Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki luas hutan bakau (mangrove) sebesar 3.489.140,68 hektare
yang tumbuh di sepanjang 95.000 kilometer pesisir Indonesia atau setara 23% dari
total luas kawasan hutan bakau dunia yang mencapai sekitar 16.530.000 hektar.
Hutan mangrove ditemukan di banyak wilayah Indonesia, dan ekosistem mangrove
regional penting ada di Papua, Kalimantan dan Sumatera (FAO, 2007).
Hutan mangrove merupakan hutan dengan kandungan karbon terpadat di
wilayah tropis. Lahan ini menyimpan lebih dari tiga kali rata-rata karbon per hektar
hutan tropis daratan (Donato et al., 2011). Hutan mangrove Indonesia menyimpan
lima kali karbon lebih banyak per hektare dibandingkan dengan hutan tropis dataran
tinggi. Permukaan bawah ekosistem mangrove Indonesia menyimpan sejumlah
besar karbon: 78% karbon disimpan di dalam tanah, 20% karbon disimpan di pohon
hidup, akar atau biomassa, dan 2% disimpan di pohon mati atau tumbang.
Hutan mangrove di Indonesia memberi manfaat bagi masyarakat lokal sebagai
penyangga mata pencahariannya. Masyarakat lokal memanen udang, belut, kerang,
kepiting, siput laut dan beragam spesies ikan dari ekosistem mangrove, memberikan
penghasilan maupun pangan bagi keluarga. Di Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki
banyak lahan perairan bakau yang luas, tetapi masih belum digarap secara
maksimal. Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang hidupnya di hutan bakau, selama
ini nelayan mengambilnya masih dari alam, karena belum ada budidaya
pembibitannya. Bila kepiting bakau tersebut terus-menerus diambil oleh petani dari
alam, maka kepiting tersebut akan sulit berkembang dan dikhawatirkan akan punah.
Maka dari itu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Utara (Kaltara),
Amir Bakry menuturkan, lahan untuk budidaya kepiting di Kaltara sebanyak sekitar
200 ribu hektar.

1
Selain itu, di Kaltara juga memiliki koperasi nelayan yang telah berhasil
melakukan budidaya penetasan telur induk kepiting bakau (Scylla serrata). Satu
induk kepiting berhasil menetaskan rata-rata 1.566.000 larva dan bibit kepiting
(Scylla serrata) tersebut sudah dibagi-bagi ke nelayan tambak anggota Koperasi.
Dengan demikian Kaltara sudah berhasil menjadikan kawasan hutan mangrove yang
memberikan manfaat bagi masyarakat lokal sebagai penyangga mata
pencahariannya dengan budidaya kepiting bakau walaupun belum berjalan dengan
baik.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui profil Provinsi Kalimantan Utara
2. Untuk mengetahui potensi Provinsi Kalimantan Utara
3. Untuk mengetahui pengembangan potensi Provinsi Kalimantan Utara
4. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah Provinsi Kalimantan Utara
5. Untuk mengetahui pengaruh pengembangan potensi Provinsi Kalimantan
Utara

2
BAB II
ISI

A. Profil Provinsi Kalimantan Utara

Provinsi Kalimantan Utara yang memiliki luas ± 75.467.70 km², terletak pada
posisi antara 114º 35’ 22’ - 118º 03 00’ Bujur Timur dan antara 1º 21’ 36’ - 4º 24’
55’ Lintang Utara. Selain itu berdasarkan batas kewenangan provinsi, Provinsi
Kalimantan Utara diketahui memiliki luas lautan seluas 11.579 km² (13% dari luas
wilayah total).
Batas Wilayah Kalimantan Utara :
 Sebelah Utara: Negara Sabah (Malaysia)
 Sebelah Timur: Laut Sulawesi
 Sebelah Selatan: Provinsi Kalimantan Timur
 Sebelah Barat: Negara Serawak (Malaysia)
Secara geografis, Kalimantan Utara berbatasan dengan negara tetangga yaitu
negara Malaysia bagian Serawak dan Sabah. Pusat pemerintahan Kalimantan
Utara terjadi di ibu kota provinsi yakni Tanjung Selor. Pada survey tahun 2013,

3
jumlah penduduk Kalimantan Utara tercatat sebanyak 738.163 jiwa yang
menyebar di tanah seluas 72.567.49 km persegi.
Saat awal dibentuk, Kalimantan Utara memiliki 1 kota dan 4 kabupaten. 1 kota
tersebut adalah Tarakan dengan total populasi 239.973, sedangkan 4 kabupaten
yang dimaksuda adalah Kabupaten Bulungan yang didiami oleh 226.322 jiwa
dengan ibu kota Tanjung Selor, Kabupaten Malinau dengan total populasi 62.460
yang beribu kota di Malinau, Kabupaten Nunukan dengan jumlah penduduk
sebesar 140.567 jiwa dan beribu kota di Nunukan serta Kabupaten Tana Tidung
yang dihuni oleh 22.841 jiwa dengan ibu kotanya adalah Tideng Pale.

B. Potensi Provinsi Kalimantan Utara


Secara geografis Kalimantan Utara merupakan wilayah strategis yang
terletak diantara segitiga Indonesia-Malaysia-Filipina. Kalimantan Utara juga
memiliki kawasan perairan di wilayah Ambalat, yang diperkirakan kaya akan
sumber daya minyak dan gas. Di wilayah ini pun terdapat sejumlah potensi
perikanan dan pariwisata yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Data resmi dari pemerintah Provinsi Kalimantan Utara menyebutkan,
potensi mineral dan energi yang sudah terdeteksi di Kaltara antara lain batu
gamping sebanyak 654 ribu ton di Malinau dan 25 ribu ton di Nunukan, Sirtu 2,50
juta ton di Nunukan, dan pasir kuarsa sebanyak 1 milyar ton di Nunukan. Terdapat
pula potensi minyak dan gas yang terletak di beberapa blok di Kaltara. Terdapat 9
titik ladang minyak yang mengandung 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun cubic
feet gas. Potensi gas Kaltara tersebar di Kabupaten Bulungan, Tana Tidung, dan
Nunukan. Sementara itu, dalam bidang sumber energi berbasis konservasi terdapat
kekayaan alam berupa sungai yang berpotensi menjadi sumber energi listrik
berkapasitas ribuan megawatt, hydro energy.
Kalimantan Utara memiliki lebih dari 20 sungai yang berpotensi bisa
dibangun pembangkit listik (PLTA) karena memiliki arus air yang cukup kuat. Ke
20 sungai itu tersebar di 3 Kabupaten berbeda di Kaltara, yakni; Kabupaten

4
Nunukan dari Sungai Sembakung dengan potensi 500 MW, Kabupaten Bulungan
dari Sungai Kayan sebesar 9.000 MW), dan Kabupaten Malinau dari Sungai
Mentarang sebesar 7.600 MW. Di sektor perikanan, pada tahun 2012 Kaltara
memproduksi 206.208 ton ikan, dengan 94% diproduksi oleh perikanan darat.
Sebagai perbandingan, produksi ikan nasional tahun 2012 mencapai 13.643 ribu
ton di mana 60,8% dihasilkan oleh perikanan darat (BPS Kaltim 2013).
Kaltara juga menghasilkan perikanan laut di mana Kota Tarakan
memberikan kontribusi terbesar, yakni 38% dari total hasil perikanan laut Provinsi
Kaltara sebesar 11.821,1 ton. Sementara itu, Kabupaten Nunukan memberikan
kontribusi yang besar dalam perikanan, yaitu 150.420,3 ton dari sektor perikanan
darat atau 77,3% dari 194.831,9 ton perikanan darat yang dihasilkan Kaltara. Di
sektor perkebunan, Kaltara memiliki produk andalan yakni sawit yang mampu
meningkatkan kinerja perekonomian daerah. Selain itu, Kaltara menghasilkan
berbagai hasil perkebunan lainnya seperti karet, kopi, lada, dan kelapa.
Total produksi dari perkebunan yang ada di Kaltara mencapai 525.720 ton
dengan produksi kelapa sawit mencapai 513.448 ton atau sebesar 97,6% dari total
produksi perkebunan yang ada di Kaltara tahun 2012. Selain itu, di Kaltara terdapat
juga hutan yang dilindungi dan dikenal di seluruh dunia yaitu Hutan Lindung
Kayan Mentarang yang luasnya + 1,5 juta Ha, yang terletak di 2 Kabupaten yaitu
Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan. Hutan ini juga dikenal dengan
julukan sebagai “Heart of Borneo“.
Sumber daya alam yang melimpah menjadi satu modal besar yang harus
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi bagi kepentingan masyarakat di
wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Bukan tidak mungkin, potensi sumber daya
alam Kalimantan Utara yang melimpah tersebut bila dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin bisa menjadi langkah untuk berkontribusi dalam menjaga ketahanan
energi nasional, sekaligus visi misi menjadikan provinsi Kaltara sebagai lumbung
energi nasional tidak menjadi keniscayaan melainkan sebuah kenyataan.

5
Kalimantan utara memilki garis pantai 3.515 km yang menyimpan berbagai
potensi kelautan. Dengan begitu, dirinya melihat kegiatan tangkap nelayan masih
terkonsentrasi di zona 4 mil. Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah
melarang adanya kegiatan tangkap di zona 4 mil dari pantai.hal ini disebabkan
prototipe nelayan Kaltara menyesuaikan dengan armada tangkap yang
dimiliki. Berdasarkan data tahun 2018, armada penangkapan ikan di Sebatik di
dominasi oleh armada berukuran kecil yaitu 1 - 10 GT sebanyak 465 unit, kapal
berukuran 11 - 30 GT sebanyak 80 unit, sedangkan kapal berukuran di atas 30 GT
hanya 3 unit. Selain itu melalui intervensi SKPT Sebatik tahun anggaran 2018,
mendapatkan bantuan kapal penangkapan ikan dengan ukuran di bawah 5 GT
sebanyak 60 unit serta DAK provinsi sebanyak 10 unit.
Sumber daya pesisir dan laut yang ada di Provinsi Kalimantan Utara
(Kaltara) dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Apabila dikelola dan
dikembangkan secara baik. Kaltara memiliki potensi perikanan tangkap dan
perikanan budidaya. Jenis hewan yang ditangkap di perairan Kaltara bernilai
ekonomi tinggi. "Seperti Udang, Ikan dan kerang. Selain itu di beberapa daerah
juga dikembangkan Budidaya rumput laut dan kepiting Asoka. Bahwa sesuai
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 tentang Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, Wilayah Perairan Indonesia
dibagi dalam 11 WPPNRI. Perairan di Kalimantan Utara termasuk Sebatik masuk
ke dalam WPPNRI 716 yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 50 Tahun
2017, WPP 716 memiliki potensi perikanan sebesar 597.139 ton. Dari angka
potensi tersebut, terdapat tiga kelompok jenis sumber daya ikan yang masih bisa
dimanfaatkan dengan baik, artinya upaya penangkapan masih bisa dimaksimalkan
yaitu kelompok sumber daya ikan pelagis kecil, demersal, dan kepiting, Potensi
ikan di Kaltara terdapat di sepanjang pantai Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan,
Kota Tarakan, Kabupaten Tana Tidung (KTT), dan Kabupaten Nunukan. Bukan

6
hanya ikan tetapi rumput laut dapat berpotensi karena Kaltara sebagian ada yang
pulau, misalnya Nunukan, Tarakan, dan Sebatik" .
Pertumbuhan ikan di wilayah Kalimantan Utara dipengaruhi adanya muara
sungai. Karena memiliki potensi menghasilkan klorofil. Klorofil ini akan menjadi
planton dan sumber makanan ikan. Kekayaan wisata bahari seperti terumbu karang
di Kaltara berpotensi memiliki ikan karang. Namun sayangnya, masih ada
beberapa wilayah yang terumbu karangnya rusak akibat ulah orang-orang yang
tidak bertanggungjawab. Melimpahnya sumberdaya laut di wilayah Kalimantan
Utara tidak dimanfaatkan secara baik. Sehingga harus diimbangi dengan adanya
penataan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau terpencil sebagai acuan dalam
pengelolaan sumber daya laut.
Dengan Kondisi Kaltara baru berdiri kurang dari 10 tahun, maka
tidak mudah untuk mengubah sebuah wilayah menjadi luar biasa. Pemerintah dan
masyarakat harus bekerjasama dalam mengembangkan potensi sumber daya yang
ada di Kalimanta Utara dalam memberikan pemahaman dan strategi pengelolaan
sumber daya laut yang berkelanjutan. Memperhatikan adanyanya potensi
perikanan tersebut, sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2015-2019, salah satu
nawacita ke 3 adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu arah arah kebijakan dalam RPJMN adalah mendorong percepatan
pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, sebagai penggerak utama
pertumbuhan (engine of growth), terutama di wilayah koridor ekonomi, dengan
menggali potensi dan keunggulan daerah. Pembanguan Sentra Kelautan dan
Perikanan Terpadu (SKPT) di pulau-pulau kecil dan perbatasan merupakan
program perioritas KKP tahun 2015-2019 yang bertujuan utuk mengintegrasikan
proses bisnis kelautan dan perikanan di pulau pulau kecil dan/atau kawasan
perbatasan secara berkelanjutan.

7
C. Pengembangan Potensi Provinsi Kalimantan Utara
Pelemahan ekonomi di berbagai Negara dan penurunan harga komoditas
sumber energi (migas dan batubara) di pasar internasional menjadi salah satu
penyebab perlambatan ekonomi nasional dan regional Kalimantan Timur sampai
tahun 2016. Sebagai provinsi yang mengandalkan eksporkomoditas migas dan
batubara serta melemahnya harga kedua komoditas tersebut cukup berpengaruh
signifikan terhadap ekonomi Kalimantan Timur.
Laju pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur 1 triwulan I 2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2016,
pertumbuhan tahunan ekonomi Kalimantan Timur terkontraksi -1,3% (yoy), lebih
dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -0,5% (yoy). Capaian
pertumbuhan ekonomi triwulan I 2016 jauh lebih rendah dibandingkan
denganpertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 4,9% (yoy)(Bank
Indonesia, 2016). Sektor pertambangan masih menjadi penyebab utama turunnya
kinerjaperekonomian Kalimantan Timur (triwulan I 2016). Pemulihan ekonomi
globalyang berjalan lambat dan turunnya harga komoditas internasional
berdampak signifikan terhadap kinerja sektor ini, khususnya pertambangan
nonmigas (batubara). Dominasi sektor pertambangan tersebut mengakibatkan
multipliereffect terhadap kinerja sektor-sektor ekonomi lainnya termasuk sektor
pertanian, konstruksi dan jasa perusahaan.
Dari sisi permintaan, ekspor luar negeri merupakan penyebab utama kontraksi
ekonomi Kalimantan Timur sampai pada triwulan I 2016 mencapai51,2 persen.
Lebih dari 90 persen komoditas yang diekspor ke luar negeri merupakan
komoditas sumber daya alam berupa bahan bakar mineral. Ketika permintaan dari
negara mitra dagang utama menurun dan harga komoditas internasional yang

8
masih belum pulih berdampak pada terkontraksinya kinerja ekspor luar negeri
Kalimantan Timur.
Pelemahan ekonomi Kalimantan Timur juga berdampak pada buruknya iklim
investasi. Sebagian besar sektor ekonomi lainnya seperti industri pengolahan, jasa
keuangan, real estate, dan jasa lainnya termasuk administrasi pemerintahan juga
mengalami perlambatan. Namun masih terdapat sektor-sektor ekonomi yang
mengalami peningkatan kinerja pada triwulan I 2016, antara lain sektor pengadaan
listrik dan gas, pengadaan air, perdagangan, transportasi, akomodasi dan makan
minum, informasi dan komunikasi, jasa pendidikan dan jasa kesehatan. Demikian
juga dengan sektor industri pengolahan meskipun mengalami perlambatantetapi
dapat menjadi penahan utama bagi perekonomian Kalimantan Timur sehingga
tidak turun lebih dalam.
Pada triwulanI 2016 pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan
lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 0,7 persen secara tahunan
terkontraksi menjadi –1,0 persen. Pangsa sektor ini terhadap perekonomian
Kalimantan Timur cukup besar sekitar 7,7 persensehingga kontraksi yang
ditimbulkan mempengaruhi pertumbuhan negatif terhadap ekonomi daerah
sebesar -0,1 persen. Namun dalam lingkup sektor tersebut, sub sektor perkebunan
masih menjadi komponen utama sektor pertanian sebesar 43%, perikanan 24%,
kehutanan 20%, dan tanaman pangan serta hortikultura 13 %.
Sumber daya kemaritiman di Kalimantan Utara cukup besar sesuai dengan luas
wilayah darat dan laut. Bahkan berbagai potensi terkandung didalamnya mampu
memberikan kontribusi tinggi bagi pembangunan dan pengembangan kemaritiman
nasional. Potensi-potensi sumber daya kemaritiman meliputi potensi bidang
perdagangan antar wilayah. Potensi kandungan mineral berupa minyak gas dan
mineral lainnya yang terdapat di perut bumi serta potensi perikanan dan kelautan.
Termasuk potensi di bidang sosial ekonomi dan budaya, potensi pertahanan
keamanan dan politik, potensi pengembangan sumber daya manusia (SDM) di
bidang kelautan serta potensi-potensi lain yang belum teridentifikasi dengan baik

9
Kalimantan Utara yang masuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II
dinilai mempunyai potensi besar untuk bersaing di dunia internasional. Seluruh
kota dan kabupaten di Kalimantan Utara memiliki pelauhan, namun kapasitasnya
belum besar. Potensi yang ditawarkan kepada para investor di Kalimantan Utara
adalah rencana pembangunan Kawasan Industri dan Perdagangan Internasional
(KIPI) di daerah Tanah Kuning, Bulungan. Kawasan ini dinilai sangat strategis
karena berlokasi di jalur pelayaran nasional dan internasional ALKI II, yang
merupakan pintu gerbang menunju wilayah Asia Pasifik dan Eropa. Kalimantan
Utara memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut. Hal ini
didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi
berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan
kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Kalimantan Utara, yang
terdiri atas perikanan tangkap dan budidaya. Sebagian besar produksi perikanan di
Kaltara merupakan perikanan budidaya laut. Hasil perikanan budidaya di
Kalimantan Utara selain budidaya laut meliputi budidaya tambak, kolam,
karamba, jaring apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi yang kecil
Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Kalimantan
Utara antara lain belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta
budidaya perikanan lainnya, dan penggunaan teknologi penangkapan dan
pengolahan hasil ikan yang belum memadai. Strategi yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini antara lain pemberian kredit
mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di pasar lokal dan
untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan ikan.
Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan
berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

10
D. Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara
Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki banyak lahan perairan bakau yang luas,
tetapi masih belum digarap secara maksimal. Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang
hidupnya di hutan bakau, selama ini nelayan mengambilnya masih dari alam,
karena belum ada budidaya pembibitannya. Bila kepiting bakau tersebut terus-
menerus diambil oleh petani dari alam, maka kepiting tersebut akan sulit
berkembang dan dikhawatirkan akan punah. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Kalimantan Utara (Kaltara), Amir Bakry menuturkan, lahan untuk budidaya
kepiting di Kaltara sebanyak sekitar 200 ribu hektar. Tetapi lahan yang difungsikan
masih mencapai 149.958 hektar dan melibatkan 9.604 petani pembudidaya,
sehingga belum digaraf secara maksimal3.
Untuk mengatasi kepunahan Kepiting Bakau tersebut, Ibu Susi Pudjiastuti
selaku menteri telah mengeluarkan PERMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
RI NOMOR 56/PERMEN-KP/2016 tentang larangan penangkapan dan/atau
pengeluaran lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan
(Portunus spp.) dari wilayah negara republik indonesia. Untuk mendukung
Permen Kelautan di atas, maka koperasi produsen nelayan kalimantan utara,
(disebut koperasi nelayan) telah berhasil melakukan budidaya penetasan telur
Induk Kepiting Bakau (Scylla serrata). 1 (satu) induk kepiting menetaskan rata-
rata 1.566.000 larva. Bibit Kepiting (Scylla serrata) tersebut sudah dibagi-bagi ke
nelayan tambak anggota Koperasi.
Koperasi nelayan untuk menjual hasil budidayanya harus mengikuti aturan
Permen Kelautan diatas, akibanya lebih banyak menanggung biaya operasional
dibanding laba atau rugi.
1. Peraturan Sebaiknya Menganut Ekonomi Pancasila Sesuai dengan Sila Ke 5
dan UUD 1945 Pasal 27 dan Pasal 33.
UUD 1945 adalah peraturan perundangan yang tertinggi dan menjadi
dasar atas terbitnya semua peraturan perundangan dibawahnya. Dan Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum di Indonesia yang lajimnya disebut

11
istilah “GRUNDNORM”.Dalam UUD 1945 telah dinyatakan, tujuan
berdirinya Negara Indonesia adalah untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa4.
Dapat dikatakan bahwa dasar hukum utama bagi pembangunan
ekonomi Indonesia adalah Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33 UUD 1945, sekaligus
merupakan penjabaran dari Pancasila sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 19455. Dengan
demikian, semua peraturan yang dibawah UUD 1945, harus mempunyai tujuan
nasional yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum rakyat Indonesia, tidak
untuk perorangan. Sehingga terwujudlah masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bahwa
Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan ekonomi Indonesia6,
sekaligus merupakan ungkapan poltical will dari Bangsa Indonesia yang
dijabarkan dalam Pancasila dan dijiwai UUD 19457, maka setiap peraturan
dibawah UUD 1945 harus dibuat mengarah kepada pemantapan sistim ekonomi
nasional untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan memiliki ciri sesuai Pasal
33 UUD 19458.
2. Perlunya Harmonisasi Peraturan Menteri Kelautan dengan Peraturan Lainnya
dan Undang-Undang di atasnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo) menyampaikan pada
pemerintah “Masih ada aturan yang tidak sinkron, tidak konsisten, tidak
efisien, serta beda penafsiran,”9. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly
juga menyebut “Saat ini permasalahan aturan dan UU tumpang tindih hingga
disharmoni akibatnya menghambat investor. Yasonna menyebut saat ini ada 60
ribu UU yang tersebar di berbagai instansi. Presiden memerintahkannya untuk
mengevaluasi dan mensinkronkan UU tersebut supaya tidak tumpang tindih.
“Kalau kerangka hukum tidak dijalankan baik maka tidak akan memunculkan

12
kepercayaan dan over regulasi. UU dan peraturan yang disinkronisasi harus
dibuang dan revitalisasi hukum,”10.
Pendapat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga didukung oleh
Menteri dalam Negeri Tjahjo11. Dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan
Indonesia, juga ditemukan kejadian peraturan perundang-undangan yang
tumpang tindih 12. Akibatnya Koperasi Nelayan saat ini belum bisa berkembang
dengan baik, karena terhalang dengan terbitnya Permen Kelautan No.
56/Permen-KP/2016 yang tidak harmonis dengan Peraturan Menteri Kelautan
Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 49/Permen-KP/2014 Tentang Usaha
Pembudidayaan
 UUD 1945 alinea ke 4.
 Aziz Sri Woelan, Aspek-Aspek Hukum Ekonomi Pembangunan di
Indonesia, Citara Media Surabaya, 1996, hlm. 1.
 Ibid, hlm. 2
 Seda Frans, Simfoni Tanpa Henti Ekonomi Politik Masyarakat Baru
Indonesia, Grasindo, Jakarta, hlm. 331
 cit. hlm. 2
 com – 30/01/2018, 06:16 WIB. Diundu tgl. 27 Juli 2018.
 Detik News, Selasa 01 November 2016, 17:27 WIB. Diundu tgl. 27 Juli
2018.
 Berita Kemendagri tanggal 08 Pebruari 2018 00:30:00. Diundu tgl. 27 Juli
2018
 Solihin Akhmad, Politik Hukum Kalautan & Perikanan, Nuansa Aulia,
Bandung, hlm. 9 & 10
Ikan (Permen Budidaya) Pasal 1 ayat (1) “Pembudidayaan ikan adalah
kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta
memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya”13. Menurut Permen

13
Kelautan dan Perikanan ri No. 49/Permen-KP/2014 pasal 1 di atas, Koperasi
Nelayan dapat menjual hasil budidayanya. Tetapi menurut Permen Kelautan
No. 56/Permen-KP/2016, membatasi koperasi menjual hasil budidayanya.
Terbitnya Permen Kelautan tersebut, belum selaras dengan maksud dari dasar
hukum pembangunan ekonomi Indonesia Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33, UUD
1945, karena belum memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, khususnya
pada koperasi nelayan.
Agar kelautan menjadi sektor unggulan dan membangun perekonomian
nasional, maka diperlukan kebijakan yang mampu memayungi semua
kebijakan institusi Negara. Sehingga kebijakan tersebut mendukung
masyarakat nelayan sesuai maksud Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33 UUD 1945,
khususnya pada koperasi nelayan. Bahwa hasil budidaya peneluran induk
kepiting yang sudah dibagi-bagi seperti disebutkan di atas, belum dapat dijual
sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 49/Permen-KP/2014 Tentang Usaha Pembudidayaan Ikan Pasal 1 (ayat
1).
Manajemen Koperasi berharap pada Pemerintah agar dibuat pengecualian
pada Koperasi dan Pengusaha yang melakukan Budidaya sejenis, sehingga
Koperasi akan dapat meningkatkan pembudidayaan penetasan telur kepiting
secara maksimal. Karena bibit kepiting saat ini sangat dibutuhkan oleh nelayan,
sehingga keberadaan kepiting di alam tidak terganggu. Sudah seharusnya
Permen Kelautan tersebut diterbitkan mengarah pada pemantapan sistim
ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan UUD1945, sehingga terwujud
Demokrasi Ekonomi, yang memiliki ciri sesuai Pasal 33, sebagaimana
dijabarkan dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan
Menengah (UU UMKM) Pasal 1 ayat (8 dan 10) memperdayakan dan
mengembangkan UMKM. Sehingga Koperasi Nelayan dapat berjalan sesuai
maksud UU UMKM Pasal 2 dan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5. Pasal 2, “Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan: a. kekeluargaan; b. demokrasi

14
ekonomi; c. kebersamaan; d. efisiensi berkeadilan; e. berkelanjutan; f.
berwawasan lingkungan; g. kemandirian; h. keseimbangan kemajuan; dan, i.
kesatuan ekonomi nasional14.
Selain itu Permen Kelautan No. 56/Permen-KP/2016, Pasal 3 dan Pasal 4
juga belum memperhatikan Hak Asasi Manusia dari anggota Koperasi Nelayan
yang merupakan perseorangan WNI sesuai dengan konstitusi memiliki hak-hak
asasi atau dasar yang wajib dilindungi oleh Negara, baik untuk bekerja atau
berusaha, mempertahankan hidupnya dengan cara melakukan pekerjaan atau
usaha, sebagaimana diakui dan dijamin di dalam Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1)
dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Padahal
hak-hak dasar dari anggota Koperasi diakui dan dijamin dalam
 Pasal 1 ayat 1, Permen Kelautan dan Perikanan ri No. 49/Permen-KP/2014
 Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3. UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil, Dan Menengah
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya
Pasal 9 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 30, Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2)15.
3. Dampak dan Analisa Ekonomi dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor 56/Permen-Kp/2016, pada Pengusaha UMKM dan
Masyarakat Nelayan.
Dalam dialog bersama nelayan Nusa Tenggara Barat (NTB), pada
Jum’at, 28 Juli 2017 dengan tema “Potensi Pelanggaran HAM Peraturan
Menteri KP No. 56 Tahun 2016, yang dihadiri oleh Komisioner Komnas HAM
RI Manager Nasution, Presiden Front Nelayan Indonesia Rusdianto Samawa,
Ketua Umum Front Nelayan Indonesia Regional NTB, Yayasan Nelayan
Indonesia Nanang Qodir el Gazali, dan Sutia Budi mewakili Lembaga Bantuan
Hukum Nelayan Indonesia. Dialog tersebut intinya sebagai berikut ;
a. Penetapan Permen No. 56 Tahun 2016 oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) adalah sebaiknya sosialisasi yang matang dan dikaji lagi
secara akademik, sehingga Peraturan Menteri seharusnya direvisi sesuai

15
keadaan perkembangan di masyarakat, dan harus memiliki pertimbangan
dasar sosial ekonomi dan hukum.
b. Terbitnya Permen No. 56 Tahun 2016 berdampak pada meningkatnya
kemiskinan dan kriminalitas sekitar 12% dari sebelum terbit.
c. Permen tersebut efeknya dapat memaksa masyarakat melakukan tindakan
kriminal demi memenuhi kebutuhannya. Karena Penghasilan yang ada saat
ini tidak bisa diharapkan Nelayan untuk menanggung ekonomi keluarga.
d. Setelah terbitnya Peraturan tersebut dibandingkan dengan data awal tahun
2015-2016, terdapat sebanyak 10.123 nelayan lobster seluruh NTB, yang
terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, mengalami pengangguran,
angka kriminalitas naik sebesar 10 % di pedesaan, akibat menurunnya
pendapatan.
e. Kenaikan penjualan lobster dan kepiting sejak tahun 2004 hingga sekarang
sangat cepat, karena telah menjadi komoditi pasar ekonomi regional dan
nasional. Keadaan ini menguntungkan Nelayan bila Permen Kelautan dapat
mendorong terbentuknya budidaya peneluran induk dan disesuaikan dengan
keadaan kebutuhan masyarakat saat ini.
f. Masyarakat nelayan meminta untuk merevisi Permen No. 56 Tahun 2016,
karena telah menyakiti masyarakat nelayan yakni, 1). Nelayan ditakut-takuti;
ditangkap; di kriminalisasi; hidupnya semakin susah dan resah melaut
karena aparat bertindak begitu menekan Masyarakat Nelayan.
g. Walaupun Permen Kelautan memberikan pengecualian pada Kepiting dan
lobster yaitu kondisi tidak bertelur dan ukurannya dapat ditangkap dan dijual
oleh masyarakat nelayan. Namun di lapangan aparat menangkap banyak
masyarakat nelayan yang membawa lobster dan kepiting hasil tangkapannya
tanpa ada pemeriksaan ukuran dan kondisi bertelur atau tidak. Permen
Kelautan ini sangat merugikan nelayan karena telah membuat nelayan resah
dan merasa dimarginalisasikan16.

16
 Pasal 9 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 30, Pasal 38 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
 Surat Kabar, Sinar Keadilan 3 Agustus 2017, 19:05. Diundu tgl. 29 Juli
2018.
Permen Kelautan tersebut juga berdampak pada menurunnya
produktivitas nelayan Dusun Binanga Sangkara, Desa Ampekale,
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Banyak nelayan
belum dapat mematuhi peraturan tersebut karena keterbatasan alat tangkap
yang digunakan yaitu rakkang yang terbuat dari kawat & tali dan perahu
yang digunakan. Untuk dapat mengikuti Permen Kelautan tersebut, Nelayan
butuh perahu yang lebih besar agar bisa ke tengah laut, sementara perahu
yang ada rata-rata ukuran kecil berupa perahu katinting yang hanya bisa
beroperasi di pinggir-pinggir saja. Mereka juga mengeluhkan kurangnya
sosialisasi Permen Kelautan tersebut.
Nelayan meminta solusinya agar permen ada pengecualian pada
budidaya pembibitan, sehingga hasilnya dapat dijual sesuai persediaan
budidaya yang ada17. Melihat kemampuannya, nelayan saat ini sulit
mempunyai banyak pilihan untuk bekerja kecuali nelayan. Maka untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar uang sekolah anak-anaknya
terpaksa melanggar Permen No. 56 Tahun 2016. Karena Solusi dari
pemerintah seperti menggalakkan Budidaya Kepiting di pada Nelayan-
Nelayan belum terlaksana tetapi Permen No. 56/2016 sudah diterbitkan.
Kepala UPT Stasiun Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Klas II Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Sab
Lestiawan, mengungkap, penyelundupan kepiting bertelur ke Malaysia
marak terjadi18. Dengan memperhatikan pendapatan nelayan yang kecil dan
banyaknya penyeludupan Kepiting seperti di atas. Maka Permen No. 56
Tahun 2016, berdampak di satu sisi kepiting & udang bisa saja bertambah

17
banyak di alam, belum meningkatkan ekonomi masyarakat nelayan
khususnya pengusaha UMKM.
Semoga dengan berdirinya Koperasi Produsen Nelayan Kaltara dan
diberikan pengecualian oleh Pemerintah dari Permen no. 56 tahun 2016, agar
Koperasi dapat mengakomodir maksud Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 33 UUD
1945 serta UU UMKM Pasal 1 ayat (8) dan (10), Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal
5.
E. Pengaruh Pengembangan Potensi Provinsi Kalimantan Utara
Meningkatnya permintaan konsumen terutama dari pasar luar negeri,
menjadikan kepiting menjadi salah satu komoditas andalan untuk ekspor non
migas mendampingi udang windu. Permintaan kepiting yang terus meningkatnya
tersebut, selain disebabkan rasa dagingnya yang lezat, juga kandungan gizinya
yang tinggi, berdasarkan hasil analisis proksimat diketahui bahwa daging kepiting
bakau mengandung protein 47,31% dan lemak 11,20% (Karim, 2005).
Selama ini kebutuhan konsumen akan kepiting bakau sebagian besar masih
dipenuhi dari hasil penangkapan di alam yang sifatnya fluktuatif. Dengan semakin
tingginya nilai ekonomis kepiting, mendorong meningkatnya kebutuhan dan
penyediaan dari sumberdaya. Hal ini berdampak pada semakin tingginya intensitas
penangkapan terhadap kepiting bakau di alam. Kondisi tersebut akan berpotensi
munculnya dampak negative pada ketersediaan kepiting bakau di alam yaitu
terjadinya overfishing atau tangkap lebih yang menyebabkan kelangkaan
sumberdaya ini dan yang paling buruk adalah hilang spesies jenis ini.
Selanjutnya, untuk melestarikan sumberdaya kepiting bakau ini diperlukan
upaya-upaya perlindungan berbagai pihak yang terkait salah satunya pemerintah
yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
18/MEN-KP/I/2015 tentang larangan penangkapan Kepiting bakau (Scylla sp)
yang bertelur dan pengaturan ukuran kepiting yang diperbolehkan untuk ditangkap
dan diperjual belikan. Adanya peraturan ini, menimbulkan pro dan kontra di
lingkungan masyarakat khusunya pelaku yang terkait dengan komiditi ini, dimana

18
terdapat masyarakat pelaku usaha yang mendukung namun tidak sedikit juga yang
menolaknya. Seharusnya agar upaya pelestarian yang dilakukan dapat diterima
dan tepat sasaran maka harus disesuaikan dengan kondisi sumberdaya di suatu
kawasan tertentu. Upaya pelestarian juga harus mempertimbangkan sumber
informasi yang berupa data-data potensi bersumber dari kajian-kajian dasar
tentang kondisi dan status potensi kepiting bakau salah satunya adalah mengenai
jenis dan ukuran kepiting yang ditangkap dan diperdagangkan.

19
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Provinsi Kalimantan Utara yang memiliki luas ± 75.467.70 km², terletak pada
posisi antara 114º 35’ 22’ - 118º 03 00’ Bujur Timur dan antara 1º 21’ 36’ - 4º 24’
55’ Lintang Utara yang berbatasan dengan negara Malaysia bagian Serawak dan
Sabah.
2. Potensi yang ada pada Provinsi Kalimantan Utara, antara lain potensi mineral dan
energi, potensi minyak dan gas, memiliki lebih dari 20 sungai yang berpotensi bisa
dibangun pembangkit listik (PLTA), menghasilkan perikanan, perkebunan, dan
hutan lidung.
3. Mengembangkan sektor perikanan di Kalimantan Utara seperti budidaya kepiting
bakau di kawasan hutan mangrove.
4. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Utara (Kaltara), Amir Bakry
menuturkan, lahan untuk budidaya kepiting di Kaltara sebanyak sekitar 200 ribu
hektar.
5. Meningkatnya permintaan konsumen terutama dari pasar luar negeri, menjadikan
kepiting menjadi salah satu komoditas andalan untuk ekspor non migas
mendampingi udang windu.

20

Anda mungkin juga menyukai