OLEH:
2018-84-048
PEMBIMBING:
AMBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Guillain Barre Syndrome”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu penyakit dalam
Penyusunan laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Parningotan Y. Silalahi,
Sp.S, M.Kes selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran,
dan tenaga untuk membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai
pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan laporan kasus ini ke
depannya. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang
menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila
parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang
menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita
rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan
rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.1
diperantarai sistem imun yang secara umum dicirikan dengan disfungsi motorik,
sensorik dan otonom. Dalam bentuknya yang klasik, GBS adalah suatu acute
kelemahan otot simetris ascending progresif, dan hiporefleks dengan atau tanpa
gejala sensorik atau otonom; walapun begitu varian yang melibatkan saraf kranialis
atau keterlibatan motorik murni dapat juga dijumpai. Selain AIDP, bentuk yang
paling umum dikenali, varian lainnya mencakup acute motor axonal neuropathy
(AMAN) dan acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN). Pada kasus yang
berat, kelemahan otot dapat menyebabkan gagal nafas, dan disfungsi otonom dapat
dari acute flaccid paralysis. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dan mengenai anak-
anak maupun orang dewasa. Guillain Barre Syndrome adalah diagnosis yang secara
3
utama dibuat dengan riwayat penyakit dan gejala klinis. Infeksi gastrointestinal atau
organisme penginfeksi yang paling sering dijumpai namun hanya dijumpai pada
proporsi kecil kasus. Kejadian sebelumnya atau penyakit yang berhubungan lainnya
yang penting untuk sedikitnya 1000 orang tiap tahun di Amerika Serikat. Karena
GBS terjadi pada umur yang relatif muda dan harapan hidup yang masih panjang
dari GBS. Lebih kurang 40% pasien yang diopname dengan GBS akan memerlukan
rehabilitasi saat dirawat. Untuk pasien GBS yang memerlukan opname untuk
4
BAB II
LAPORAN KASUS
dan lemah seluruh badan. Pasien mengaku keluhan dirasakan sejak ± 2 hari SMRS.
pasien merasa kram mulai dari ujung-ujung jari hingga tangan, kaki dan seluruh
tubuh, diikuti kelemahan seluruh anggota gerak. Setelah itu pasien tidak mampu
berdiri dan berjalan. Pasien juga mengeluhkan mata merah yang sudah dirasakan
pasien mengucek matanya hingga merah. Pasien menggunakan obat tetes mata
lubricant dan kortikosteroid, tetapi mata pasien semakin bengkak, kemudian pasien
menggunakan obat tetes mata antibiotik. Karena keluhan tidak berkurang, pasien
mengonsumsi obat antibiotic ciprofloxacin. Pusing (-), mual muntah (-), demam
disangkal, BAB BAK lancar. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan
yang sama. Riwayat penyakit sebelumnya, pasien pernah kejang 3 kali pada tahun
2016.
mentis GCS E4V5M6, gizi baik, tanda-tanda vital tekanan darah 140/80 mmHg,
didapatkan okuli dextra merah dan edema (+). Pada pemeriksaan reflex fisiologis,
didapatkan refleks bisep dan trisep (+) menurun, reflex patella (-). Pada
5
BAB III
DISKUSI
tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri
dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom, maupun susunan saraf pusat.3 Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada
penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali.
GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa
saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy (AIDP).3,4
Dalam kasus ini, gejala klinis mengarah pada diagnosis GBS adalah rasa
kram yang dimulai dari ujung-ujung jari hingga tangan, kaki dan seluruh tubuh serta
kelemahan seluruh anggota gerak. Pada GBS, diagnosis terutama ditegakkan secara
klinis. GBS ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang bersifat
sitoalbumin pada likuor dan gangguan otonom, sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute
6
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
Gejala tambahan
2. Biasanya simetris
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
Pemeriksaan elektrodiagnostik
7
GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat seperti
syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan
disertai demam.3 Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun
Etiologi GBS belum diketahui secara pasti namun GBS dapat dipicu oleh
infeksi pencetus pada 2/3 kasus, yang pada umumnya infeksi gastrointestinal dan
pneumonia, Cytomegalovirus (CMV), dan beberapa agen infeksi lain. Ada banyak
laporan dari GBS sebelumnya patogen infeksi termasuk Epstein-Barr Virus (EBV),
adenovirus, parainfluenza 1 virus, virus herpes simpleks, HIV, dan lain-lain pada
multivariat analisis menunjukkan bahwa pada pasien GBS, infeksi EBV (10%) dan
infeksi, terdapat beberapa faktor pencetus terkait GBS terkait yang sebelumnya
Pada pasien ini, dicurigai karena infeksi virus adenovirus yang merupakan
salah satu penyebab konjungtivitis virus terkait mata merah pada pasien dan juga
adenovirus merupakan agen infeksi lain dari pencetus GBS. Sedangkan terkait
faktor pencetus penggunaan obat-obatan tidak dapat dipastikan pada pasien ini.
8
Guillain Barre Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:
adalah jenis paling umum ditemukan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala asli
anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum
terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP
SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari
pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-
anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan
dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas.
9
dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot.
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan
oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy
mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto
di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.5
Pada pemeriksaan refleks fisiologis pada pasien didapatkan refleks bisep dan
trisep (+) menurun, refleks patella (-). Hal tersebut sesuai dengan teori, yaitu pada
pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan
paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Refleks patologis
Pada pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan spinal tap (tusuk lumbal) dan
Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal tulang
tertentu perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang memiliki sindrom
10
peningkatan jumlah protein ( 1 – 1,5 g / dl ) dalam cairan tulang belakang
tanpa diikuti kenaikan jumlah sel lain sebagai tanda infeksi lain.3,4
memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada
minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan
menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3 pada kultur LCS tidak
puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai
11
3. MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira
gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada
4. Pemeriksaan Serum CK
tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut
diagnosis pasti dan rencana pengobatan lebih lanjut. Pada pasien hanya dilakukan
keluhan pasien.
Pada mayoritas pasien dengan GBS, terapi harus dimulai secepat mungkin
digunakan. Manfaat kortikosteroid pada GBS masih belum jelas. Dapat diberikan
adalah berdasar pada derajat keparahan penyakit, progresifitas dan lamanya waktu
antara gejala pertama dengan manifestasi klinisnya. Nyeri yang timbul pada GBS
12
Heparin (Dosis 2x5000 unit subkutan) atau enoxaparin (40 mg) digunakan dalam
Regimen standard terdiri dari 5 sesi (40 – 50 ml / kg BB) dengan saline dan
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut.
antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian
IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau
IVIg.3
autoimun dan sekali diharapkan efektif untuk GBS. Namun, sebagian besar
13
percobaan menunjukkan tidak ada manfaat dari kortikosteroid. Sebuah uji coba
mempercepat pemulihan pasien GBS sedikit lebih dari IVIG saja. Ada laporan lain
menunjukkan bahwa kortikosteroid mungkin efektif terhadap rasa sakit dari GBS.
dalam GBS, kortikosteroid tidak dianjurkan atau setidaknya tidak boleh digunakan
perifer. Pasien GBS dengan gejala sisa neurologis dan cacat yang signifikan hampir
dari situs lintang aksonal. Neuroprotective agent yang dapat membatasi jumlah
cedera saraf selama fase penyakit dan meningkatkan regenerasi perbaikan saraf /
akson selama fase pemulihan GBS sangat dibutuhkan karena dapat membatasi
gejala sisa neurologis permanen pada pasien GBS. Selain itu, pada pasien ini juga
14
Serta kematian akibat dari komplikasi seperti sindrom gangguan pernapasan dan
Sebanyak 60-80% pasien GBS sembuh sempurna setelah 6-8 bulan. Sisanya
otonom. Kematian pada penderita biasanya disebabkan oleh aritmia, gagal nafas,
bentuk yang berat memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap
pekerjaan dan kehidupan pasien, meskipun setelah 3-6 tahun onset gejala.
yang menentukan dalam perkembangan GBS ialah usia lanjut, gangguan nervus
15
BAB IV
KESIMPULAN
kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya
sendiri dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik
yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom, maupun susunan saraf pusat.3 Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada
penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali.
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut, salah satunya
terkait EMG, sehingga dapat dilakukan terapi kausatif yang lebih tepat serta
16
REFERENSI
2008.
https://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/article/download/3525/pdf
EGC, 2007.
17