Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan kalimat Indonesia adalah negara berbudaya.
Kalimat tersebut mengrepresentasikan bahwa negara kita adalah negara dengan masyarakat
majemuk yang tak jauh dari kebudayaannya. Hal ini dibuktikan lagi dengan semboyan negara kita
Bhineka Tunggal Ika, yang menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara dengan banyak
perbedaan namun tetap bersatu. Salah satu perbedaan yang paling menonjol adalah kebudayaan,
agama, bahasa, suku, dan ras.

Tahukah anda batik? Reog ponorogo? Tari Sumatera? Batik, reog ponogoro, tari Sumatera
adalah contoh kebudayaan Indonesia yang juga dapat disebut kebudayaan nasional. berkat
kebudayaan tersebut Indonesia dapat dikenal di mata dunia. Bisa dibayangkan bahwa seberapa
pentingnya kebudayaan sehingga dapat memberikan identitas kepada bangsa Indonesia. Tetapi
apakah multikulturalisme ini eksistensinya memberikan persatuan? Atau malah perseteruan?
Apakah eksistensi multikulturalisme menyatukan persaudaraan? Atau malah perpecahan?. Jika
melihat fungsi kebudayaan nasional tentu kita akan melihat bahwa sejatinya berada di lingkungan
multikulturalisme menjadi media persatuan dan persaudaraan. Tetapi kemudian disusul oleh berita
bahwa adanya kasus pembakaran masjid di Aceh, kemudian tragedi Sampit Suku Dayak vs
Madura, dan konflik Maluku. Kasus-kasus yang menyita banyak perhatian tersebut tak jauh dari
kata ‘perbedaan’ yang berhubungan dengan suku atau agama. Atau mungkin kasus yang lebih kecil
lainnya, misalnya ketika hari natal tiba kemudian suatu perusahaan mewajibkan seluruh
karyawaannya menggunakan kostum Santa Klause, berlaku juga bagi mereka yang beragama
Islam atau kasus geger lainnya yaitu seorang pemilik toko kue yang enggan menerima pesanan
kue yang bertuliskan Marry Christmas, kemudian seorang nasrani merasa tidak terima dan
membeberkan kekesalannya di media sosial.

1
Melihat permaslahan yang ada di masyarakat baik besar maupun kecil, apakah bhineka tunggal
ika itu benar adanya atau malah sebaliknya? Hanya sebuah semboyan agar negara kita tetap
bersatu. Dalam semboyan tersebut didalamnya terdapat istilah yang menjadi alasan mengapa
negara kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yaitu toleransi. Tidak mungkin suatu negara bersatu
dengan banyaknya perbedaan tanpa adanya sikap toleransi dari masing-masing pihak. Oleh
karenanya, pada makalah ini, penulis menyungsung judul yang berkenaan dengan toleransi
sebagaimana kaitannya dengan multikulturalisme.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana gambaran toleransi bangsa Indonesia ?
2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya tingkat toleransi?
3. Bagaimana peran toleransi dalam masyarakat multikulturalisme?
4. Bagaimana solusi meningkatkan sifat toleransi dalam masyarakat multikulturalisme?

C. Tujuan
1. Mengetahui gambaran toleransi bangsa Indonesia .
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rendahnya tingkat toleransi .
3. Mengetahui bagaimana peran toleransi dalam masyarakat multikulturalisme.
4. Mendapatkan solusi dalam meningkatkan sifat toleransi dalam masyarakat
multikulturalisme.

D. Metode
Pendekatan Kuantitatif

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode survei. Dimana penulis
mengumpulkan beberapa sumber seperti buku, artikel, jurnal, serta hasil angket untuk menunjang
keberhasilan pembuatan makalah ini. Penulis juga mengusulkan kasus-kasus yang berkenaan
dengan kebudayaan yang mana teknik yang digunakan yaitu berupa angket (kuesioner) seputar
toleransi dan kebudayaan.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat multikultularisme dan kebudayaan nasional


1. Multikulturalisme

Sebagian orang pastinya sudah tak asing dengan istilah multikulturalisme. Jika dilihat dari kata
yang tidak pendek ini, terdapat kata dasar yaitu kultur yang bermakna budaya. Menuru Fay (1996)
dan Jary (1991), multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun kebudayaan. Sedangkan menurut
M. Atho Mudzhar (2005: 174), multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan
kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman dan berbagai
macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem-sistem,
budaya, kebiasaan dan politik yang mereka anut. Jika dilihat dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya kebudayaan
lebih dari satu dimana masyarakat multikultural haruslah menerima keberagaman tersebut yang
dapat diwujudkan melalui kebudayaan, bahasa, suku, agama, dan ras.

Sejarah multikullturalisme adalah sejarah masyarakat majemuk. Amerika, Kanada, dan


Australia adalah dari sekian negara yang sangat serius mengembangkan konsep dan teori-teori
multikulturalisme dan juga pendidikan multicultural. . dalam sejarahnya, multikulturalisme
diawali dengan teori melting pot yang sering diwacanakan oleh J. Hector, seorang imigran asal
Normandia.

Diskursus tentang multikulturalisme mencakup dalam tiga wilayah (Bhiku Parekh,2002):

1. Kelompok masyarakat yang memiliki sistem nilai dan praktek-praktek tradisi yang berbeda
dengan masyarakat pada umumnya. Mereka hidup di tengah masyarakat umum dan tradisi
dominan, tetapi sekaligus hendak menciptakan ruang bagi tradisi yang mereka yakini dan sistem
nilai yang dianut. Mereka tidak hendak mendesakkan tradisi dan sistem nilai yang dianut, tetapi
menghendaki adanya penghargaan dan pemberian ruang untuk mengekspresikan tradisi dan sistem
nilai yang dianut. Kelompok ini misalnya : kelompok gay, lesbi, single parent, dan anak jalanan.
Kelompok masyarakat seperti itu oleh Bhiku Parekh, disebut dengan subculture diversity)

3
2. Kelompok Masyarakat yang kritis dengan budaya dominan (utama) dan berusaha untuk
merebut serta merubah dan membentuk kembali seperti cara pandang yang mereka inginkan.
Kelompok ini misalnya: kaum feminis (kritis-radikal), aktivis lingkungan radikal, kaum
fundamentalis- radikal agama yang menolak sekularisasi dan sekularisme, aktivis pendidikan
aletrnatif-partisipatoris. Kelompok masyarakat ini disebut dengan perspective diversity.

3. Kelompok masyarakat yang memiliki sistem nilai sebagai cara pandang dan praktek
hidupnya sendiri. Mereka ini terorganisir dengan baik dalam masyarakatnya. Mereka ini misalnya
: masyarakat pendatang/imigran, kelompok agama suku, suku-suku asli, kelompok masyarakat di
daerah- daerah (teritori) tertentu seperti suku Badui, Samin, penganut Islam wetu Telu dan
seterusnya. Mereka disebut dengan communal diversity.

Indonesia adalah negara multikultural karena terdiri dari banyaknya suku, bahasa, kebudayaan,
dan agama. Dapat dibayangkan betapa banyaknya perbedaan yang bercampur dan hidup bersama
di negara yang luas dan padat ini. Dalam praktek multikultralisme ini terciptalah berbagai
kebudayaan yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu atau disebut kebudayaan daerah, yang
mana kebudayaan daerah ini dapat bercampur dengan kebudayaan lain dan menjadi kebudayaan
nasional sebagai identitas bangsa Indonesia.

Pada akhirnya masyarakat multicultural adalah masyarakat yang hars siap menerima banyak
perbedaan. Multikulturalisme ini tidak semata-mata definisi tentang kebudayaan itu sendiri
melainkan sebuah keberterimaan masyarakat dalam lingkungan multikultuural.

2. Definisi kebudayaan nasional

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Kepulauan Indonesia terdiri dari 13.000
pulau besar maupun kecil, dan dihuni oleh 316 suku bangsa yang menggunakan kurang lebih 250
bahasa daerah. Tiap suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri. Kebudayaan suku-suku bangsa
Indonesia berbeda satu dengan yang lain. bahasa, adat istiadat, bnetuk rumah, pakaian, dan
kesenian tiap daerah atau suku bangsa memiliki ciri khas yang berbeda dengan suku bangsa lain.
Begitu pula agama (Waridah, Q Siti, dkk, 2000:110).

Dari perbagai keberagaman Indonesia tentu negara kita menjadi negara yang multikultural.
Berangkat dari kata multikultural tersebut, Indonesia memiliki potensi untuk dikenal di mata dunia
lewat kebudayaan nasional. Sebelum memaknai kebudayaan nasional, adapun kebudayaan

4
menurut Ralph Linton dalam bukunya The Culture Background of Personality dalam buku
Antropologi karya Siti Waridah Q dkk, adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan
hasil dari tingkah laku yang unsur-unsur penentuannya dimiliki bersama dan dilanjutkan oleh
anggota masyarakat tertentu. Dalam buku yang sama juga dijelaskan isi (substansi) utama budaya
yaitu pengetahuan, nilai, pandangan hidup, dan kebudayaan sebagai pedoman perilaku. Sedangkan
pendapat lain datang dari Amri Marzali dalam bukunya Antropologi & Pembangunan Indonesia
(2005:19), kebudayaan sebagai sistem ideasional atau sistem gagasan, atau the state of mind yang
mendorong pola perilaku yang khas pada suatu kelompok sosial tertentu.

Dalam buku Pendidikan Sosial Budaya (2016:90) dikatakan bahwa kebudayaan nasional
adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di negara tersebut. Persoalannya hanya pada
wilayah yang dicakup. Kebudayaan nasional berarti kebudayaan yang memiliki level tinggi
disbanding kebudayaan daerah. Hal tersebut tidak sengaja terjadi. Hal itu berkat kebudayaannya
yang memiliki kualitas tinggi, nilai estetika, yang kemudian disepakati menjadi kebudayaan
nasional. Menurut Himyari Yusuf bahwa kebudayaan nasional adalah hasil produk manusia atau
masyarakat nusantara yang bersumber dari gagasan, ide pemikiran dan hasil kreatifitas dalam
menjawab berbagai kebutuhan kehidupan, baik yang bersifat fisik maupun non-fisisk (Material
dan spiritual). Singkatnya bahwa kebudayaan (termasuk kebudayaan nasional) secara ontologis
adalah manusia secara totalitas dan universal, manusia yang meliputi jiwa dan raga. Kemudian
secara epistemologis dapat dipahami sebagai yang bersumber dari pengalaman hidup manusia,
baik pengalaman spiritual religius, maupun pengalaman fisisk material. Oleh karena itu dapat
dipastikan secara aksiologis, kebudayaan merupakan pedoman bagi kehidupan manusia dalam
segala aspek, termasuk mengenai kehidupan menegara dan cinta terhadap kedamaian serta
kenyamanan dalam hidup bermasyarakat. Adapun kebudayaan nasional Indonesia adalah
kebudayaan yang mewakili Indonesia di mata dunia. Kebudayaan nasional Indonesia ini kaya
keberadaannya. Diantaranya:

Pakaian Nasional Rumah Adat Nasional Makanan Nasional

5
Peninggalan Bersejarah Alat Musik Nasional Kesenian Nasional

Kebudayaan-kebudayaan diatas adalah warisan serta identitas bangsa Indonesia.


kebudayaan-kebudayaan tersebut adalah bukti bahwa kita negara yang multikultural sejak dahulu.
Tidak sedikit kebudayaan nasional Indonesia membawa citra yang bagus di kancah internasional.
Namun ketika kita sudah memiliki identitas lewat kebudayaan maka tugas seluruh warga Indonesia
adalah menjaga serta melestarikan kebudayaan nasional Indonesia. Jangan sampai kebudayaan
nasional kita diklaim oleh negara lain karena kecerobohan warga Indonesia dan ketidakmauan
masyarakat dalam memelihara kebudayaan Nasional.

B. Hakikat toleransi
1. Definisi Toleransi

Pada bahasan sebelumnya kita telah memaknai dan mengetahui arti multikulturalisme dan
kebudayaan nasional tepatnya di negara kita sendiri, Indonesia. perlu dipahami bahwa masyarakat
multiikultural adalah tempat dimana perbedaan sangat menonjol. Dari mulai bahasa, suku, agama,
ras, kebudayaan, adat istiadat, dll. semua perbedaan itu amat sangat berpotensi menuai berbagai
permaslahan, baik kecil maupun besar. Pada dasarnya, kita tidak bisa menghindari perbedaan.
Oleh karenanya, toleransi menjadi bagian penting yang harus dipegang dan diimplementasikan
bagi masyarakat multikultural seperti di negara kita.

Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati,
keringan dan kesabaran (Hornby. 1995:67). Secara umum istilah toleransi mengacu pada sikap
terbuka, lapang dada, suka rela dan kelembutan. Unesco mengartikan toleransi sebagai sikap saling
menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan
berekspresi dan karakter manusia (Walzer, Michael. 1997:56).

Sederhanaya, toleransi adalah sikap menghargai dan juga mengerti. Menghargai adanya
orang yang pergi ke masjid, menghargai orang yang merayakan hari natal, menghargai orang yang
mengenakan jilbab, dsb. Namun apakah Indonesia yang dikenal negara multicultural sudah paham

6
akan makna tolerasi ini?. Jika melihat fakta dan fenomena yang ada, Indonesia adalah negara yang
juga sering memiliki permaslahan yang berhubungan dengan agama, suku, dan ras. Jika demikian,
toleransi di Indonesia masihlah sangat minim. Minim pengguna. Hanya sebagian orang yang mau
menerima dan menghargai perbedaan dalam negeri ini. Padahal, sejatinya kita hanya dituntut
untuk menghargai dan menerima eksistensi mereka. Bukan harus membenarkan. Adapun toleransi
beragama merupakan realisasi dari ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk komunitas
(Wach, Joachim. 1958: 121). Ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk kelompok ini,
menurut Joachim Wach, merupakan tanggapan manusia beragama terhadap realitas mutlak yang
diwujudkan dalam bentuk jalinan sosial antar umat seagama ataupun berbeda agama, guna
membuktikan bahwa bagi mereka rea- litas mutlak merupakan elan vital kebera- gamaan manusia
dalam pergaulan sosial, dan ini terdapat dalam setiap agama, baik yang masih hidup bahkan yang
sudah punah.

2. Kasus-kasus berhubungan dengan multikulturalisme

Sudah tak asing bukan jika mendengar permasalahan berhubungan dengan agama, suku,
dan ras. Dari mulai kasus yang besar sampai kasus yang kecil. Tak perlu merasa aneh dan kaget,
sebab negara kita memang berpotensi terjadi hal demikian. Contoh kasus-kasus tersebut
terangkum dalam penjelasan berikut:

a) Konflik agama di Ambon


Konflik berbau agama paling tragis meletup pada tahun 1999 silam. Konflik dan
pertikaian yang melanda masyarakat Ambon-Lease sejak januari 1999, telah berkembang
menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua
tatanan kehidupan bermasyarakat. Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi
kerusuhan hebat antara umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya orang
meregang nyawa. Kedua kubu agama ini saling serang dan bakar membakar bangunan
serta sarana ibadah.

b) Tragedi Sampit, Suku Dayak vs Madura


Tragedy sampit adalah konflik berdarah antar suku yang paling membekas dan
bikin geger bangsa Indonesia pada tahun 2001 silam. Konflik yang melibatkan suku

7
Dayak dengan orang Madura ini dipicu banyak faktor, diantaranya aksus orang Dayak
yang diduga tewas dibunuh warga Madura hingga kasus pemerkosaan gadis Dayak.
c) Penyerang kelompok Syi’ah di Sampang
Aksi penyerangan terhadap kelompok syi’ah terjadi di dusun Nangkernang, Desa
Karang Gayam, kecamatan omben, Kabupaten Sampang, Madura, jawa Timur pada
Agustus 2012 silam. Sebanyak dua orang warga Syi’ah tewas dan enam orang lainnya
mengalami luka berat serta puluhan warga mengalai luka ringan.

Kasus-kasus tersebutt dikutip dari news.okezone.com.

Membaca kasus-kasus yang parah tersebut tentu kita tidak ingin adanya aksus yang sama
terjadi lagi. Berdasarkan data tersebut, kasus agama, suku, dan ras bukan lagi saling mengadu kata
tapi juga saling serang dan menewaskan banyak orang. Jika Bhineka Tunggal Ika sudah mendarah
daging dalam setiap warga Indonesia, seharusnya kasus-kasus berkenaan SARA tidak terjadi.
Kalaupun terjadi tidaklah separah itu. Artinya, negara kita amsih minim pengguna toleransi.

Menurut Fritjhof Schuon (2005), agama secara eksoteris terlahir di dunia ini berbeda-beda.
Akan tetapi terlepas dari perbedaan yang muncul dalam agama-agama, secara esoterik7 agama-
agama yang ada di dunia memiliki prinsip yang sama, yaitu bersumber dan tertuju pada Supreme
Being. Cara Schuon membedakan kedua aspek agama ini bisa diterapkan sebagai panduan
bagaimana manu- sia yang berbeda agama bertemu satu sama lain dalam memberikan peran
mereka sebagai hamba TuhanYang Esa di dunia ini. Menurut Graham C. Kinloch (2005:35)
toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi sosial. toleransi bukan hanya sekadar sikap
dan sifat seseorang. Tapi ia dapat mengantarkan pada kedamaian. Ia abstrak tetapi penting
peranannya ketika seseorang selalu memasang rambu toleransi saat hendak berinteraksi. Mengenal
Indonesia dalam aspek agama dengan kaca pandang sejarah diharapkan memunculkan sikap
toleran diimbangi dengan nasionalisme setiap generasi untuk mewujudkan kerukunan Intern dan
lintas agama (Rosyid, 2015: 12).

8
BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis hasil data angket (kuesioner)

Pada hari selasa, 8 Mei 2018 kami melakukan penelitian berupa pembagian angket yang berisi
beberapa kuesioner berkenaan dengan Multikulturalisme, Kebudayaan, dan toleransi. Untuk
mendapatkan data, kelompok kami menggunakan google formulir untuk mendapatkan data dari
responden. Responden yang kami dapatkan yaitu berjumlah 31 orang dari berbagai usia, jenis
kelamin, maupun berbagai profesi, dan didapatlah data sebagai berikut :

1. Apakah anda tahu apa yang dimaksud dengan Toleransi?


- 100% Responden menjawab YA

2. Menurut pendapat anda, tingkat Toleransi di Indonesia itu bagaimana? ( Tinggi, Sedang,
Rendah, Jawaban lain ...)
- 45,2 % Responden menjawab SEDANG
- 32,3 % Responden menjawab RENDAH
- 16,1 % Responden menjawab TINGGI
- 3,2 % Responden menjawab TERGANTUNG KEADAAN POLITIK
- 3,2 % Responden menjawab BOBROK

3. Kasus yang berkenaan dengan Toleransi mana yang anda ketahui? (Kasus Penistaan
Agama, Tragedi Pembantaian Etnis Tionghoa (Mei 1998), Tragedi Poso (1998-2000),
Jawaban lain ...)

9
- 51,6 % Responden menjawab KASUS PENISTAAN AGAMA
- 22,6 % Responden menjawab TRAGEDI PEMBANTAIAN ETNIS TIONGHOA (Mei
1998)
- 12,8 % Responden menjawab MENGETAHUI SEMUA OPSI
- 9,7 % Responden menjawab TRAGEDI POSO (1998-2000)
- 3,2 % Responden menjawab NON MUSLIM YANG IKUT BERPUASA
- 0,1 % Responden tidak menjawab

4. Apakah toleransi erat kaitannya dengan multikulturalisme (keberagaman budaya)?


- 93,6 % Responden menjawab YA
- 6,4 % Responden menjawab TIDAK

5. Apakah keragaman budaya merupakan salah satu pembentuk sikap toleransi suatu
individu/kelompok di suatu wilayah? (ya/tidak)
- 90,4 % Responden menjawab YA
- 6,4 % Responden menjawab TIDAK
- 3,2 % Responden Tidak Menjawab

6. Ketika melihat/mengetahui adanya penghinaan/ pelecehan terhadap RAS pada suatu


golongan tertentu apa yang anda akan lakukan? (Bertindak, Melawan, Diam, Jawaban lain
...)
- 58 % Responden menjawab BERTINDAK
- 16% Responden menjawab ANALISIS KASUS TERLEBIH DAHULU
- 9,7 % Responden menjawab DIAM
- 6,5 % Responden menjawab MELAWAN
- 3,2 % Responden menjawab MENENTANG
- 3,2 % Responden menjawab MEMINTA BANTUAN
- 3,2 % Responden menjawab MARAH DAN KECEWA
- 0.2 % Responden tidak menjawab

10
7. Bagaimana sikap anda tentang kaum minoritas agama (non muslim) yang ada di sekitar
anda bila melaksanakan ibadah ?

73,6 % Responden bersikap Menghargai


22,4 % Responden bersikap Cuek
4 % Responden Tidak Menjawab

8. Dari kasus kasus yang terjadi di indonesia dengan membawa isu isu agama apakah
indonesia mulai krisis toleransi? (Ya/tidak)
80.8 % Responden Menjawab YA
9,6 % Responden Menjawab TIDAK
9,6 % Responden Menjawab RAGU

Pembahasan :

11
BAB IV

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Multikultural adalah salah satu ciri negara Indonesia. Bahkan tanpa adanya perbedaan
Indonesia tidak akan ada. Indonesia ada karena adanya perbedaan. Perbedaan-perbedaan itulah
yang menjadi alasan dibuatnya semboyan kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan tersebut
adalah bukti bahwa kita adalah masyarakat yang menganut multikulturalisme dan disebut
multikultural. Seperti namanya multi yang berarti lebih dari satu dan kultur yang berarti budaya,
menunjukkan bahwa kita memiliki beratus-ratus kebudayaan, suku, ras, agama, dan bahasa. Setiap
daerah di Indonesia memiliki kebudayaannya amsing-masing yang kemudian disebut kebudayaan
daerah. Namun dari kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut dapat menjadi kebudayaan nasional,
dimana hal tersebut dapat memberikan kebanggaan dan rasa ansionalis kita terhadap negeri ini.

Kehiduppan berwarganegara memang tidak mudah. Apalagi negara kita yang penuh perbedaan
tersebut memungkinkan konflik terjadi. Dari mulai konflik agama, suku, ras, dan bahasa. Oleh
karena itu, toleransi menjadi salah satu cara untuk mengurangi konflik atau perseteruan antar
agama, ras atau suku. Menjadi toleransi itu tidak sulit. Kita hanya perlu menghargai dan mengerti
dan tidak mengusik cara orang beragama, berbudaya, dan berbahasa. Karena sekalipun kita
bertengkar atau melawan pada agama lain contohnya, kita tidak akan pernah menemukan
persamaan. Biarkan warga Indonesia hidup di tengah masyarakat multikultural yang bertoleransi
tinggi, karena kita Indonesia.

12
B. Saran

Kami bersyukur atas terselesaikannya makalah ini dengan baik. namun perlu diketahui bahwa
referensi yang kami gunakan masih sangat minim. Untuk itu saran untuk pembuatan makalah
selanjutnya yaitu mencari sumber-sumber lain seperti buku, artikel, Koran, atau jurnal.

DAFTAR PUSTAKA

Waridah, Siti Q, dkk. 2000. Antropologi. Jakarta : Remaja Rosdakarya

Marzali, Amri. 2005. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta : Prenadamedia Group

Maftuhin, dkk. 2016. Pendidikan Sosial Budaya. Bandung: CV. Maulana Media Grafika

Rosyid, M. (2015). Esai-Esai Toleransi. Yogyakarta: Tim Idea Press. Dalam Mutiara, Kholida
Efining. 2016. Menanamkan Toleransi Multi Agama sebagai Payung Anti Radikalisme (Studi Kasus
Komunitas Lintas Agama dan Kepercayaan di Pantura Tali Akrab). Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi
Keagamaan Volume 4 Nomor 2. Diakses dari journal.stainkudus.ac.id/index.php/Fikrah

Hornby AS, Oxford Advanced Learner’sDictionary. 1995 dalam Casram. 2016. Membangun Sikap
Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2.
Diakses dari http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.588

Michael Walzer. 1997. On Toleration Castle Lectures in Ethics, Politics, and Economics. New
York: Yale University Press. Dalam Casram. 2016. Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam
Masyarakat Plural. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2. Diakses dari
http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.588

Fithjof Schou. 1976. Islam and the Perennial Philosophy, terj. J.Peter Hobson. New York: World
of Islam Festival Publishing Company. Dalam Casram. 2016. Membangun Sikap Toleransi Beragama

13
dalam Masyarakat Plural. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2. Diakses dari
http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.588

Graham C. Kinloch. 2005. Sociological Theory:Develop- ment and Major Paradigm. Bandung:
Pustaka Setia. Dalam Casram. 2016. Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural.
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2. Diakses dari
http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.588

Fay, B. 1996 Contemporary Philosophy of Social Science: A Multicultural Approach. Oxford:


Blackwell. Dalam Suparlan, Pasurdi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Simposium
Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-3: ‘Membangun Kembali “Indonesia yang Bhinneka
Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat Multikultural’, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 16–19 Juli 2002.
Diakses dari jurnal.ui.ac.id

Mudzhar, M. Atho. 2005. Pengembangan Masyarakat Multikultural Indonesia danTantangan ke


depan (Tinjauan dari aspek Keagamaan dalam Meretas Wawasan & Praksis Kerukunan Umat Beragama
di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Puslitbang Kehidupan Beragama Depag RI.
Dalam Azzuhri, Muhandis. 2012. Konsep Multikulturalisme dan Pluralisme dalam Pendidikan Agama.
FORUM TARBIYAH Vol. 10, No. 1, Juni 2012. Diakses dari https://media.neliti.com

Parrekh, Bhikku, 2000 Rethinhking Multiculturalism, New Zelland: Zed Books. Dama Qodir, Zuly.
Tanpa Tahun. Kebhinekaan, Kewargaan, dan Multikulturalisme. Diakses dari jurnal.uii.ac.id

14

Anda mungkin juga menyukai