Anda di halaman 1dari 12

PEMBUKTIAN

1. Pengertian Pembuktian
Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan pembuktian adalah suatu daya upaya para
pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang
dikemukakannya di dalam suatu yang sedang dipersengketakan di muka pengadilan
atau yang diperiksa oleh hakim.
Pembuktian adalah upaya para pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim akan
kebenaran peristiwa atau kejadian yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa
dengan alat-alat bukti yang ditetapkan oleh undang-undang.(Abdul Manan, 2006)
Pembuktian bertujuan untuk mendapatkan kebenaran suatu peristiwa atau hak yang
diajukan kepada hakim.

2. Urgensi Pembuktian dalam Perkara Perdata


a. Apa yang harus dibuktikan
Yang harus dibuktikan adalah peristiwa atau kejadian yang harus dikemukakan oleh
para pihak-pihak dalam hal sesuatu yang belum jelas atau yang menjadi sengketa.
Jadi yang harus dibuktikan adalah peristiwa dan kejadiannya yang telah dikonstatir
dan dikualifisir.
Peristiwa-peristiwa yang harus dibuktikan di muka sidang pengadilan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(1). Peristiwa atau kejadian tersebut harus merupakan peristiwa atau kejadian yang
disengketakan.

(2). Peristiwa atau kejadian tersebut harus dapat diukur, terikat dengan ruang dan
waktu.
(3). Peristiwa atau kejadian tersebut harus berkaitan dengan hak yang disengketakan,
karena pembuktian itu tidak mengenai hak yang disengketakan itu sendiri. Tetapi
yang harus dibuktikan adalah peristiwa atau kejadian yang menjadi sumber hak
yang disengketakan.
(4). Peristiwa atau kejadian itu efektif untuk dibuktikan, maksudnya peristiwa atau
kejadian tersebut merupakan satu mata rangkaian peristiwa.
(5). Peristiwa atau kejadian tersebut tidak dilarang oleh hukum dan kesusilaan.

b. Siapa yang dibebani beban pembuktian


Dalam Pasal 163 HIR disebutkan bahwa barangsiapa yang mengaku mempunyai hak,
atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk
membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau
adanya kejadian itu.
Sedangkan dalam Pasal 1865 KUHPerdata menyatakan bahwa barangsiapa yang
mengaku mempunyai hak, maka ia harus mambuktikan adanya hak itu atau peristiwa
yang didalilkan itu.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
harus membuktikan atau dibebani pembuktian adalah para pihak yang
berkepentingan di dalam suatu perkara, terutama Penggugat yang mengajukan
dalil-dalil gugatannya, sedangkan Tergugat berkewajiban untuk membuktikan
bantahannya.
Jikalau Penggugat tidak mampu membuktikan peristiwa yang diajukannya, maka ia
harus dikalahkan, sedangkan kalau Tergugat tidak dapat membuktikan kebenaran
bantahannya, maka ia harus pula dikalahkan, atau tidak dimenangkan.

Dengan demikian, para pihaklah yang wajib membuktikan segala kejadian, peristiwa,
atau fakta yang disengketakan itu dengan mengajukan alat bukti yang sah menurut Undang-
undang.

3. Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan

a. Peristiwa yang dianggap tidak perlu diketahui oleh hakim atau dianggap tidak mungkin
diketahui oleh hakim, misalnya :

-Dalam putusan verstek

Dalam hal dijatuhkan putusan verstek, maka segala peristiwa yang didalilkan oleh Penggugat,
harus dianggap benar.Hakim cukup meneliti apakah panggilan telah dilaksanakan secara patut
ataukah tidak. Jika panggilan telah dipanggil secara resmi dan patut, maka dapat dijatuhkan
putusan verstek.

Khusus dalam perkara perceraian, sebaiknya tetap dilakukan pembuktian tentang kebenaran
dalil gugat, dan perlu dipanggil keluarga para pihak atau teman dekat para pihak untuk
didengar keterangannya dalam rangka memaksimalkan upaya perdamaian.

-Dalam hal Tergugat mengakui gugatan Penggugat

_Telah dilaksanakan sumpah decissoir (sumpah pemutus)

-Dalam hal Tergugat reperte

b. Hakim secara ex officio, dianggap telah mengetahui atau mengenal peristiwanya sehingga
kejadian tersebut tidak perlu dibuktikan kembali, misalnya :

-Notoir feiten
Fakta yang telah diketahui oleh umum, misalnya :

Api itu panas, es itu dingin. Orang yang ketagihan minuman keras, biasanya kurang
memperdulikan keluarga.

-Pengetahuan hakim sendiri

Pengetahuan hakim bisa bersandar pada hipotesis ilmu pengetahuan atau kelaziman yang
berlaku didaerah setempat.

-Pernyataan yang bersifat negatif

MA RI dalam putusan No. 547 K/Sip/1971 tanggal 15 Maret 1972 memutuskan bahwa
pembuktian yang diletakkan kepada pihak yang harus membuktikan sesuatu yang negatif adalah
lebih berat beban pembuktian pihak yang harus membuktikan sesuatu yang positif, yang
tersebut terakhir ini termasuk pihak yang lebih mampu untuk membuktikannya.

4. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya.

Alat bukti yang diakui oleh peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 164 HIR, yaitu :

a. Alat bukti surat (tulisan)

b. Alat bukti saksi

c. Persangkaan (dugaan)

d. Pengakuan

e. Sumpah

a. Alat bukti surat (tulisan)

1) Akta autentik

Menurut Pasal 165 HIR disebutkan bahwa akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu.

Akta autentik haruslah memenuhi unsur-unsur :

(1). Dibuat oleh atau dihadapan pejabat resmi /berwenang.

(2). Sengaja dibuat untuk surat bukti


(3). Bersifat partai

(4). Atas permintaan partai

(5). Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat

Yang termasuk akta autentik adalah

(1). Akta cerai

(2). Akta nikah

(3). Akta jual beli tanah

4. Akta Ikrar Wakaf

5. Akta Hibah

6.Sertifikat hak atas tanah

7. Putusan dan Penetapan Pengadilan Agama dan sebagainya

2) Akta di bawah tangan

Akta di bawah tangan dibuat oleh pihak yang berkepentingan.

Menurut Pasal 1878 KUHPerdata akta di bawah tangan memiliki kekhususan yaitu :

Akta itu harus seluruhnya ditulis dengan tanda tangan si penandatangan sendiri, atau setidak-
tidaknya selain tandatangan, yang harus ditulis dengan tangan si penandatangan adalah suatu
penyebutan yang memuat jumlah atau besarnya barang atau uang yang terutang.

Syarat formal akta di bawah tangan :

a) Bersifat partai

b) Pembuatannya tidak di hadapan pejabat

c) Harus bermeterai

d)Ditandatangani oleh kedua belah pihak

Syarat materiil akta di bawah tangan

a) Isi akta berkaitan langsung dengan apa yang diperkarakan


b)Isi akta tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama dan ketertiban umum

c) Sengaja dibuat untuk alat bukti.

Apabila ada pihak yang menyangkal keaslian tandatangan dalam akta tersebut, maka pihak
tersebut dapat meminta kepada Pengadilan Agama untuk memeriksa keabsahan tandatangan
yang ada kepada Laboratorium Kriminologi dan Mabes Polri di Jakarta atau DAKTILOSKOPI.

3). Surat secara sepihak

Bentuk surat ini berupa surat pengakuan yang berisi pernyataan akan kewajiban sepihak dari
yang membuat surat bahwa dia akan membayar sejumlah uang atau akan menyerahkan sesuatu
atau akan melakukan sesuatu kepada seseorang tertentu.

Syarat formal akta sepihak

a) Ditulis sendiri seluruhnya oleh yang membuat atau yang menandatanganinya

b)Penandatangan menulis sendiri dengan huruf (bukan dengan angka) tentang jumlah yang
akan diberikan atau diserahkan atau dilakukannya

c) diberi tanggal dan ditandatangani oleh pembuat

Syarat materiil akta sepihak

a) Isi akta sepihak berkaitan langsung dengan pokok perkara yang disengketakan

b) Isi akta sepihak tidak bertentangan dengan hukum, susila, agama dan ketertiban umum

c) Sengaja dibuat untuk alat bukti

4) Surat lain bukan akta

Misalnya : surat biasa/koresponden, catatan harian dan sebagainya.

Surat-surat ini tidak sengaja dibuat sebagai alat bukti.

Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim, jika isinya mengandung fakta
maka dapat dipergunakan sebagi bukti permulaan atau sebagai surat keterangan yang
memerlukan dukungan alat bukti lain.
Saksi

Berdasarkan Pasal 76 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dalam
perkara perceraian yang didasarkan atas cekcok yang terus menerus (syiqaq) maka
diperkenankan menggunakan saksi dari keluarga. Hal ini merupakan lex specialis dari
ketentuan umum mengenai saksi.

Saksi non muslim juga dimungkinkan diterima di Pengadilan Agama sepanjang persaksiannya
menyangkut peristiwa atau kejadian untuk memperjelas duduk perkaranya.

c. Bukti Persangkaan (dugaan)

Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-undang atau oleh hakim ditarik
dari peristiwa yang terkenal kearah peristiwa yang tidak terkenal.

Berdasarkan Pasal 1915 KUHPerdata, ada dua macam persangkaan yaitu

1. Persangkaan berdasarkan Undang-undang

Persangkaan yang oleh Undang-undang dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu,


atau peristiwa tertentu.

Contoh :

a. Pembayaran sewa rumah, sewa tanah, angsuran Bank yang harus dibayar tiap bulannya, maka
dengan adanya tiga bukti pembayaran (kwitansi) selama 3 bulan berturut-turut maka timbul
suatu persangkaan bahwa bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar lunas

b. tiap tembok yang dipakai sebagai batas antara dua pekarangan dianggap sebagai milik
bersama, kecuali ada alasan hak yang menunjukkan sebaliknya.

c. setiap anak yang dilahirkan dari sepanjang perkawinan yang sah suami dianggap ayah dari
anak-anaknya.

d. Menurut pasal 5 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam hal seorang suami
bermaksud kawin lebih dari satu orang atau poligami, maka ia tidak perlu minta izin isterinya,
apabila isterinya telah pergi dan tidak ada kabar beritanya selama dua tahun.

2. Persangkaan berdasar kesimpulan yang ditarik oleh hakim

Persangkaan hakim adalah kesimpulan yang ditarik oleh hakim berdasarkan peristiwa atau
kejadian tertentu yang telah terungkap melalui bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.
Persangkaan hakim dapat terjadi dalam berbagai bentuk antara lain misalnya dalam suatu
gugatan perceraian yang didasarkan atas alasan perzinaan. Biasanya kasus perzinaan ini sangat
sulit pembuktiannya, bahkan sangat sulit untuk mendapatkan saksi yang melihat sendiri
perbuatan zina tersebut, maka digunakanlah bukti persangkaan ini.

Menurut yurisprudensi yang sudah tetap, apabila sudah dapat dibuktikan kenyataannya, jika
ada dua orang pria dan wanita yang bukan suami isteri yang telah sama-sama menginap dalam
satu kamar tidur dan hanya terdapat satu tempat tidur saja, sudah dapat dipersangkakan bahwa
mereka telah melakukan perzinaan.

Cara pembuktian diatas adalah cara pembuktian tidak langsung artinya cara pembuktian
tersebut harus melalui perantara pembuktian peristiwa lain, dan yang berhak mengambil
kesimpulan adalah hakim.

d. Bukti Pengakuan

Pengakuan merupakan pernyatan kehendak dari suatu pihak yang berperkara. Dengan demikian
semua pernyataan yang bersifat pengakuan di muka hakim merupakan suatu perbuatan
hukum .

Dalam Pasal 174-176 HIR, bahwa pengakuan merupakan alat bukti yang sah menurut hukum,
setiap pengakuan yang telah diucapkan di depan sidang oleh salah satu pihak yang berperkara
sendiri atau kuasa hukumnya, maka pengakuan tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna bagi orang yang memberikan pengakuan.

Pengakuan yang diberikan di muka hakim tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila dibuktikan
bahwa pengakuan itu adalah akibat dari suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang terjadi. Jadi
pengakuan yang disampaikan di muka persidangan tidak bisa dicabut lagi kecuali dapat
dibuktikan bahwa pengakuan itu akibat dari kekhilafan.

Syarat pengakuan :

1. Disampaikan dalam persidangan.

2. Disampaikan oleh pihak yang berperkara atau kuasanya secara lisan atau tertulis

3. Berhubungan dengan pokok perkara

4. Bukan merupakan kebohongan atau kepalsuan yang nyata

5. Tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, moral dan ketertiban umum.
5. Bukti Sumpah

Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Mahakuasa dari Tuhan dan percaya
bahwa siapa yang memberikan keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehNya.

Dalam praktik Peradilan Agama, dikenal beberapa macam sumpah sebagai alat bukti, yaitu :

a. Sumpah pelengkap (suppletoireed)

Hakim karena jabatannya dapat memerintahan sumpah kepada salah satu pihak yang
berperkara untuk melengkapi alat bukti yang sudah ada.

Syarat-syarat Sumpah Pelengkap :

Syarat Formal :

1). Sumpah digunakan untuk melengkapi atau menguatkan pembuktian yang sudah ada, tetapi
belum mencapai batas minimal pembuktian

2). Bukti yang sudah ada baru bernilai bukti permulaan.

3). Para pihak yang berperkara sudah tidak mampu lagi menambah alat bukti yang lain

4). Sumpah dibebankan atas perintah hakim dan diucapkan di depan sidang Majelis Hakin
secara in person

Syarat Materiil

1). Isi sumpah mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang berperkara atau yang
mengucapkan sumpah.

2). Isi sumpah harus berkaitan langsung dengan pokok perkara dan tidak bertentangan dengan
agama, moral, kesusilaan.

b. Sumpah pemutus

Dalam Pasal 156 HIR disebutkan bahwa sumpah dilakukan bila tidak ada sesuatu keterangan
untuk menguatkan gugatan atau jawaban atas gugatan itu, maka salah satu pihak dapat
meminta supaya pihak lain bersumpah di muka hakim.
Syarat formal sumpah pemutus

1). Tidak ada alat bukti yang diajukan oleh para pihak.

2). Pembebanan sumpah pemutus atas permintaan salah satu pihak.

Apabila hal yang akan dilafalkan dalam sumpah mengenai perbuatan sepihak yang dilakukan
oleh pihak yang diminta untuk bersumpah, sumpah tersebut tidak dapt dikembalikan kepada
pihak lawan.

Apabila hal yang akan dapat dilafalkan dalam sumpah mengenai perbuatan yang dilakukan
kedua belah pihak, pihak yang diminta bersumpah dapat mengembalikannya kepada pihak
lawan.

3) Sumpah pemutus diucapkan di depan sidang majelis hakim secara in person atau kuasanya
dengan surat kuasa.

Syarat materiil sumpah pemutus :

1). Isi lafal sumpah mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri atau dilakukan bersama oleh
kedua belah pihak yang berperkara

2). Isi sumpah memiliki hubungan langsung dengan pokok perkara yang sedang disengketakan.

Tujuan dari pelaksanaan sumpah pemutus adalah menyelesaikan perkara, sehingga pihak yang
telah mengcapkan sumpah tidak boleh lagi diperintahkan memberikan bukti-bukti lagi untuk
membenarkan apa yang dinyatakan dalam sumpahnya itu.

Jika sumpah pemutus sudah dilaksanakan dan pihak lawan menyangkal dan menyatakan bahwa
sumpah tersebut adalah sumpah palsu, maka sanggahan itu tidak lagi mempengaruhi kekuatan
pembuktian sumpah pemutus yang telah dilakukannya. Bagi pihak yang menganggap bahwa
sumpah itu palsu, ia dapat melaporkan sumpah palsu tersebut kepada pihak berwajib agar
lawan yang mengucapkan sumpah palsu itu ditumtut dalam perkara pidana, dengan dakwaan
mengucapkan sumpah palsu.

-Sumpah penaksir

Sumpah penaksir digunakan untuk perkara gugatan ganti rugi. Sebelum hakim menetapkan
beban sumpah penaksir, penggugat harus dapat membuktikan ia mempunyai hak atas ganti
kerugian. Hakim memerintahkan sumpah penaksir kepada Penggugat, jika tidak ada jalan lain
baginya untuk menetapkan harga kerugian tersebut.
-Sumpah li’an

Sumpah li’an ini dilakukan jika adanya gugatan atau permohonan perceraian dengan alasan
salah satu pihak melakukan zina, sedangkan Termohon atau Tergugat tidak memiliki alat bukti
untuk menyanggah alasan tersebut.

Ketentuan ini sebagaimana terdapat Q.S. an Nuur ayat 4,6,7 dan 9 dimana dikemukakan apabila
suami menuduh istrinya berzina dan istrinya menyangkal tuduhan tersebut, suami wajib
membuktikan dengan empat orang saksi. Bila suami tidak dapat membuktikan dengan empat
orang saksi, maka ia akan dihukum dera delapan puluh kali karena menuduh isterinya berbuat
zina (qadzaf), tanpa alat bukti.

Untuk menghindari hukum dera tersebut, Al Qur’an memberi jalan keluar denga upaya li’an
sebagai pengganti qadzaf. Begitu pula pihak isteri, untuk menghindarkan diri dari ancaman dera
dibenarkan oleh hukum melakukan upaya li’an sebagai pengganti bukti atas penyanggahannya
atas tuduhan zina.

Apa yang termuat dalam Surat An Nuur tersebut harus mengandung asas “inflagrante delicto”
yakni pembuktian tuduhan zina harus dengan saksi dan para saksi harus menyaksikan peristiwa
zina tersebut dalam keadaan tertangkap basah.

Syarat formal sumpah li’an

1). Tuduhan istri berbuat zina tercantum atau dimuat secara kronologis dalam surat
permohonan

2). Isteri menyanggah tuduhan suami bahwa dirinya telah berbuat zina dengan laki-laki lain

3) Sumpah li’an dilaksanakan atas perintah hakim yang memeriksa perkara tersebut.

Syarat materiil sumpah li’an

1) Suami tidak dapat melengkapi bukti-bukti atas tuduhan zina kepada istrinya

2) Sumpah suami diucapkan dalam sidang majelis Hakim yang dihadiri oleh isteri pemohon

3) Sumpah suami dibalas dengan sumpah isteri, yang disampaikan dalam sidang majelis pula.

4)Sumpah mula’anah (saling melaknat) menurut teks sumpah yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai