GELOMBANG 15 KELOMPOK L
“ Koleksi Oosit”
Oleh:
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
2.1.2 Koleksi Oosit Sapi, Babi, dan Mencit
A. Materi
1. Alat
a. Alat bedah (pinset, gunting, dan blade)
b. Silet
c. Spuit 1ml (tuberculine) dan 5ml
d. Cawan petri kaca
e. Cawan petri kecil
f. Mikroskop Stereo
g. Mikroskop Cahaya
h. Toples
i. Kamera
2. Bahan
a. Ovarium Sapi, Babi, Mencit
b. NaCl fisiologis
c. Tisu
B. Metode
1. Metode Aspirasi pada Ovarium Sapi dan Babi
a. Masukan ovarium sapi dan babi yang masih segar ke dalam toples yang berisi
NaCl fisiologis (agar tidak mengalami autolysis).
b. Menyiapkan spuit 5cc yang berisi NaCl fisiologis sampai skala 1,5cc
c. Melakukan aspirasi cairan folikel pada ovarium dengan menggunakan spuit
yang berisi NaCl fisiologis
d. Setelah cairan teraspirasi, pindahkan cairan ke dalam cawan petri berbeda
antara sapi dan babi untuk selanjutnya diamati menggunakan mikroskop cahaya
e. Mendokumentasikan hasil yang diperoleh menggunakan kamera
2. Metode Slashing pada Ovarium Sapi dan Babi
a. Menyiapkan ovarium sapi dan babi yang sudah terendam NaCl fisiologis
b. Menyiapkan spuit 5cc yang sudah terisi penuh NaCl fisiologis
c. Meletakan ovarium di atas cawan petri
d. Melakukan insisi pada bagian folikel ovarium menggunakan silet, sembari
dilakukan pembilasan menggunakan NaCl fisiologis
e. Mengamati cairan yang diperoleh menggunakan mikroskop cahaya
f. Mendokumentasikan hasil yang diperoleh menggunakan kamera
3. Metode Slicing Ovarium dan Tuba Fallopii Mencit
a. Mencit di-eutanasi dengan metode dislokasi os vertebrae cervicalis
b. Melakukan laparotomy pada mencit dengan menginsisi bagian median
abdomen dan memisahkan organ reproduksinya
c. Membersihkan organ reproduksi dari lemak, memisahkan bagian ovarium dan
tuba fallopii di bawah mikroskop stereo
d. Pindahkan ovarium dan tuba fallopii ke dalam cawan petri yang berbeda
e. Melakukan Slicing menggunakan dua spuit 1cc (tuberculine) hingga tercacah
dengan baik dan mengamatinya di mikroskop cahaya
f. Mendokumentasikan hasil yang diperoleh menggunakan kamera
3.1.2 Hasil dan Pembahasan Koleksi Oosit Sapi, Babi, dan Mencit
a. Hasil
Tabel . Hasil Koleksi Oosit Sapi
Metode Gambar Keterangan
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
c. Sel Cumulus
b
c
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
b c. Sel Cumulus
Nude
a
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
Expanded
a
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
c. Sel Cumulus
b
c
a Complete
Cumulus Oocyte Complex’s
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
c. Sel Cumulus
c b
Slashing Morfologi Oosit:
Complete
Cumulus Oocyte Complex’s
c
a
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
c. Sel Cumulus
a
Nude
a. Ooplasma
b. Zona Pellucida
e
Slicing Morfologi Oosit: Nude
Fase: Germinal Vesicle
(GV)
a
a. Ooplasma
b. Inti
c. Zona Pellucida
b
b. Pembahasan
Pada umumnya ovarium terdapat dua buah, kanan dan kiri yang terletak di dalam
rongga abdomen. Bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda menurut spesies dan fase dari
siklus birahi. Pada sapi, berbentuk oval dengan ukuran bervariasi dengan panjang 1,3-5cm,
lebar 1,3-3,2cm dan tebal 0,6-1,9cm. Sedangkan ovarium babi, berbentuk lonjong dengan
bentukan seperti setangkai buah anggur karena banyaknya folikel dan korpus luteum (Lestari
dan Ismudiono, 2014).
Ovarium terdiri dari cortex pada bagian luar dan bagian dalam berupa medulla, pada
bagian cortex mengandung folikel-folikel ovarii dan corpus luteum. Pada cortex dilapisi oleh
epitel kubus (epitelium germinalis), sedangkan pada bagian medulla mengandung saraf, dan
jaringan ikat longgar (Puja et al., 2010). Ovarium tersusun oleh bagian-bagian medula yang
terletak di dalam dan korteks yang terletak diluamya. Komposisi bagian medula yaitu jaringan
ikat fibroelastik, jaringan syaraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe,. Bagian korteks berisi
folikel- folikel, corpus luteum, stroma, dan serabut otot polos. Bagian paling luar, ovarium
dikelilingi oleh epitel germinal dan terbungkus oleh tunica albuginea (Yatim, 2004).
Perkembangan oosit pada ovarium dipengaruhi oleh beberapa aktifitas sel lain yang berada
disekitarnya yakni sel folikel, sel granulose dan zona pelusida (Byskov dan Hoyer, 1988).
Ovarium sapi dan babi yang akan digunakan untuk koleksi oosit berasal dari RPH
(Rumah Pemotongan Hewan) Pesanggaran, Kota Denpasar. Ovarium yang baru saja
dipisahkan dari organ lainnya langsung dilakukan preservasi dengan direndam menggunakan
NaCl fisiologis sebagai buffer, untuk mempertahankan kondisi fisiologis ovarium pada saat
transportasi, sehingga kerusakan oosit yang disebabkan kendala jarak dan waktu dapat
diminimalkan (Ackay et al., 2008). Sedangkan, ovarium mencit yang digunakan langsung
diperoleh dengan cara melakukan laparotomi mencit yang sudah di-eutanasi dengan cara
dislokasi os vertebrae cervicalis.
Koleksi oosit pada ovarium sapi, babi, dan mencit dilaksanakan di Laboratorium
Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, dengan menggunakan metode
aspirasi dan slashing pada ovarium sapi dan babi, serta slicing pada ovarium dan tuba fallopii
mencit. Metode aspirasi dilakukan dengan cara mengambil cairan folikel yang terdapat pada
permukaan ovarium menggunakan spuit 5cc yang sudah terisi NaCl sebanyak 1cc, cairan yang
diperoleh dan sudah tercampur dengan NaCl fisiologis dipindahkan ke cawan petri,
selanjutnya diamati dan diidentifikasi menggunakan mikroskop fase kontras binokuler.
Metode slashing dilakukan dengan meletakan ovarium langsung di atas cawan petri,
selanjutnya ovarium ditoreh menggunakan silet, bekas torehan dibilas dengan menggunakan
NaCl fisiologis, cairan yang diperoleh diamati dan diidentifikasi menggunakan mikroskop fase
kontras binokuler. Metode slicing yang digunakan untuk koleksi oosit pada mencit, dilakukan
dengan cara mencacah ovarium dan tuba fallopii yang sudah dipreparasi dengan memisahkan
lemak-lemak yang menempel pada organ reproduksi menggunakan spuit 1cc di bawah
mikroskop stereo sembari direndam dengan NaCl fisiologis, setelah ovarium dan tuba fallopii
tercacah halus, dilakukan pengamatan dan identifikasi menggunakan mikroskop fase kontras
binokuler.
Hasil dari koleksi oosit sapi dengan metode aspirasi teramati oosit dengan morfologi
expanded, namun fase pada oosit tersebut sudah tidak terlihat yang menandakan oosit sudah
mati, meskipun secara morfologi termasuk kategori baik menurut Parera (2014). Oosit sapi
yang diperoleh menggunakan metode slashing, teramati dengan morfologi oosit complete
dengan cumulus oocyte complex’s, dimana oosit ini termasuk kategori baik menurut Parera
(2014), namun fase pada oosit yang diperoleh dengan metode slashing ini pun tidak terlihat,
sehingga oosit dinyatakan mati. Oosit babi yang dikoleksi menggunakan metode aspirasi
menunjukan morfologi complete dengan cumulus oocyte complex’s, expanded, dan nude, sama
seperti oosit sapi, fase pada oosit babi ini pun tidak terlihat, sehingga dapat dinyatakan oosit
telah rusak (mati).
Menurut Engcong dan Karja (2013), oosit dapat mempertahankan kualitasnya hingga
8-10 jam pada suhu 40C, serta ditambahkan serum yang mengandung unsur-unsur protein,
polipeptida, asam lemak, mineral, berbagai macam asam amino, hormon dan faktor
pertumbuhan untuk pematangan oosit (Herdis, 2000). Oosit yang kelompok penulis koleksi
selain hanya menggunakan NaCl fisiologis saja sebagai media preservasinya, kemudian waktu
pengambilan ovarium yang memakan waktu 5,5 jam sebelum oosit dikoleksi, serta ovarium
yang sudah dipreservasi hanya disimpan pada suhu ruangan, sehingga dapat diperkirakan hal-
hal ini yang menyebabkan oosit tersebut mati ketika diamati.
Koleksi oosit mencit dengan metode slicing teramati oosit dengan morfologi nude fase
germinal vesicel (GV), dan germinal vesicel break down (GVBD) dengan morfologi nude. Hal
ini menandakan bahwa oosit mencit sudah mengalami maturasi. Tahap maturasi oosit dimulai
dari tahap Germinal Vesicle (GV) ditandai dengan membran inti dan nukleolus yang tampak
dengan jelas, Germinal Vesicle Break Down (GVBD) ditandai dengan pecahnya membran inti
dan inti tidak terlihat dengan jelas, Metafase I ditandai dengan adanaya sel-sel sentromer yang
mengarah ke kutub, dan Metafase II ditandai dengan terbentuknya polar bodi pertama. Oosit
yang berada pada tahap M II merupakan sel yang telah matang dan siap untuk dilakukan
fertilisasi (Widyastuti at al., 2015).
Daftar Pustaka
Akcay E, Oysal O, Yavas I, dan U An. 2008. The effects of serum, steroid and gonadorophins on
in vitro matangation and fertilization of bovine oocytes. J. Anim. And Vet. Advances 7:
178-183.
Byskov AG, Hoyer PE. 1988. Embryology of Mammalian Gonads and Ducts. Dalam editor
Knobil E dan Neill J. The Physiology of Reproduction. New York: Reven Press, Ltd. Pp.
265-302.
Engcong, DM., dan Karja, N.W., 2013. Kualitas oosit domba dari ovarium setelah penyimpanan
pada suhu dan periode waktu yang berbeda. Acta Veterinaria Indonesiana. 1:44-49.
Herdis., 2000. Pemanfaatan ovarium sebagai limbah rumah potong hewan untuk meningkatkan
populasi ternak melalui teknik fertilisasi in vitro. Deputi Bidang Teknologi Agroindustri
dan Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. 1-3.
Lestari, TD dan Ismudiono. 2014. Ilmu Reproduksi Ternak. Surabaya: Airlangga University
Press
Lonergan, P, Sharif H, and Gordon I. 1992. Effect of time to transfer to granulosa cells
monolayer on bovine oocyte developmental following IVM/IVF/IVC. Proceeding of the
8th Conference of the European EmbryoTransfer Association. 178.
Parera, H. 2014. Pengaruh Ukuran Ovarium Dan Diameter Oosit Terhadap Kualitas Morfologi
Oosit Sapi Bali-Timor Yang Dikoleksi Secara in Vitro. Jurnal Kajian Veteriner Vol. 2
(2): 143-150
Puja, IK, Suatha IK, Heryani LGSS, Susari NW dan Setiasih NLE. 2010.Embriologi Modern.
Denpasar: Udayana University Press.
Widyastuti R, Setiawan R, Rasad S. 2015. Perbandingan Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi
Pasca Maturasi in Vitro dengan Penambahan Serum Buatan 10 % dan Fetal Bovine Serum
10 %. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 15(2)