Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imobilisasi atau gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai
kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan fungsi fisiologis, yang dalam
praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau ambulasi selama lebih dari
tiga hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi fisiologis yang
diakibatkan penurunan aktivitas dan “desconding” (Aru, dkk. 2009).
Gangguan mobilitas fisik merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan.
Keterbatasan dalam mobilisasi mempengaruhi otot-otot dan rangka. Pada otot
terjadi penurunan massa otot akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika
gangguan mobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi
penurunan massa otot yang berkelanjutan. Gangguan mobilisasi juga
mempengaruhi rangka dan juga otot sehingga terjadi penurunan luas gerak
sendi, kontraktur sendi, penurunan masa otot, dan atrofi otot. (Potter & Perry,
2010).
Ada beberapa macam penyakit yang bisa menyebabkan timbulnya
gangguan mobilitas fisik pada seseorang. Beberapa diantaranya adalah seperti
stroke, artritis, osteoposis, fraktur dan sebagainya. Semua masalah tersebut
umumnya terjadi pada lansia, namun tidak menutup kemungkinan terjadi juga
pada usia dewasa seperti stroke.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak (Sudoyo Aru). Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik
untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Kusuma, 2015).
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi stroke nasional 12,1 per mil
dan yang terakhir data di 2018 menunjukkan 10,9 per mil. Kenaikan
diperkirakan terjadi pada usia muda. Kisaran usia termuda ada di umur 35
tahun dan tertua 75 tahun. Umur ini lebih cepat dibanding tahun sebelumnya
usia termuda penderita stroke yakni 40 hingga 45 tahun.

1
2

Stroke, gout atau mungkin penyakit lain dapat menyebabkan gangguan


pada saat pasien ingin mengontrol pergerakannya. Padahal setiap sendi mayor
seperti leher, bahu, siku, pergelangan tangan, jari tangan, ibu jari, pinggul,
lutut, pergelangan kaki dan jari kaki harus digerakan secara teratur beberapa
kali setiap hari untuk mencegah kekakuan dan deformitas. Untuk individu yang
sehat dan aktif, latihan ini terjadi secara normal dalam kehidupan sehari-hari.
Namun untuk individu yang sakit atau tidak dapat bergerak (immobile),
pergerakan sendi mungkin terbatas atau terganggu. Untuk mencegah
abnormalitas sendi, perawat harus memastikan bahwa pasien melatih semua
sendi beberapa kali sehari melalui latihan ROM (Roshdal & Kowalski, 2012).
Latihan teratur mencegah deformitas sendi yang disebabkan kontraktur
otot dalam waktu yang lama. Kontraktur adalah kontraksi (pemendekan)
kontinu otot yang menggerakan sendi. Latihan teratur mencegah kondisi
seperti pneumonia hipostatik, tromboflebits, kulai kaki, kesulitan sirkulasi,
kerusakan kulit, gangguan perkemihan, impaksi fekal dan depresi.
Dilatar belakangi oleh itu semua, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut lagi mengenai penerapan prosedur range of motion (ROM) pada
pasien dengan gangguan mobilitas fisik (Roshdal & Kowalski, 2012).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang dipaparkan di latar belakang maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan prosedur Range Of
Motion (ROM) pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik”
C. Tujuan Penelitian
Menerapkan prosedur Range Of Motion (ROM) pada pasien dengan
gangguan mobilitas fisik
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penulisan ini ditujukan kepada beberapa pihak, yaitu:
1. Masyarakat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan
pengetahuan dan memberikan gambaran pada masyarakat bagaimana
caranya melakukan Range Of Motion (ROM) pada pasien dengan
gangguan mobilitas fisik pasca stroke
3

2. Penulis
Dengan adanya penelitian ini penulis mendapatkan pengalaman yang
berharga dalam penerapan prosedur Range Of Motion (ROM) pada pasien
dengan gangguan mobilitas fisik
3. Institusi
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan
tentang prosedur Range Of Motion (ROM) pada pasien dengan gangguan
mobilitas fisik pasca stroke, menambah kepustakaan tentang Range Of
Motion (ROM) dan memperbaharui ilmu yang didapatkan.
E. Sistematika Penulisan
Bab I penduluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Sedangkan
pada Bab II tinjauan pustaka berisi tentang definisi, tujuan, jenis, prosedur Bab
III metodologi penelitian berisi tentang desain penelitian, subjek penelitian,
fokus penelitian, instrument penelitian metode pengumpulan data, tempat
penelitian, analisis data dan penyajian data, etika penelitian.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gangguan Mobilitas Fisik


Imobilisasi atau gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai
kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan fungsi fisiologis, yang dalam
praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau ambulasi selama lebih dari
tiga hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi fisiologis yang
diakibatkan penurunan aktivitas dan “desconding” (Aru, dkk. 2009).
Gangguan mobilitas fisik merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan.
Keterbatasan dalam mobilisasi mempengaruhi otot-otot dan rangka. Pada otot
terjadi penurunan massa otot akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika
gangguan mobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi
penurunan massa otot yang berkelanjutan. Gangguan mobilisasi juga
mempengaruhi rangka dan juga otot sehingga terjadi penurunan luas gerak
sendi, kontraktur sendi, penurunan masa otot, dan atrofi otot. (Potter & Perry,
2010).
Menurut Gordon (1993) dalam Kozzier (2010) menggambarkan tingkat
gangguan mobilitas fisik sebagai berikut
Tingkat Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara
penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan
Tingkar 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

4
5

B. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas fisik


Faktor yang mempengaruhi mobilisasi seseorang menurut Hidayat
(2010) diantaranya:
1. Gaya hidup
2. Proses penyakit/injury
3. Tingkat energy
4. Kebudayaan
5. Usia
C. Pengukuran Kekuatan Otot
Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai
untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa
status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah kemajuan yang
diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi
perburukan pada penderita. Penilaian kekuatan otot menurut Suratun, dkk
(2008) meliputi :
1. Nilai 0: paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot.
2. Nilai 1: kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus
otot dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi.
3. Nilai 2: otot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi kekuatannya
tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.
4. Nilai 3: dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh
gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa
5. Nilai 4: kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan
6. Nilai 5: kekuatan otot normal.
D. Definisi ROM
Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian
yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena
penyakit, diabilitas, atau trauma.
Latihan range of motion adalah kegiatan latihan yang bertujuan untuk
memelihara fleksibilitas dan mobilitas sendi (Tseng,et all, 2007)
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal dan
transversal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke
6

belakang membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan, contoh gerakan fleksi
dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta gerakan hiperekstensi pada pinggul.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi
bagian depan dan belakang, contoh gerakannya abduksi dan adduksi pada
lengan dan tungkai serta eversi dan inversi pada kaki. Sedangkan potongan
transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas
dan bawah, contoh gerakannya supinasi dan pronasi pada tangan, rotasi
internal dan eksternal pada lutut, dan dorsofleksi dan plantar fleksi pada kaki
(potter & perry, 2006).
Latihan ROM dapat menggerakkan persendian seoptimal dan seluas
mungkin sesuai kemampuan seseorang dan tidak menimbulkan rasa nyeri pada
sendi yang digerakkan. Adanya pergerakan pada persendian akan
menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi.
Ketika sendi digerakkan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan saling
bergesekan. Kartilago banyak mengandung proteoglikans yang menempel
pada asam hialuronat yang bersifat hidrophilik. Adanya penekanan pada
kartilago akan mendesak air keluar dari matriks sinovial. Bila tekanan berhenti
maka air yang keluar ke cairan sinovial akan ditarik kembali dengan membawa
nutrisi dari cairan (Ulliya, et al., 2007).
E. Tujuan ROM
Menurut Tseng, et al. (2007), Rhoad & Meeker (2009), Smith, N. (2009) dan
Smeltzer & Bare (2008), tujuan latihan ROM adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi
2. Mengembalikan kontrol motorik
3. Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan lunak
4. Membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial
5. Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang
mengalami paralisis.
6. Memaksimalkan fungsi ADL
7. Mengurangi atau menghambat nyeri
8. Mencegah bertambah buruknya system neuromuscular
9. Mengurangi gejala depresi dan kecemasan
10. Meningkatkan harga diri
11. Meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan
7

F. Jenis ROM
Dikenal 3 jenis latihan ROM, yaitu latihan ROM aktif, Aktif dengan
penampingan dan latihan ROM pasif (Rosidawati, 2020) :
1. Latihan ROM aktif.
Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri.
Latihan yang dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat meningkatkan
kemandirian dan kepercayaan diri klien.
2. Latihan aktif dengan pendampingan (active-assisted).
Latihan tetap dilakukan oleh klien secara mandiri dengan didampingi
oleh perawat. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan dukungan
dan atau bantuan untuk mencapai gerakan ROM yang diinginkan.
3. Latihan ROM pasif
Pada pasien yang sedang melakukan bedrest atau mengalami
keterbatasan dalam pergerakan latihan ROM pasif sangat tepat dilakukan
dan akan mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari kemungkinan
kontraktur pada sendi. Setiap gerakan yang dilakukan dengan range yang
penuh, maka akan meningkatkan kemampuan bergerak dan dapat
mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat
melakukan latihan ROM secara aktif maka perawat bisa membantunya
untuk melakukan latihan (Rhoad & Meeker, 2008). Latihan dapat
dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Peran perawat dalam
hal ini dimulai dengan melakukan pengkajian untuk menentukan bagian
sendi yang memerlukan latihan dan frekuensi latihan yang diperlukan
G. Gerakan ROM
Dalam ROM ada beberapa gerakan yaitu (Rpsidawati, 2020) :
1. Fleksi, yaitu gerakan menekuk persendian
2. Ekstensi, yaitu gerakan meluruskan persendian
3. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi sumbu tubuh
4. Adduksi, yaitu gerakan mendekati sumbu tubuh
5. Rotasi, yaitu gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian melingkari
aksis tubuh
6. Pronasi, yaitu gerakan memutar ke bawah/ menelungkupkan tangan
7. Supinasi, yaitu gerakan memutar ke atas/ menengadahkan tangan
8. Inversi, yaitu gerakan ke dalam
8

9. Eversi, yaitu gerakan ke luar


H. Prosedur ROM
1. Prinsip-Prinsip dalam melakukan Latihan ROM
Kozier, et all. (2008), Potter & Perry (2006), Rhoad & Mekeer (2008)
menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat
melakukan latihan ROM sebagai berikut :
a. Untuk latihan ROM aktif, klien dianjurkan untuk melakukan gerakan
sesuai yang sudah diajarkan, hindari perasaan ketidaknyamanan saat
latihan dilakukan, gerakan dilakukan secara sistematis dengan urutan
yang sama dalam setiap sesi, setiap gerakan dilakukan tiga kali denga
frekuensi dua kali sehari.
b. Yakinkan bahwa klien mengetahui alasan latihan ROM dilakukan.
c. Sendi tidak boleh digerakkan melebihi rentang gerak bebasnya,sendi
digerakkan ke titik tahanan dan dihentikan pada titik nyeri.
d. Pilih waktu di saat pasien nyaman dan bebas dari rasa nyeri untuk
meningkatkan kolaborasi pasien
e. Posisikan pasien dalam posisi tubuh lurus yang normal
f. Gerakan latihan harus dilakukan secara lembut, perlahan dan berirama
g. Latihan diterapkan pada sendi secara proporsional untuk menghindari
peserta latihan mengalami ketegangan dan injuri otot serta kelelahan
h. Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa
i. Tekankan pada peserta latihan bahwa gerakan sendi yang adekuat
adalah gerakan sampai dengan mengalami tahanan bukan nyeri.
j. Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri
k. Amati respons non verbal peserta latihan
l. Latihan harus segera dihentikan dan berikan kesempatan pada peserta
latihan untuk beristirahat apabila terjadi spasme otot yang
dimanifestasikan dengan kontraksi otot yang tiba-tiba dan terus
menerus
2. Intensitas latihan
Smeltzer & bare (2008) menyebutkan bahwa latihan ROM dapat
dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap
latihan, sedangkan Perry & Poter (2006) menganjurkan untuk melakukan
latihan ROM minimal 2 kali/hari. Tseng, et al. (2007) dalam penelitiannya
9

menyebutkan bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6


hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas masing-masing 5
gerakan untuk tiap sendi.
Di bawah ini adalah prosedur ROM (Suratun, dkk. 2019)
No. Tindakan
A. Fase Persiapan Alat
1. Persiapan Lingkungan
2. Persiapan alat-alat pemeriksaan TTV
B. Fase Orientasi
1. Memberi salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan ROM
a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
b. Memelihara mobilitas persendian
c. Mengurangi sirkulasi darah
d. Mencegah kelainan bentuk
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan kesiapan pasien
Persiapan pasien
a. Cek tanda-tanda vital
b. Cek tanda-tanda peningkatan TIK
c. Cek hasil CT-Scan
d. Cek kemampuan melakukan aktivitas
C. Fase Kerja
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan
c. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegeang pergelangan tangan pasien
d. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
e. Catat perubahan yang terjadi
10

2. Fleksi dan Ekstensi Siku


a. Jelakan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lenga pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya
c. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya
mendekati bahu
d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
e. Catat perubahan yang terjadi

3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku
menekuk
c. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnyaputar lengan bawah pasien
sehingga telapaknya menjauhinya
d. Kembalikan ke posisi semula
11

e. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap


ke arahnya
f. Kembalikan ke posisi semula
g. Catat perubahan yang terjadi

4. Pronasi Fleksi Bahu


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya
c. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
d. 4. Angkat lengan pasien pada posisi semula
e. Catat perubahan yang terjadi

5. Abduksi dan Adduksi Bahu


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien di samping badannya
c. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegangan
tangan pasien dengan tangan lainnya
d. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya (Abduksi)
12

e. Gerakan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)


f. Kembalikan ke posisi semula
g. Catat perubahan yang terjadi

6. Rotasi bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
c. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan
pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
d. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah
e. Kembali posisi lengan ke posisi semula
f. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas
g. Kembalikan lengan ke posisi semula
h. Catat perubahan yang terjadi

7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari kaki


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
13

b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan


lain memegang kaki
c. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi

8. Inversi dan Eversi Telapak kaki


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya
c. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya
d. Kembalikan ke posisi semula
e. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain
f. Kembalikan ke posisi semula
g. Catat perubahan yang terjadi
14

9. Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks
c. Tekuk pergelangan kaki , arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien
d. Kembalikan ke posisi semula
e. Tetkuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
f. Catat perubahan yang terjadi

10. Fleksi dan ekstensi lutut


a. Jelaskan yang akan dilakukan
b. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
c. Angkat kaki , tekuk pada lutut dan pangkal paha
d. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada jsejauh mungkin
e. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke
atas
f. Kembalikan ke posisi semula
g. Catat perubahan yang terjadi
15

11. Rotasi Pangkal Paha


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu
tangan yang lain di atas lutut
c. Putar kaki menjauhi perawat
d. Putar kaki ke arah perawat
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi

12. Adduksi dan Abduksi Pangkal Paha


a. Jelaskan prosedur yang akan dilakuakn
b. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit
c. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari
tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
d. Gerakkan kaki mendekati badan pasien
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi
g. Pemeriksaan TTV setelah melakukan prosedur
16

D. Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Merapihkan alat
3. Mendokumentasikan hasil
4. Berpamitan
17

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut penulis penelitian kualitatif
adalah peneliti yang menjelaskan dan memberi pemahaman dan intrepetasi
tentang perilaku dan pengalaman manusia yang diperoleh melalui hasil
pengumpulan data seperti wawancara, observasi dan implementasi prosedur
dan menggali pengetahuan terhadap subjek studi kasus ini.
B. Populasi Dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah pasien di ruang perawatan lantai 5
zona A Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan sampel dua
orang pasien yang mengalami gangguan mobilitas fisik dengan diagnosa medis
yang sama.
C. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada studi kasus ini adalah lembar
wawancara, lembar SOP, dan lembar observasi infeksi. Lembar wawancara
digunakan sebagai pedoman untuk melakukan wawancara dengan subyek
untuk menghindari pertanyaan yang keluar dari konteks. Lembar SOP
digunakan sebagai daftar tilik untuk menilai kesesuaian antara langkah-
langkah secara teoritis dengan prosedur yang diterapkan. Lembar observasi
infeksi digunakan sebagai pedoman dalam melakukan observasi terhadap
perkembangan luka yang diberikan intervensi.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data studi kasus ini, peneliti melakukannya
dengan cara wawancara, observasi, implementasi tindakan, dan dokumentasi
berupa rekam medis pada kedua pasien yang memiliki gangguan mobilitas
fisik yang dirawat di ruang perawatan lantai 5 zona A Gedung A RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo.
E. Pengolahan Dan Analisa Data
Menurut Sugiyono (2016), proses analisis data kualitatif dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu

17
18

wawancara, observasi yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen


pribadi, dokumen resmi, gambar dan sebagainya. Setelah ditelaah, langkah
selanjutnya adalah reduksi data, penyusunan satuan, kategorisasi dan yang
terakhir adalah penafsiran data.
Analisis data pada studi kasus ini dilakukan setelah mendapatkan data
hasil dari kedua subyek dengan cara membandingkan hasil pengamatan dan
pengumpulan data antara subyek satu dengan yang lain yang diberikan
perawatan perineum dan dikaitkan dengan teori yang ada. Penyajian data yang
akan dilakukan peneliti adalah dengan menyajikan data dalam bentuk narasi
yang didukung oleh data-data yang didapatkan dalam studi kasus.
F. Etik Penelitian
Etika yang harus diperhatikan dalam studi kasus ini diantaranya:
1. Otonomi
Otonomi merupakan prinsip yang berkaitan dengan kebebasan
seseorang dalam menentukan nasibnya sendiri (independent).
Seseorang dapat menentukan pilihannya sendiri, apakah ia
diikutsertakan atau tidak dalam penelitian sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai individu yang mampu menentukan sesuatu bagi
dirinya. Penulis memberikan kebebasan pada pasien tanpa
mengintimidasi atau memaksa mengenai keputusan yang telah diambil.
Apabila pasien tidak bersedia menjadi subjek atau suatu saat pasien
mengundurkan diri saat penelitian sedang berlangsung, maka penulis
harus menghormati hak subjek
2. Beneficence
Penelitian yang melibatkan pasien sebagai responden harus
dilakukan demi kebaikan pasien. Hal tersebut bertujuan agar
mendapatkan suatu metode dan konsep yang baru untuk kebaikan
pasien. Penelitian yang dilakukan hendaknya memberi manfaat bagi
pasien sebagai responden. Prosedur inhalasi yang akan dilakukan pada
penelitian akan sesuai dengan menerapkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang sudah ditentukan sebelumnya sebelum
melakukan tindakan keperawatan.
19

3. Non Maleficence
Sebagian besar penelitian keperawatan menggunakan populasi
dan sampel manusia (pasien). Oleh karena itu, sangat beresiko terjadi
kerugian fisik dan psikis terhadap subjek penelitian. Penelitian yang
dilakukan perawat sebaiknya tidak berbahaya, merugikan, atau
mengancam jiwa subjek.
4. Confidentiality
Peneliti wajib merahasiakan data-data subjek penelitian yang
sudah dikumpulkannya. Semua informasi yang telah dikumpulkan
dijaga kerahasiaannya oleh penulis dan hanya kelompok data tertentu
yang akan dilaporkan pada hasil penelitian. Sehingga informasi
individual tertentu tidak bisa langsung dikaitkan dengan subjek. Subjek
juga harus dijaga kerahasiaannya atas keterlibatannya dalam studi
kasus ini.
5. Justice
Studi kasus ini bersifat adil kepada subjek yang akan diteliti dan
kepada semua pasien saat penelitian sedang berlangsung. Kedua
subyek akan diberikan intervensi yang sama dan dengan manfaat yang
sama serta diberikan informed consent pada subyek sebelum
dilakukannya penelitian.
20

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus. Dkk. (2015). Penatalaksanaan Dibidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan
Praktik Klinis. Jakarta : InternaPublishing.

Ahdiat, Adi. (2019). Penderita Stroke Meningkat, Ini 10 Langkah Pencegahannya.


Diakses dari https://kbr.id/nasional/10-
2019/penderita_stroke_meningkat__ini_10_langkah_pencegahannya/10111
6.html, tanggal 3 Februari 2020.

Nurarif, Amin Husada., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic – Noc. Yogyakarta :
MediAction.

Rosidawati, Ida. (2020). Standar Prosedur Range Of Motion. Diakses dari


https://www.academia.edu/33473747/STANDAR_OPERASIONAL_PROS
EDUR_RANGE_OF_MOTION, tanggal 3 Februari 2020.

Sulaiman, M. Reza., & Dini Afrianti Efendi. (2019). Hari Stroke Sedunia, Kemenkes
Waspadai Kasus Stroke di Usia Muda. Diakses dari
https://www.suara.com/health/2019/10/29/060500/hari-stroke-sedunia-
kemenkes-waspadai-kasus-stroke-di-usia-muda, tanggal 3 Februari 2020.

Suratun, dkk. (2019). Modul Praktikum Laboratorium Keperawatan Medikal Bedah II


(KMB II). Bekasi : Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

20

Anda mungkin juga menyukai