terlihat jelas ukuran batu ureter yang menyebabkan derajat
hidronefrosis yang terjadi pada penderita batu ureter unilateral.
Penyebab terjadinya hidronefrosis yang dilihat dalam penelitian ini adalah obstruksi pada
saluran ureter. Urolitiasis adalah pembentukan batu urin di dalam saluran kemih. Pembentukan batu
saluran kemih ini didasari oleh proses supersaturasi garam-garam urin. Setelah terbentuk inti batu,
terjadi proses agregasi dari garam-garam urin. Proses agregasi ini akan terus berjalan dan
dipengaruhi oleh lama waktu transit batu tersebut di dalam nefron. Proses agregasi ini membentuk
batu menjadi lebih besar. Batu ini lepas dari nefron dan ginjal, kemudian masuk ke dalam saluran
ureter. Semakin lama batu menyumbat saluran ureter, maka ukuran batu ureter dapat bertambah
karena terjadi proses agregasi akibat saturasi urin pada bagian yang tersumbat. Lama sumbatan
dibagian ini dapat menyebabkan penumpukan urin yang berakibat pada pelebaran sistem
Penelitian oleh Hiller et al (2012), mengatakan bahwa tingkat keparahan dari hidronefrosis
ini dipengaruhi oleh semakin besarnya ukuran batu1. Hanya pada hidronefrosis yang parah yang
memiliki hubungan dengan keberadaan ukuran batu yang besar. Dalam penelitiannya, mereka
menghubungkan derajat hidronefrosis dengan ukuran maksimal dari batu uterer. Pada pasien tanpa
hidonefrosis memiliki rata-rata ukuran batu ureter sebesar 5,6±2mm; hidronefrosis ringan memiliki
rata-rata ukuran batu ureter sebesar 5,6±2mm; hidronefrosis parah memiliki rata-rata ukuran batu
ureter sebesar 8,3±3,2mm. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa pada hidronefrosis dengan derajat
parah memiliki keterkaitan dengan ukuran batu yang ukurannya jauh lebih besar (p=0.001).1
Pada tabel 4.1.2, diketahui terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara setiap ukuran
batu ureter pada derajat hidronefrosis. Pada pasien dengan batu ureter ukuran 2 paling banyak
menderita hidronefrosis derajat rendah (249 pasien dari 375 kasus atau 66.40%). Juga, pada
hidronefrosis derajat berat, ternyata paling banyak terjadi pada pasien dengan batu ureter ukuran 2
(60 pasien dari 111 kasus atau 54.05%). Bila kita lihat kembali kategori ukuran batu 2 adalah 5-<10
mm. Ukuran batu ureter besar menurut Hiller et al, adalah 8,3±3,2 mm, maka ukuran ini ada
didalam kategori ukuran batu 2 (5-<10 mm). Maka hasil penelitian ini, sesuai dengan penelitian
oleh Hiller et al (p=0,000). Pada pasien dengan ukuran batu 1 (<5mm), angka kejadian
hidronefrosis paling sedikit jika dibandingkan dengan pasien dengan batu ureter ukuran 2 dan 3.
Hal ini sesuai dengan studi oleh Ravi, bahwa batu dengan ukuran <6mm dapat melewati ureter
secara spontan. Oleh karena itu, jumlah pasien hidronefrosis pada batu ukuran 1 memiliki angka
yang kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ukuran batu berhubungan dengan derajat
hidronefrosis.
Pada penelitian ini, hanya melihat kejadian antara ukuran batu ureter dengan derajat
hidronefrosis ginjal penderita batu ureter. Penelitian ini tidak mengetahui berapa lama pasien
tersebut ada dalam keadaan obstruksi tersebut. Hidronefrosis merupakan keadaan yang timbul
ketika sumbatan terjadi dalam keadaan kronis. Karena hal ini diawali dengan sumbatan yang
menyebabkan adanya kerusakan tubulus ginjal secara kronik yang diikuti dengan penurunan fungsi
ginjal. Untuk melihat fungsi ginjal akibat obstruksi, akan lebih baik untuk memperlihatkan
hubungannya dengan hasil kimia urin, seperti kreatinin urin, kreatinin darah, creatinine clearance,
dan laju filtrasi glomerulus. Semua hal diatas, memiliki pengaruh saat terjadi obstruksi hingga saat
obstruksi berjalan kronik. Pelebaran pelvikokaliks pada hidronefrosis merupakan gambaran secara
kasar yang dapat dilihat melalui Ct-scan atau radiologi.
Kesimpulan yang didapat secara deskriptif menunjukkan bahwa prevalensi penderita batu
ureter unilateral pada laki-laki mencapai 83.27% dari seluruh penderita batu saluran kemih di
RSCM. Prevalensi penderita batu ureter unilateral pada laki-laki di Departemen Urologi RSCM
adalah sebesar 18,46%.dari seluruh penderita batu saluran kemih di RSCM. Rerata ukuran batu
ureter pada penderita hidronefrosis di RSCM adalah 7.61±3.056 mm. Derajat ringan hidronefrosis
banyak terjadi pada pasien dengan batu ureter ukuran 5-<10mm. Berdasarkan uraian diatas,
terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu dengan derajat hidronefrosis.
Saran
Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk memperdalami hubungan antara
ukuran batu ureter dengan derajat hidronefrosis. Studi yang dilakukan hendaknya memperhatikan
adanya faktor penyakit batu ureter terdahulu, sumbatan akibat tumor, striktur ureter, dan faktor lain
yang membuat gangguan aliran urin.
Daftar Pustaka
1. Yamamoto M, Hibi H, Miyake K. A Case of Unilateral Giant Hydronephrosis with Renal
Insufficiency. Nagoya J. Med. Sci. 58. 107 - 110, 1995.
2. Ravi MC. Clinical Study of Hydronephrosis due to Urolithiasis. 2011. Departement of
General Surgery J.J.M Medical College Davanegere. p.114
3. Kim DS, et al. High-Grade Hydronephrosis Predict Poor Outcomes after Radical
Cystectomy in Patients with Bladder Cander. J Korean Med Sci 2010; 25: 369-73.
4. Monico CG, Milliner DS. Genetic Determinants of Urolithiasis. 2012. Nat. Rev. Nephrol.8.
151-162.
5. Smith AD, et al. smith textbook of endourology. 2nd edition.italy: BC Decker Inc. 2007;
p.215
6. Zelenko N, Coll D, Rosenfeld AT, Smith RC. Normal Ureter Size on unenhanced helical
CT. AJR AM J Roentgenol. 2004; 182 (4): 1039-41.
7. Goertz JK, Lotterman S. Can the degree of Hydronephrosis on Ultrasound predict kidney
stone size? American Journal of Emergency Medicine (2010) 28, 813-816.
8. Birowo P. Patofisiologi Batu Saluran Kemih. di dalam: Birowo P. Common Urologic
Problems in Daily Primary Practice. Edisi ketiga. Jakarta; Departemen Urologi FKUI-RSCM.
2011: hal. 7-10.