Anda di halaman 1dari 13

KEKURANGCERMATAN PENULISAN KALIMAT

DALAM KARYA TULIS ILMIAH GURU DI YOGYAKARTA


INACCURACIES OF WRITING SENTENCE
IN TEACHER’S SCIENTIFIC WRITING PAPER IN YOGYAKARTA
Nanik Sumarsih
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta
Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Kotabaru, Yogyakarta
Ponsel: 0818270797
Posel: nanik.sumarsih@kemdikbud.go.id atau nanikbudiyantoro@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membahas kekurangcermatan penulisan kalimat dalam penulisan
karya ilmiah guru SLTA di Yogyakarta beserta pembenaran kesalahan kalimat yang terjadi dalam
karya tulis ilmiah tersebut. Secara prinsip kajian ini didasarkan pada metode deskriptif kualitatif.
Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Langkah pertama dilakukan
dengan cara membaca naskah KTIG dan mengumpulkan data kesalahan. Selanjutnya, jenis
kesalahan diidentifakiasi, seperti penumpukan gagasan, kerancuan kalimat, kemubaziran,
redundansi, dan kalimat yang tidak logis. Setelah diidentifikasi, kemudian dijelaskan mengapa
terjadi kesalahan. Pada bagian akhir kemudian diberi pembenarannya. Berdasarkan data yang
dianalisis, kekurangcermatan penulisan kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru disebabkan oleh
(1) adanya penumpukan gagasan, (2) kerancuan struktur dan gagasan, (3) ketiadaan induk
kalimat, (4) kemubaziran, (5) redundansi, (6) kalimat yang tidak logis, (7) kalimat tidak
bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung), dan (8) ketidakefektifan karena aspek
pragmatik.
Kata kunci: kekurangcermatan, kalimat, karya tulis ilmiah
Abstract
This study aims to discuss inaccuracies of writing sentence in senior high school teacher’s
scientific writing paper in Yogyakarta and correctness of error sentences that occur in the
scientific paper. Principlly, this study is based on qualitative descriptive method. Data analysis is
done with following steps. The first step is reading the KTIG (Teacher’s scientific writing paper)
script and collecting error data (sentence error). Then, the next step is identifying types of errors,
such as the buildup of ideas, ambiguity of sentences, redundancies, and illogical sentences. Once
the data is identified, the next step is explaining why an error occurrs. The last step is giving
correctness of sentence error. Based on the analyzed data, the lack of sentence writing accuracy
in Teacher'sscientific writing paper is caused by (1) the accumulation of ideas, (2) ambiguity of
structure and ideas, (3) absence of main sentence, (4) superfluousness, (5) redundancy, illogical
sentences, (7) sentence without predicate and dangling sentence, and (8) ineffectiveness due to
pragmatic aspects.

Keywords: inaccuracies, sentences, scientific papers

1. Pendahuluan menyebabkan perbedaan pemahaman


Tulisan ilmiah hendaknya bebas dari mengenai isi tulisan. Oleh karena itu,
kesalahan berbahasa, baik kesalahan dalam kesalahan berbahasa hendaknya diminimalkan.
pemilihan kata, kesalahan kalimat, maupun Analisis kesalahan berbahasa
kesalahan dalam penyusunan paragraf. merupakan kegiatan pengkajian segala aspek
Kesalahan dalam berbahasa dapat penyimpangan berbahasa itu sendiri. Analisis

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 36


36
kesalahan berbahasa sangat diperlukan untuk eksklamatif 0%. Jadi, kalimat yang paling
mengetahui betapa bahasa diucapkan, ditulis, banyak muncul adalah kalimat deklaratif
disusun, dan berfungsi (Samsuri, 1987:6). sedangkan kalimat eksklamatif tidak
Wilkins (dalam Parera, 1997:142) berpendapat ditemukan. Berdasarkan kelengkapan unsur
bahwa dengan teori analisis kesalahan inti, kalimat lengkap 85,9% lebih banyak
berbahasa orang dapat langsung menjelaskan muncul dibandingkan kalimat tak lengkap
kesalahan-kesalahan berbahasa dengan lebih 14,1%. Berdasarkan susunan subjek dan
memuaskan, lebih langsung, lebih berhasil, predikatnya, kalimat susun wajar 79,1%
dan menghemat waktu. memiliki kemunculan lebih banyak dibanding
Penelitian mengenai analisis kesalahan kalimat inverse 20,9% (2) tipe kalimat yang
sudah banyak dilakukan, antara lain oleh ditemukan sebanyak 21 tipe, yakni: SP, SPO,
Nurul Istinganah (2012) dengan judul SPOK, SPPel, SPPelK, SPK, SKP, PS, PSK,
penelitian “Analisis Kesalahan Sintaksis pada PPel, PK, PK¹K², KSP, KSPO, KSPOK,
Karangan Narasi Ekspositoris Siswa Kelas KSPK, KSPPel, KPO, KPOK, KPK dan KPS.
VIII SMP 1 Banguntapan, Bantul, Tipe kalimat yang paling banyak muncul
Yogyakarta”, Wiwik Yuni Ayuma (2012) adalah tipe SPO 22,2% atau 41 kalimat. Tipe
dengan judul penelitian “Konstruksi Sintaksis KSPPel, PK, KPOK masing-masing sebanyak
pada Wacana Tulis di Lembaga Kepolisian 0,5% atau 1 kalimat dan merupakan tipe yang
Polres Tulang Bawang Lampung”, dan Anggit paling sedikit ditemukan. (3) Hubungan pada
Kuntarti (2015) dengan judul penelitian kalimat majemuk setara berupa penjumlahan
“Analisis Kesalahan Kalimat pada Skripsi 86,5%, perlawanan 10,4% dan pemilihan
Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia 3,1%. Hubungan penjumlahan 86,5%
Fakultas Bahasa dan Seni UNY”. merupakan hubungan yang paling banyak
Istinganah (2012) dalam penelitiannya muncul pada kalimat majemuk setara.
menyatakan kesalahan sintaksis pada karangan Hubungan antarklausa pada kalimat majemuk
narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMP 1 bertingkat berupa hubungan waktu 15,5%,
Banguntapan ada dua. Pertama, kesalahan syarat 2,7%, tujuan 12,8%, penyebaban 8,2%,
penggunaan struktur frasa meliputi enam hasil 1,4%, cara 1,8%, alat 2,7%,
kesalahan, yaitu: penggunaan preposisi yang komplementasi 25,6%, atributif 29,2%.
tidak tepat, susunan kata yang tidak tepat, Hubungan antarklausa pada kalimat majemuk
penggunaan unsur yang berlebihan atau bertingkat yang paling banyak muncul adalah
mubazir, penggunaan bentuk superlatif yang hubungan atributif, sedangkan hubungan
berlebihan, penjamakan ganda, dan pengandaian, konsesif, pembandingan,
penggunaan bentuk resiprokal yang tidak perbandingan, dan optatif tidak ditemukan atau
tepat. Kedua, kesalahan penggunaan struktur 0%.
kalimat meliputi tujuh kesalahan, yaitu: Anggit Kuntarti (2015) menyatakan
kalimat yang tidak berpredikat, kalimat yang bahwa kesalahan kalimat dalam skripsi
tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat mahasiwa prodi Bahasa dan Sastra Indonesia
tak lengkap), subjek ganda, penggunaan meliputi 8 kesalahan, yaitu kalimat tidak
preposisi pada verba transitif, kalimat yang bersubjek sebanyak 120 kalimat dengan
rancu, penghilangan konjungsi, dan persentase 50,63% dari keseluruhan kesalahan
penggunaan konjungsi yang berlebihan. kalimat yang diperoleh, kalimat yang tidak
Ayuma (2012) menyatakan dari 185 berpredikat sebanyak 5 kalimat dengan
data kalimat yang dianalisis menunjukkan persentase 2,11% dari keseluruhan kesalahan
bahwa (1) berdasarkan jumlah klausa yang kalimat yang diperoleh, kalimat yang tidak
membentuknya, kalimat majemuk lebih bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat
banyak muncul 87% dibanding kalimat buntung) sebanyak 11 dengan persentase
tunggal 13%. Berdasarkan tujuan sesuai 4,64% dari keseluruhan kesalahan kalimat
dengan situasinya, kalimat deklaratif 81,1%, yang diperoleh, sisipan di antara predikat dan
imperatif 13%, interogatif 5,9% dan objek sebanyak 3 kalimat dengan frekuensi

Nanik Sumarsih, Kekurangcermatan Penulisan Kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru di Yogyakarta 37
37
1,27% dari keseluruhan kesalahan kalimat kesalahan dalam tataran fonologi, morfologi,
yang diperoleh, konjungsi berlebihan sebanyak sintaksis, wacana, maupun semantik.
6 kalimat dengan persentase 2,53% dari Karya ilmiah adalah hasil karangan
keseluruhan kesalahan kalimat yang diperoleh, (yang mengacu sebuah tulisan) yang
urutan tidak paralel sebanyak 7 kalimat dengan penyusunannya didasarkan atas kajian ilmiah.
persentase 2,95% dari keseluruhan kesalahan Tulisan tersebut memiliki sifat ilmu, yaitu
kalimat yang diperoleh, penggunaan istilah membahas masalah secara objektif-empiris
asing sebanyak 35 kalimat dengan persentase melalui proses berpikir deduktif-induktif.
14,77% dari keseluruhan kesalahan kalimat Karya ilmiah disebut juga karangan ilmiah
yang diperoleh, dan penggunaan kata tanya (Pranowo, dkk., 1996) atau karya tulis ilmiah
yang tidak perlu sebanyak 50 kalimat dengan (scientific paper). Brotowidjojo (dalam Arifin,
persentase 21,10% dari keseluruhan kesalahan 2008) mengatakan bahwa karya ilmiah adalah
kalimat yang diperoleh. Kesalahan karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan
penggandaan subjek, kalimat tidak logis, fakta dan ditulis menurut metodologi
kalimat ambigu, dan penghilangan konjungsi penulisan yang baik dan benar.
tidak ditemukan dalam skripsi tersebut.
Perbedaan penelitian-penelitian 2. Metode Penelitian
tersebut dengan penelitian ini adalah pada Secara prinsip kajian ini didasarkan pada
subjek dan objek kajiannya. Dalam penelitian metode deskriptif kualitatif. Metode tersebut
ini, subjek kajiannya adalah karya tulis ilmiah terealisasi dalam tiga tahapan, yaitu
guru di wilayah Yogyakarta. Objek kajiannya pengumpulan data, analisis data, dan
hanya meliputi analisis kesalahan kalimat yang penyajian. Dalam pengumpulan data dilakukan
terdapat dalam karya tulis ilmiah guru di metode lapangan. Maksudnya, untuk
wilayah Yogyakarta. Dalam tulisan ini analisis memperoleh data tim melakukan penjaringan
akan difokuskan pada kesalahan pada data di sekolah-sekolah, yaitu pengambilan
kekurangcermatan dalam penulisan kalimat. data KTIGguru SMA di Kota Yogyakarta.
Hal ini dikarenakan karya tulis ilmiah dapat Sesuai dengan jenis penelitian, yaitu penelitian
dipahami melalui kalimat-kalimatnya.Oleh kualitatif, dilakukan penentuan SMA yang
karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas akan diambil datanya sebagai sampel
kesalahan kalimat yang terjadi dalam karya penelitian.
tulis ilmiah guru SLTA di Yogyakarta dan Langkah-langkah yang dilakukan
bagaimana pembenaran kesalahan kalimat dalam pengambilan data adalah: (a)
yang terjadi dalam karya tulis ilmiah guru pengumpulan data, (b) penentuan data analisis,
SLTA di Yogyakarta. dan (c) pengkodean data. Ellis dan Tarigan
Ada berbagai istilah untuk memahami (1984) mengajukan langkah-langkah analisis
konsep mengenai kesalahan berbahasa. Corder kesalahan berbahasa sebagai berikut:
(1974) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk 1) Mengumpulkan sampel kesalahan (korpus).
membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, 2) Mengidentifikasi kesalahan atau kekhilafan.
(2) Error, dan (3) Mistake. Kesalahan 3) Menjelaskan kesalahan atau kekhilafan.
berbahasa Indonesia adalah penggunaan 4) Mengklasifikasi kesalahan atau kekhilafan.
bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun 5) Mengevaluasi kesalahan atau kekhilafan.
tertulis, yang berada di luar atau menyimpang Analisis data dilakukan dengan
dari faktor-faktor komunikasi dan kaidah langkah-langkah yang telah dikemukakan
kebahasaan dalam bahasa Indonesia tersebut. Langkah pertama dilakukan dengan
(Setyawati, 2013:13). Jadi, analisis kesalahan cara membaca naskah KTIG dan
berbahasa difokuskan pada kesalahan mengumpulkan data kesalahan kemudian
berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah mengidentifikasi jenis kesalahan, seperti
bahasa yang berlaku dalam bahasa penumpukan gagasan, kerancuan kalimat,
itu.Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam kemubaziran, redundansi, dan kalimat yang
setiap tataran linguistik (kebahasaan), seperti tidak logis. Setelah diidentifikasi, dijelaskan

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 38


38
mengapa terjadi kesalahan. Selanjutnya, pada ketidakjelasan satuan-satuan unsurnya karena
bagian akhir diberi pembenarannya. tidak adanya konjungsi atau pembatas
Untuk menjadikan hasil penelitian ini antarsatuan. Berikut data kali mat yang
memiliki keterbacaan yang baik, dalam menunjukkan adanya penumpukan gagasan
penyajian hasil analisis digunakan metode beserta pembenarannya.
formal dan informal. Pengertian istilah metode (1) PTK dilaksanakan melalui suatu rangkaian
informal dan formal diambil dari Sudaryanto langkah yang bersifat spiral (a spiral of
(1993: 145--146), yang penerapannya sebagai steps), yaitu suatu daur kegiatan yang
berikut. Dengan metode formal sebagai alat dimulai dari perencanaan (planning),
bantu penjelasan, ditampilkan beberapa tabel tindakan (action), sistematik terhadap
dan bagan. Dengan metode informal, hasil pelaksanaan dan hasil tindakan yang
penelitian ini dideskripsikan. dilakukan (observation), refleksi
(reflection), dan selanjutnya diulang
3. Hasil dan Pembahasan kembali dengan perencanaan tindakan
Karya tulis ilmiah dapat dipahami melalui berikutnya, dan seterusnya.
kalimat-kalimatnya. Bentuk kalimat dalam (Data 17, M, hlm. 2)
karya tulis ilmiah mencerminkan ketelitian
penalaran yang objektif, hubungan Dalam kalimat tersebut, terjadi
antarkalimat logis dan eksplisit (Moeliono via penumpukan gagasan. Apabila dicermati
Sugono, 2000: 233). Penulisan karya tulis kalimat tersebut memiliki dua gagasan, yaitu
ilmiah dituntut menggunakan kalimat yang (1) PTK dilaksanakan melalui suatu rangkaian
efektif. langkah yang bersifat spiral dan (2) Langkah
Kalimat efektif adalah kalimat yang yang bersifat spiral, yaitu suatu daur
mampu mengungkapkan gagasan dengan kegiatan…. Sehubungan dengan itu,
cermat dan dengan cepat dan tepat dapat pembetulannya sebagai berikut.
dipahami oleh pembaca. Kalimat efektif
tersyarati oleh dua kaidah, yaitu kaidah (1a) PTK dilaksanakan melalui suatu
gramatikal dan kaidah pragmatik. Ciri rangkaian langkah yang bersifat spiral (a
gramatikal berkenaan dengan kebakuan spiral of steps). Langkah yang bersifat
konstruksi. Ciri pragmatik terlihat pada spiral yaitu suatu daur kegiatan yang
diperhatikannya konteks dan situasi dimulai dari perencanaan (planning),
pertuturan. tindakan (action), sistematik terhadap
Kalimat dikatakan tidak efektif karena pelaksanaan dan hasil tindakan yang
beberapa hal.Berikut kekurangcermatan dilakukan (observation), refleksi
penulisan kalimat dalam karya ilmiah guru di (reflection), dan selanjutnya diulang
Yogyakarta, (1) adanya penumpukan gagasan, kembali dengan perencanaan tindakan
(2) kerancuan struktur dan gagasan, (3) berikutnya, dan seterusnya.
ketiadaan induk kalimat, (4) kemubaziran, (5)
redundansi, (6) kalimat yang tidak logis, (7) (2) Kegiatan ini sangat penting karena
kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat dengan terumuskannya masalah dengan
(kalimat buntung), dan (8) ketidakefektifan jelas maka peneliti akan dapat
karena aspek pragmatik. mengungkapkan beberapa faktor
Berikut paparan kalimat-kalimat dalam penyebab utama yang memungkinkan
karya tulis ilmiah yang ditulis oleh guru SLTA peneliti untuk mencari dan menemukan
di Kota Yogyakarta yang belum memenuhi alternatif pemecahan masalah yang tepat
syarat sebagai kalimat efektif. dan mendasar.
(Data 17, M, hlm. 3)
3.1 Penumpukan Gagasan
Ketidakefektifan kalimat dapat disebabkan Dalam kalimat tersebut, terjadi
adanya penumpukan gagasan dan penumpukan gagasan. Apabila dicermati

Nanik Sumarsih, Kekurangcermatan Penulisan Kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru di Yogyakarta 39
39
kalimat tersebut memiliki dua gagasan, yaitu Dalam kalimat tersebut, terjadi
(1) kegiatan ini sangat penting dan (2) Jika penumpukan gagasan. Apabila dicermati
masalah terumuskan dengan jelas, peneliti kalimat tersebut memiliki dua gagasan, yaitu
akan dapat mengungkapkan beberapa faktor (1) Kompetensi mata pelajaran Bahasa dan
penyebab utama…. Sehubungan dengan itu, Sastra Indonesia harus diketahui, dilakukan,
pembetulannya sebagai berikut. dan dimahirkan oleh siswa pada setiap
tingkatan dan (2) kompetensi mata pelajaran
(2a) Kegiatan ini sangat penting. Jika Bahasa dan Sastra Indonesia harus
masalah terumuskan dengan jelas, disajikan…. Sehubungan dengan itu,
peneliti akan dapat mengungkapkan pembetulannya sebagai berikut.
beberapa faktor penyebab utama yang
memungkinkan peneliti untuk mencari (4a) Kompetensi mata pelajaran Bahasa dan
dan menemukan alternatif pemecahan Sastra Indonesia harus diketahui,
masalah yang tepat dan mendasar. dilakukan, dan dimahirkan oleh siswa
pada setiap tingkatan. Selain
(3) Jadwal penelitian merupakan pedoman itu,kompetensi mata pelajaran Bahasa
dalam melaksanakan setiap tahap dan Sastra Indonesia harus disajikan
kegiatan penelitian, dengan dalam komponen utama, yaitu (1)
mencantumkan jenis kegiatan dan waktu standar kompetensi, (2) kompetensi
pelaksanaannya yaitu menggambarkan dasar, (3) indikator, dan (4) materi
urutan kegiatan dari awal sampai akhir. pokok.
(Data 17, M, hlm. 6) (5) Kurikulum nasional mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi
Dalam kalimat tersebut, terjadi pada hakikat pembelajaran bahasa,
penumpukan gagasan. Apabila dicermati bahwa belajar bahasa adalah belajar
kalimat tersebut memiliki dua gagasan, yaitu komunikasi, dan belajar sastra adalah
(1) Jadwal penelitian merupakan pedoman belajar menghargai manusia dan nilai-
dalam melaksanakan setiap tahap kegiatan nilai kemanusiaannya.
penelitian dan (2) Pencantuman jenis kegiatan (Data 20, M, hlm. 1)
dan waktu pelaksanaan dalam jadwal
penelitian menggambarkan urutan kegiatan Dalam kalimat tersebut, terjadi
dari awal sampai akhir. Sehubungan dengan penumpukan gagasan. Apabila dicermati,
itu pembetulannya sebagai berikut. kalimat tersebut memiliki tiga gagasan, yaitu
(3a) Jadwal penelitian merupakan pedoman (1) Kurikulum nasional mata pelajaran Bahasa
dalam melaksanakan setiap tahap dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat
kegiatan penelitian. Pencantuman jenis pembelajaran bahasa, (2) Belajar bahasa
kegiatan dan waktu pelaksanaan dalam adalah belajar komunikasi, dan (3) Belajar
jadwal penelitian menggambarkan sastra adalah belajar menghargai manusia dan
urutan kegiatan dari awal sampai akhir. nilai-nilai kemanusiaannya. Sehubungan
dengan itu pembetulannya sebagai berikut.
(4) Kompetensi mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia harus diketahui, (5a) Kurikulum nasional mata pelajaran
dilakukan dan dimahirkan oleh siswa Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi
pada setiap tingkatan, disajikan dalam pada hakikat pembelajaran bahasa.
komponen utama, yaitu (1) standar Belajar bahasa adalah belajar
kompetensi, (2)kompetensi dasar, (3) komunikasi. Belajar sastra adalah belajar
indikator, dan (4) materi pokok. menghargai manusia dan nilai-nilai
(Data 20, M, hlm. 1) kemanusiaannya.

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 40


40
(6) Guru Bahasa dan Sastra Indonesia harus (Data 23, M, hlm. 1)
sadar diri, sadar bentuk, dan sadar ruang,
bahwa ia harus mau mengembangkan Dalam kalimat tersebut, terjadi
dirinya. penumpukan gagasan. Apabila dicermati,
(Data 21, M, hlm. 4) kalimat tersebut memiliki dua gagasan, yaitu
(1) kita terperangkap dengan pemikiran yang
Dalam kalimat itu, terjadi penumpukan linier dalam memahami multiple intelegence-
gagasan. Apabila dicermati, kalimat tersebut nya Gardner dan (2) pengkotak-kotakan anak
memiliki dua gagasan, yaitu (1) Guru Bahasa secara permanen. Sehubungan dengan itu
dan Sastra Indonesia harus sadar diri, sadar pembetulannya sebagai berikut.
bentuk, dan sadar ruang dan (2) Ia juga harus
mau mengembangkan dirinya. Sehubungan (8a) Meskipun telah berkali-kali membaca
dengan itu pembetulannya sebagai berikut. dan memahami multiple intelegence-nya
Gardner, seperti yang dikatakan
(6a) Guru Bahasa dan Sastra Indonesia harus Amstrong seringkali kita terperangkap
sadar diri, sadar bentuk, dan sadar ruang. dengan pemikiran yang linier dalam
Ia juga harus mau mengembangkan memahaminya. Begitu kita menerapkan
dirinya. teori tersebut di dalam pembelajaran,
justru yang terjadi adalah pengkotak-
(7) Ada beberapa model PTK, namun kotakan anak secara permanen yang
kesamaan model rancangan PTK terletak pada akhirnya berdampak pada
pada alur pelaksanaan tindakan yang pembatasan keluwesan perkembangan
dilakukan. anak.
(Data 17, M, hlm. 3)
Kekurangcermatan dalam penulisan
Dalam kalimat tersebut terjadi kalimat efektif paling banyak ditemukan
penumpukan gagasan. Apabila dicermati, karena adanya penumpukan gagasan. Seperti
kalimat tersebut memiliki dua gagasan, yaitu yang terlihat pada contoh data (11—18).
(1) Ada beberapa model PTK dan (2) Gagasan-gagasan tersebut dapat dipisah
Kesamaan model rancangan PTK terletak pada menjadi kalimat-kalimat tersendiri sehingga
alur pelaksanaan tindakan yang dilakukan. memudahkan pemahaman pembaca.
Sehubungan dengan itu pembetulannya
sebagai berikut. 3.2 Kerancuan Struktur dan Gagasan
Kerancuan struktur terdiri atas kerancuan
(7a) Ada beberapa model PTK. Kesamaan subjek dan keterangan, aktif dan pasif, serta
model rancangan PTK terletak pada alur tipe kemajemukannya.
pelaksanaan tindakan yang dilakukan.
3.2.1 Kerancuan Subjek dan Keterangan
(8) Meskipun kita sebelumnya telah berkali- Ketidakefektifan kalimat jenis ini berciri pada
kali membaca dan memahami multiple pemakaian kata seperti bagi, dalam, dari, di,
intelegence-nya Gardner, namun seperti ke, pada, kepada, dengan di awal kalimat
yang dikatakan Amstrong seringkali kita sehingga meniadakan potensi subjek.
terperangkap dengan pemikiran yang
linier dalam memahaminya, sehingga (9) Manfaat
begitu kita terapkan teori tersebut di a. Bagi para guru, menjadi lebih
dalam pembelajaran, justru yang terjadi inspiratif dan tepat guna dalam
adalah pengkotak-kotakan anak secara menanamkan nilai-nilai kehidupan
permanen yang pada akhirnya kepada peserta didiknya.
berdampak pada pembatasan keluwesan b. Bagi orang tua, menjadi lebih
perkembangan anak. imajinatif dan menyenangkan dalam

Nanik Sumarsih, Kekurangcermatan Penulisan Kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru di Yogyakarta 41
41
membentuk generasi-generasi yang (Data 19, M, hlm. 6)
berkarakter.
c. Bagi peneliti, mendapatkan gagasan Ketidakefekifan kalimat tersebut
awal untuk melihat lebih dalam disebabkan oleh adanya tiga konjungsi, yaitu
sinergitas perkembangan teknologi namun, karena, dan tetapi. Konjungsi tersebut
dengan peningkatan kualitas moral merupakan konjungsi antarkalimat dan
generasi penerus bangsa. konjungsi intrakalimat. Berikut
(Data 1, M, hlm. 4) pembenarannya.

Dalam kalimat tersebut, terjadi (10a) Namun, penelitian tindakan (action


kerancuan subjek dan keterangan. Apabila research) memiliki lingkup yang lebih
dicermati, subjek kalimat tersebut menjadi luas. Penelitian tindakan tidak hanya
keterangan, bagi para guru, bagi orang tua, mengkaji dan melakukan tindakan dalam
bagi peneliti. Sehubungan dengan itu lingkup kelas, tetapi dapat mencakup
pembetulannya sebagai berikut. satu sekolah bahkan beberapa sekolah.

(9a) Manfaat 3.3 Ketiadaan Induk Kalimat


a. Para guru menjadi lebih inspiratif Kerancuan pada pola kalimat ini disebabkan
dan tepat guna dalam menanamkan oleh adanya konjungsi di depan kalimat.
nilai-nilai kehidupan kepada peserta Pembenaran kalimat ini dapat dilakukan
didiknya. dengan menghilangkan konjungsi di depan
b. Orang tua menjadi lebih imajinatif kalimat atau mengganti dengan konjungsi
dan menyenangkan dalam antarkalimat. Berikut contoh data beserta
membentuk generasi-generasi yang pembenarannya.
berkarakter. (11) Maka diperlukan keterampilan untuk
c. Peneliti mendapatkan gagasan awal memilih film yang tepat atau yang sesuai
untuk melihat lebih dalam sinergitas dengan tujuan.
perkembangan teknologi dengan
peningkatan kualitas moral generasi Kalimat tersebut hanya anak kalimat.
penerus bangsa. Hal tersebut ditandai kata maka di awal
kalimat. Untuk mengefektifkan kalimat
3.2.2 Kerancuan Pola Kalimat Majemuk tersebut, kata maka dihilangkan.
Setara dan Majemuk Bertingkat
Kerancuan pola kalimat ini disebabkan oleh (11a) Diperlukan keterampilan untuk
adanya dua konjungsi, yaitu konjungsi memilih film yang tepat atau yang
koordinatif dan konjungsi subordinatif. sesuai dengan tujuan.
Pembenaran dapat dilakukan dengan dua cara.
Jika akan dijadikan kalimat majemuk setara, Ketiadaan induk kalimat dapat
konjungsi subordinatif dihilangkan. disebabkan oleh adanya dua konjungsi
Sebaliknya, jika akan dijadikan kalimat subordinatif. Pembenaran kalimat dapat
majemuk bertingkat, konjungsi koordinatif dilakukan dengan dua cara berdasarkan inti
dihilangkan. Berikut contoh kasus dan informasi. Jika inti dikenakan pada informasi
pembenarannya. tentang penyebab, konjungsi yang
mengungkapkan sebab dihilangkan.
(10) Namun, penelitian tindakan (action Sebaliknya, jika inti dikenakan pada informasi
research) memiliki lingkup yang lebih tentang akibat, konjungsi yang menyatakan
luas, karena tidak saja mengkaji dan akibat dihilangkan. Berikut contoh kasus dan
melakukan tindakan dalam lingkup kelas, pembenarannya.
tetapi dapat mencakup satu sekolah
bahkan dapat beberapa sekolah.

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 42


42
(12) Jika seorang fasilitator menguasai apa begitu kita terapkan teori tersebut di
yang harus diberikan kepada dalam pembelajaran, justru yang terjadi
bimbingannya, maka apa yang harus adalah pengkotak-kotakan anak secara
dilakukan oleh agens akan berpihak pada permanen yang pada akhirnya
fokus yang dibahas dan berdampak pada pembatasan keluwesan
pengembangannya akan ditentukan oleh perkembangan anak.
agens itu sendiri. (Data 23, M, hlm. 1)
(Data 21, M, hlm. 4) Ketidakefektifan kalimat tersebut
disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
Ketidakefektifan kalimat tersebut kalimat terlalu panjang sehingga sulit
disebabkan oleh adanya dua konjungsi, yaitu dipahami pembaca. Kedua, ada pasangan
jika dan maka dalam satu kalimat. Berikut dua konjungsi yang kurang pas, yaitu meskipun
pembenaran yang ditawarkan. dan namun. Berikut perbaikannya.

(12a) Jika seorang fasilitator menguasai apa (14a) Meskipun telah berkali-kali membaca
yang harus diberikan kepada dan memahami multiple intelegence-
bimbingannya, apa yang harus dilakuka nya Gardner, seperti yang dikatakan
oleh agens akan berpihak pada fokus Amstrong seringkali kita
yang dibahas dan pengembangannya terperangkap dengan pemikiran yang
akan ditentukan oleh agens itu sendiri. linier dalam memahaminya. Sehingga
(12b) Seorang fasilitator menguasai apa yang begitu kita terapkan teori tersebut di
harus diberikan kepada bimbingannya dalam pembelajaran, justru yang
maka apa yang harus dilakukan oleh terjadi adalah pengkotak-kotakan
agens akan berpihak pada fokus yang anak secara permanen yang pada
dibahas dan pengembangannya akan akhirnya berdampak pada pembatasan
ditentukan oleh agens itu sendiri. keluwesan perkembangan anak.
(13) Ketika saya mengunggah foto ini ke
jejaring facebook memang saya berharap Ketiadaan induk kalimat juga
nantinya akan ada berbagai opini yang disebabkan oleh dua kalimat yang seharusnya
masuk dan komentar-komentar yang satu kalimat dijadikan dua kalimat.
positif terhadap hal ini. Pembenarannya adalah dengan
(Data 24, M, hlm. 4) menggabungkan dua kalimat tersebut menjadi
satu kalimat. Berikut contoh data dan
Ketidakefektifan kalimat tersebut pembenaranya.
disebabkan olehketidakjelaskan mana yang
menjadi induk kalimat dan mana yang menjadi (15) Rancangan PTK akan tergantung pada
anak kalimat sehingga perlu diberi tanda koma tujuan penelitian, sifat masalah yang
sebelum induk kalimat. digarap. Karakteristik kelas yang diteliti,
serta model tindakan yang dipilih.
(13a) Ketika mengunggah foto ini ke jejaring (Data 17, M, hlm. 3)
facebook, saya berharap nantinya akan
ada berbagai opini yang masuk dan Kalimat kedua merupakan bagian dari
komentar-komentar yang positif kalimat pertama. Sehingga kedua kalimat
terhadap hal ini. tersebut sebaiknya dijadikan satu kalimat.
(14) Meskipun kita sebelumnya telah berkali-
kali membaca dan memahami multiple (15a) Rancangan PTK tergantung pada
intelegence-nya Gardner, namun seperti tujuan penelitian, sifat masalah yang
yang dikatakan Amstrong seringkali kita digarap, karakteristik kelas yang
terperangkap dengan pemikiran yang diteliti, serta model tindakan yang
linier dalam memahaminya, sehingga dipilih.

Nanik Sumarsih, Kekurangcermatan Penulisan Kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru di Yogyakarta 43
43
Kalimat tersebut belum pararel
sehingga perlu disejajarkan. Berikut
pembenarannya.
3.4 Kemubaziran
Ketidakefektifan pada kalimat ini disebabkan (17a) PTK dilaksanakan dengan tidak boleh
oleh ketaksejajaran bentuk atau struktur mengabaikan kaidah-kaidah keilmuan,
pengungkap gagasan yang sebenarnya pararel. melandasi dengan ilmu pengetahuan
Pembenaran dapat dilakukan dengan yang sudah ada, dan
menyejajarkan bentuk atau struktur demi mempertimbangkan hasil penelitian
tercerminkannya kepararelan gagasan. Berikut terdahulu.
disajikan contoh data dan pembenarannya.
3.5 Redundansi
(16) Desain penelitian tindakan menurut Redundansi adalah keberlebihan sehingga
Kemmis dan McTaggart: bersifat mubazir. Redundansi sinonimi adalah
1. merumuskan masalah dan kelewahan informasi karena adanya
merencanakan tindakan pengulangan secara makna. Pembenaran
2. melaksanakan tindakan dan redudansi jenis ini dapat dilakukan dengan
pengamatan monitoring menghilangkan salah satu kata yang
3. refleksi hasil pengamatan besinonimi. Berikut contoh data dan
4. perubahan/revisi perencanaan untuk pembenarannya.
pengembangan selanjutnya
(Data 17, M, hlm. 3) (18) Bagi madrasah kami, keterlambatan
siswa dianggap menjadi salah satu hal
Ketidaksejajaran kalimat-kalimat yang bisa merugikan pihak lain terutama
tersebut terjadi karena bentuk predikatnya ketika pembelajaran sudah berlangsung.
yang tidak sejajar, yaitu merumuskan, Salah satunya, misalnya, ketika guru
melaksanakan, refleksi, dan perubahan. Oleh sedang memberikan materi dan suasana
karena itu, predikat-predikat tersebut perlu kelas sedang khusyuk berkonsentrasi,
dibuat menjadi bentuk yang sejajar. Berikut tiba-tiba harus terhenti sejenak karena
perbaikannya. diseling oleh kehadiran siswa yang
terlambat tadi.
(16a) Desain penelitian tindakan menurut (Data 24, M, hlm. 2)
Kemmis dan McTaggart:
1. merumuskan masalah dan merencanakan Kalimat tersebut ada dua kata yang
tindakan bermakna sama, yaitu salah satunya dan
2. melaksanakan tindakan dan mengamati misalnya. Fungsi kata tersebut sama sehingga
monitoring perlu dipilih salah satu dalam penggunaannya.
3. merefleksikan hasil pengamatan
4. mengubah/merevisi perencanaan untuk (18a) Bagi madrasah kami, keterlambatan
pengembangan selanjutnya siswa dianggap menjadi salah satu hal
(Data 17, M, hlm. 3) yang bisa merugikan pihak lain
terutama ketika pembelajaran sudah
(17) PTK dilaksanakan dengan tidak boleh berlangsung. Misalnya, ketika guru
mengabaikan kaidah-kaidah keilmuan, sedang memberikan materi dan suasana
tentunya dilandasi dengan ilmu kelas sedang khusyuk berkonsentrasi,
pengetahuan yang sudah ada, hasil tiba-tiba harus terhenti sejenak karena
penelitian terdahulu. diseling oleh kehadiran siswa yang
(Data 17, M, hlm. 6) terlambat tadi.
(19) Dari waktu ke waktu, madrasah selalu
mendapati siswa-siswa yang terlambat

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 44


44
pada jam pertama masuk sekolah. Mulai jika ditulis akan menimbulkan
dari sejumlah 5 (lima) siswa sampai komplikasi dan keruwetan.
dengan sejumlah 50 (lima puluh) atau (Data 17, M, hlm. 6)
lebih siswa yang terlambat setiap Konjungsi jika kurang tepat digunakan
paginya. pada kalimat tersebut. Hal tersebut karena
(Data 24, M, hlm. 3) sebab dan akibatnya tidak pas sehingga
kalimat tersebut menjadi tidak logis.
Pada kalimat tersebut ada kata sejumlah Konjungsi jika dapat diganti dengan konjungsi
yang perlu dihilangkan karena sudah ada meskipun.
jumlah pasti yang dinyatakan, lima, lima
puluh. (21a) Meskipun setiap individu mempunyai
(19a) Dari waktu ke waktu, madrasah selalu pengalaman batin yang sama, ekspresi
mendapati siswa-siswa yang terlambat oralnya tidak akan pernah sama. Rasa
pada jam pertama masuk sekolah. Mulai rindu, dengki, dendam, sakit hati yang
dari 5 (lima) siswa sampai dengan 50 secara tiba-tiba datang, juga ekspresi
(lima puluh) atau lebih siswa yang gagasan dan perasaan yang lain, jika
terlambat setiap paginya. ditulis akan menimbulkan komplikasi
(20) Semua siswa di madrasah kami, sampai dan keruwetan.
hari ini menerima bentuk sanksi yang (22) Untuk memperoleh pengalaman,
diterapkan madrasah itu dengan lapang apresiasi sastra harus dilakukan kegiatan
dada, belum ada nada protes atau yang secara langsung menggunakan
keberatan karena penggunaan seragam karya sastra sebagai objek kegiatannya,
khusus ini. misalnya dengan membaca puisi, pantun,
(Data 24, M, hlm. 4) dongeng, cerita pendek, novel, hikayat,
dan drama.
Pada kalimat tersebut ada kata-kata yang (Data 20, M, hlm. 3)
perlu dihilangkan agar informasi yang
disampaikan lebih mudah diterima oleh Kalimat tersebut juga tidak logis. Perlu
pembaca. Berikut pembenarannya. dibenahi susunan-susunannya seperti berikut.
(20a) Sampai hari ini siswa menerima bentuk (22a) Apresiasi sastra dengan menganalisis
sanksi yang diterapkan dengan lapang objek karya sastra secara langsung
dada. Belum ada nada protes atau dilakukan untuk memperoleh
keberatan karena penggunaan seragam pengalaman, misalnya membaca puisi,
khusus ini. pantun, cerita pendek, novel, hikayat,
drama, dan mendongeng.
3.6 Kalimat yang Tidak Logis (23) Kebahasaan yang akan diajarkan
Kalimat yang tidak logis dapat disebabkan berfokus pada wacana sastra, baik
oleh makna yang tersirat di dalam kalimat berupa kesalahan kalimat, kesalahan
tersebut tidak sesuai dengan nalar. Kalimat ejaan, kalimat baku, kalimat efektif,
yang tidak logis menyebabkan kalimat bentuk dan macam paragraph, kata baku,
menjadi tidak efektif. Dalam karya tulis ilmiah makna kata dan lain-lain, dapat
guru juga ditemukan jenis kalimat seperti ini. menggunakan wacana sastra.
Berikut beberapa kasus yang ditemukan. (Data 21, M, hlm. 3)

(21) Jika setiap individu mempunyai Ketidaklogisan kalimat tersebut terjadi


pengalaman batin yang sama, ekspresi karena ada gagasan yang tidak runtut dan
oralnya tidak akan pernah sama. Rasa diulang. Berikut pembenarannya.
rindu, dengki, dendam, sakit hati yang (23a) Materi kebahasaan seperti kesalahan
secara tiba-tiba datang, juga ekspresi kalimat, kesalahan ejaan, kalimat baku,
akan gagasan dan perasaan yang lain, kalimat efektif, bentuk dan macam

Nanik Sumarsih, Kekurangcermatan Penulisan Kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru di Yogyakarta 45
45
paragraf, kata baku, makna kata dapat mengubah kebiasaan mereka menjadi
menggunakan wacana sastra. lebih baik di hari-hari mendatang
ataukah tidak.
(24) Namun demikian, jika sastra memiliki (Data 24, M, hlm. 5)
dunia dan sistem sendiri, maka sastra
didekati secara semiotik. Kalimat tersebut sulit dipahami. Hal
(Data 20, M, hlm. 3) tersebut dikarenakan kata yang muncul
berkali-kali.Pembenaran kalimat dapat dilihat
Ketidaklogisan kalimat tersebut terjadi sebagai berikut.
karena adanya konjungsi yang berlebihan. Ada
konjungsi antarkalimat namun demikian, (26a) Dengan adanya penggunaan ‘rompi anti
konjungsi intrakalimat jika….maka.Berikut keterlambatan’ ini, sekarang jumlah
pembenarannya. siswa yang terlambat antara 5 hingga 10
siswa. Pengurangan jumlah siswa yang
(24a) Sastra memiliki dunia dan sistem sendiri, terlambat ini sangat kami syukuri,
maka sastra didekati secara semiotik. setidaknya langkah ini sudah dianggap
benar dan bisa dijadikan rujukan atas
3.7 Kalimat Tidak Bersubjek dan Tidak pendidikan karakter siswa di madrasah
Berpredikat (Kalimat Buntung) kami, tinggal bagaimana dengan sikap
Kalimat buntung merupakan kalimat yang siswa yang sering terlambat ini, apakah
tidak bersubjek dan tidak berpredikat. Kalimat mereka bisa mengubah kebiasaan
seperti ini sulit dipahami. Berikut beberapa mereka menjadi lebih baik di hari-hari
data yang ditemukan. mendatang ataukah tidak.
(Data 24, M, hlm. 5)
(25) Kegiatan yang dapat dilakukan dengan
membaca, mendengarkan, menonton, 3.8 Ketidakefektifan Karena Aspek
dan kalau perlu menganalisis. Pragmatik
(Data 20, M, hlm. 3) Selain disebabkan pada aspek gramatikal,
ketidakefektifan kalimat dapat disebabkan oleh
Kalimat tersebut hanya terdiri dari aspek pragmatik. Ketidakefektifan pragmatik
subjek. Hal tersebut disebabkan adanya kata dapat disebabkan oleh informasi yang
yang sehingga semuanya unsur menjadi unsur berlebihan. Seperti contoh data berikut.
subjek. Pembenaran kalimat dapat dilakukan
dengan menghilangkan kata yang. (27) Tidak ada siswa yang ingin terlambat
masuk sekolah, semua siswa pasti ingin
(25a)Kegiatan dapat dilakukan dengan masuk ke kelasnya masing-masing lebih
membaca, mendengarkan, menonton, awal dari bunyi bel jam pelajaran
dan kalau perlu menganalisis. pertama masuk kelas.
(Data 24, M, hlm. 1)
(26) Dengan adanya penggunaan ‘rompi anti
keterlambatan’ ini, jumlah siswa yang ‘Tidak ada siswa yang ingin terlambat
terlambat sekarang yang hanya sekitar 5 masuk sekolah’ mempunyai makna yang sama
hingga 10 siswa. Pengurangan jumlah dengan ‘semua siswa pasti ingin masuk ke
siswa yang terlambat ini sangat kami kelasnya masing-masing lebih awal dari bunyi
syukuri, setidaknya langkah ini sudah bel jam pelajaran pertama masuk kelas’.
dianggap benar dan bisa dijadikan Makna kata ‘tidak terlambat’ sama dengan
rujukan atas pendidikan karakter siswa ‘masuk ke kelasnya masing-masing lebih awal
di madrasah kami, tinggal bagaimana dari bunyi bel jam pelajaran pertama masuk
dengan sikap siswa yang sering kelas’. Oleh karena itu, kalimat tersebut dapat
terlambat ini, apakah mereka bisa dipilih salah satu.

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 46


46
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta”.
(27a) Tidak ada siswa yang ingin terlambat Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta:
masuk sekolah. Universitas Negeri Yogyakarta.
(27b) Semua siswa pasti ingin masuk ke Keraf, Gorys. 1977. Komposisi : Sebuah
kelasnya masing-masing lebih awal Pengantar kepada Kemahiran Bahasa.
dari bunyi bel jam pelajaran pertama Ende-Flores: Penerbit Nusa Indah-
masuk kelas. Percetakana Arnoldus.
Kuntarti, Anggit. 2015. “Analisis Kesalahan
4. Simpulan Kalimat pada Skripsi Mahasiswa Prodi
Karya tulis ilmiah dapat dipahami melalui Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
kalimat-kalimatnya. Meskipun begitu, Bahasa dan Seni UNY”. Skripsi.
kekurangcermatan pengalimatan dalam Karya Tidakditerbitkan. Yogyakarta: Universitas
Tulis Ilmiah Guru masih ditemukan. Negeri Yogyakarta.
Berdasarkan data yang dianalisis, Parera, J. D. 1997. Linguistik Edukasional:
kekurangcermatan penulisan kalimat dalam Metodologi Pembelajaran
Karya Tulis Ilmiah Guru disebabkan oleh (1) Bahasa,Analisis Kontrastif Antarbahasa,
adanya penumpukan gagasan, (2) kerancuan Analisis Kesalahan Berbahasa.
struktur dan gagasan, (3) ketiadaan induk Jakarta:Penerbit Erlangga.
kalimat, (4) kemubaziran, (5) redundansi, (6) Pranowo, dkk. 1996. Teknik Menulis Makalah.
kalimat yang tidak logis, (7) kalimat tidak Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat Ruddyanto, C. dkk. 2008. Pedoman Penulisan
buntung), dan (8) ketidakefektifan karena Karya Ilmiah. Jakarta: Balai Bahasa
aspek pragmatik. Denpasar, Departemen Pendidikan
Nasional.
Daftar Pustaka Samsuri. 1987. Analisis Bahasa: Memahami
Apandi, Idris. 2015.Saya Guru Saya Bisa Bahasa Secara Ilmiah. Jakarta:Penerbit
Menulis. Bandung: CV SMILE’S Erlangga.
Indonesia Institute. Setyawati, Nanik. 2013. Analisis Kesalahan
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tassai. 2008. Berbahasa Indonesia (Teori dan Praktik.
Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Surakarta:Yuma Pustaka.
Akademika Pressindo. Sirait, Bistok, dkk. 1985. Pedoman Karang-
Ayuma, Wiwik Yuni. 2012. “Konstruksi Mengarang. Jakarta: Pusat
Sintaksis pada Wacana Tulis di Lembaga Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik
Kepolisian Polres Tulang Bawang Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Lampung”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Wahana Kebudayaan Secara Lingual.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta: Duta Wacana University
Yogyakarta. Press.
Baryadi, I. Praptomo. 2001. “Penentuan Sugono, Dendy. 2000. “Struktur Kalimat
Dasar-Dasar Substansi Wacana”. Makalah Bahasa Indonesia: Penerapan dan
yang disajikan pada acara Pencerapan Pemasyarakatannya” dalam Bahasa
Ilmu bagi Peneliti Balai Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi hal
Yogyakarta, yang diselenggarakan pada 232—238.Jakarta: Pusat Pembinaan dan
tanggal 9 Mei 2001. Pengembangan Bahasa, Depdiknas.
Corder, S.P. 1974. Error Analysis, In Allen, Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menulis Sebagai
J.L.P. and Corder, S.P. (1974). Techniques Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
in Applied Linguistics. Oxford: Oxford Angkasa.
University Press. The Liang Gie. 1995. Pengantar Dunia
Istinganah, Nurul. 2012. ”Analisis Kesalahan Karang-Mengarang. (cetakan ke-2).
Sintaksis pada Karangan Narasi Yogyakarta: Liberty.
Ekspositoris Siswa Kelas VIII SMP 1

Nanik Sumarsih, Kekurangcermatan Penulisan Kalimat dalam Karya Tulis Ilmiah Guru di Yogyakarta 47
47
Tim Penyusun Pusat Bahasa. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV.
Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka
Utama.

Gramatika, Volume VI, Nomor 1, Januari—Juni 2018 48


48

Anda mungkin juga menyukai