Tuna Laras
Tuna Laras
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini banyak anak-anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku
diisolasi dari teman-temannya yang lain bukan karena mereka dikucilkan dari teman-
temannya tapi karena mereka mulai berkelahi dengan kemarahan dan agresi. Mereka kasar,
merusak, tidak terprediksi, tidak bertanggung jawab, mudah marah, membangkang, dan
lain – lain. Anak-anak tersebut digolongkan dalam anak-anak tuna laras.
Semakin meningkatnya jumlah anak-anak tuna laras membuat para ahli semakin
menggali tentang hal tersebut. Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan emosi
dan perilaku adalah tipe individu yang sulit dalam berteman. Masalah terbesar bagi mereka
adalah untuk membangun keakraban dengan orang lain dan mengikatkan emosi dengan
orang lain yang dapat membantu mereka. Bahkan jika mereka berteman, maka mereka
akan berteman dengan kelompok teman yang salah.
Lalu dari mana masalah muncul? Apakah dimulai dari perilaku anak-anak tuna
laras yang membuat orang-orang di sekitarnya marah, frustasi, dan terganggu? Atau
dimulai dari lingkungan soasial yang tidak sesuai serta tidak nyaman yang menyebabkan
anak-anak tersebut menyerang orang lain? Pemikiran terbaik saat ini adalah bahwa masalah
tidak hanya terdapat pada diri anak-anak ataupun dari lingkungan sekitarnya. Masalah
tersebut muncul karena interaksi sosial antara anak-anak dan lingkungan sosial tidak
sesuai.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, saya akan membahas tentang anak-anak
yang mengalami gangguan emosi dan perilaku atau yang biasa kita sebut sebagai tuna laras.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu anak tunalaras ?
2. Apa penyebab kelainan tunalaras ?
3. Bagainana karakteristik psikologis pada tunalaras ?
4. Bagaiama kebutuhan latihan olahraga pada tunalaras ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu anak tunalaras.
2. Untuk mengetahui penyebab kelainan tunalaras.
3. Untuk mengetahui psikologis pada tunalaras.
4. Untuk mengetahui kebutuhan latihan olahraga pada tunalaras.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tuna laras adalah
gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan
diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sementara itu
masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah anak nakal. Seperti halnya istilah, definisi
mengenai tuna laras juga beraneka ragam. Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch
dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut.
2. Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tuna laras adalah anak yang
secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara sosial yang
tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar
untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.
3. Sechmid dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tuna laras adalah anak
yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat
berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta
2
bimbingan, seperti anak lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang
lain dan gangguan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau inteligensia.
2. Masalah Perkembangan
Setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai
tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi ini jika pada
dirinya tumbuh kemampuan baru yang berasal dari adanya proses kematangan yang
menyertai perkembangan. Apabila ego dapat mengatasi krisis ini, maka perkembangan
ego yang matang akan terjadi sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial atau masyarakat. Sebaliknya apabila individu tidak berhasil
menyelesaikan masalah tersebut maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah
3
laku. Adapun ciri yang menonjol yang nampak pada masa kritis ini adalah sikap yang
menentang dan keras kepala.
3. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga memiliki
pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian anak. Keluarga
merupakan peletak dasar perasaan aman (emotional security) pada anak, dalam keluarga
pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap sosial.
Lingkungan keluarga yang tidak mampu memberikan dasar perasaan aman dan dasar
untuk perkembangan sosial dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku pada
anak. Terdapat beberapa faktor dalam lingkungan keluarga yang berkaitan dengan
masalah gangguan emosi dan tingkah laku, diantaranya kasih sayang dan perhatian,
keharmonisan keluarga dan kondisi ekonomi.
4. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua bagi anak setelah keluarga.
Sekolah tidak hanya bertanggung jawab terhadap bekal ilmu pengetahuan, tetapi
bertanggung jawab juga terhadap pembinaan kepribadian anak didik sehingga menjadi
seorang individu dewasa. Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan
lingkungan sekolah antara lain berasal dari guru sebagai tenaga pelaksana pendidikan
dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik. Perilaku guru yang otoriter
mengakibatkan anak merasa tertekan dan takut menghadapi pelajaran. Anak lebih
memilih bolos dan berkeluyuran pada jam pelajaran. Sebaliknya sikap guru yang
terlampau lemah dan membiarkan anak didiknya tidak disiplin mengakibatkan anak
didik berbuat sesuka hati dan berani melakukan tindakan-tindakan menentang
peraturan.
5. Lingkungan Masyarakat
Di dalam lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang merupakan
pengaruh negatif yang dapat memicu munculnya perilaku menyimpang. Sikap
masayarakat yang negatif ditambah banyak hiburan yang tidak sesuai dengan
perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah laku.
Selanjutnya konflik juga dapat timbul pada diri anak sendiri yang disebabkan norma
yang dianut di rumah atau keluarga bertentangan dengan norma dan kenyataan yang ada
dalam masyarakat.
4
milik sendiri atau milik orang lain, kurang ajar, lancang, melawan, tidak mau bekerja
sama, tidak mau memperhatikan, memecah belah, ribut, tidak bisa diam, menolak
arahan, cepat marah, menganggap enteng, sok aksi, ingin menguasai orang lain,
mengancam, pembohong, tidak dapat dipercaya, suka berbicara kotor, cemburu, suka
bersoal jawab, tak sanggup berdikari, mencuri, mengejek, menyangkal berbuat salah,
egois, dan mudah terpengaruh untuk berbuat salah.
2. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri dengan ciri-ciri yaitu ketakutan, kaku,
pemalu, segan, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri,
dingin, malu, kurang percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, pendiam, suka
berahasia.
3. Anak yang kurang dewasa dengan ciri-ciri, yaitu pelamun, kaku, berangan-angan, pasif,
mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan, dan kotor.
4. Anak yang agresif bersosialisasi dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai komplotan jahat,
mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap teman nakal, berkelompok dengan geng,
suka di luar rumah sampai larut malam, bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik,
sosial/emosional, fisik/kesehatan anak tuna laras.
1. Karakteristik Akademik
Akibat penyesuaian sosial yang buruk maka dalam belajarnya memperlihatkan ciri-
ciri sebagai berikut.
a. Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata.
b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan
disiplin.
c. Sering kali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya.
d. Sering kali membolos sekolah.
e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat.
f. Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari petugas
kesehatan atau bagian absensi.
g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi.
h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwewenang.
i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda lalu lintas.
j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.
2. Karakteristik Sosial/Emosional
Karakteristik sosial/emosional anak tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Karakteristik sosial
1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciriciri: perilaku tidak
diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku
melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga.
5
2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan,
bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang, dan tidak
dapat bekerja sama.
3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.
b. Karakteristik emosional
1) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin dan
rasa cemas.
2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitif atau
perasa.
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tuna laras ditandai dengan adanya gangguan
makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik). Sering kali anak merasakan ada
sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa
cemas terhadap kesehatannya, merasa seolah - olah sakit. Kelainan lain yang berwujud
kelainan fisik, seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok.
6
khusus, permainan tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yang
diduga masih berpotensi lestari (terjaga) di tengah masyarakat diantaranya, gasing,
egrang, gobak sodor, patok lele, kasti, jamuran, dan cublak-cublak suweng.
Senam aerobik
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tulang-tulang yang tersusun secara teratur disebut rangka.Tulang-tulang pada
manusia membentuk rangka yang berfungsi untuk memberikan bentuk tubuh, menahan
dan menegakkan tubuh, tempat pelekatan otot, tempat menyimpan zat kapur, dan
tempat pembentukan darah Tulang membantu melindungi bagian-bagian tertentu pada
tubuh kita.
Bagian yang dapat menggerakkan rangka disebut otot. otot adalah jaringan dalam
tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif yang menggerakkan
tulang. Otot merupakan alat gerak aktif karena kemampuannya berkontraksi.
Sedangkan pada hewan jaringan otot merupakan sekumpulan sel–sel yang memiliki
ciri khas aktif bergerak
Saran
Dalam menyelesaikan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan,
maka dari penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan di masa yang akan datang.
8
DAFTAR PUSTAKA
Mahabbati, Aini. 2010. Pendidikan Inklusif untuk Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
(Tunalaras). Jurnal Pendidikan Khusus. Vol 7. No. 22. Tahun 2010. Hal 52-
63.Universitas Negeri Padang, 1991
Syamsi, Ibnu. 2011. Model Evaluasi pendidikan inklusi di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Laporan Penelitian, PLB FIP UNY.
Wardani, I.G.A.K dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Bandung: UPI
Mahendra, Agus. 2007. Permainan Anak dan Aktivitas Ritmik: Permainan Tradisional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013a. Pengkajian Layanan Pendidikan Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (Anak Berkelainan). Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan. Jakarta.
Akbari, H. dkk. 2009. The Effect of Traditional Games in Fundamental Motor Skill
Development in 7-9 Year Old Boys. Iranian Journal of Pediatrics, Volume 19 (Number
2), June 2009, Pages: 126.