Anda di halaman 1dari 4

KETAHUAN

Kisah ini terjadi saat aku masih dibangku Sekolah Dasar kelas 3 dan masih polos

polosnya. Waktu itu saat libur sekolah yang agak panjang dan banyak waktu luang. Kami

memilih untuk memancing dan mencari ikan karena didekat rumah ada Kali alias sungai

yang masih jernih dan ikan ikan kecil gesit yang sangat sulit ditangkap atau kami

pancing. Hasil tangkapan kami pelihara dikolam kecil yang bapak ku buat khusus untuk

ikan kecil, kebanyakan ikan wader atau sepat yang kami dapat dan kebanyakan mati

setelah kami pelihara beberapa hari bahkan beberapa jam terus mendapat ikan kecil

membuat kami kurang puas.

“Vin kecil kecil nih ikan nya”

“Kan emang adanya juga segini Dif!”

“Ada sih satu tempat Vin dekat sini”

“Mana….???”

“Ada deh”

“hmmm….. Pondok al-amien ?”

“Yap tul”

“Disana emang besar besar sihh…….tapi kan”

“hhaallaahh nggk bakalan ketahuan kalau ada aku mah”

“Beneran nih?”

“Iyahh…..besok pagi kutunggu di rumah ku ya!”

“siap!”
Dan kami pun sepakat. Keesokan harinya aku pun membawa jaring kesayanganku dan

pergi ke rumah Radif

“Diiiff Raaddiifff , lets goo”

“Iya bentar”

“lloohh pancing siapa ini dif bagus banget”

“iiyaa doong, lho ngapain bawa jaring Vin”

“katanya mau cari ikan”

“kita nyarinya di kolam vin, lo mau tenggelem nyari ikan pkek jaring udah

tinggalin sini aja.

Kami pun pergi ke pondok al amien sambil mengendap endap dan berasa seperti

agen mata mata yang sedang menjalankan misi. Sambil mengendap endap situasi pun

juga kami awasi kalau kalau ada santri dan untungnya pada saat itu para santri sedang

mengaji jadi kami langsung melancarkan misi mencari ikan Radif di bagian memancing

sedangan aku menjaga jikalau ada santri lewat. Tak ada setengah jam kami

memperoleh ikan yang besar besar dan bergegas kabur dari pondok.

“HAHAHA sukses dif”

“iya dong siapa lagi yang mancing”

“jadi kita apakan ikan ini”

“kita goreeeng dirumahku”

“kamu bisa nggoreng dif?”

“bukan aku tapi ibuku”

“yaudah lets go udah laper nih”


Hari itu pun menjadi hari yang sangat mendebarkan bagi kami. Radif berencana

besok akan memancing lagi tapi di dalam hati kecilku aku merasa bersalah mencuri ikan

di pondok aku pun menolak dan beralasan ada acara keluarga. Keesokan harinya Radif

mengulangi hal yang sama sendirian tanpa aku dengan membawa pancing pamannya.

Beberapa jam setelah itu Radif datang kerumahku sambil membawa ikan tapi aku

menolaknya karena aku tau itu ikan curian. Radif pun mengajak ku memancing ikan di

pondok lagi tapi aku menolaknya Radif terus memaksaku tapi aku pun tetap menolaknya

dan akhirnya dia pun menyerah dan ingin mengajak ku memancing di kali dengan hasil

ikan tangkapan yang kecil tapi meskipun begitu itu lebih menyenangkan dan aku

menerima ajakannya dan kami pun kembali memancing seperti biasa. Setelah lama

menunggu untuk ikan yang kecil yang belum kami dapat kami pun menyerah dan

mencoba mencari ikan dengan jaring. Kami menyusuri setiap celah batu, dibawah

tumbuhan, dibawah lumut, di rongga rongga kayu dan hasilnya pun lebih memuskan dari

pada menunggu hasil tangkapan.

Keesokan harinya pun Radif datang kerumahku dengan membawa jaring nya

sendiri.

“Vinn nyari ikan yuk” berteriak di depan rumahku

“Sorry dif semenjak nyari ikan kemarin kaki ku gatal semua jadi lain kali aja ya”

“hmmm….bagaimana kalo kita mancing di pondok kan nggak akan buat kaki gatal

tuh”

“tapi bagaimana kalau ketahuan”

“aahhh udah aku ada ide”

Dan kami pun berangkat mencari ikan di pondok. Kali ini cara memancing kami

berbeda dan kecil kemungkinan bakal ketahuan karena radif merlemparkan joran ke

kolam dari balik dinding yang mengerlilingi pondok dan aku hanya mengawasi jika ada

santri lewat. Tak lama kami memancing tiba tiba ada santri yang mengetahui
keberadaan kami karena ikan yang Radif dapat tersangkut di batang kayu.

“WWWOOOYYY” terriakan santri yang mengetahui keberadaan kami aku mernyuruh

Radif lari “DIIFF KABUUURR!!” aku berlari tetapi pancing Radif masih tersangkut

tanpa pikir panjang kami berdua menarik pancingan dan “Krraatraak” suara pancing

Radif yang patah.

“Waadduuh gimana nih Vin bisa dimarahin habis habisan aku”

“HHaallaahh itu pikir nanti yang penting kita sekarang kabur dulu”

Dan kami pun berhasil kabur dengan meninggalkan patahan pancing Pamannya

Radif. Sesampainya di rumah Radif kami mengatakan apa yang terjadi dan tentu saja

kami dimarahi habis habisan oleh ibunya Radif tetapi beruntungnya kami tidak disuruh

mengganti pancing paman Radif yang patah Dan semenjak kejadian itu kami kapok dan

hanya mencari ikan menggunakan jaring di kali dan tidak berani memancing di pondok

lagi.

Anda mungkin juga menyukai