CKR
CKR
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan
tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang
keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan
dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
2.2 Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.
2.3 Klasifikasi CEDERA KEPALA
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti
fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia
antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi
contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain
untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.
- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.
2.4 Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi
status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada
mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS : Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respons 1
2.5 Anatomi Kepala
1. Kulit kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh-
pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah
yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,
laserasi, atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur
calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan
kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak
rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar
(tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia
meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.
- Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat
pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna.
Fungsi durameter :
1. Melindungi otak.
2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa
jaringan vaskuler ).
3. Membentuk periosteum tabula interna.
- Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara
durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial.
Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks
serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
- Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur
penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan
mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada
kedalam system vena.
4. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada
trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan
keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak
merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian
tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan
normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang
kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi
batang otak) yang berakibat kematian.
2.6 Jenis-Jenis Cedera Kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan
otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh
pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur
tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil.Masalah ini bisa menjadi cukup serius
karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan
suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat
pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa
menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran
pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang
konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
amnesia atau disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan
adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post
truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda
diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi
karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan
oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau
kronik.
- hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio
atau lasersi.
- Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada
pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
- Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering
kali bersifat kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan
deseterasi yang tiba-tiba.
2.7 Manifestasi Klinis.
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral
keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10.Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
2.8 Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
PAhtway
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan
Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2
yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi
3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang
servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan
bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah
edema cerebri
- Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah
- Lakukan CT scan
8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-
6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub
dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
Pengkajian
1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
: merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
: - Perubahan kesadaran, letargi
` - hemiparese
- ataksia cara berjalan tidak tegap
- masalah dlm keseimbangan
- cedera/trauma ortopedi
- kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
: - Perubahan tekanan darah atau normal
- Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmia
c. Integritas ego
: Perubahan tingkah laku atau kepribadian
: Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi
d. Eliminasi
: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
: Muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
: - Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran
- Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang,
gangguan pengecapan dan penciuman
: - Perubahan kesadran bisa sampai koma
- Perubahan status mental
- Perubahan pupil
- Kehilangan penginderaan
- Wajah tdk simetris
- Genggaman lemah tidak seimbang
- Kehilangan sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan
; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
biasanya lama
: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan
nyeri nyeri yg hebat,merintih
h. Pernafasan
: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronkhi,mengi
i. Keamanan
: Trauma baru/trauma karena kecelakaan
: - Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari
telin ga atau hidung
- Gangguan kognitif
- Gangguan rentang gerak
- Demam
2. Prioritas Keperawatan
a) Memaksimalkan perfusi serebral
b) Mencegah dan meminimalkan komplikasi
c) Mengoptimalkan fungsi otak
d) Menyokong proses koping
e) Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit
2.9 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
- Kaji Airway, Breathing, Circulasi
- Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala ekstensi dan hati-hati
dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir
- Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas
- Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30
derajat.
- oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
- Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan
vena jugularis.
- Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial:
- Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi
(harus bersamaan)
- Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver
- Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang
emosional.
- Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
- Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan
edema serebral.
- Monitor intake dan out put.
- Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
- Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
- Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau
tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh klien bersih, tidak ada
iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian,
BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
- Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
- Perawatan kateter bila terpasang.
- Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
- Libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan,
seperti bagaimana cara memandikan klien.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
- Kaji intake dan out put.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung
dan out put urine.
- Berikan cairan intra vena sesuai program.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
- Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
- Kurangi rangsangan.
- Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
- Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
- Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
- Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
- Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam.
- Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
- Berikan analgetik sesuai program.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 2 Juli 2012
Tanggal Masuk : 1 Juli 2012
Ruang : Melati
Nomor Register : 10775609
Diagnosa Medis : Cedera Kepala Ringan (CKR)
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki - laki
Usia : 25 tahun
Status Perkawinan : belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : STM
Bahasa : bahasa indonesia
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gunung putri Bogor
Sumber biaya : Pribadi
Sumber informasi : Klien dan keluarga
2. Resume
Tn. A laki-laki tahun dibawa ke ruang IGD pada tanggal 1Juli 2012 jam 09.50 dengan dengan
keadaan umum lemah, kesadaran composmentis. Pingsan (-), muntah (-) luka robek didagu
(+), Perut tebentur stang motor(+), Hasil observasi TTV klien menunjukan
TD: 110/80 mmHg, N: 102 x/menit, suhu:360C dan hasil pemeriksaan lab tgl 1 Juli
2012 darah menunjukan Hb:14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit:16800/ul, trombosit: 280.000 L/ul
dengan. masalah keperawatan yang ditemukan adalah: Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya trauma jaringan. Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah: beri kompres
hangat, observasi vital sign. Tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah pemasangan IVFD
RL 30tpm, oksigen 3liter, ranitidin 1amp, ketorolac, pasang NGT dan DC. Evaluasi : tidak
terjadi infeksi yang berkelanjutan.
3. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
1) Keluhan utama : pusing
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
1) Riwayat penyakit sebelumnya : tidak ada
2) Riwayat alergi : tidak ada
3) Riwayat pemakaina obat : tidak ada
c. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor resiko:
Tidak ada
d. Riwayat psikososial dan spiritual
1) Orang terdekat dengan klien : kakak klien
2) Masalah yang mempengaruhi klien : tidak dapat bekerja
3) Mekanisme koping terhadap stress : tidur
4) Persepsi klien terhadap pemyakitnya : ingin cepat sembuh agar dapat bekerja kembali
5) System nilai kepercayaan : berdoa, sholat dan mengaji
6) Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini :
Kondisi lingkungan baik
7) Pola kebiasaan
Pola Kebiasaan
Hal Yang Dikaji Sebelum sakit /
Di Rumah Sakit
selelum di RS
1. Pola nutrisi
a. Frekuensi makan 3 puasa
b. Nafsu makan Baik Tidak baik
Alasan Mual+muntah
c. Porsi makan yang dihabiskan 1 Puasa
d. Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
e. Makanan yang membuat alergi Tidak ada Tidak ada
f. Makanan pantangan Tidak ada
g. Makanan diet puasa
h. Pengunaan obat sebelum makan Tidak ada Tidak ada
i. Penggunaan alat bantu Tidak ada Ya
2. Pola eliminasi
a. B.A.K
1) Frekuensi 5-6 400cc
2) Warna Kuning jernih Kuning keruh
3) Keluhan Tidak ada Tidak ada
4) Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada
b. B.A.B
1) Frekuensi 1 Belum bab
2) Waktu Tidak tentu -
3) Warna kuning -
4) Konsistensi Lunak -
5) Keluhan Tidak ada Tidak ada
6) Penggunaan laxative Tidak ada Tidak
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
1) Berat badan : 50 kg (sebelum sakit:) 50 kg
2) Tinggi badan : 167 cm
3) Keadaan umum : ringan
4) Pembesaran kelenjar getah bening : tidak
b. System penglihatan
1) Posisi mata : simetris
2) Kelopak mata : normal
3) Pergerakan bola mata : normal
4) Konjungtiva : merah muda
5) Kornea : normal
6) Sclera : anikterik
7) Pupil : isokor
8) Otot-otot mata :tidak ada kelainan
9) Fungsi penglihatan : baik
10) Tanda-tanda radang ; tidak ada
11) Pemakaian kaca mata : tidak
12) Pemakaian lensa kontak : tidak
13) Reaksi terhadap cahaya : normal
c. System pendengaran
1) Daun telinga ; normal
2) Karakteristik serumen : tidak ada
3) Kondisi telinga tengah : normal
4) Cairan pada telinga : tidak ada
5) Perasaan penuh di telinga : tidak
6) Titinus : tidak ada
7) Fungsi pendengaran : normal
8) Gangguan keseimbangan : tidak ada
9) Pemakaian alat bantu : tidak ada
e. System pernafasan
1) Jalan nafas : bersih
2) Pernafasan ; sesak
3) Penggunaan otot bantu : tidak
4) Frekuensi ; 34x/menit
5) Irama : teratur
6) Jenis pernafasan : kusmaul
7) Kedalaman : dangkal
8) Batuk ; tidak
9) Sputum : tidak
10) Konsistensi : tidak
11) Terdapat darah : tidak
12) Palpasi dada : tidak ada nyeri
13) Perkusi dada : redup
14) Suara nafas : vesikuler
15) Penggunaan alat bantu nafas : ada
f. System kardiovaskular
1) Sirkulasi perifer
a. Nadi : 102 x/ menit
b. Tekanan darah : 110/70 mmHg
c. Distensi vena jugularis : tidak
d. Temperature kulit : hangat
e. Warna kulit : kemerahan
f. Pengisian kapiler : < 3 detik
g. Edema : tidak ada
2) Sirkulasi jantung
a) Kecepatan denyut apical: 102 x/menit
b) Irama : teratur
c) Kelaianan bunyi jantung: tidak ada
d) Sakit dada : tidak
g. System hematologi
1) Pucat : tidak
2) Perdarahan : tidak
j. System endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
Nafas bau keton : tidak
k. System urogenital
Balance cairan : + 1810 ml intake: 4900 output: 3090
Perubahan pola kemih : tidak ada
Warna bak : merah pink
Distensi kandung kemih : tidak
Keluhan sakit pinggang : tidak ada
l. System integlumen
Turgor kulit : tidak elastis
Temperature kulit : hangat
Warna kulit : kemerahan
Keadaan kulit : baik
Kelainan kulit : tidak ada
Kondisi kulit daerah pemasangan infuse : baik tidak ada plebitis
Keadaan rambut : tekstur baik, terdapat ketombe
m. System musculoskeletal
Kesulitan dalam pergerakan : tidak ada
Sakit pada tulang, sendi, kulit : tidak
Fraktur : tidak ada
Kelainan bentuk tulang sendi : tidak
Kelainan bentuk tulang belakang: tidak
Keadaan tonus otot : baik
6. Penatalaksanaan
Terapi O2 3liter
Terpasang DC dan NGT
Infus RL 30tpm dan Glukosa 5% 30tpm
Ranitidin
Ketorolac 3x1
Kaltrofen
Proris supos
B. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS: Tidak efektinyaDepresi pada pusat
Klien mengatakan sesak pola napas napas otak
Klien mengatakan selang NGT membuat
sesak
Klien mengatakan merasa sesak setelah
terpasang selang NGT
DO:
Klien terlihat menggunakan otot bantu
napas
Irama napas teratur
Cepat dan dangkal
Ttv : td: 10070mmhg
Sh: 38,7°c
RR: 42x/mnt
Nd: 84x/mnt
Klien terlihat tepasang oksigen 3liter
DS:
2 Resiko Infeksi Trauma jaringan
DO:
Td:110/70 mmhg
Nd:84 x/menit
Sh:37 c
RR: 42x/menit
Cairan NGT berwarna hijau
Muntah klien berwarna hijau
Data Leb:tgl 01-07-2012
Leukosit=16800
Data Leb:tgl 02-07-2012
Leukosit=18100
Urin:tgl 02-07-2012
No Data Masalah Etiologi
Kejernihan agak keruh
PH=6,0
Bakteri=positif
DS:
Klien mengatakan lemas
Klien mengatakan sesak
Klien mengatakan pusing
3 Gangguan perfusiPerubahan
jaringan metabolik
DO
GCS 13
TTV td: 100/70mmhg
Sh: 38,7°C
Nd: 84x/mnt
RR: 42x/mnt
Terpasang O2 3liter
Klien membuka mata bila diberi
rangsangan
Motorik klien dapat melawan tahanan
Verbal berbicara membingungkan
Kesadaran: somnolen
D. Perencanaan Keperawatan
Tgl No Diagnose keperawatan Tujuan dan criteria hasil Rencana tindakan Rasional
02 1 Tidak efektif Pola setelah dilakukan tindakan Pantau frekuensi, Perubahan dapat
-07- nafas berhubungan keperawatan2x24jam diharapkan irama, kedalaman menandakan awitan
2012 dengan depresi pada pola napas efektif/normal pernapasan. Catat komplikasi pulmonal/
ketidakteraturan menandakan lokasi/
Tgl No Diagnose keperawatan Tujuan dan criteria hasil Rencana tindakan Rasional
pusat napas otak KH: pernapasan luasnya keterlibatan
ditandai dengan: Mempertahankan pola napas Catat kompetensi otak
DS: normal/efektif refleksi
Klien Tidak ada sianosis gangguan/menela
mengatakansesak Tidak ada sesak napas n dan
Klien mengatakan kemampuan Kemampuan
selang NGT membuat pasien untuk memobilisasi atau
sesak melindungi jalan membersihkan sekresi.
Klien mengatakan napas Penting untuk
merasa sesak setelah Angkat kepala pemeliharaan jalan
terpasang selang NGT tempat tidur napas
sesuai aturan
DO:
Klien terlihat
menggunakan otot
bantu napas Anjurkan pasien
Irama napas teratur untuk melakukan
Cepat dan dangkal napas dalam yang Untuk memudahkan
Ttv : td: 10070mmhg efektif jika pasien ekspansi paru/
Sh: 38,7°c sadar ventilasi paru dan
RR: 42x/mnt Auskultasi suara menurunkan adanya
Nd: 84x/mnt napas. Perhatikan kemungkinan lidah
Klien terlihat daerah jatuh yang menyumbat
tepasang oksigen hipoventilasi dan jalan napas
3liter adanya suara-
suara tidak Mencegah/
normal menurunkan
Berikan oksigen atelektasis
Monitor dan
catat status
Gangguan perfusi Untuk
neurologis
jaringan berhubungan dengan metode mengidentifikasi
dengan gangguan GCS masalah paru seperti
metabolik Monitor tanda- atelektasis
Ditandai dengan: tanda vital taip
DS: 30menit
Klien mengatakan
lemas Pertahankan
setelah dilakukan tindakan posisi kepala
Klien mengatakan
keperawatan2x24 jam diharapkan yang sejajajr dan
sesak
Klien mengatakan mempertahankan tingkat tidak menekan
Memaksimalkan
pusing kesadaran biasa/ perbaikan dan
oksigen pada darah
DO: fungsi motorik/ sensorik Hindari batuk
arteri dan membantu
GCS 13 KH: yang berlebihan,
pencegahan hipoksia
TTV td: Mendemonstrasikan tanda-tanda muntah,
02- 2 menegdan,
Tgl No Diagnose keperawatan Tujuan dan criteria hasil Rencana tindakan Rasional
07- 100/70mmhg vital stabil dan ada tidaknya pertahankan
2012 Sh: 38,7°C peningkatan TIK pengukuran urin
Nd: 84x/mnt dan hindari
RR: 42x/mnt konstipasi yang
Terpasang O2 3liter berkepanjangan
Klien membuka mata Menentukan
bila diberi rangsangan Observasi kejang pemulihan tingkat
Motorik klien dapat dan lindungi keasadaran
melawan tahanan pasien dari cedera Mempertahankan
Verbal berbicara akibat kejang aliran darah keotak
membingungkan Perubahan kepala
Kesadaran: somnolen Perhatikan pada satu sisi dapat
adanya gelisah menimbulkan
yang meningkat, penekanan pada vea
peningkatan jugularis
keluhan dan
tingkah laku yang
tidak sesuai Dapat mencetuskan
respon otomatik
Batasi pemberian peningkatan
Resiko cairan sesuai intrakranial
infeksi berhubungan indikasi
dengan adanya trauma
Berikan oksigen
jaringan ditandai tambahan sesuai
dengan: indikasi
DS:
Berikan aseptik
DO: dan antisept Kejang dapat terjadi
Td:110/70 mmhg dari akibat iritasi otak,
Nd:84 x/menit pertahankan hipoksia dan kejang
Sh:37 c teknik cuci dapat meningkatkan
RR: 42x/menit tangan yang baik TIK
Cairan NGT Observasi daerah
berwarna hijau kulit yang
Muntah klien mengalami
2-
berwarna hijau kerusakan, catat Petunjuk non verbal
07- karakteristik dari mengindikasikan
Data Leb:tgl 01-07- Setelah dilakukan tindakan
2012 2012 adanya inflamasi adanya peningkatan
keperawatan selama 2x24jam Pantau suhu TIK/ adanya tanda-
Leukosit=16800
diharapkan nomotermia bebas tubuh secara tanda nyeri
Data Leb:tgl 02-07- tanda-tanda infeksi teratur
2012 KH: Observasi warna/
Leukosit=18100 Mencapai penyembuhan luka tepat kejernihan urin,
Urin:tgl 02-07-2012 waktu catat adanya bau
Kejernihan agak busuk( tidak
keruh enak) Menghindari edema
PH=6,0 Batasi serebal
Bakteri=positif pengunjung yang
Tgl No Diagnose keperawatan Tujuan dan criteria hasil Rencana tindakan Rasional
dapat menularkan
infeksi
Kolaborasi:
Berikan Menurunkan
antibiotik sesuai hipoksemia yang mana
indikasi dapat meningkatkan
dilatasi
Deteksi dini
perkembangan infeksi,
memungkinkan
melakukan tindakan
dengan segera dan
pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya
Dapat
mengindikasikan
perkembangan sepsis
Menurunkan
pemajanan terhadap
pembawa kuman
penyebab infeksi
Terapi profilaktik
dapat digunakan pada
pasie yang mengalami
trauma(perlukaan)
E. Pelaksanaan Keperawatan
Tgl/waktu No dk Tindakan keperawatan dan hasil
2/7/2012 Memberikan posisi semi fowler
H: sesak berkurang
Memberikan oksigen
H: Oksigen 3liter. Klien merasa tidak sesak
Memonitor tanda-tanda vital
H: td: 110/80mmhg sh: 37,5°c RR 30x/mnt Nd 88x/mnt
Mencatat status neurologis dengan GCS
H: E3 M6 V4 kesadaran somnolen
Memberikan proris supos
H: suhu 37°c
3/7/2012 Memantau suhu tubuh tiap 1jam
H: 38, 7°c
Mengobservasi warna/ kejernihan urin dan mencatat adanya bau
busuk(tidak enak)
H: warna urin kemerahan (pink). Tidak ada bau
Mencatat ketidak teraturan pernapasan
H: napas cepat dan dangkal. Menggunakan otot bantu napas
Memantau adanya gelisah yang meningkat
H: klien cenderung tidur
F. Evaluasi
No Dx Hari/tgl/jam Evaluasi Hasil
1. 17 Feb 2012 S: - klien mengatakan sesak berkurang
09.30 wib O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7°c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi di lanjutkan 1-6
3 17 feb 2012 S:
09.30 O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7°c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt
Urin berwarna kecoklatan
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi –
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cedera kepala
hebat juga bisa menyebabkan kerusakan yang serius pada otak.
Penyebabnya adalah karena adannya benturan yang terjadi di otak yang disebebkan
oleh erbagai hal, diantarannya adalah kecelakaan, yang merupakan penyebeb terbesar
adannya trauma kepala.
Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi, deselerasi dan rotatorik
akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai tempat sehingga timbul gejala deficit
neurologist berupa babinski yang positif dan GCS kurang dari 15 (Sindrom Otak Organik).
Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan, penekanan dan pengembangan gaya
kompresi yang destruktif sehingga otak akan membentang batang otak dengan sangat kuat
dan terjadi blokade reversible terhadap lintasan assendens retikularis difus serta berakibat
otak tidak mendapatkan input afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama blockade
tersebut berlangsung. Dari trauma kepala tersebut juga bisa berdampak pada sistem tubuh
yang lainnya.
Trauma kepala mempunyai beberapa macm klasifikasi berdasarkan letak, penyebab
danlainnya, komplikasi pada trauma kepala pu mempinyai pengaruh yangbesar terhadap kerja
otak.
Otak adalah bagian terpenting dari tubuh kita, olej karena itu kita harus
melindunginnya dari segala macam hal yang data menyebabkan salah satu fungsinnya
terganggu, sebagai contohny adalah massalah trauma kepala yang seharusnya dapat kita
kendalikan yaitu dengan lebih berhati-hati terhadap keadaan tubuh kita.
4.2 Saran
Semoga deengan pembuatan makalah ini, teman-teman semuannya dapat lebih
memahami tentang masalah Trauma kepala dan khususnya adalah agar sebabgai mahasiswa
keperawatan kita harus dapat membuat sebuah ASKEP yang baik untuk dijalankan kepada
pasien-pasien kita nantinnya.
Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk).
Jakarta : EGC.
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI,
Jakarta
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita
Cedera Kepala. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.
http: www.Dr. Mashur Afandi.com