Anda di halaman 1dari 4

A.

PENGERTIAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara


resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara resesif,
ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel
darah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi kurang dari 120 hari
( Yuwono, 2012).
Thalasemia merupak kelompok heterogen anemia hemolitik yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih yang
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) dalam dua kategori mayor
adalah alfa-thalasemia dan beta-thalasemia pada penurunan kecepatan sintesis rantai alfa
hemoglobin (Dorlan, 2010)

B. ETIOLGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan
keturunan Thalasemia (homozigot). Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa
dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi
lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan
pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.
Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau
ditukar dengan jenis asam amino lainnya.

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil
kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis (Ngatiah, 2010).
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada
rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis
(Suriadi,2015)
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik
aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau
rapuh.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala
klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas (Abdoerahman, 2005)
1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup
tanpa ditransfusi.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)
dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas
tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur,
berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit
menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

2. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular
dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
3. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
Abdoerrachman M. H, dkk (2005), Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

Ngastiyah, (2010), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Suriadi, Rita Yuliani, (2015), Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi I, CV. Sagung Solo,
Jakarta.

Guyton, Arthur C, (2000), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta
Soeparman, Sarwono, W, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta.
Sacharin. M, (1996), Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai