Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEWAJIBAN MENUNTUT DAN MENGAMALKAN


ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN
SENI,IPTEK DAN SENI MENURUT ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan IPTEK di zaman ini semakin terasa pesat dan diperlukan
manusia. Perkembangan IPTEK merupakan hasil dari segala langkah dan pemikiran
untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan IPTEK.
Manusia modern sudah sangat bergantung kepada produk-produk IPTEK.Sukar
untuk dibayangkan manusia modern hidup tanpa menggunakan produk-
produkIPTEK. Keperluan hidup harian manusia modern mulai dari makan, minum,
tidur, tempat tinggal, tempat bekerja, alat-alat transportasi, sampai alat-alat
komunikasi, alat-alat hiburan,kesehatan dan semua aspek kehidupan manusia tidak
terlepas dari produk IPTEK
Kita mengakui bahwa IPTEK memang telah mengambil peranan penting dalam
pembangunan tamadun atau peradaban material manusia. Penemuan-
penemuanIPTEK telah memberikan bermacam-macam kemudahan pada manusia.
Dan Islam berperan penting dalam perkembangan IPTEK, bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan IPTEK. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan IPTEK, bagaimana pun
juga bentuknya. IPTEK yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh
syariah Islam. Sedangkan IPTEK yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam. Dengan IPTEK dalam Islam, kita perlu mengembangkan
potensi dan memanfaatkan sumber daya alam dengan tetap berpegang teguh kepada
al-Qur’an dan as-sunnah sebagai rasa syukur kita terhadap sumber daya alam yang
beranekaragam diciptakan untuk kita semua.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian IPTEK dan seni?
2. Bagaimana integrasi iman, ilmu, teknologi dan seni dalam Islam?
3. Apakah keutamaan orang yang berilmu?
4. Apakah tanggungjawab ilmuwan terhadap lingkungan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian IPTEK dan Seni.
2. Mengetahui pandangan Islam terhadap integrasi iman, ilmu, teknologi, dan seni.
3. Mengetahui peran utama orang yang berilmu.
4. Mengetahui tanggungjawab ilmuwan terhadap lingkungan

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Iptek Menurut Islam


Peran Islam dalam perkembangan iptek adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
islam) wajib dijadikan tolok ukur dan pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
islam. Sedangkan Iptek yang tidak boleh dimanfaatkan adalah yang telah
diharamkan. Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT sumber segala kebaikan, Keindahan, dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu
pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta
sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan
Keagungan-Nya.
Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan,sangat
mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami
dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat
mementingkan pengembangan ilmu pengetahuandan teknologi. Berbeda dengan
pandangan Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk
mementingkan duniawi, maka Islam mementingkan penguasaan Iptek untuk menjadi
sarana ibadah atau pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat
Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada
manusia dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Ada lebih dari 800 ayat dalam
Al-Quran yang mementingkan proses perenungan, pemikiran, dan pengamatan
tehadap berbagai gejala alam, untuk di tafakuri dan menjadi bahan dzikir kepada
Allah.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang fakta
ilmiah, maka kemumgkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran terhadap
ajaran agama tersebut. Bila ada ilmu pengetahuan yang menentang prinsip pokok
ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran filosofis atau paradigma
materialisme yang beradadi balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut. Karena
alam semesta yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan dan ayat-ayat suci Tuhan(
Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah SAW yang di pelajari melalui agama adalah sama-
sama ayat (tanda-tanda dan perwujudan ) Allah SWT, maka tidak mungkin satu sama
lain saling bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu
sumber sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.
2. Kewajiban Mencari Ilmu
Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada
Allah. Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di Al-
Qur’an dan Al-Hadist. Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang teguh dan
sungguh-sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Disebutkan dalam

2
hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada 3, sedangkan yang
lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun
muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah
dari Al-hadist yang menegakkan) dan faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu
faroidh yang adil)
Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda, “ menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim dan muslimah”(HR. Bukhari dan muslim)
Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke negeri
cina”. Dalam hadist ini kita tidak dituntut mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist
ini rasulullah menyuruh kita mencari ilmu dari berbagai penjuru dunia. Walau jauh
ilmu haru tetap dikejar.
Dalam kitab “ Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib
dituntut trlebih dahulu adalah ilmu haal yaitu ilmu yang dseketika itu pasti digunakan
dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu tauhid dan ilmu
fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu
lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lainya.
Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih
mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang
yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini
orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya
mempelajari ilmu-ilmu umum.
Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama
adalah orang islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada
orang lain.”(HR. Ibnu Majah)Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang
yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah
sedekah yang paling sutama dibanding sedekah harta benda. Ini dikarenakan
mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal yang muta’adi
(dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan
itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain
3. Interaksi iman, ilmu dan amal
Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke dalam suatu
sistem yang disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu
akidah, syariah, dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna, karena kesempurnaannya
dapat tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Di dalam al-Qur’an dinyatakan yang
artinya “Tidaklah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik,
akarnya kokoh (menghujam kebumi) dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu
mengeluarkan buahnya setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat”.
Dari penjelasan tersebut di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu
dan amal atau syariah dan akhlak dengan menganalogikan dinul Islam bagaikan
sebatang pohon yang baik. Ini merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan

3
amal merupakan suatu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama
lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menupang tegaknya
ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan. Dahan dan
cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu ibarat
dengan teknologi dan seni
4. Keutamaan orang yang berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi
Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran
mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan
mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai
“al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul
al-Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-A'limun” (al-
A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama
baik dan gelar mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Dalam ayat ini ditegaskan
pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT .
Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah
SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang
menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-
Baqarah:159) Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan
dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api
neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-
Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih) Jadi setiap
orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh dapat
bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau mengamalkan pengetahuanya
untuk hal-hal yang bermanfaat.
5. Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, memiliki ketergantungan terhadap
alam. Namun, di sisi lain, manusia justru suka merusak alam. Bahkan tak cukup
merusak, juga menhancurkan hingga tak bersisa. Tiap sebentar kita mendengar berita
menyedihkan tentang kerusakan baru yang timbul pada sumber air, gunung atau laut.
Para ilmuwan mengumumkan ancaman meluasnya padang pasir, semakin
berkurangnya hutan, berkurangnya cadangan air minum, menipisnya sumber energi
alam, dan semakin punahnya berbagai jenis tumbuhan dan hewan.Sayangnya, meski
nyata terasa dampak akibat kerusakan tersebut, sebagian besar manusia sulit
menyadarinya. Mereka berdalih apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan

4
masa depan. Padahal yang terjadi justru sebaliknya; tragedi masa depan itu sedang
berjalan di depan kita. Dan, kitalah sesungguhnya yang menjadi biang kerok dari
tragedi masa depan tersebut. Manusia telah diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya
agar jangan melakukan kerusakan di bumi. Namun, manusia mengingkari peringatan
tersebut. Allah SWT menggambarkan situasi ini dalam Al-Qur’an: “Dan bila
dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’,
mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan.” (QS.Al-Baqarah:11)
Allah SWT juga mengingatkan manusia: “Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)’. Katakanlah, ‘Adakan perjalanan dimuka bumi bagaimana kesudahan
orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).’’ (QS Ar-ruum: 41-42)
Pada masa sekarang pendidikan lingkungan menjadi mutlak diperlukan.
Tujuannya mengajarkan kepada masyarakat untuk menjaga jangan sampai berbagai
unsur lingkungan menjadi hancur, tercemar, atau rusak. Untuk itu manusia sebagai
khalifah di bumi dan sebagai ilmuwan harus bisa melestarikan alam. Mungkin bisa
dengan cara mengembangkan teknlogi ramah lingkungan, teknologi daur ulang, dan
harus bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak..
6. Penyikapan terhadap Perkembangan IPTEK
Setiap manusia diberikan hidayah dari Allah SWT berupa “alat” untuk
mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah :
a. indera, untuk menangkap kebenaran fisik,
b. naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup manusia secara probadi
maupun sosial
c. pikiran dan atau kemampuan rasional yang mampu mengembangkan kemampuan tiga
jenis pengetahuan akali (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan
penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi
d. imajinasi, daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan
pengetahuannya
e. hati nurani, suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah
laku manusia sebagai makhluk yang harus bermoral.
Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan
IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai
dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani
(1995), dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok:
Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha
melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang
sesuai;
Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari
sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami,
Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya.

5
Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir
istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada
pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya
ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk
menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEK menurut Islam haruslah
bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk
IPTEK yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritialitas,
martabat manusia secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta,
bahkan membawa manusia ketingkat yang lebih rendah martabatnya.Dari uraian di
atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah
memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan
meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT. Kebenaran IPTEK menurut Islam
adalah sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri.
IPTEK akan bermanfaat apabila:
a. Mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya
b. Dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik),
c. Dapat memberikan pedoman bagi sesama,
d. Dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat
dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.
7 Keselarasan IMTAQ dan IPTEK
“Barang siapa ingin menguasai dunia dengan ilmu, barang siapa ingin
menguasai akhirat dengan ilmu, dan barang siapa ingin menguasai kedua-duanya
juga harus dengan ilmu” (Al-Hadist). Perubahan lingkungan yang serba cepat dewasa
ini sebagai dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek), harus diakui telah memberikan kemudahan terhadap berbagai aktifitas dan
kebutuhan hidup manusia.Disisi lain, memunculkan kekhawatiran terhadap
perkembangan perilaku khususnya para pelajar dan generasi muda kita, dengan
tumbuhnya budaya kehidupan baru yang cenderung menjauh dari nilai-nilai
spiritualitas. Semuanya ini menuntut perhatian ekstra orang tua serta pendidik
khususnya guru, yang kerap bersentuhan langsung dengan siswa.
Dari sisi positif, perkembangan iptek telah memunculkan kesadaran yang
kuat pada sebagian pelajar kita akan pentingnya memiliki keahlian dan keterampilan.
Utamanya untuk menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik, dalam rangka
mengisi era milenium ketiga yang disebut sebagai era informasi dan era bio-
teknologi. Ini sekurang-kurangnya telah memunculkan sikap optimis, generasi
pelajar kita umumya telah memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan itu. Don
Tapscott, dalam bukunya Growing up Digital (1999), telah melakukan survei
terhadap para remaja di berbagai negara. Ia menyimpulkan, ada sepuluh ciri dari
generasi 0 (zero), yang akan mengisi masa tersebut. Ciri-ciri itu, para remaja
umumnya memiliki pengetahuan memadai dan akses yang tak terbatas. Bergaul
sangat intensif lewat internet, cenderung inklusif, bebas berekspresi, hidup
didasarkan pada perkembangan teknologi, sehingga inovatif, bersikap lebih dewasa,
investigative arahnya pada how use something as good as possible bukan how does it
work.

6
Sikap optimis terhadap keadaan sebagian pelajar ini tentu harus diimbangi
dengan memberikan pemahaman, arti penting mengembangkan aspek spiritual
keagamaan dan aspek pengendalian emosional. Sehingga tercapai keselarasan
pemenuhan kebutuhan otak dan hati (kolbu).
Penanaman kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan kepada
siswa akan kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di dunia tapi juga
kelak di akhirat. Jika hal itu dilakukan, tidak menutup kemungkinan para siswa akan
terhindar dari kemungkinan melakukan perilaku menyimpang, yang justru akan
merugikan masa depannya serta memperburuk citra kepelajarannya.
Amatilah pesta tahunan pasca ujian nasional, yang kerap dipertontonkan
secara vulgar oleh sebagian para pelajar. Itulah salah satu contoh potret buram
kondisi sebagian komunitas pelajar kita saat ini. Untuk itu, komponen penting yang
terlibat dalam pembinaan keimanan dan ketakwaan (imtak) serta akhlak siswa di
sekolah adalah guru. Kendati faktor lain ikut mempengaruhi, tapi dalam pembinaan
siswa harus diakui guru faktor paling dominan. Ia ujung tombak dan garda terdepan,
yang memberi pengaruh kuat pada pembentukan karakter siswa. Kepada guru
harapan tercapainya tujuan pendidikan nasional disandarkan. Ini sebagaimana
termaktub dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Intinya, para pelajar kita disiapkan agar menjadi manusia
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri. Sekaligus jadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan sebenarnya mengisyaratkan, proses dan hasil harus
mempertimbangkan keseimbangan dan keserasian aspek pengembangan intelektual
dan aspek spiritual (rohani), tanpa memisahkan keduanya secara dikhotomis. Namun
praktiknya, aspek spiritual seringkali hanya bertumpu pada peran guru agama. Ini
dirasakan cukup berat, sehingga pengembangan kedua aspek itu tidak berproses
secara simultan. Upaya melibatkan semua guru mata ajar agar menyisipkan unsur
keimanan dan ketakwaan (imtak) pada setiap pokok bahasan yang diajarkan,
sesungguhnya telah digagas oleh pihak Departeman Pendidikan Nasional maupun
Departemen Agama. Survei membuktikan, mengintegrasikan unsur ‘imtaq’ pada
mata ajar selain pendidikan agama adalah sesuatu yang mungkin. Namun dalam
praktiknya, target kurikulum yang menjadi beban setiap guru yang harus tuntas serta
pemahaman yang berbeda dalam menyikapi muatan-muatan imtaq yang harus
disampaikan, menyebabkan keinginan menyisipkan unsur imtak menjadi terabaikan.
Memang tak ada sanksi apapun jika seorang guru selain guru agama tidak
menyisipkan unsur imtaq pada pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Jujur saja
guru umumnya takut salah jika berbicara masalah agama, mereka mencari aman
hanya mengajarkan apa yang menjadi tanggung jawabnya.Sesungguhnya ia bukan
sekadar tanggung jawab guru agama, tapi tanggung jawab semuanya.
Dalam kacamata Islam, kewajiban menyampaikan kebenaran agama
kewajiban setiap muslim yang mengaku beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha
Kuasa.

7
8. Seni Menurut Islam
9. Definisi Seni Menurut Islam
Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya,
walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata
“SANI” yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Namun
menurut kajian ilimu di Eropa mengatakan “ART” (artivisial) yang artinya kurang
lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.
Pandangan Islam tentang seni. Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan
keindahan menjadi salah satu sifat yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya
ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak manusia memandang seluruh
jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah berfirman: “Maka
apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?” [QS
50: 6].
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Inilah prinsip yang didoktrinkan
Nabi saw., kepada para sahabatnya. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda :
“Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat
atom.”Ada orang berkata,” Sesungguhnya seseorang senang berpakaian bagus dan
bersandal bagus.” Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai
keindahan. Sedangkan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan
orang lain.”(HR. Muslim). Bahkan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahasanya
yang sangat indah, sehingga para sastrawan arab dan bangsa arab pada umumnya
merasa kalah berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya,
spesifikasi irama, serta alur bahasanya, hingga sebagian mereka menyebutnya
sebagai sihir. Dalam membacanya, kita dituntut untuk menggabungkan keindahan
suara dan akurasi bacaannya dengan irama tilawahnya sekaligus. Rasulullah
bersabda :“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I,
Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Darimi)
Maka manusia menyukai kesenian sebagai representasi dari fitrahnya
mencintai keindahan. Dan tak bisa dipisahkan lagi antara kesenian dengan kehidupan
manusia.Namun bagaimana dengan fenomena sekarang yang ternyata dalam
kehidupan sehari-hari nyanyian-nyanyian cinta ataupun gambar-gambar seronok
yang diklaim sebagai seni oleh sebagian orang semakin marak menjadi konsumsi
orang-orang bahkan anak-anak.Sebaiknya di kembalikan kepada Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Bahwa dalam Al-Qur’an disebutkan :
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-olokan. Mereka itu memperoleh azab yang
menghinakan.” (Luqman:6)
Jikalau kata-kata dalam nyanyian itu merupakan perkataan-perkataan yang tidak
berguna bahkan menyesatkan manusia dari jalan Allah, maka HARAM nyanyian
tersebut. Nyanyian-nyanyian yang membuat manusia terlena, mengkhayalkan hal-hal
yang tidak patut maka kesenian tersebut haram hukumnya.

8
10. Perkembangan seni pada masa bani umayyah
Perkembangan seni Pada masa Daulah Bani Umayyah , terutama seni bahasa, seni
suara, seni rupa, dan seni bangunan (Arsitektur).
1. Seni Bahasa
Kemajuan seni bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan bahasa.
Sedangkan kemajuan bahasa mengikuti kemajuan bangsa. Pada masa Daulah Bani
Umayyah kaum muslimin sudah mencapai kemajuan dalam berbagai bidang, yaitu
bidang politik, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Dengan sendirinya kosakata
bahasa menjadi bertambah dengan kata-kata dan istilah –istilah baru yang tidak
terdapat pada zaman sebelumnya.
Kota Basrah dan Kufah pada zaman itu merupakan pusat perkembangan ilmu
dan sastra (adab). Di kedua kota itu orang-orang Arab muslim bertukar pikiran dalam
diskusi-diskusi ilmiah dengan orang-orang dari bangsa yang telah mengalami
kemajuan terlebih dahulu. Di kota itu pula banyak kaum muslimin yang aktif
menyusun dan menuangkan karya mereka dalam berbagai bidang ilmu. Maka dengan
demikian berkembanglah ilmu tata bahasa (Ilmu Nahwu dan sharaf) dan Ilmu
Balaghah, serta banyak pula lahir-lahir penyair-penyair terkenal.
2. Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang pada zaman Daulah Bani Umayyah hanyalah seni
ukir, seni pahat, sama halnya dengan zaman permulaan, seni ukir yang berkembang
pesat pada zaman itu ialah penggunaan khat arab (kaligrafi) sebagai motif
ukiran.Yang terkenal dan maju ialah seni ukir di dinding tembok. Banyak Al-Qur’an,
Hadits Nabi dan rangkuman syair yang di pahat dan diukir pada tembok dinding
bangunan masjid, istana dan gedung-gedung.
3. Seni Suara
Perkembangan seni suara pada zaman pemerintahan Daulat Bani Umayyah
yang terpenting ialah Qira’atul Qur’an, Qasidah, Musik dan lagu-lagu lainnya yang
bertema cinta kasih.
4. Seni Bangunan (Arsitektur)
Seni bangunan atau Arsitektur pada masa pemerintahan Daulah Bani
Umayyah pada umumnya masih berpusat pada seni bangunan sipil, seperti bangunan
kota Damaskus, kota Kairuwan, kota Al- Zahra. Adapun seni bangunan agama antara
lain bangunan Masjid Damaskus dan Masjid Kairuwan, begitu juga seni bangunan
yang terdapat pada benteng- benteng pertahanan masa itu.
Adapun kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, berkembangnya
dilakukan dengan jalan memberikan dorongan atau motivasi dari para khalifah. Para
khalifah selaku memberikan hadiah-hadiah cukup besar bagi para ulama, ilmuwan
serta para seniman yang berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan
dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan di sediakan anggaran oleh negara, itulah
sebabnya ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya.
Pusat penyebaran ilmu pengetahuan pada masa itu terdapat di masjid-masjid.
Di masjid-masjid itulah terdapat kelompok belajar dengan masing-masing gurunya
yang mengajar ilmu pengetahuan agama dan umum ilmu pengetahuan agama yang
berkembang pada saat itu antara lain ialah, ilmu Qira’at, Tafsir, Hadits Fiqih, Nahwu,

9
Balaqhah dan lain-lain. Ilmu tafsir pada masa itu belum mengalami perkembangan
pesat sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Tafsir berkembang dari lisan ke lisan sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang
pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi yang sekaligus
juga paman Nabi yang terkenal.
11. Alat Musik Islam
Musik Islam selanjutnya berkembang sejalan dengan perkembangan musik di
Eropa. Penggunaan alat musik seperti oud sangat membantu dalam memahai
pelajaran musik islam. Oud adalah alat musik berbentuk seperti buah piryang di
potong setengah dan di lengkapi senar atau sring sebanyak 12 buah.Oud di Italia
berubah nama menjadi il luto.Berbeda dengan Jerman, il luto dikenaldengan nama
laute.Terjadi perubahan bahasa penyebutan pada alat musik yang benar-benar sama
ini.Prancis menyebutnya le luth.Sementara itu, Inggris menamainya lute.
Selain oud,ada alat musik lain yang sering dipakai dalam seni musik Islam.Sebelum
menjadi biola,alat musik berdawai dengan tabung resonansi yang lebih kecil dari
gitar ini dikenal dengan nama rebab. Alat musik rebab menyebar dari Spanyolke
Eropa dengan nama rebec. Bila rebab tersedia, rebana sudah pasti ada.Instrumen
musik Arab yang satu ini terbuat dari kayu dan perkamen. Penggunaan alat musik
rebana telah di lirik dunia barat, kemudian membawa rebana ke negaranya. Acara
kenegaraan di istana dan gedung pertemuan sering menghadirkan rebana sebagai
hiburan. Sampai sekarang rebana masih digunakan dalam bermusik di beberapa
negara seluruh dunia.
12. Hal yang perlu di perhatikan dalam Menyanyi
Maka menurut DR. Yusuf Qardhawi, hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal
nyanyian antara lain :
1. Tidak semua nyanyian hukumnya mubah, karena isinya harus sesuai dengan etika
islami dan ajaran-ajarannya.
2. Penampilan dan gaya menyanyikannya juga perlu dilihat
3. Nyanyian tersebut tidak disertai dengan sesuatu yang haram, seperti minum khamar,
menampakkan aurat, atau pergaulan bebas laki-laki dan perempuan tanpa batas.
4. Nyanyian –sebagaimana semua hal yang hukumnya mubah (boleh)- harus dibatasi
dengan sikap tidak berlebih-lebihan.
13. Pendapat Tentang Seni Menurut Para Ulama
1. Imām Asy-Syaukānī, dalam kitabnya NAIL-UL-AUTHĀR menyatakan sebagai
berikut:
a.Para ‘ulamā’ berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik.
Menurut mazhab Jumhur adalah harām, sedangkan mazhab Ahl-ul-Madīnah, Azh-
Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah memperbolehkannya.
b.Abū Mansyūr Al-Baghdādī (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī) menyatakan:
"‘ABDULLĀH BIN JA‘FAR berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu tidak
menjadi masalah.
Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan (budak)
wanita (jawārī) dengan alat musik seperti rebab. Ini terjadi pada masa Amīr-ul-
Mu’minīn ‘Alī bin Abī Thālib r.a.

10
c. Ar-Ruyānī meriwayatkan dari Al-Qaffāl bahwa mazhab Maliki membolehkan
menyanyi dengan ma‘āzif (alat-alat musik yang berdawai).
2 . ‘ABD-UR-RAHMĀN AL-JAZARĪ di dalam kitabnya AL-FIQH ‘ALĀ AL-
MADZĀHIB-IL ARBA‘A , menyatakan:
a. ‘Ulamā’-‘ulamā’ Syāfi‘iyah seperti yang diterangkan oleh Al-Ghazali di dalam
kitab IHYA ULUMIDDIN. Beliau berkata: "Nash nash syara' telah menunjukkan
bahwa menyanyi, menari, memukul rebana sambil bermain dengan perisai dan
senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah (boleh) sebab hari seperti itu
adalah hari untuk bergembira. Oleh karena itu hari bergembira dikiaskan untuk hari-
hari lain, seperti khitanan dan semua hari kegembiraan yang memang dibolehkan
syara'.
b. Al-Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa sepanjang
pengetahuannya tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci
mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya
mengandung hal-hal yang tidak baik. Maksud ucapan tersebut adalah bahwa macam-
macam nyanyian tersebut tidak lain nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang
telah dilarang oleh syara'.
c. Para ulama Hanfiyah mengatakan bahwa nyanyian yang diharamkan itu adalah
nyanyian yang mengandung kata-kata yang tidak baik (tidak sopan), seperti
menyebutkan sifat-sifat jejaka (lelaki bujang dan perempuan dara), atau sifat-sifat
wanita yang masih hidup("menjurus" point, lead in certain direction, etc.). Adapun
nyanyian yang memuji keindahan bunga, air terjun, gunung, dan pemandangan alam
lainya maka tidak ada larangan sama sekali. Memang ada orang orang yang
menukilkan pendapat dari Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa ia benci
terhadap nyanyian dan tidak suka mendengarkannya. Baginya orang-orang yang
mendengarkan nyanyian dianggapnya telah melakukan perbuatan dosa. Di sini harus
dipahami bahwa nyanyian yang dimaksud Imam Hanafi adalah nyanyian yang
bercampur dengan hal-hal yang dilarang syara'.
d. Para ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat permainan yang digunakan
untuk memeriahkan pesta pernikahan hukumnya boleh. Alat musik khusus untuk
momen seperti itu misalnya gendang, rebana yang tidak memakai genta, seruling dan
terompet.
e. Para ulama Hanbaliyah mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan alat-alat
musik, seperti gambus, seruling, gendang, rebana, dan yang serupa dengannya.
Adapun tentang nyanyian atau lagu, maka hukumnya boleh. Bahkan sunat
melakukannya ketika membacakan ayat-ayat Al-Quran asal tidak sampai mengubah
aturan-aturan bacaannya

11
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Perkembangan iptek dan seni, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran
untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek dan seni. Dari uraian
di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek
dan seni setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai
paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam
sebagai standar penggunaan iptek dan seni. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar
manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam
mengaplikasikan iptek dan seni.
Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada untuk
perkembangan iptek dan seni, tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak yang
ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap berpegang teguh
pada syari’at Islam.
Saran
Untuk mengembangkan IPTEKS harus kita dasar dengan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah swt agar dapat memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan
serta lingkungan sekitar kita

12
Daftar Pustaka

Achmad Suyuti Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia


http://www.dakwahkeadilan.blogspot.com
http://www.kispa.org
http://www.eramuslim.com
http://www.pk-sejahtera.org
http://www.akhwatumar.blogspot.com
Samantho,Y.Ahmad.IPTEKdari Sudut Pandang Islam
http://ahmadsamantho.wordpress.com
Taher, Tarmizi.Ummatan Wasathan.www.republika.

13

Anda mungkin juga menyukai