Anda di halaman 1dari 6

ENERGY MIX DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Permodelan Energi


A. Energy Mix

Energy Mix atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Bauran Energi, merupakan
kombinasi dari beberapa sumber energi primer yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
pada negara dengan proporsi tertentu. Energi tersebut termasuk bahan bakar fosil (minyak bumi,
gas alam dan batubara), energi nuklir, limbah yang tidak terbarukan dan banyak sumber energi
terbarukan (kayu, biofuel, hidro, angin, matahari, panas bumi, panas dari pompa panas, limbah
dan biogas terbarukan) . Sumber energi utama ini digunakan, misalnya untuk menghasilkan tenaga,
menyediakan bahan bakar untuk transportasi dan pemanasan dan pendinginan bangunan
perumahan dan industri. Untuk beberapa negara atau daerah, komposisi dari Energy Mix ini
tergantung kepada :

 Ketersediaan sumber daya yang dapat digunakan di dalam negeri atau kemungkinan
untuk mengimpornya;
 Luas dan jenis energi yang dibutuhkan;
 Kebijakan yang ditentukan oleh faktor historis, ekonomi, sosial, demografis,
lingkungan dan geopolitik.

Perbedaan – perbedaan tersebut dapat muncul dengan melihat angka produksi dan konsumsi untuk
masing-masing negara.

Pengaruh faktor-faktor tersebut menyebabkan energy mix bervariasi dari satu negara ke negara
lain. Sebagai contoh :

 Energy mix Prancis pada tahun 2015 terdiri dari tenaga nuklir 42,5%, minyak 30,6%,
gas alam 14,2%, batubara 3,3% dan energi terbarukan 9,4% dan limbah. Di antara
sumber energi primer terbarukan, kayu masih paling banyak digunakan di Prancis,
dengan 3,8% campuran energi, di atas air, sekitar 2%. Angin mewakili 0,7%
campuran, sementara energi matahari terdiri 0,3%;
 Energy mix Amerika Serikat mencakup lebih banyak minyak (37% campuran), gas
alam (29%) dan batubara (15%), dan energi nuklirnya jauh lebih sedikit (9%).
Perlu dicatat, energi primer dari energy mix tidak sama dengan penggunaan energi akhir. Hal itu
dikarenakan bagian energi primer yang cukup signifikan hilang dalam proses konversi untuk
menghasilkan energi sekunder.

Energy mix juga tidak perlu dibingungkan dengan campuran pembangkit tenaga listrik, yang
merupakan persentase sumber energi berbeda (bahan bakar fosil, nuklir, hidro dan energi
terbarukan lainnya) yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Untuk alasan tersebut, tidak
memperhitungkan masalah seputar penggunaan energi di sektor transportasi dan sektor industri
dan perumahan.

Sejak Revolusi Industri, pembangunan sebagian besar didorong oleh bahan bakar fosil. Pada
2014, campuran energi utama dunia mencakup minyak 31,3%, batubara 28,6% - yang
mendominasi pembangkit listrik global - dan 21,2% gas alam. Energi nuklir mewakili 4,8%,
sedangkan energi terbarukan dan limbah berkontribusi 14,1%. Proporsi energi terbarukan dalam
campuran hampir rata selama empat puluh tahun terakhir, sekitar 14%, karena produksi mereka
meningkat secara luas seiring dengan keseluruhan produksi.

Gambar 1. Grafik yang menunjukan permintaan akan energi diseluruh dunia yang cenderung meningkat setiap tahunnya
Gambar 2. Total energi dunia yang dibutuhkan berdasarkan sumbernya tahun 2013

B. Energy Mix di Indonesia

Negara memerlukan data cadangan untuk energy planning, untuk energy security, dan untuk
dijadikan salah satu masukan dalam pengambilan kebijakan atau UU. Mengetahui cadangan jenis
apa, dimana, dan besarnya, akan dijadikan salah satu dasar pembuatan UUMigas.

Contoh konkret dimana cadangan memegang peranan penting dalam pengambil kebijaksanaan
(UU) adalah keputusan Dewan Energi Nasional tahun 2014. Pemerintah beranggapan bahwa 40%
cadangan energi geothermal di dunia ada di Indonesia. Karenanya DEN mengeluarkan semacam
fatwa bahwa pemakaian Energi Baru dan Terbarukan yang komponen utamanya adalah
Geothermal Energi yang sekarang 6% (seharusnya 3%), perlu ditingakatkan tiga sampai empat
kali lipat pada tahun 2025.
Gambar 3. Energy Mix Indonesia Berdasarkan DEN (2014) dalam (HL. Ong, 2013)

Indonesia memasang target 23% energi mix terbarukan pada tahun 2025. Untuk mencapai
target tersebut, pemerintah melalui Kementrian ESDM menyebutkan ada dua cara yang akan
dilakukan. Yang pertama adalah melalui bidang kelistrikan, peningkatan bidang kelistrikan itu,
dengan meningkatkan komitmen pembangunan pembangkit listrik yang mengandalkan energi
terbarukan. Salah satu contohnya adalah pembangkit listrik tenaga arus laut. Yang kedua adalah
melalui bidang transportasi. Saat ini, untuk bidang transportasi, pemerintah menargetkan
pembuatan mobil listrik. Itu artinya, penggunaan energi fosil akan berkurang dan penggunaan EBT
akan akan meningkat.

Tetapi per tanggal 20 September 2017, kapasitas pembangkit listrik yang sudah terpasang baru
sekitar 7500 MW, dari target pada tahun 2025 yaitu 23% atau setara dengan 45000 MW. Menurut
Direktur Eksekutif Institue for Essential Service Reform Fabby Tumiwa, pertumbuhan energi
terbarukan di Indonesia tidak dapat dibilang cepat. Ia memperkirakan, target yang dipatok
pemerintah tentang energy mix primer dari energy terbarukan sulit untuk dipenuhi. Sebanyak 60
kontrak jual – beli tenaga listrik energi terbarukan yang ditandatangani belum terealisasi. Dari sisi
pembiayaan, data dari Kementrian ESDM menunjukkan sampai dengan 2030, pengembangan
pembangkit listrik energi terbarukan memerlukan Rp 1.455 triliun. Adapun untuk energy
terbarukan nonlistrik, seperti bahan bakar nabati, membutuhkan Rp 84 triliun. Kebutuhn ini
disesuaikan dengan target pengurangan gas rumah kaca hingga 2030.
Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa energy mix di Indonesia belum berjalan
dengan baik. Walaupun memiliki target yang dapat dikatan cukup baik yaitu 23 %, tetapi untuk
merealisasikam target tersebut dapat dikatan masih kurang. Dengan target pertahun yang masih
belum tercapai.

Daftar Pustaka

 HL Ong, 2014, Bahan Ajar Kuliah Ekonomi Migas, ITB: unpublished.


 Planete Energies, 2013, “About the Energy Mix”, https://www.planete-
energies.com/en/medias/close/about-energy-mix (Diakses tanggl 19 Desember 2017)

Anda mungkin juga menyukai