BAB I
PENDAHULUAN
toleransi, tekstur permukaan, dll, pada setiap tahap proses manufaktur (Raghavendra, 2013,
p.267).
Adapun terdapat organisasi standarisasi pengukuran Internasional salah satunya BIPM
(Bureau international des poids et mesures) dan untuk di Indonesia Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pengelola teknis ilmiah Standar Nasional untuk
Satuan Pengukuran (SNSU).
1.3Pengukuran
1.3.1 Definisi Pengukuran
Pengukuran dapat didefinisikan dalam beberapa definisi, yaitu:
1. Menurut Taufiq Rochim (2001,p.78), pengukuran adalah membandingkan suatu
besaran dengan besaran acuan atau pembanding atau referensi.
2. Pengukuran adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menentukan nilai suatu
besaran dalam bentuk angka (kuantitatif). Jadi mengukur adalah suatu proses
mengaitkan angka secara empiris dan objektif pada sifat-sifat objek atau kejadian
nyata sehingga akan yang diperoleh tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai objek atas kejadian yang diukur(Wijaya, 2018, p.2).
• Tak langsung
Dengan memakai mistar ingsut atau micrometer, pengukuran linear dapat
dilaksanakan secara langung, sebab hasil pengukuran dapat dibaca pada
skalanya. Namun, tidak semua masalah pengukuran linear dapat diatasi
dengan menggunakan alat ukur langsung, karena diperlukan kecermatan yang
lebih tinggi atau karena kondisi objek ukur tidak memungkinkan
menggunakan alat ukur langsung. Untuk itu diperlukan cara pengukuran tak
langsung yang dilaksanakan dengan memakai dua jenis alat ukur, yaitu alat
ukur standar dan alat ukur pembanding.
Alat Ukur Standar : Blok Ukur (Gauge Block), Batang Ukur (Length Bar),
Kaliber Induk Tinggi (Height Master).
Alat Ukur Pembanding : Jam Ukur (Dial Indicator), Jam Ukur Test/Pupitas
(Dial Test Indication), Pembanding (Comparator).
Rochim (2006,p.265).
• Pelingkup sudut adalah alat yang digunakan apabila benda ukur terlalu sulit
untuk diukur langsung maupun menggunakan blok sudut. Alat ini tidak
mempunyai skala dan terdiri atas dua atau tiga bilah pelingkup yang
disatukan dengan memakai poros pengunci.
• Alat ukur sinus adalah alat ukur dengan menentukan harga sinus sebagai
acuan.
yang akan dibahas, memakai “alat ukur sudut” yaitu pendatar dan autokolimator
(Rochim, 2001,p.349).
Kerataan suatu bidang dapat ditentukan berdasarkan analisis data kelurusan
beberapa garis yang membentuk pola tertentu. Pola atau susunan garis-garis yang
paling sederhana untuk menentukan kerataan suatu bidang adalah pola “Union
Jack”. Dalam hal ini hanya diperlukan data kelurusan delapan (8) buah garis yang
secara sistematik dilakukan penyesuaian referensi sehingga didapat suatu bidang
referensi umum. Berdasarkan referensi umum tersebut ketinggian titik-titik dapat
dianalisis lebih lanjut untuk menentukan kualitas (toleransi) kerataan bidang yang
diperiksa(Rochim, 2001,p.349).
Gambar 1.12Waterpass
Sumber:Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
d. Metrologi Ulir
Ulir mempunyai fungsi yang sangat penting bagi konstruksi suatu mesin atau
peralatan teknis lainnya. Fungsinya tersebut adalah sebagai alat pemersatu atau
peralatan teknis lainnya. Fungsi tersebut adalah sebagai alat pemersatu atau
sebagai alat penerus (transmisi) daya. Jikalau pengukuran geometri bagi poros
atau lubang adalah untuk memastikan suaian (pasangan) yang direncanakanm
pengukuran geometric bagi ulir adalah lebih dimaksudkan untuk memastikan
kekuatan atau daya kelelahan ulir atau mungkin juga untuk menjamin ketelitian
pengubahan gerakan yang memakai ulir. Pengukuran diameter poros atau lubang
mudah dilaksanakan. Sebaliknya pengukuran geometric yang saling berkaitan di
sini menyangkut beberapa elemen geometrik yang saling berkaitan yang
menentukan profil suatu ulir(Rochim,2006,p,369).
f. Pengukuran Kebulatan
Kebulatan dapat diukur dengan cara sederhana yang msekipun tidak
memberikan hasil yang memuaskan dapat kita terima untuk mempertimbangkan
kualitas geometrik dari komponen yang tidak menuntut persyaratan yang tinggi.
Alat ukur kebulatan dibuat sesuai dengan persyaratan pengukuran kebulatan, dan
pada beberapa jenis mampu digunakan pula untuk mengukur berbagai kesalahan
bentuk (Rochim, 2006, p.439).
1.4.2 Pengubah
Pengubah berfungsi sebagai penerus atau pengolah semua isyarat yang diterima oleh
sensor. Dengan adanya pengubah, semua isyarat dari sensor diteruskan ke bagian lain yaitu
penunjuk atau pencatat yang terlebih dahulu diubah oleh pengubah. Dengan demikian
pengubah mempunyai fungsi untuk memperjelas dan memperbesar perbedaan yang kecil
dari dimensi benda ukur (Munadi, 2011,p.53). Ada beberapa jenis pengubah, yaitu:
mekanis, elektris, optis, dan pneumatik (Rochim, 2001, p.95-129).
1.4.3 Penunjuk
Penunjuk adalah bagian alat ukur melalui mana harga sebagai hasil suatu pengukuran
ditunjukkan atau dicatat(Rochim,2001,p.135). Secara umum, penunjuk ini dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Penunjuk berskala
Susunan garis-garis yang dibuat secara teratur dengan jarak garis yang tetap serta
tiap garis mempunyai arti tertentu biasanya disebut dengan skala. Pada alat ukur
panjang satu meter misalnya, jarak antara dua garis atau jarak antara garis-garis
menunjukkan bagian-bagian dari satu meter. Demikian juga untuk alat-alat untuk ukur
yang lain misalnya derajat untuk sudut(Munadi, 2011,p.66).
b. Penunjuk berangka
Untuk penunjuk berangka tidak terlalu sulit menggunakannya karena hasil
pengukuran dapat langsung dibaca pada penunjuknya yang secara otomatis
menunjukkan besarnya dimensi obyek ukur. Penunjuk berangka ini ada yang
bekerjanya secara mekanis dan ada pula yang secara elektronik. Penunjuk berangka
secara mekanis misalnya pada jangka sorong dan micrometer yang dilengkapi dengan
2. Kepekaan
Kepekaan adalahkemampuan dari alat ukur untuk memonitor perbedaan yang
kecil dari harga-harga yang diukur(Munadi,2011,p.73).
3. Kemudahan Baca
Merupakan kemampuan alat ukur untuk menunjukan harga yang jelas pada skala
ukurnya. Pemberian skala nonius dengan sistem yang lebih rinci memegang peranan
penting dalam kemudahan baca (Munadi,2011,p.73).
4. Histerisis
Histerisis adalah perbedaan atau penyimpangan yang timbul ketika dilakukan
pengukuran secara berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan (mulai dari skala
0 hingga skala maksimum kemudian diulangi dari skala maksium hingga skala
0)(Rochim, 2001,p.152).
5. Kepasifan
Kepasifan adalah waktu respon yang menjadi pada sebuah alat ukur mulai dari
sensor sampai penujuk, kepasifan terjadi apabila sensor telah memberikan sinyal,
namun penunjuk belum menunjukkkan perubahan nilai harga pada harga
ukur(Rochim,2001,p.153).
6. Pergeseran
Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga – harga yang ditunjukan
pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan
perubahan apa-apa(Munadi,2011,p.74).
7. Kestabilan Nol
Merupakan kemampuan alat ukur untuk kembali ke posisi nol ketika sensor tidak
lagi bekerja (Munadi,2011,p.75).
8. Pengambangan
Terjadi apabila jarum penunjuk selalu berubah posisinya (bergetar) atau angka
terakhir/paling kanan penunjuk digital berubah-ubah(Rochim, 2001,p.154).
Tabel 1.1
Konversi Metrik ke Inch
Milimeter Inch Milimeter Inch Milimeter Inch
0.01 0.00039 0.54 0.02126 8 0.31496
0.02 0.00079 0.55 0.02165 9 0.35433
0.03 0.00118 0.56 0.02205 10 0.39370
0.04 0.00157 0.57 0.02244 11 0.44307
0.05 0.00197 0.58 0.02283 12 0.47244
0.06 0.00236 0.59 0.02323 13 0.51181
0.07 0.00276 0.60 0.02362 14 0.55118
0.08 0.00315 0.61 0.02402 15 0.59055
0.09 0.00354 0.62 0.02441 16 0.62992
0.10 0.00354 0.63 0.02480 17 0.66929
0.11 0.00394 0.64 0.02520 18 0.70866
0.12 0.00433 0.65 0.02559 19 0.74803
0.13 0.00472 0.66 0.02598 20 0.78740
0.14 0.00512 0.67 0.02638 21 0.82677
0.15 0.00551 0.68 0.02677 22 0.86614
0.16 0.00591 0.69 0.02717 23 0.90551
0.17 0.00630 0.70 0.02756 24 0.94488
0.18 0.00709 0.71 0.02795 25 0.98425
0.19 0.00748 0.72 0.02835 26 1.02362
0.20 0.00787 0.73 0.02874 27 1.06299
0.21 0.00827 0.74 0.02913 28 1.10236
0.22 0.00866 0.75 0.02953 29 1.14173
0.23 0.00906 0.76 0.02992 30 1.18110
0.24 0.00945 0.77 0.03032 31 1.22047
0.25 0.00984 0.78 0.03071 32 1.25984
0.26 0.01024 0.79 0.03110 33 1.29921
0.27 0.01063 0.80 0.03150 34 1.33858
0.28 0.01102 0.81 0.03189 35 1.37795
0.29 0.01142 0.82 0.03228 36 1.41732
0.30 0.01182 0.83 0.03268 37 1.45669
0.31 0.01220 0.84 0.03307 38 1.40606
0.32 0.01260 0.85 0.03346 39 1.53543
0.33 0.01299 0.86 0.03386 40 1.57480
0.34 0.01339 0.87 0.03425 41 1.61417
0.35 0.01378 0.88 0.03465 42 1.65354
0.36 0.01417 0.89 0.03504 43 1.69291
0.37 0.01457 0.90 0.03543 44 1.73228
0.38 0.01496 0.91 0.03583 45 1.77165
0.39 0.01535 0.92 0.03622 46 1.81102
0.40 0.01575 0.93 0.03661 47 1.85039
0.41 0.01614 0.94 0.03701 48 1.88976
0.42 0.01654 0.95 0.03740 49 1.92913
Sumber:Munadi (2011,p.23)
3. Ukuran Dasar
Merupakan dimensi atau ukuran nominal dari suatu obyek ukur yang secara
teoritis dianggap tidak mempunyai harga batas ataupun toleransi. Walaupun harga
sebenarnya dari obyek ukur tidak pernah diketahui, namun secara teoritis di atas
dianggap yang paling tepat (Munadi,2011,p.11).
4. Toleransi
Merupakan perbedaan ukuran dari kedua harga batas yang dihasilkan sehingga
dari perbedaan ukuran ini dapat diketahui dimana ukuran dari komponen-komponen
yang dibuat itu terletak. Besarnya toleransi merupakan selisih dari ukuran maksimum
dan ukuran minimum (Munadi,2011, p.12).
5. Harga Batas
Ukuran atau dimensi maksimum dan minimum yang diizinkan dari suatu
komponen, di atas dan di bawah ukuran dasar. Pada pembahasan mengenai statistik
akan ada 2 harga batas yaitu harga batas atas dan harga batas bawah
(Munadi,2011,p.14).
6. Kelonggaran
Merupakan perbedaan ukuran antara pasangan suatu komponen dengan komponen
lain dimana ukuran terbesar dari salah satu komponen adalah lebih kecil daripada
ukuran terkecil dari komponen yang lain (Munadi,2011,p.14).
1.8.3Karakteristik Material
Sifat material secara umum dapat diklasifikasikan seperti di bawah ini:(Wijaya,
2018,p.24).
1. Sifat Fisik
Sifat yang telah ada pada material. Contoh: warna, massa jenis, dimensi, bau,
dan lain-lain.
2. Sifat Kimia
Sifat material yang berhubungan dengan komposisi kimia. Contoh:
kemolaran, kemolalan, dan konsentrasi
3. Sifat Teknologi
Contoh: mampu tempa
4. Sifat Termal
Sifat material yang dipengaruhi oleh temperature. Contoh: konduktifitas
termal, titik beku, dan titik didih.
5. Sifat Optik
Sifat material yang berhiubungan dengan pencahayaan. Contoh: rasio aktifitas
dan mampu dibiaskan
6. Sifat Akustik
Sifat material yang berhubungan dengan bunyi. Contoh: mampu meredam
bunyi.
7. Sifat Magnetik
Sifat material untuk merespon medan magnet. Contoh: mampu menyimpan
magnet.
8. Sifat Mekanik
Sifat material yang muncul akibat pembebanan mekanik. Adapun sifat
mekanik pada material antara lain:
a. Kekerasan
Kemampuan material untuk menahan deformasi plastis lokal akibat
penetrasi di permukaan.
b. Kekuatan
Kemampuan material untuk menahan deformasi plastis secara
menyeluruh.
c. Keuletan
Kemampuan material untuk menahan deformasi plastis maksimum
sampai material itu patah.
d. Kelentingan
Besarnya energi yang diserap material selama deformasi elastis
berlangsung.
e. Ketangguhan
Besarnya energi yang diserap material sampai material tersebut patah.
f. Modulus Elastisitas
Merupakan ukuran kekakuan material.
walaupun kondisi alat ukur yang digunakan sama. Hal ini disebabkan beberapa faktor
yaitu :
• Kesalahan karena kondisi manusia
Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran
yang mengakibatkan hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana,
misalnya pengukuran diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan
sedikit gemetar maka posisi alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami
perubahan (Munadi,1980,p.77).
• Kesalahan karena metode pengukuran yang digunakan
Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran
tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini disebabkan metode
pengukuran yang kurang tepat. Metode pengukuran berkaitan dengan cara
memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegangnya (Munadi,
1980,p.77).
• Kesalahan karena pembacaan alat ukur
Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang
sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil
pengukuran, kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca
skala ukur(Munadi, 1980,p.79).
d. Kesalahan Pengukuran Karena Lingkungan
Suatu kondisi lingkungan dapat mempengaruhi hasil pengukuran seperti suhu
pada saat pelaksanaan pengukuran dan meja perata sebagai alat pendukung terdapat
bagian yang tidak rata (Munadi, 1980,p.79).
BAB II
PENGUKURAN LINIER
Pada gambar diatas terbaca 39 skala utama = 20 skala nonius. Besarnya 1 skala nonius
= 1/20 x 39 skala utama = 1,95 skala utama. Maka : ketelitian dari jangka sorong tersebut
adalah =2 – 1,95 = 0,05 mm.
Atau, ketelitian jangka sorong itu adalah 1 bagian skala utama itu, dibagi sebanyak
jumlah skala nonius = 1/20 = 0,05 mm.
Berfungsi untuk mengukur kedalaman, pengukur lebar, dan posisi alur terhadap
tepi atau alur lainnya (dengan ujung berkait) (Rochim, 2006,p.277).
Berfungsi untuk mengukur tebal dinding pipa dan tebal pelat yang melengkung
(Rochim, 2006,p.275).
Berfungsi untuk mengukur lebar alur dan posisi alur terhadap tepi atau alur
lain(Rochim, 2006,p.275).
Berfungsi untuk mengukur jarak antara center lubang dan mengukur jarak dari
center ke tepi (Rochim, 2006,p.274).
1 7 5 3
8
4
6
2
2.2.1.2 Micrometer
Mikrometer adalah alat ukur linier yang memiliki ketelitian lebih baik dari pada
jangka sorong atau mistar ingsut. Mikrometer memiliki bentuk yang bermacam-macam
sesuai dengan benda ukurnya. Bagian yang sangat penting dari mikrometer adalah ulir
utama yang terletak di dalam mikrometer itu sendiri. Dengan adanya ulir utama poros ukur
dapat bergerak dari gerakan rotasi menuju translasi yang nantinya dapat menjauhi atau
mendekati bidang ukur dari benda ukur. Ulir utama dibuat sedemikian rupa sehingga
dengan memutar satu putaran ulir utama dapat menggerakan kisaran tertentu sesuai benda
ukurnya.
Secara umum, tipe dari mikrometer ada tiga macam yaitu mikrometer luar (outside
micrometer), mikrometer dalam (inside micrometer), dan mikrometer kedalaman (depth
micrometer). Meskipun mikrometer ini terbagi dalam tiga jenis yang masing-masing
mempunyai bermacam-macam bentuk, akan tetapi komponen penting dan prinsip baca
skalanya pada umumnya sama.
Fungsi dari mikrometer dalam silinder adalah mengukur diameter dalam. Kedua
ujung mikrometer berfungsi sebagai sensor. Kapasitas ukur dari mikrometer dalam
silinder adalah 50 – 75 mm sampai dengan 275 – 300 (Rochim, 2006,p.288).
Berfungsi untuk mengukur diameter dalam. Kapasitas ukur dapat diubah dengan
mengganti batang ukur dari 25-50 mm, 50-200 mm, 500 mm, dan 200-1000 mm.
Mengukur diameter dalam dengan cepat dan teliti karena sensor mikrometer
secara mandiri akan memposisikan sumbu mikrometer berimpit dengan sumbu lubang
(selfalignment) (Rochim, 2006,p.288).
d. Outside Micrometer
Outside Micrometer adalah alat ukur presisi untuk mengukur diameter luar, alat
ini lebih teliti dari pada Vernier caliper dapat mengukur sampai ketelitian 0,01 mm.
Jangkauan ukur Outside Micrometer mencapai 25 mm, dari 0 sampai 25 mm, dari 25
sampai 50 mm, dari 50 sampai 75 mm dan seterusnya. (Wijaya, 2018,p.50).
3 1
6
5
4
2
7
Gambar 2.13 Bagian-bagian Outside Micrometer
Sumber: Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
Tabel 2.1
Set blok ukur 112 buah dengan tebal 1 mm
Selang Jarak Antara Kebaikan Jumlah Blok
1.001 – 1.009 0.001 9
1.010 - 1.490 0.010 49
0.5 – 24.5 0.5 49
25 – 100 25 4
1.0005 - 1
Sumber:Rochim (2006,p.294)
Tabel 2.2
Set blok ukur 112 buah dengan tebal 2 mm
Selang Jarak Antara Kebaikan Jumlah Blok
2.001 – 2.009 0.001 9
2.010 - 2.490 0.010 49
0.5 – 24.5 0.5 49
25 – 100 25 4
2.0005 - 1
Sumber:Rochim (2006,p.294)
Internal Spring
Anvil
Handle
Lock Screw
1. Anvil
Bagian yang akan kontak langsung dengan benda kerja, sebagai sensor yang
menentukan diameter dari benda kerja yang diukur.
2. Internal Spring
Pegas yang berada didalam silinder pembungkus anvil, berfungsi sebagai
pengatur gerak dari anvil.
3. Handle
Sebagai pegangan yang menjadi penghubung anvil dan lock screw.
4. Lock Screw
Sebagai pengunci agar hasil ukur dari anvil tidak mengalami perubahan.
1. Suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi untuk lubang adalah Hdan
daerah toleransi poros dari a sampai h.
2. Suaian transisi: dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah-
daerah toleransi poros dari j sampai n.
3. Suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah
toleransi poros dari p sampai z. Sistem basis lubang ini biasanya dipakai
dalam pembuatan bagian-bagian dari suatu mesin perkakas, motor, kereta
api, pesawat terbang, dan sebagainya.
Bagi dimensi luar poros atau lubang harganya dinyatakan dengan angka yang
dituliskan diatas garis ukuran jika dilihat dengan sepintas maka A kurang memberikan
informasi dibanding dengan B dan C. Sedangkan untuk D meskipun tidak secara langsung
tetapi simbol dan huruf angka mengandung informasi yang sangat bermanfaat yaitu sifat
satuan bila komponen bertemu dengan pasangannya cara pembuatan dan metode
pengukuran.
Perincian toleransi adalah sebagai berikut :
A. Ukuran maksimum dituliskan diatas ukuran minimum meski memudahkan penyetelan
mesin perkakas yang mempunyai alat kontrol terhadap dimensi produk tetapi tidak
praktis dipandang dari segi perancangan yaitu dalam hal perhitungan toleransi dan
penulisan gambar teknik.
B. Dengan menuliskan ukuran dasar beserta harga - harga penyimpangannya
penyimpangan dituliskan di daerah atas penyimpangan bawah dengan jumlah angka
desimal yang sama (kecuali untuk penyimpangan nol).
C. Serupa dengan cara 2 tetapi apabila toleransi terletak simetrik terhadap ukuran dasar
maka harga penyimpangan haruslah dituliskan sekali saja dengan didahului tanda I.
D. Cara penulisan ukuran (ukuran nominal) yang menjadi ukuran dasar bagi toleransi
dimensi yang dinyatakan dengan kode atau simbol ajaran ISO.
Dalam menentukan toleransi ukuran untuk ukuran dasar ada 2 hal yang harus
ditetapkan:
1. Posisi daerah toleransi, terhadap garis nol ditetapkan sebagai suatu fungsi ukuran
dasar,penyimpangan ini dinyatakan dengan simbol satu huruf. Huruf kapital besar
digunakan untuk penyimpangan lubang sedangkan huruf biasa digunakan untuk
penyimpangan poros.
2. Toleransi besarnya ditetapkan sebagai suatu fungsi ukuran dasar simbol yang dipakai
untuk menyatakan besarnya toleransi adalah suatu angka yang sering disebut dengan
angka kualitas. Contoh: 45 g 7 artinya suatu poros dengan ukuran dasar 45 mm posisi
daerah toleransinya (penyimpangan terhadap ukuran dasar mengikuti aturan kode
huruf dan besar toleransinya menuruti aturan kode angka 7).
3
𝑖 = 0,45 √𝐷 + 0,001 𝐷.........................................................................................(2-1)
Keterangan :
i :Satuan toleransi(µm)
D:Diameter nominal (mm). Harganya ditentukan berdasarkan harga rata-rata geometrik
dari dua harga batas pada tingkatan diameter nominal
Tabel 2.3
Tingkatan nominal s.d. 500mm
Tingkatan utama (mm) Tingkatan perantara (mm)
di atas s.d. di atas s.d.
3 3
6
6
10
10 14
10 18
14 18
18 24
18 30
24 30
30 40
30 50
60 50
50 65
50 80
65 80
80 100
80 120
100 120
120 140
120 180 140 160
160 180
180 200
180 250 200 225
225 250
250 280
250 315
280 315
315 355
315 400
255 400
400 450
400 500
450 500
Sumber: Rochim, (2003,p.72)
Harga D merupakan rata rata geometrik dari diameter minimum Dmin dan Dmax pada
setiap tingkatan diameter yaitu :
2
D= √𝐷𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝐷 𝑚𝑎𝑥 ................................................................................................(2-2)
Keterangan :
D : Rata-rata geometrik (mm)
Dmin: Diameter Minimum di satu tingkatan (mm)
Dmax: Diameter Maksimum di satu tingkatan (mm)
Tabel 2.4
Harga toleransi standar 5 sd 16
Harga
IT 5 7i
IT 6 10i
IT 7 16i
IT 8 25i
IT 9 40i
IT 10 64i
IT11 100i
IT12 160i
IT13 250i
IT 14 400i
IT15 640i
IT 16 1000i
Sumber:Munadi (1980,p.36)
Tabel 2.5
Harga toleransi standar untuk 0 dan 1
Harga kualitas toleransi dalam mikrometer dan D dalam milimeter
IT 01 =0.3 + 0.008D
IT 0 =0.5 + 0.12D
IT 1 =0.8 + 0.020D
Sumber:Munadi (1980,p.36)
10. Jika telah benar terkalibrasi siapkan benda kerja yang akan diukur, pastikan benda
kerja yang diukur berada pada range skala dari Outside Micrometeragar tidak
terjadi kesalahan pengukuran.
11. Masukkan Outside Micrometer secara perlahan-lahan kedalam benda kerja yang
diukur, usahakan dalam menggeser skala dengan memutar ratchetstopuntuk
menghindari penekanan yang berlebihan dalam pengukuran.
12. Putarlah ratchetstop sampai berbunyi selama tiga kali.
13. Baca skala utama kemudian tambahkan dengan skala nonius.
14. Catat nilai yang sudah terbaca.
15. Setelah selesai pengukuran kembalikan Outside Micrometerkedalam tempat
semula dengan rapi.
Tabel 2.6
Data Hasil Pengukuran Linier Diameter Luar Pillow Block Bearing
No Diameter (mm)
1 16,20
2 16,15
3 16,20
4 16,25
5 16,25
6 16,20
7 16,20
8 16,15
9 16,15
10 16,20
Tabel 2.7
Data Hasil Pengukuran Linier Diameter Dalam Lubang Pillow Block Bearing
No Diameter (mm)
1 11,75
2 11,95
3 11,90
4 11,90
5 11,90
6 11,95
7 11,95
8 11,90
9 11,95
10 11,90
Tabel 2.8
Data Hasil Pengukuran Linier Diameter Drill Bit
No Diameter (mm)
1 11,98
2 12,00
3 11,98
4 11,98
5 11,98
6 11,98
7 12,09
8 11,98
9 11,98
10 11,98
Tabel 2.9
Data Pengukuran Geometri DiameterDrill Bit
No Diameter (mm) ̅ ) (mm)
(D - 𝐷 ̅ )2 (mm)
(D - 𝐷
1 11,98 -0,013 0,000169
2 12,00 0,007 0,000049
3 11,98 -0,013 0,000169
4 11,98 -0,013 0,000169
5 11,98 -0,013 0,000169
6 11,98 -0,013 0,000169
7 12,09 0,097 0,009409
8 11,98 -0,013 0,000169
9 11,98 -0,013 0,000169
10 11,98 -0,013 0,000169
∑ 119,93 0,000 0,01081
̅ )2
∑(𝐷 − 𝐷 0,01081
𝛿= √ = √ = 0,03465705
𝑛−1 10 − 1
x – [2,26216(0,03465705)] ≤ x ≤ x + [2,26216(0,03465705)]
11,993 – 0,078399792≤ x ≤ 11,993 + 0,078399792
11,91460021 ≤ x ≤ 12,07139979
• Kesimpulan:
Karena perseberan data memasuki interval 11,91460021 ≤ x ≤ 12,07139979,
maka H0diterima.
x – [2,82144(0,03465705)] ≤ x ≤ x + [2,82144(0,03465705)]
11,993 – 0,097782787≤ x ≤ 11,993+ 0,097782787
11,89521721≤ x ≤ 12,09078279
• Kesimpulan:
Karena perseberan data memasuki interval 11,89521721≤ x ≤ 12,09078279,
maka H0diterima.
x – [3,24984(0,03465705)] ≤ x ≤ x + [3,24984(0,03465705)]
11,993– 0,112629867≤ x ≤ 11,993+ 0,112629867
11,88037013≤ x ≤ 12.10562987
• Kesimpulan:
Karena perseberan data memasuki interval 11,88037013≤ x ≤ 12.10562987,
maka H0diterima.
2.4.2 Pembahasan
2.4.2.1 Perbandingan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Luar
PillowBlockBearing
Berdasarkan angka kualitas yang telah ditentukan dapat dihitung ukuran toleransi
lubang sebagai berikut:
Toleransi = ±0,05 mm
Tabel 2.10
Perhitungan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Luar PillowBlockBearing
Diameter Diameter
Toleransi
No Teoritis Aktual Keterangan
(mm)
(mm) (mm)
1 16,20 16,20 ±0,05 Sesuai
Grafik 2.1 Grafik Perbandingan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Luar Pillow Break Bearing
Nilai rata-rata pengukuran aktual adalah 16,195 mm. Nilai toleransi lubang adalah
±0,05 mm. Dari data praktikum yang kami peroleh, seluruhdata pengukuran adalah data
yang sesuai karena tidak melewati nilai batas toleransi.
Data aktual pengukuran ke-1, ke-2, ke-3, ke-6, ke-7, ke-8, ke-9, dan ke-10 adalah data
yang akurat dan presisi karena tidak melewati batas yaitu pada interval 16,15 – 16,25 mm.
Data aktual pengukuran ke-4dan ke-5 merupakan data yang akurat namun tidak presisi
karena melewati batas yaitu pada interval tersebut.
Penyimpangan terjadi karena kesalahan pengukuran pada pengukur, yaitu kesalahan
metode pengukuran dan kesalahan pembacaan alat ukur.Meninjau dari kesalahan
pengukuran pada pengukur disebabkan kurang terampilnya praktikandalam memegang dan
mengarahkan alat ukur ke benda ukur dan kesalahan dalam membaca hasil pengukuran.
Solusi dari permasalahan tersebut untuk praktikan harus lebih fokus dan terampilpada saat
melakukan pengukuran.
𝐷 = √180
𝐷 = 13,416407865
3
𝑖 = 0,45 √𝐷 + 0,001 𝐷
3
𝑖 = 0,45 √13,416407865 + 0,001 × 13,416407865
𝑖 = 1,086295967 µm
IT10 = 64𝑖
IT10 = 64𝑥1,086295967
IT10 = 69,29254187 µm
Toleransi= ±0,06929254187 mm
Tabel 2.11
Perhitungan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Dalam LubangPillow Block Bearing
Diameter Diameter
No. Teoritis Aktual Toleransi (mm) Keterangan
(mm) (mm)
1 12 11,75 ±0,06929254187 Tidak Sesuai
2 12 11,95 ±0,06929254187 Sesuai
3 12 11,90 ±0,06929254187 Tidak Sesuai
4 12 11,90 ±0,06929254187 Tidak Sesuai
5 12 11,90 ±0,06929254187 Tidak Sesuai
6 12 11,95 ±0,06929254187 Sesuai
7 12 11,95 ±0,06929254187 Sesuai
8 12 11,90 ±0,06929254187 Tidak Sesuai
9 12 11,95 ±0,06929254187 Sesuai
10 12 11,90 ±0,06929254187 Tidak Sesuai
Grafik 2.2 Grafik Perbandingan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Dalam Pillow Brlock Bearing
Data dari pengukuran ke-2, ke-6, ke-7 dan ke-9 adalah data yang akurat dan presisi
karena tidak melewati batasyaitu pada interval 11,93070746 mm – 12,06929254 mm. Pada
data pengukuran ke-1, ke-3, ke-4, ke-5, ke-8, dan ke-10adalah data yang tidak akurat dan
tidak presisi karena data tersebut melewati batas pada interval tersebut.
Penyimpangan terjadi karena kesalahan pengukuran pada pengukur, yaitu kesalahan
metode pengukuran dan kesalahan pembacaan alat ukur.Meninjau dari kesalahan
pengukuran pada pengukur disebabkan kurang terampilnya praktikandalam memegang dan
mengarahkan alat ukur ke benda ukur dan kesalahan dalam membaca hasil pengukuran.
Solusi dari permasalahan tersebut untuk praktikan harus lebih fokus dan terampilpada saat
melakukan pengukuran.
Tabel 2.12
Perhitungan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Drill Bit
Diameter Diameter
Toleransi
No Teoritis Aktual Keterangan
(mm)
(mm) (mm)
1 12,00 11,98 ±0,01 Tidak Sesuai
Grafik 2.3Grafik Perbandingan Diameter Teoritis dan Aktual Diameter Drill Bit
Grafik 2.3 diatas merupakan grafik yang menyatakan perbandingan diameter drill bit
teoritis dan aktual yang diambil dengan pengukuran menggunakan outside micrometer.
Dimana sumbu x merupakan banyaknya data diameter aktual (garis biru) dan diameter
teoritis (garis kuning) dan sumbu y merupakan ukuran diameter dalam satuan mm. Data
teoritis bernilai 12,00 mm. Data pengukuran ke-2 bernilai 12,00 mm. Data aktual
pengukuran ke-1, ke-3,ke-4, ke-5,ke-6,ke-8, ke-9, danke-10 bernilai 11,98 mm.Data
pengukuran ke-7 bernilai 12,09 mm
Nilai rata-rata data aktual adalah 11,993 mm. Nilai toleransi diameter dalam adalah
±0,01mm. Dari data praktikum yang kami peroleh, data pengukuran ke-2tidak terjadi
penyimpangan karena tidak melewati batas toleransi data teoritis. Sedangkan, pada data
pengukuran ke-1, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7, ke-8, ke-9 dan ke-10 terjadi penyimpangan
karena data tersebut melewati batas toleransi.
Data dari pengukuran ke-2 adalah data yang akurat dan presisi karena tidak melewati
batas yaitu pada interval 11,99 mm – 12,01 mm. Pada data pengukuran ke-1, ke-3, ke-4,
ke-5, ke-6, ke-7, ke-8, ke-9 dan ke-10adalah data yang tidak akuratdan tidak presisi karena
data tersebut melewati batas pada interval tersebut.
Penyimpangan terjadi karena kesalahan pengukuran pada pengukur, yaitu kesalahan
metode pengukuran dan kesalahan pembacaan alat ukur.Meninjau dari kesalahan
pengukuran pada pengukur disebabkan kurang terampilnya praktikandalam memegang dan
mengarahkan alat ukur ke benda ukur dan kesalahan dalam membaca hasil pengukuran.
Solusi dari permasalahan tersebut untuk praktikan harus lebih fokus dan terampilpada saat
melakukan pengukuran.
2.5.2 Saran
1. Laboratorium: Laboraturium Metrologi Industri saat ini fasilitasnya sudah mencukupi
untuk serangkaian praktikum.
2. Asisten: Asisten mungkin bisa meningkatkan dalam pembawaan materi ke praktikan.
3. Praktikan: Sebaiknya praktikan mempelajari modul dahulu sebelum melaksanakan
praktikum dan asistensi agar memperlancar kegiatan asistensi dan praktikum.
4. Praktikum: Sistem Praktikum yang dipakai sudah sesuai.
BAB III
PENGUKURAN SUDUT DAN ULIR
ujungnya dibuat menyudut masing – masing sebesar 450 dan 600. Kedua tepi
dibuat lurus dengan toleransi kerataan sebesar 0.02 sampai 0.03 mm untuk seluruh
panjangnya.
3. Prosedur pemakaian Bevel Protractor
langkah-langkah yang akan diadopsi untuk prosedur eksperimental adalah sebagai
berikut:
1. bersihkan spesimen dan peralatan
2. tempatkan dasar bevel protractor terhadap permukaan referensi benda kerja dan
putar pisau agar sesuai dengan permukaan benda kerja lainnya, yang menentukan
sudut yang disertakan sedang diukur
3. kunci pisau menggunakan lock knob dan baca sudutnya
(Raghavendra, 2013, p.456)
dengan sistem skala sudut dari busur bilah yang mempunyai skala utama dan skala nonius.
Untuk pengukuran sudut, tingkat kecermatan yang bisa diperoleh dengan proyektor bentuk
adalah 6 menit ( 6’) (Munadi, 1980, p.136-137).
Untuk pengukuran benda ukur yang bersudut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
dengan menggunakan layar yang berskala dan dengan memutar meja dimana skala sudut
berada. Bila yang digunakan layar berskala maka yang dibaca hasil pengukurannya adalah
skala yang ada pada layar. Sebaliknya bila yang digunakan untuk mengukur sudut adalah
dengan memutar meja (rotary table) maka hasil pengukurannya dapat dibaca pada skala
sudut yang diletakkan di atas meja putar tersebut (Munadi,1980, p.137).
4. Bagian-bagian Profil Proyektor
Pada profil proyektor terdapat beberapa komponen penting yang digunakan dalam
pengukuran.
1. Lampu ( lamp )
Lampu diposisikan dibagian depan profile projector yang mengarah ke
proyektor. Dan terdapat kondensor agar cahaya dapat diarahkan ke proyektor.
Lampu digunakan sebagai sumber cahaya pada sistem optiknya (Wijaya, 2018,
p.78).
2. Proyektor ( projector )
Proyektor digunakan untuk memproyeksikan cahaya kecermin lalu
diteruskanke layar. Proyektor memiliki pembesaran yang beragam, yaitu 10x,
25x, 50x, dan100x (Wijaya, 2018, p.78).
3. Layar ( screen )
Layar adalah penerima cahaya yang telah diproyeksikan oleh proyektor.
Padalayar terdapat garis silang untuk memposisikan bayangan benda ukur.
Piringan layar dapat diputar 360o untuk dapat membaca sudut bayangan (Wijaya,
2018,p.79).
5. Alat ukur
Pada profile projector digunakan tiga alat ukur yang berjenis vernier
digitaluntuk membaca panjang, lebar, dan sudut. Alat ukur ini dapat dilihat pada
gambardi bawah ini:
6. Switch
Terdapat tiga switch pada profile projector, yaitu: switch lampu utama,
switch, angle vernier, dan switch lampu sorot fleksibel (Wijaya, 2018, p.80).
Yang dapatdilihat padagambar dibawah ini:
Gambar 3.01 Switch (A) Angle vernier, (B) Lampu utama, (C) Lampu sorot
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
piringan kaca buram (garis silang). Setelah garis berhimpit pada tepi bayangan,
kemiringan garis silang dibaca pada skala piringan dengan bantuan skala nonius.
Kemudian proses diulang sampai garis bersangkutan berhimpit dengan tepi
bayangan yang lain. Pembacaan skala piringan dilakukan lagi. Dengan demikian
sudut yang dicari adalah merupakan selisih dari pembacaan yang pertama dan
yang kedua (Wijaya, 2018, p.81).
- Cara kedua : Dengan memakai pola atau gambar beberapa harga sudut. Suatu pola
transparan berupa kumpulan beberapa sudut dengan harga tertentu dapat dipasang
pada kaca buram. Besar sudut objek ukur (kedua tepi bayangan) dapat ditentukan
dengan membandingkan pada gambar sudut tersebut sampai ditemukan sudut
yang paling cocok (Rochim, 2006,p.324)
Biasanya blok sudut ini disusun dalam satu kotak yang terdiri dari beberapa blok sudut
dengan tingkat perbedaan sudut yang bermacam-macam. Dengan demikian kita dapat
menyusun bermacam-macam susunan blok sudut dengan variasi yang bermacam-macam
pula (Wijaya, 2018, p.82-83).
Tabel 3.1
Angle gauge block set
Kenaikan terkecil Nomor dari setiap Daftar detail dari susunan blok di set
dengan mana sudur blok yang terdapat di
dapat dibentuk set
1⁰ 6 6 blok dari 1⁰, 3⁰, 5⁰, 15⁰, 30⁰ dan 45⁰
Gambar 3.14 Mengecek sudut benda ukur dengan sudut susunan blok sudut
Sumber: Munadi (1988, p.140)
b. Ulir Unified
Dimana :
n = jumlah gang per inchi
p = jarak puncak ulir
H = kedalaman ulir
hb = kedalaman ulir luar
hm = kedalaman ulir dalam
E = Diameter tusuk
• Fungsi Ulir
Dengan adanya sistem ulir memungkinkan kita untuk menggabungkan atau
menyambung beberapa komponen menjadi satu unit produk jadi (Wijaya, 2018, p.89).
Berdasarkan hal ini maka fungsi dari ulir secara umum dapat dikatakan sebagai
berikut:
a. Sebagai alat pemersatu
artinya menyatukan beberapa komponen menjadi satu unit barang jadi.
Biasanya yang digunakan adalah ulir segi tiga baik ulir yangmenggunakan
standar ISO, British Standard maupun American Standard (Wijaya, 2018, p.89).
b. Sebagai penerus daya
artinya sistem ulir digunakan untuk memindahkan suatu daya menjadi daya
lain misalnya sistem ulir pada dongkrak, sistem ulir pada poros berulir
(transportir) pada mesin-mesin produksi, dan sebagainya (Wijaya, 2018, p.89).
c. Sebagai salah satu alat untuk mencegah terjadinya kebocoran
pada sistem ulir yang digunakan pada pipa. Kebanyakan yang dipakai untuk
penyambungan pipa ini adalah ulir-ulir whitworth (Wijaya, 2018, p.89).
1. Pitch
Adalah jarak antara dua titik yang sesuai pada ulir yang berdekatan, diukur
sejajar dengan sumbu ulir.
2. Lead
Adalah jarak aksial yang digerakkan oleh sekrup ketika kru diberikan satu
revolusi komplemen tentang sumbunya.
3. Lead angle
Adalah sudut yang dibuat oleh helix benang pada garis pitch dengan bidang
tegak lurus terhadap sumbu.
4. Helix angle
Adalah sudut yang dibuat oleh helix dari benang pada garis pitch dengan
sumbu. sudut ini diukur dalam bidang aksial
5. diameter utama
Dalam kasus ulir luar, diameter utama adalah diameter silinder utama
(imajiner), yang bersesuaian dengan sekrup dan menyentuh puncak-puncak ulir
eksternal. untuk benang einternal, itu adalah diameter silinder yang menyentuh
akar benang.
6. diameter kecil
Dalam kasus ulir luar, diameter minor adalah diameter silinder minor
(imajiner), yang bersifat coasial dengan pahat dan menyentuh akar dari benang
eksternal. untuk ulir internal, itu adalah diameter silinder yang menyentuh puncak
ulir. itu juga disebut diameter akar.
7. Addendum
Adalah jarak radial antara diameter utama dan garis pitch untuk benang
eksternal. di sisi lain, itu adalah jarak radial antara diameter minor dan garis pitch
untuk benang internal.
8. Dedendum
Adalah jarak radial antara diameter minor dan garis pitch untuk benang
eksternal. di sisi lain, itu adalah jarak radial antara diameter utama dan garis pitch
untuk benang internal.
9. diameter efektif atau diameter pitch
Adalah diameter silinder pitch, yang coasial dengan sumbu sekrup dan
memotong sisi-sisi benang sedemikian rupa sehingga lebar benang dan lebar
ruang di antara keduanya sama. secara umum, masing-masing ulir sekrup
ditentukan oleh diameter efektif karena menentukan kualitas kesesuaian antara
sekrup dan mur.
10. single-start thread
Dalam kasus single-start thread, lead sama dengan pitch. oleh karena itu,
jarak aksial yang digerakkan oleh sekrup sama dengan pitch benang.
11. multiple-start thread
Dalam utas mulai ganda, lead adalah dan kelipatan integral dari pitch. oleh
karena itu, start ganda akan bergerak dengan jumlah yang sama dengan dua
panjang pitch untuk satu putaran lengkap sekrup
(Makwana 2019, p.7.25)
Keterangan:
Di = Diameter minor
Ds = Diameter of Cylinder gauge
R2 = Pembacaan mikrometer pada benda kerha yag berulir
R1 = Pembacaan mikrometer pada Cylinder gauge standart
2. Benda kerja
Spesifikasi :
• Merk : Mitutoyo
• Type : PJ 311
• Tahun : 1986
• Ketelitian : 1µm (linier) dan 1 min (sudut)
6. Pengatur sumbu x – y, meja rotasi dan garis silang pada kaca ke titik acuan dari objek uji
yang akan diukur.
7. Memutar skala piringan hingga garis acuan berhimpit dengan bayangan objek yang akan
diukur.
8. Mengukur karakteristik ulir dan dicatat hasilnya
9. Ulangi langkah kalibrasi tiap pengukuran
10. Mengukur diameter sudut pitch 1 sampai 10 dan dicatat hasilnya
11. Ulangi langkah kalibrasi tiap pengukuran
Tabel 3.1
Hasil pembahasan
No Pengukuran Sudut Ulir Aktual (‘) Pengukuran Sudut Ulir Aktual (o)
1 60o15’ 60,25o
2 59o15’ 59,25o
3 59o11’ 59,183o
4 59o21’ 59,35o
5 60o 60o
6 60o55’ 60,916o
7 60o45’ 60,75o
8 59o30’ 59,5o
9 60o 30’ 60,5o
10 59o 46’ 59,766o
3.4.2 Pembahasan
Tabel 3.2
Data hasil pengukuran sudut ulir
3.5.2 Saran
1. Sebaiknya semua praktikum dilakukan setelah semua pembahasan dasar teori selesai
agar dapat memaksimalkan waktu yang digunakan
2. Sebaiknya laboratorium untuk menjaga suhu ruangan dingin secukupnya
3. Sebaiknya Asisten mempertahankan kinerjanya karenasudah menjalankan tugas dengan
semestinya
4. Sebaiknya praktikan membaca materi terlebih dahulu sebelum asistensi agar
mempermudah asistensi.
BAB IV
PENGUKURAN VARIASI
Gambar 4.1Waterpass
Sumber: Laboratorium Metrologi Industri Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya (2018)
terukur. Profil tengah ini sebetulnya merupakan profil referensi yang digeser
kebawah dengah arah tegak lurus terhadap profil geometris ideal sampai pada batas
tertentu yang membagi luas penampang permukaan menjadi dua bagian yang sama
yaitu atas dan bawah. (Wijaya, 2018,p.98)Untuk lebih memperjelas dimana posisi
dari profil yang sudah dijelaskan dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini :
2. Benda Kerja
Tabel 4.1
Data Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan.
Panjang Sampel Nilai Kekasaran, Ra
No
(mm) (μm)
1 0,6 0,65
2 1,2 0,70
3 1,8 0,66
Tabel 4.2
Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses pengerjaan.
Proses Pengerjaan Selang (N) Harga Ra
Flat cylindrical lapping, N1 - N4 0.025 - 0.2
Superfinishing Diamond turning N1 - N6 0.025 - 0.8
Flat cylindrical grinding N1 - N8 0.025 - 3.2
Finishing N4 - N8 0.1 - 3.2
Face and cylindrical turning,
N5 - N12 0.4 - 50.0
miling and reaming
Drilling N7 - N10 1.6 - 12.5
Shapping, planning, horizontal
N6 - N12 0.8 - 50.0
milling
Sandcasting and forging N10 - N11 12.5 - 25.0
Extruding, cold rolling, drawing N6 - N8 0.8 - 3.2
Die casting N6 - N7 0.8 - 1.6
Sumber: Munadi (p.230)
Tabel 4.3
Toleransi harga kekasaran rata-rata Ra
Kelas Harga Harga Ra Panjang
Toleransi
kekasaran C.L.A (μm) (μm) Sampel (mm)
4.4.2 Pembahasan
Grafik 4.1 Hubungan Antara Nilai Kekasaran (Ra) dengan Panjang Sampel
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa grafik hubungan panjang pengujian dengan
nilai kekasaran (Ra) pada panjang sampel pengujian 0,6 mm didapatkan nilai Ra adalah
0,65 µm, sedangkan pada panjang sampel 1,2 mm didapatkan nilai Ra adalah 0,70 µm dan
pada panjang sampel 1,8 mm nilai Ra nya adalah 0,66 µm.
Secara teoritis, nilai kekasaran Ra akan naik dengan bertambahnya nilai L. Dimana
semakin besarnya nilai L, maka luas daerah P dan Q akan semakin besar. Pertambahan luas
daerah P dan Q tidak sebanding dengan besarnya nilai L, dimana pertambahan luas daerah
P dan Q jauh lebih besar dari pertambahan panjang nilai L.
Namun pada percobaan ini berbeda dari dasar teori karena pada panjang sampel
1,2 memiliki Ra paling besar yaitu 0,70µm dan untuk panjang sampel 0,6 memiliki Ra
0,65 µm dan 1,8 memiliki Ra 0,66µm.
Pengaruh hasil 𝑅𝑎 adalah nilai dari Luas daerah P, luas daerah Q dan L, tidak sesuai
dengan pembahasan sebelumnya dapat dibuktikan dengan rumus berikut. Rumus dari Ra
adalah:
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑃+𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑄 1000
𝑅𝑎 = 𝑥 μm
𝐿 𝑉𝑣
Dimana:
Vv = Perbesaran vertikal, Luas P dan Q dalam milimeter
L = Panjang sampel pengukuran dalam millimeter
Penyimpangan ini terjadi karena saat pengukuran kekasaran kita menguji dititik yang
berbeda sehingga menyalahi prosedur pengujian. Hal ini yang membuat nilai angka
kekasaran Ra pada panjang sampel 1,8 memiliki angka kekasaran lebih rendah dari pada
1,2 , sehingga tidak sesuai dengan dasar teori.
Didapatkan keterangan dari laboratorium bahwa spesimen yang diuji merupakan
benda finishing jadi jika melihat pada tabel 4.2 benda tersebut termasuk dalam selang N4 -
N8 dan memiliki nilai 𝑅𝑎 0,1 – 3,2. Setelah nilai 𝑅𝑎 ditentukan kita dapat melihat nilai
rata-rata dari sampel 0,6;1,2; dan 1,8 yaitu 0,67 dengan tujuan kita dapat menentukan di
mana posisi nilai kekasaran tersebut. Jadi hasil rata-rata nilai 𝑅𝑎 tersebut masuk dalam N6
dan masih dalam batas toleransi.
4.5.2 Saran
1. Sebaiknya laboratorium menambahkan jam kerja agar proses asistensi berjalan dengan
lancar.
2. Sebaiknya laboratorium memperbaiki beberapa alat karena pada saat pengenalan alat
asisten sempat tersetrum karna alat menghantarkan listrik.
3. Sebaiknya asisten mengenalkan alat-alat ukur yang lain yang dapat menambah
pengetahuan praktikan pada saat praktikum.
4. Sebaiknya praktikan mempelajari bab yang akan di bahas dahulu agar asistensi lancar.