Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Hadats, Macam - macam Hadats, dan Cara

Menghilangkannya

A. Pengertian Hadats
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan tidak
suci jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi (istilah) Islam, hadats adalah
keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengan cara
berwudhu, mandi wajib, dan tayamum. Dengan demikian, dalam kondisi seperti ini
dilarang (tidak sah) untuk mengerjakan ibadah yang menuntut keadaan badan bersih
dari hadats dan najis, seperti shalat, thawaf, ’itikaf.[1]
Sebagaimana telah kami kutip dalam sebuah buku yang ditulis oleh Mustofa
Kamal Pasha hal. 19 cetakan keempat tahun 2009, mengemukakan hadats
ialah “keadaan tidak suci yang mengenai pribadiseorang muslim, sehingga
menyebabbkan terhalangnya orang itu melakukan shalat dan thawaf”.Artinya shalat
atau thawaf yang dilakukannya dinyatakan tidak sah karena dalam keadaan berhadats.
Adapun yang menjadi sebab-sebabnya seseorang dihukumkan sebagai orang yang
berhadats ada bermacam-macam, yang kemudian oleh para ahli fikih dikelompkkan
menjadi dua macam yaitu hadats kecil dan hadats besar.
B. Macam-Macam Hadats
1. Hadats Kecil
a. Pengertian Hadas Kecil.
Arti hadats kecil menurut istilah syara’ ialah sesuatu kotoran yang maknawi (tidak
dapat dilihat dengan mata kasar), yang berada pada anggota wudhu’, yang menegah ia
dari melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat, selama tidak diberi
kelonggaran oleh syara’. Hadas kecil ini tidak akan terhapus melainkan dengan
mengambil wudhu’ yang sah. Selama mana seseorang itu dapat mengekalkan
wudhu’nya, maka selama itu ia bersih dari hadas kecil. Sebabnya dinamakan hadas
kecil ialah kerana kawasan yang didiami oleh hadas kecil ini kecil sahaja iaitu sekadar
anggota wudhu’.
1. Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubulnya yang berupa:
a) Buang air kecil atau buang air besar
Penegasan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang tersurat dalam al-
Maaidah ayat 6.
“… atau salah satu diantara kalian datang dari jamban (buang air)”
b) Mengeluarkan angin busuk (kentut)
Penegasan ini didasarkan pada sebuah hadits:
Bersabdalah Rasulullah saw: ‘Allah tidak akan menerima shalatnya seseorang
diantara kalian jikalau ia berhadats sampai ia berwudhu’. Maka bertanyalah seorang
lelaki dari Hadramaut: ‘Apakah artinya hadats itu ya Abu Hurairah?’, Ia menjawab:
‘Kentut dan berak’”.
2. Mengeluarkan madzi dan atau wadi
Penegasan ini disandarkan pada keterangan hadits yang menyatakan
bahwa: “Karenanya harus berwudhu” dan karena kata Ibn Abbas r.a.: “Mengenai mani,
itulah yang diwajibkan mandi karenanya. Adapun madzi dan wadi, hendaklah engkau
basuh kemaluanmu atau sekitarnya, kemudian berwudhulah sebagai wudhumu untuk
shalat.”
3. Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas
Penegasan ini didasarkan pada Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi dan dishahihkan
olehnya dari Busrah binti Shafwan r.a. bahwa Nabi saw. Telah bersabda “Barang siapa
menyentuh kemaluannya maka jangan shalat sebelum beerwudhu”
4. Tidur nyenyak dengan posisi miring atau tanpa tetapnya pinggul di atas lantai
Hal ini didasarkan sebuah hadits:
Telah berkata Ali r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Kedua mata itu bagaikan
tali dubur. Maka barang siapa telah tidur, berwuhulah”. (H.R. Abu Daud)
Dari penegasan seperti di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang akan
menjadi batal wudhunya apabila terkena salah satu dari apa yang telah disebutkan di
atas. Atau dengan kata lain seseorang yang akan melakukan shalat atau thawaf,
sedang dirinya terkena salah satu dari ketiga pokok di atas, maka dirinya wajib
berwudhu terlebih dahulu. Dan penegasan di atas memberikan petunjuk pula bahwa
bersinggungan kulit diantara pria dan wanita, sekalipun keduanya tidak ada hubungan
muhrim tidaklah menjadikan batal wudhunya.
Dari Aisyah r.a. berkata : sesungguhnya Rasulullah saw. Bershalat sedang aku
berbaring di mukanya dengan melintang bagaikan jenazah, sehingga ketika beliau akan
witir, beliau menyentuh diriku dengan kakinya.”
b. Perkara-perkara yang menyebabkan kedatangan hadas kecil
(membatalkan wudhu’)
Wudhu’ seseorang itu akan terbatal dengan salah satu dari 5 sebab berikut;
1) Keluar sesuatu dari 2 jalan iaitu qubul atau dubur seperti kencing, berak atau buang
angin (kentut).
2) Hilang akal dengan sebab gila atau mabuk atau sakit.
3) Tidur nyenyak, kecuali tidur orang yang duduk, yang tetap kedua papan punggungnya.
4) Bersentuh kulit lelaki dan kulit perempuan yang halal berkahwin dengan tidak berlapik
dan keduanya telah dewasa.
5) Menyentuh qubul atau dubur manusia dengan tapak tangan tidak berlapik walaupun
qubul atau duburnya sendiri.
c. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab hadas kecil
1) Mendirikan solat, sama ada yang fardhu atau yang sunat.
2) Tawaf, sama ada yang fardhu atau yang sunat.
3) Menyentuh Al-Qur’an atau menanggungnya.

2. Hadats Besar
a. Pengertian hadas besar
Hadats besar mengikut istilah syara’ ertinya sesuatu yang maknawi (kotoran
yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang,
yang dengannya menegah mendirikan solat dan amal iadah seumpamanya, selama
tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Selama seseorang itu tidak menempuh atau
melakukan salah satu perkara yang menyebabkanhadas besar, maka selama itu
badannya suci dari hadas besar. Sebab dinamakan hadas besar ialah kerana kawasan
yang didiami atau dikenai ole hadas besar ini terlalu luas iaitu meliputi seluruh badan
dan rambut
Sebagaimana yang telah kami kutip dari sebuah buku yang ditulis oleh Musthafa
Kamal Pasha, dalam karyanya yang berjudul Fikih Islam, cetakan ke-4, hal: 22 beliau
mengemukakan bahwa yangmenyebabkan seseorang dihukumkan terkena hadats
besar antaralian sebagai berikut:
1. Mengeluarkan mani (sperma)
Keluaarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai keadaan, baik diwaktu
jaga maupun diwaktu tidur (mimpi), dengan cara disengaja atau tidak, baik bagi pria
ataupun wanita.
Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Apabila air itu terpancar keras maka
mandilah”. (H.R. Abu Daud)
Sesungguhnya Ummu Sulain r.a. berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah
tidak malu mengenai kebenaran! Wajibkah perempuan itu mandi bilamana ia bermimpi?
Beliau menjawab, benar, bila ia melihat air”. (H.R. Bukhari dan Muslim serta lainnya).
2. Hubungan kelamin (Coitus, Jima’)
Hubungan kelamin, baik disertai dengan keluarnya mani, ataupun belum
mengeluarkannya mengakibatkan dirinya dalam kondisi junub. Hal seperti ini
didasarkan pada surat al-Maaidah ayat 6.
“Dan jikalau kamu junub hendaklah bersuci”.
Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: “Jika seseorang telah duduk diantara
kedua tempat anggota badannya (menggaulinya) maka sesungguhnya wajiblah untuk
mandi, baik mengeluarkan (mani) ataupun tidak”. (H.R. Ahmad dan Muslim).
3. Terhentinya haid dan nifas
Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat
222:
tbö•£gsÜs? #sŒÎ*sù ( tbö•ßgôÜtƒ 4Ó®Lym £`èdqç/t•ø)s? Ÿwur (
• ©!$# ¨bÎ) 4 ª!$# ãNä.t•tBr& ß]ø‹ ym Æèdqè?ù'sùô`ÏB
“Dan janganlah kamu dekati istri (yang sedang haid) sebelum mereka suci. Dan apabila
sudah berxuci (mandi) maka gaulilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepada kalian”.
Adapun terhadap hukumm nifas, yaitu keluarnya darah dikarenakan habis
melahirkan anak maka berdasarkan ijma’ shahabhat ia dihukumkan sama dengan
hukumnya haid.
b. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab berhadas besar
1) Sholat
2) Tawaf
3) Menyentuh Al-Qur’an
4) Membaca Al-Qur’an.
5) I’tikaf
6) Berpuasa

C. Macam-macam dan Cara Menghilangkan Hadats


Sebagaimana yang kami kutip dari buku karangan Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy hal. 94 dalam edisi yang ke-3 yang berjudul Kuliah Ibadah,
mengemukakan bahwa, fuqaha hadits dalam soal wudhu dan mandi mengamalkan
sunnah-sunnah yang tidak diperoleh oleh fuqaha-fuqaha yang lain. Mereka
mencukupkan bersuci dari hadats kecil dengan menyapu sepatu, serban atau penutup
kepala (kudung) saja bagi wanita.
Dalam bukunya beliau juga mengemukakan bahwa Ahmad telah menyusun
kitab, yang menerangkan soal menyapu atas sepatu, pembalut kaki, di dalamnya beliau
terangkan nash-nash yang dipergunakan dalam soal menyapu atas sepatu, sorban,
pembalut kaki, dan kudung wanita.
Dan beliau juga mengemukakan dalam bukunya bahwa Ummu Salamah istri
Rasul pernah menyapu atas kudungnya, sebagai ganti menyapu kepala. Serta Abu
Musa dan Anas pernah menyapu atas topinya (penutup kepalanya).
Para fuwaha tidak membolehkan kita menyapu atas penutup kepala. Mereka
memerlukan tersapu – walau – sedikit – kepala sendiri.[2]
Seperti yang telah diditerangkan di muka bahwa untuk menghilangkan hadats
keci seseorang hany diwajibkan berwudhu, sedang untuk menghilangkan hadatas
besar maka wajiblah mandi yang sesuai dengan tuntunan syara’, namun kalau dalam
keadaan darurat dapat juga dengan tayamum.
- Wudhu
Wudhu ialah bersuci dengan menggunakan air, mengenai muka, kedua tangan
sampai siku, mengusap kepala dan, kedua kakinya sampai di atas mata kaki. Hal ini
didasarkan oleh Allah dalam surat al-Maaidah ayat 6:
’ n<Î) óOçFôJè% #sŒÎ) (#þqãYtB#uä š úïÏ%©!$# $pkš ‰r'¯»tƒ
’ n<Î) öNä3tƒ ω÷ƒ r&ur öNä3ydqã_ãr Ío4qn=¢Á9$#(#qè=Å¡øî$$sù
öNà6n=ã_ö‘ r&ur (#qßs|¡øB$#uröNä3Å™râäã•Î/ È,Ïù#t•yJø9$#
ÇÏÈ 4 Èû÷üt6÷ès3ø9$# ’ n<Î)
“Wahai sekalian orang beriman! Jka kalian hendak berdiri melakukan shalat basuhlah
mukamu, dan tanganmu sampai siku, lalu sapulah kepalamu serta basuhlah kakimu
hingga sampai kedua mata kaki.”
Wudhu dalam ajaran Islam mempunyai nilai tersendiri. Ia di samping ikut
serta menentukan sah atau tidaknya shalat atau thawaf seseorang, juga akan menjadi
penghapus dosa dan mininggikan derajat. Bahkan ia menjadi tanda pengenal sebagai
umat Muhammad saw. kelak di hari kiamat.[3]
- Mandi
Istilah mandi secara syara’ sedikit berbeda dengan pengertian mandi yang biasa
dilakukan oleh setiap orang, apakah mandi sore ataukah mandi pagi hari. Mandi yang
dimaksud oleh syara’ adalah bersuci guna menhilangkan hadats besar. Oleh karena itu
pengertin mandi dalam ajaran Islam mempunyai arti yang khas, yaitu menyiramkan air
ke seluruh tubuh, sejak dari ujung rambut hingga ujung kaki, dengan niat ikhlas kkarena
Allah demi kesucian dirinya dari hadats besar.[4]

[1] http//www.pengertiannajisdanhadats.blogspot.com hari: Jum’at tgl 20/9/2013; pukul: 07:22 pm


[2] Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, Edisi ke-3, Cet. Ke-1, Tahun) Hal: 98, 99
[3] Ibid, hlm. 24.
[4] Ibid, hlm 29
Diposting 30th September 2013 oleh marlinawati lina

Anda mungkin juga menyukai