Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Agus Budiman
201814153013
2019
1
Proposal Tesis ini telah disetujui untuk diujikan pada Pra-Proposal Tesis
Tanggal ...............
Oleh
Pembimbing 1
2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
masih melekat pada diri laki-laki yang menganggap bahwa kedudukan laki-
laki lebih tinggi dibanding perempuan. Praktek-praktek patriarki ini dapat kita
perempuan lebih luas dan lebih mudah, sedangkan parkir laki-laki lebih rumit
dan padat. Hal ini menggambarkan laki-laki memiliki derajat lebih mulia
yang terdominasi.
3
Selain muncul dalam kehidupan nyata, budaya-budaya patriarki ini juga
berupa tulisan dan tidak bisa dilepaskan dari manusia sebagai penulisnya.
karya Kedung Darma Romansa, atau biasa disebut dwilogi novel slindet.
Dwilogi novel slindet berisikan dua novel. Pertama, novel yang berjudul kelir
slindet ini diterbitkan pada tahun 2014 oleh PT. Gramedia Pustaka utama.
indramayu pada masa orde baru (sebelum reformasi), dimana budaya budaya
Keluarga (PKK) pemerintah yang dirumuskan pada tahun 1973, dan Dharma
4
negeri sipil), serta menetapkan tugas perempuan dalam hal melayani keluarga.
zaman itu, sehingga perempuan dalam novel tersebut terlihat lemah dan
Berbeda dengan novel pertama, novel kedua yang berjudul telembuk yang
Kota Indtramayu pada masa setelah reformasi. Ide-ide feminis hadir secara
reproduksi dan hubungan seksual yang terbatas pada perkawinan saja. Teks-
kondisi manusia dan bahwa laki-laki dan perempuan setara dalam menikmati
Feminisme.
5
Alasan memilih dwilogi novel slindet karya Kedung Darma Romansa
menjadi objek kajian yang menarik untuk saya teliti karena terlihat adanya
berani tampil di masyarakat umum, dan menjadi tokoh senral dalam sebuah
berkutat pada pemahaman serta persepsi masyarakat secara umum yang masih
6
membawa suasana chaos dalam sebuah cerita. Padahal dalam dwilogi novel
menarik karena menyajikan hal-hal yang baru yang sebelumnya belum pernah
di sajikan peneliti lainnya dalam meneliti dwilogi novel slindet karya Kedung
Darma Romansa.
dalam dwilogi karya kedung darma Romanasa. Proses ini ditujukan untuk
mengurai pada level struktur khususnya tentang tokoh dan penokohan yang
terdapat pada dwilogi novel Slindet. Pembedahan tahap ini difokuskan pada
hasil yang didapatkan dari tahapan analisis aspek struktur naratif, kemudian
pembacaan posisi perempuan yang terdapat dalam dwilogi novel slindet karya
7
membaca teks dalam sebuah karya sastra perempuan. Apabila pembaca hanya
pesan dan gagasan tersebut. Teori inilah nantinya akan menghadirkan bentuk-
tersebut.
8
1.2 Rumusan Masalah
Slindet ?
Manfaat teoritis antara lain adalah menerapkan teori Robert Stanton dalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra
9
Teori Reading as a Women yaitu membaca perempuan dalam teks sastra.
perempuan yang terdapat dalam dwilogi novel Slindet. Selain itu, penelitian
3. Bab III berisi metode penelitian meliputi tahap penentuan dan pemahaman
objek, tahap pengumpulan dan pemahaman data, serta tahap analisis dan
pemaknaan data.
Junathan Culler. Bab ini dibagi menjadi tiga subbab yang masing-masingnya
Romansa
10
5. Bab V berisi perumusan bentuk-bentuk perlawanan perempua dalam dwilogi
6. Bab VI adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari semua analisis
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
dengan fokus kajian penelitian ini, baik kesamaan dalam objek formal
ketidaksetaraan gender yang dialami oleh tokoh perempuan, hal ini karena
budaya patriarki yang cukup , selain itu juga bagaimana tokoh perempuan
dalam penelitian ini adalah kritik sastra feminis dengan mengkhususkan pada
terhadap perempuan berasal dari seks dan gender yang dikonstruksi oleh
budaya patriarki.
12
diperhatikan adalah pembagian wilayah seks dan gender. Pembgian wilayah
inilah yang menjadikan fokus penelitian terkait seks yang berkaitan jenis
perempuan.
Ida Bagus Made Wisnu Parta (2006) dalam jurnalnya yang berjudul
teori Kritik Sastra Feminis dengan penekanan pada konsep Kritik Sastra
penghargaan mereka langsung kepada marx, engels dan pemikir abad 19 lain.
tampaknya lebih dipengaruhi oleh pemikir abad 20 an, seperti althusser dan
13
tindakan individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan
ekonomi.
penunjang, seperti: (a) loyalitas, kesetiaan kepada suami dan (b) solidaritas,
Terhadap Nayla Tokoh Utama Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu.
Penulis menggunakan teori struktural, teori feminisme, dan teori kelamin dan
budaya patriarkat secara lebih lanjut. Analisis srtruktural novel Nayla, yakni
alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar, tema, dan amanat. Alur dan
hanya berpusat pada satu tokoh yakni Nayla, dan pengaluran flashback
digunakan untuk memaparkan cerita dari masa lalu, masa sekarang, dan
kembali ke masa lalu. Tokoh utama dalam novel, yakni Nayla, tokoh yang
Kekerasan Verbal Pada Novel Kelir Slindet Karya Kedung Darma Romansha
14
Dan Kelayakannya. Dalam penelitian ini adalah kekerasan verbal dalam
novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha. Tujuan dari penelitian
kekerasan represif, dan tindak tutur alienatif yang terdapat pada novel Kelir
keempat jenis kekerasan verbal pada setiap tokoh. Hanya tokoh Saritem yang
kekerasa-kekerasan verbal pada tokoh yang ada dalam novel Slindet. Hanaya
ada satu tokoh yang menggunakan keempat jenis kekerasan verbal anatara
Alienatif.
Perjuangan Perempuan dalam Novel Pesan Cinta Dari Hujan Karya Erni
15
perjuangan perempuan dalam novel adalah feminis. Temuan-temuan
faktor yang cukup dominan dalam hal ini adalah tentang dominasi budaya
Sorban dan Gadis Pantai. Penelitian ini mencoba mengkaji perjuangan gender
dalam dua novel Indonesia, yaitu novel Perempuan Berkalung Sorban karya
Abidah ElKhalieqy dan novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
pesantren (santri) dan novel kedua ditulis oleh laki-laki berpaham nasionalis-
16
Achmad Munif (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Perlawanan
Jogja”. penelitian ini berpijak pada sebuah realita atas praktik kehidupan yang
belum menempatkan kaum perempuan pada posisi setara dengan kaum laki-
Pendekatan sosiologi karya sastra dalam penelitian ini digunakan sebagai titik
peran serta fungsi yang sama dengan laki-laki untuk mencapai kesetaraan
kekerasan terhadap perempuan, dan citra perempuan kuasa dalam novel PBS.
17
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kritik sastra
terlihat dalam beberapa hal misalnya dalam tradisi keluarga pesantren yang
pandum.
Tokoh perempuan dalam novel ini, Annisa, mengalami kekerasan fisik dan
perempuan yang lemah dan menerima begitu saja akan nasib yang
menimpanya.
patriarkal melalui pendidikan dan peran perempuan dalam ranah publik dan
18
patriarki dalam bentuk perjuangan perempuan untuk mendapatkan
dengan tokoh pria, (c) masalah yang diperjuangkan tokoh wanita, dan (d)
dicitrakan dalam 5 kategori: dominasi pria kuat,dominasi pria tak kuat, pria
wanita sederajat, dominasi wanita terhadap pria dan dominasi wanita terhadap
wanita. Lebih lagi separuh wanita masih didominasi pria. Masalah yang
dan kejujuran. Masalah yang paling banyak dituntut adalah tiga yang pertama
dan yang berhasil sebesar 51%. Masalah yang menghalangi perjuangan tokoh
19
2.2 Batasan Konseptual
perempuan melakukan perlawanan. Kalau dilihat irisan dari konsep seks dan
tersebut merupakan kodrat perempuan yang tidak bisa diwakilkan pada laki-
laki, sedangkan gender berkutat pada kultur maupun kontruksi sosial yang
penelitian ini yang fokus pada wilayah seks dan gender. Perlawanan-
kritik sastra feminis yang berfokus pada teori Junathan Culler berjudul
penokohan yang terkandung dalam struktur dalam sebuah karya sastra. Teori
teks sastra, hal in bertujuan untuk membongkar hal yang berkaitan dengan
20
2.3.1 Teori Strukturalisme Robert Stanton
struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi dua
bagian, yaitu: fakta cerita dan sarana cerita. Ia membagi unsur fakta cerita
menjadi empat, yaitu alur, tokoh, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita
terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme, dan
ironi. Dalam penelitian ini penlitia hanya fokus pada fakta cerita yang ada
Fakta Cerita
dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau
„tingkatan faktual cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita.
Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton,
berikut:
1. Alur
lain, alur dapat membuktikan dirinya sendri meskipun jarang diulas panjang
lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya
21
halnya dengan elemen-elemen lain, alur alur memiliki hukum-hukum sendir;
alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata,
2007:28). Dua elemen dasar yang membangun alur adalah ‟konflik‟ dan
internal’ (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter
atau dua-duanya. Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sanngat intens
sehingga endingna tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang
dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-
individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu “tokoh
utama‟ yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung
22
dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang
Dalam tahap ini tema ‘karakter’ biasanya dipakai dalam dua konteks.
emosi, dan prinsip moral dari individu-individu. Dalam sebagian besar cerita
dapat ditemukan satu ‘karakter utama’ yaitu karakter yang terkait dengan
ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita
terhadap karakter tersebut. Pada kasus lain, bunyi yang diartikulasikan dari
nama karakter tertentu juga dapat mengarahkan kita pada sifat karakter itu.
Bukti lain yang tidak kalah penting adalah deskripsi eksplisit dan komentar
3. Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
berlansung. Latar dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-
23
jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter
(Stanton, 2007:35-36).
Dalam tahap ini latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa
bulan, dan tahun) cuaca, atau periode sejarah. Dalam berbagai cerita dapat
dilihat bahwa latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood
4. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman
mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai,
menonjol dalam sebuah cerita. Kriteria ini adalah yang paling penting.
24
d. Terakhir, interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas
Dalam tahapan ini tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan
tergantung pada konteks yang ada. Pengarang adalah pencerita, tetapi agar
diketahui, namun identitas tema sendiri masih kabur dari pandangan. Tema
untuk menjelaskannya.
Menurut Lenser (2014 : 12) Kritik satra Feminis akan membuat dirinya
diri pada gerakan perempuan di dalam dan di luar akademi, suatu gerakan di
mana beberapa dari kita mungkin telah berhenti bergantung sejauh bidang
lektur telah menyambut kami. Ketika apa yang disebut masalah non-sastra
muncul di ruang kelas kita, apakah kita terburu-buru untuk membuat siswa
25
kembali "ke jalurnya," atau apakah kita mengeksplorasi hubungan antara
masalah ini dan apa yang kita pelajari? Selama dimungkinkan untuk
yang kritis hanya akan menjadi kritis bagi komunitas ilmiah kita sendiri.
kita jauh jika "wanita" membawa kepada kita kesederhanaan narsisistik dari
feminis, telah menguntungkan kelas elit yang kebanyakan wanita kulit putih
dengan mengorbankan komunitas yang jauh lebih besar, lebih miskin, dan
“Reading as A Woman” yang diangkat Culler adalah salah satu cara Culler
menjelaskan tentang kritik sastra feminis. Menurut Culler, tidak semua sastra
26
sastra dapat menjadi sebuah ‘male gaze’. Menurut Goffman (1988), male
gaze adalah cara melihat perempuan sebagai objek semata, yang biasanya
akan membuat kita berhasil membaca teks dalam sebuah karya sastra
akan dapat menangkap pesan dan gagasan tersebut. Sebaliknya mereka hanya
pembacaan. Culler menjelaskan juga, bahwa pada poin ini, dapat terjadi bias
dan kritik terhadap karya sastra yang memiliki figur pria yang dominan.
Dalam hal arah ini menganggap bahwa arah pertama menyatakan bahwa
bagi "respons pembaca" dari pembacaan feminin. Sikap ini berarti perempuan
membaca secara berbeda dari laki-laki, menjadikan teks ini landasan yang
27
tidak netral sebagaimana yang dipikirkan oleh kritik sastra tradisional. Kritik
semacam itu, kata Culler, sebagian besar akan berurusan dengan tema dalam
Kolodny dalam Culler, membaca adalah suatu aktivitas yang dipelajari dan
tidak dapat dijauhkan dari pengaruh gender dan kelamin (Culler, 1982, hal.
51). Karya sastra lahir karena pengaruh suatu budaya, terutama budaya
kehidupan dunia nyata yang dialaminya. Dalam arah ini menganggap bahwa
berarti tidak membaca sebagai seorang pria. Ini jelas mempertahankan oposisi
biner antara pria dan wanita dan hanya mencoba untuk menggeser
keseimbangan.
3. Culler menjelaskan bahwa kritik feminis ini melawan konsep, kategori, dan
28
arah terkahir ini yang dijelaskan Culler adalah pendekatan post-struktural
dalam kritik sastra adalah maskulin (dan ini termasuk dua tren sebelumnya).
seorang wanita. Di sisi lain posisi ini harus dibangun dan ditetapkan. Ini
adalah semacam jalan tengah antara berbagai posisi yang dijelaskan dalam
artikel Culler. Ini bukan posisi esensialis tetapi masih posisi yang menarik
29
BAB III
METODE PENELITIAN
deskriptif. Objek material dalam penelitian ini adalah dua kumpulan novel
karya Kedung Darma Romansa yakni kelir Slindet dan Telembuk sebagai
objek dalam penelitian ini. Adapun objek formal dalam penelitian ini adalah
karya Kedung Darma Romansa. Novel pertama berjudul kelir slindet yang
diterbitkan pada tahun 2014 oleh PT. Gramedia Pustaka utama dengan 256
kota indramayu pada masa orde baru (sebelum reformasi), dimana budaya
30
dalam hidup. Selain itu, buku –buku mendunkung yang berkaitan dengan
analisis ini. Peneliti memilih sumber data novel- novel tersebut atas beberap
Adegan seks dan kata-kata kasar bertaburan. Namun uniknya, novel ini tidak
terkesan vulgar. penulisan dan posisi Narator berada pada posisi netral, dia
tidak memberi penilaian moral apapun, baik dalam arti menghakimi perilaku
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, yaitu dengan teknik baca
dan catat. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah dengan membaca novel
pertama setalah itu dilanjut dengan novel yang kedua secara cermat dan
hal-hal yang senantiasa berulang dalam dwilogi novel karya Kedung Darma
31
memanfaatkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti,
Data yang dikumpulkan dari objek material adalah berupa kutipan berupa
kata, frasa, klausa, dan kalimat yang terdapat dalam dwilogi novel Slindet
yang hadirkan para tokoh perempuan dalam dwilogi novel tersebut, sebagai
mana adalah konsep utama dari kritik sastra feminis ; Reading as a women
32
3.3 Teknik Analsis Data
Kedung Darma Romansa. Dalam tahapan ini saya melakukan dua tahap
yang terdapat pada dwilogi novel. Tahap identifikasi tokoh dan penokohan
yang terdapat pada dwilogi novel slindet karya Kedung Darma Romansa.
Tokoh dan penokohan pada dua novel tersebut akan disajikan dalam
Romansa.
33
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti dan Suhatono. 2010. Kritik Sastra Feminisme, Teori dan
Aplikasinya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka Jaya.
34