KARSINOMA NASOFARING
Disusun oleh:
Desi Tahari 1102014068
Pembimbing:
dr. Jon Prijadi , SpTHT-KL
BAGIAN/DEPARTEMEN THT-KL
RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang
timbul dari lapisan epitel nasofaring. Neoplasma ini dapat timbul dari bagian
manapun di nasofaring dan lebih sering terlihat di dinding lateral, dari fossa
Rosenmuleryaitu reses terletak medial ke crura medial dari muara tuba
Eustachius.
Karsinoma nasofaring adalah penyakit ganas yang relatif jarang
terjadi di sebagian besar negara dengan insidensinya dengan usia kurang dari 1
per 100.000, hanya merupakan 0,7% dari semua kanker, dan memiliki
peringkat kanker baru ke-23 di dunia. KNF sering terjadi di Alaska dan etnis
Cina di bagian selatan Cina, terutama dari provinsi Guangdong. Insiden terbaru
KNF yang dilaporkan di antara pria dan wanita di Hong Kong, bagian selatan
provinsi Guangdong, masing-masing adalah 17,8 per 100.000 dan 6. 7 per
100.000. Ini menunjukkan bahwa faktor genetik, etnis, dan lingkungan dapat
berperan dalam etiologi penyakit.
Salah satu faktor etiologi dari KNF yang sering disebut adalah Virus
Epstein-Barr (EBV) karena genom EBV sering terdeteksi dalam spesimen
biopsi KNF. Selain itu. pasien yang menderita KNF juga memiliki titer
antibodi EBV lebih tinggi daripada kontrol, terutama antibodi IgA terhadap
antigen kapsid virus dan antigen dini. Faktor genetik memiliki peran penting
dalam etiologi KNF.
Insidensi KNF yang tinggi di Indonesia, etiopatogenesis dan faktor
risiko yang khas pada populasi tertentu, serta gejala awal yang tidak khas
membuat diperlukannya pemahaman yang mendalam mengenai keganasan
kepala leher terbanyak ini. Pemahaman dokter umum yang baik diharapkan
dapat mendukung deteksi dini dan pencegahan KNF di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama sehingga mampu menurunkan kejadian KNF di
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI NASOFARING
Nasofaring adalah jaringan fibromromuskular yang terletak pada basis
cranii. Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut:
- Anterior : Choana
2.3 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 86.700 kasus baru KNF dan
50.800 kematian akibat KNF, keduanya mewakilkan sekitar 0,6% dari
semua kasus keganasan, sehingga karsinoma ini dapat dikatakan relatif
langka. Jumlah penderita KNF laki-laki lebih banyaak dibanding
perempuan (rasio 2,3:1).5 Distribusi KNF berbeda signifikan menurut
kondisi geografis dan sumber daya, dengan 92% kasus baru terjadi di
negara berkembang, dan insidensi tertinggi di populasi Asia Tenggara,
yaitu mencapai setidaknya dua kali insidensi area lain. Tiga negara
dengan insidensi nasional tertinggi ada di Malaysia, Indonesia, dan
Singapura, dengan angka tertinggi pada populasi Tionghoa dan Melayu.6
Insidensi tinggi juga dilaporkan di Cina Tenggara, termasuk Hong
Kong dan Guangdong, Filipina, India, Thailand, Mikronesia, Asia Timur,
dan Afrika Utara. Populasi lain dengan insidensi relatif tinggi adalah
etnis Inuit di Alaska, Greenland, dan Kanada Utara, serta etnis Tionghoa
dan Filipina di Amerika Serikat. Indisendi keganasan ini lebih rendah
pada sebagian besar populasi yang tinggal di tempat lain di Amerika dan
Eropa.6
Angka mortalitas KNF tertinggi pada tahun 2012 ditemukan di
Hong Kong, yaitu 4,51 per 100.000 laki-laki dan 1,15 per 100.000
perempuan. Penurunan angka mortalitas dari tahun 2002 diamati di
beberapa negara dan diduga karena perubahan pola makan ikan asin dan
makanan yang diawetkan, serta perbaikan penatalaksanaan penyakit.
Perbedaan antarjenis kelamin diduga disebabkan oleh perbedaan
prevalensi merokok dan konsumsi alkohol.21
Karsinoma nasofaring merupakan keganasan terbanyak (28,35%)
dari seluruh kasus keganasan kepala leher di Indonesia, dengan 1.121
kasus dilaporkan selama periode 1995-2005.4 Penelitian di RSUPN Cipto
Mangunkusumo mencatat terdapat 167 kasus KNF pada tahun 2010
dengan keluhan utama pada saat datang yaitu massa di leher dan hidung
tersumbat.16 Semua penelitian menemukan KNF lebih banyak terjadi
pada laki-laki.4,16
2.5 PATOFISIOLOGI
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme:
pemendekan waktu siklus sel sehingga menghasilkan lebih banyak sel
yang diproduksi dalam satuan waktu; dan penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai
protoonkogen dan gen penekan tumor (tumor suppresor genes) yang
menghambat penghentian proses siklus sel.24
Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan
diferensiasi sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat
berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat
menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel
secara patologis.24
Perkembangan lesi dimulai dari adanya lesi prakanker (field
cancerization). Pada KNF, lesi prakanker ini dapat terbentuk di usia
muda akibat konsumsi karsinogen nitrosamin. Lesi prakanker ini sendiri
merupakan faktor predisposisi infeksi EBV yang akan lebih lanjut
menyebabkan inflamasi dan alterasi genetik. Infeksi laten EBV
menyebabkan displasia yang semakin parah. Berbagai faktor ekspresi gen
EBV menyebabkan perkembangan lesi menjadi karsinoma in-situ dan
akhirnya kanker invasif.14
Sifat nonspesifik dari gejala hidung dan gejala aural tidak mencolok
seperti pembesaran kelenjar getah bening cervikal tanpa rasa sakit, sebagian
besar pasien KNF sering terdiagnosa ketika tumor mereka telah mencapai
stadium lanjut. Sebuah analisis retrospektif dari 4, 768 pasien menunjukkan
bahwa gejala pada presentasi adalah massa leher pada 76%, gejala hidung pada
73%, gejala aural pada 62%, dan kelumpuhan saraf kranial pada 20% pasien.
Dalam sebagian besar laporan, rasio pria : wanita adalah 3: 1, dan usia rata-rata
adalah 50 tahun.
2.8 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Manifestasi klinis karsinoma nasofaring bergantung pada luas lesi
primer atau nodus.3 Gejala awal karsinoma nasofaring tidak
spesifik. Massa di nasofaring dapat menyebabkan gejala obstruksi
nasal, awalnya unilateral kemudian bisa bilateral jika massa
membesar. Gejala lain yang harus diwaspadai adalah hidung
beringus, epistaksis, post-nasal drip. Gejala awal yang penting lain
adalah gejala disfungsi tuba Eustachius akibat obstruksi mekanis
ataupun ekstensi posterolateral. Obstruksi tersebut dapat
menyebabkan tuli konduktif unilateral, otalgia, dan tinnitus.26
2. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan status generalis dan status lokalis
2) Pemeriksaan nasofaring:
a) Rhinoskopi anterior dan posterior
b) Nasofaringoskopi (fiber/rigid)
3. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band
Imaging) memainkan peran kunci dalam deteksi awal lesi
KNF untuk melihat mukosa dengan kecurigaan kanker
nasofaring, sebagai panduan lokasi biopsi, dan follow up
terapi pada kasus-kasus dengan dugaan residu dan residif.1,26
2) Pemeriksaan radiologik
a) CT Scan
Pemeriksaan radiologik berupa CT Scan nasofaring
mulai setinggi sinus frontalis sampai dengan klavikula,
potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan
kontras. Computed tomography (CT) dapat
menunjukkan ekstensi jaringan lunak di nasofaring dan
lateral ke dalam ruang paranasopharyngeal. Sangat
sensitif dalam mendeteksi erosi tulang terutama pada
dasar tengkorak. Perluasan tumor intrakranial melalui
foramen ovale dengan penyebaran perineural juga dapat
dideteksi dan ini memberikan bukti keterlibatan sinus
kavernosa tanpa erosi dasar tengkorak. Informasi yang
diberikan melalui CT scan penting untuk penentuan
stadium dan juga pilihan tindakan terapeutik untuk
beberapa pasien. CT scan mampu menunjukkan
regenerasi tulang setelah terapi dan ini menunjukkan
eradikasi total tumor. Secara umum CT scan kurang
baik dalam menilai perkembangan tumor dan
sebaliknya magnetic resonance imaging (MRI)
memiliki spesifisitas jaringan lunak yang lebih baik.
MRI lebih baik daripada CT scan dalam menilai
diferensiasi tumor dan inflamasi jaringan lunak,
terutama pada sinus paranasal. MRI juga lebih sensitif
dalam mengevaluasi metastasis nodal retrofaringeal dan
leher dalam. MRI mampu mendeteksi infiltrasi sumsum
tulang oleh tumor, sementara CT scan hanya dapat
mendeteksi infiltrasi jenis ini ketika ada erosi tulang
yang terkait.
Gambar 11. CT scan KNF tahap awal. A: Axial dan (B) diformat ulang dengan
kontras coronal CT gambar CT menunjukkan KNF sisi kiri (panah hitam).
Peningkatan jaringan lunak menginfiltrasi anatomi normal jaringan lunak di
dekat pangkal tengkorak, melenyapkan bidang normal yang masih dapat dilihat
di sebelah kanan.
Gambar 12. C: Erosi clivus (panah putih) paling baik terlihat pada CT scan
bone window
Gambar 13. MRI dari NPC tingkat lanjut. A: T1-welghted tanpa aksial, (B)
aksial T2-welghted, (B) aksial lemak pascakontrastif T1-welghted, dan (D)
sagital unenhanced T1-welghted Gambar dari nasofaring menunjukkan tumor
besar (panah) ) yang telah menghancurkan sebagian besar dasar tengkorak
pusat. Tumor itu lsodense ke otak (A), tetapi gelap pada T2 (B) karena rasio
sitoplasmik nuklirnya yang tinggi. Tumor ini meningkat secara seragam (C),
meskipun banyak NPC besar memiliki nekrosis sentral yang mengakibatkan
peningkatan heterogen. Ada keterlibatan luas struktur sekitarnya seperti karotis
karotis (kepala panah di A), pterygopalatine dan fossa Infratemporal (kepala
panah di B), sinus kavernosa (kepala panah di C), clivus (panah di D), dan
sinus sphenoid (panah di D).
B. Endoskopi
Konfirmasi diagnosis adalah NPC membutuhkan biopsi positif yang diambil
dari tumor di nasofaring. Nasofaring dapat diperiksa dengan adekuat dengan
anestesi topikal dengan endoskopi. Endoskop dimasukkan di belakang palatu
molle memungkinkan visualisasi nasofaring dan kedua muara tabung
Eustachius. Endoskopi kaku berdiameter 3-4 mm ini tidak memiliki saluran
isap atau biopsi. Darah dan lendir yang menutupi tumor harus diangkat dengan
kateter isap (suction) yang terpisah agar terdapat pandangan patologi yang
jelas. Tang biopsi juga harus dimasukkan bersama endoskop untuk mengambil
biopsi tumor. Endoskopi fleksibel memungkinkan pemeriksaan menyeluruh
seluruh nasofaring bahkan ketika dimasukkan melalui satu rongga hidung.
C. Foto Thoraks
Pemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk melihat adanya nodul di paru atau
apabila dicurigai adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Toraks
dengan kontras.
D. Bone Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat metastasis pada tulang.1
G. Pemeriksaan serologi
Beberapa penelitian berusaha menemukan pemeriksaan yang efektif
sebagai alat deteksi dini KNF. Salah satu penelitian menemukan bahwa analisis
DNA EBV di sampel plasma (pEBV) dapat digunakan sebagai alat skrining
KNF asimtomatik.27 Penanda pEBV juga memiliki nilai prognosis dimana
pEBV digunakan dalam menyeleksi pasien KNF risiko tinggi untuk diberikan
terapi ajuvan.8 Penelitian lain menemukan bahwa uji cepat menggunakan NPC
test strip tidak direkomendasikan karena sensitivitas dan spesifisitas yang
rendah.28 Meskipun beberapa penelitian merekomendasikan penanda serologis
sebagai alat skrining KNF, telaah Cochrane tidak dapat menilai efektivitas
skrining karena belum ada penelitian randomized controlled trial yang
membandingkan kelompok skrining dan tanpa skrining.29
2. Angiofibroma juenilis
Baisanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala-gejala menyerupai
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative.
Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas
tegas. Proses dapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun
jarang menimbulkan destruksi tulang hanay erosi saja karena penekanan tumor.
Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus
maksilarisyang dikenals ebgai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular
maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat
karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils
dengan polip hidung pada foto polos.
3. Tumor sinus sphenooidalis
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya
tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk
pemeriksaan pertama.
4. Neurofibroma
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga
menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring. secara C.T. Scan,
pendesakan ruang para faring kea rah medial dapat membantu mebedakan
kelompok tumor ini dengan KNF.
6. Chordoma
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat
KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan
untuk membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau
destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu ,elihat apakah ada
pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umunya tidak
memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebuts edangkan KNF sering
bermetastasis ke kelenjar getah bening.
2.10 TATALAKSANA
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya,
dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.25
1. Radioterapi
Radiasi diberikan dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB
leher dan supraklavikula kepada seluruh stadium (I, II, III, IV lokal).
Radiasi dapat diberikan dalam bentuk: radiasi eksterna yang mencakup
gross tumor (nasofaring) beserta kelenjar getah bening leher, dengan dosis
66 Gy pada T1-2 atau 70 Gy pada T3-4; disertai penyinaran kelenjar
supraklavikula dengan dosis 50 Gy; radiasi intrakaviter sebagai radiasi
booster pada tumor primer tanpa keterlibatan kelenjar getah bening,
diberikan dengan dosis (4x3 Gy), sehari dua kali; bila diperlukan
booster pada kelenjar getah bening diberikan penyinaran dengan
elektron. Penggunaan teknik Intensity Modulated Radiation Therapy
(IMRT) telah menunjukkan penurunan dari toksisitas kronis pada kasus
karsinoma orofaring, sinus paranasal, dan nasofaring dengan adanya
penurunan dosis pada kelenjar-kelenjar ludah, lobus temporal, struktur
pendengaran (termasuk koklea), dan struktur optik.1
Obat-obatan Simptomatik
2. Kemoterapi
2. Edukasi
Ada beberapa hal yang perlu diedukasikan kepada pasien yakni
seperti yang tercantum pada tabel berikut.
2.11. PROGNOSIS
2.12 KOMPLIKASI
1. Petrosphenoid sindrom
2. Retroparidean sindrom
3. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenaiorgan tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah
tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat
mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %,
sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
2.13. Follow-up