Anda di halaman 1dari 5

Dibalik Profesi Menjadi Seorang Dokter, Dari Mulai Senioritas Sampai Depresi

Oleh :
Abib Muhammad Ali (1167070002)

(Sumber : parenting.dream.co.id)
Ketika kita sakit, kemana kita akan akan meminta pertolongan untuk menyembuhkan
penyakit kita ? apakah ke dukun atau mungkin hanya cukup obat warung saja ?, tentu itu
tergantung seperti apa penyakit yang diderita dan bagaimana kemampuan ekonomi seseorang
itu sendiri. Tetapi secara umum masyarakat modern lebih memilih untuk berobat ke dokter
untuk mengobati penyakitnya. Alasanya sudah tentu karena seorang dokter sudah punya ke
ahlian dan standart yang sudah diatur di kementrian kesehatan, hal ini tentu menjadi bahan
pertimbangan untuk seseorang lebih memilih untuk berobat di dokter tujuannya adalah
berharap agar penyakitnya. Menurut wikipedia, dokter adalah seseorang yang ahli dalam hal
penyakit dan pengobatan serta dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Proses Panjang
Saat ini Profesi dokter memang jadi dambaan banyak orang. Bayangan gaji yang tinggi
membuat banyak anak muda yang tergiur menjadi dokter. Selain itu, kadangkala seseorang
menjadi dokter demi mewujudkan harapan orangtua. Namun, menjadi seorang dokter bukanlah
perkara mudah. Sebelum menjadi dokter seseorang harus menempuh pendidikan kedokteran
dalam jangka waktu lama. Setelah wisuda sarjana kedokteran, perjalanan belum selesai.
Seorang calon dokter harus menempuh perjalanan panjang dan lama. Ketika teman-teman
lainnya sudah lulus, mulai kerja, dan merintis karier, seorang sarjana kedokteran justru harus
masuk sekolah profesi dokter. Sekolah profesi dokter ditempuh selama dua tahun untuk
menjadi dokter umum. Pada tahap ini, seseorang belum boleh disebut sebagai dokter. Tapi
disebutnya sebagai dokter muda.
Senioritas
Selain itu masalah senioritas dalam kedokteran menjadi sangat kental. Menghormati
rekan sejawat memang termasuk dalam kode etik dokter, dan ini adalah sebuah fakta bahwa
Feodalisme itu masih terlihat di dunia kedokteran. terkadang yang dihargai itu senioritas, bukan
keilmuannya. Berita yang dilansir di bandung.pojoksatu.id pada 29 Juni 2017, bahwa ada
seorang dokter yang bernama Stefanus ditemukan meninggal di ruang Intensive Care Unit
(ICU) Rumah Sakit (RS) Pondok Indah Bintaro Jaya Tangerang Selatan.
Informasi yang beredar di media sosial menyebutkan, Stefanus meninggal karena
kelelahan lantaran menjalani tugas jaga di bagian ICU dan instalasi bedah selama empat atau
lima hari berturut-turut agar para dokter senior bisa libur Lebaran. Namun, menurut informasi
yang dia terima, dalam rentang 24-25 Juni, Stefanus tidak menghadapi beban kerja yang terlalu
berat. Sebab, dia hanya melayani satu pasien di ICU dan satu pasien operasi sedang. Ketika
Stefanus bekerja, pihak rumah sakit juga menyiapkan dua ahli anestesi purnawaktu yang siap
dipanggil jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Informasi yang masuk ke Persi menyebutkan bahwa
Stefanus adalah dokter paruh waktu di RS Pondok Indah Bintaro Jaya. Penyebab pasti
meninggalnya Stefanus memang masih simpang siur. Namun, belakangan muncul dugaan
bahwa Stefanus meninggal gara-gara serangan jantung.
Kabar Stefanus tidak bekerja lima hari juga disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) dr Andi Wahjumingsih Attas SpAn.
Dia mengatakan, meninggalnya Stefanus tidak terkait dengan overdosis jam kerja. Sebab,
tanggal 24 itu hanya satu pasien di ICU. Dilanjutkan dengan operasi pada tanggal 25.
menangani satu pasien yang dirawat di ICU dan satu operasi tidak termasuk berat. Sebab,
dokter masih punya waktu untuk istirahat. Sekjen PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh. Adib
Khumaidi menerangkan, setiap momen liburan, dokter yang masih junior umumnya memang
meng-cover pekerjaan para seniornya yang sedang libur.
Ini mungkin jadi bahan pembelajaran untuk pengelola rumah sakit untuk tidak hanya
mengandalkan dokter junior saat memasuki momen liburan. Dokter senior sendiri harus
menjalani kewajiannya sebagai seorang dokter untuk kapanpun dan dimanapun dalam
menjalani tugasnya sebagai tenaga medis yang melayani orang sakit sesuai dengan kode etik
dokter.
Depresi
Selain prosesnya yang panjang, pekerjaan seorang dokter tentunya mempunyai
tanggung jawab yang berat karena menyangkut nyawa seseorang tak heran jika stres pun kerap
menghampiri profesi ini. Dilansir dari cnnindonesia.com pada tanggal 10/09/2018, Tingkat
stres yang tinggi itu membuat profesi dokter rentan terhadap aksi percobaan bunuh diri. Sebuah
penelitian dari Amerika Serikat menemukan tingginya angka bunuh diri pada dokter. Dari 100
ribu dokter, sekitar 28 hingga 40 di antaranya melakukan percobaan bunuh diri. Penelitian
menunjukkan, angka tersebut semakin meningkat seiring berjalannya waktu dan bertambahnya
populasi dokter di dunia.
Faktor yang memengaruhi tingginya angka bunuh diri pada profesi dokter ini dimulai
dari depresi hingga penyakit mental serius yang tak dapat diobati. Ini sangat mengejutkan
bahwa angka bunuh diri pada dokter lebih tinggi daripada di dunia militer yang dianggap
sebagai pekerjaan paling menegangkan.
Penemuan yang dipresentasikan dalam American Psychiatric Association (APA) 2018
mencatat kasus kematian akibat bunuh diri pada profesi dokter paling banyak menyerang kaum
hawa. Angka kematian dari dokter wanita mencapai empat kali lipat dari dokter pria.
Pakar kesehatan jiwa dari Columbia University, Profesor Beth Brodsky khawatir terhadap
tingginya angka bunuh diri pada dokter. Baginya, hal ini adalah ironi dalam dunia medis.
Kendati demikian, menurut Beth tak terlalu heran terhadap tingginya angka bunuh diri
pada dokter. Pasalnya, seorang dokter sangat mungkin dilanda perasaan stres, yang tidak
menutup kemungkinan bakal berujung pada depresi. Stres dimulai di sekolah kedokteran dan
berlanjut di ruang lingkup kerja nyata selanjutnya. Dengan tuntutan tinggi, daya saing, jam
kerja yang panjang, dan kurangnya waktu istirahat bagi pribadi menjadi beberapa faktor
penyebabnya. Bunuh diri bukan tindak kejahatan, melainkan penyakit. Untuk itu, kata Beth,
perlu adanya dorongan positif dan ruang diskusi yang dapat membantu seseorang keluar dari
jurang hitam depresi yang kerap menjadi penyebab munculnya keinginan bunuh diri.
Gaji
Dengan biaya pendidikannya yang tinggi untuk menjadi seorang dokter, apakah gaji
menjadi seorang dokter besar ?. dilansir dari kompasiana.com, ternyata gaji dokter 83% masih
dibawah standar IDI. Hasil konfirmasi kepada ketua IDI, dr. Daeng M Faqih, SH. MH,
disampaikan bahwa masih banyak dokter yang mendapatkan gaji kurang dari Rp 3 juta per
bulan khususnya dokter umum yang berada di daerah-daerah. Ketua IDI menjelaskan bahwa
dokter umum dan PNS baru di bawah 5-10 tahun (Golongan III A) memiliki gaji pokok sekitar
Rp 2,4 juta sampai Rp 2,7 juta. Ditambah dengan kapitasi BPJS rata-rata sebesar Rp 500 ribu
sampai Rp 1 juta. Sehingga gaji akhir seorang dokter umum PNS adalah Rp 2,9 juta sampai
Rp 3,2 juta atau sekitar Rp 3,4 juta sampai Rp 3,7 juta.
gaji dokter umum yang di bawah Rp 3 juta ini hanya ada di daerah terpencil di Indonesia
saja. hasil riset JDN Indonesia menunjukkan bahwa gaji dokter di bawah Rp 3 juta banyak
ditemui di Jakarta dan Jawa Barat. Hal ini kemungkinan dipengaruhi dengan banyaknya
Fakultas Kedokteran di daerah tersebut sehingga jumlah lulusan membludak, sementara
kebutuhan dokter sudah tercukupi. Hal ini mengakibatkan dokter masih mau untuk menerima
pekerjaan tersebut meski gajinya di bawah Rp 3 juta per bulan daripada menjadi pengangguran
intelektual.
Kebanyakan dokter yang mendapatkan gaji di bawah Rp 3 juta per bulan ini adalah
dokter puskesmas dan pengganti/dokter tidak tetap yang mengisi klinik apabila dokter
utamanya berhalangan hadir.
Tetapi ada kejadian yan tragis pada tanggal 14-15 Januari 2019, di saat statement ada
gaji dokter yang di bawah tukang parkir viral, ternyata ada dokter yang bekerja dengan gaji Rp.
1.000 per pasien BPJS. Klinik-klinik lain pun hanya memberikan gaji per pasien berkisar antara
Rp 2.500-5.000. Sementara untuk gaji tukang parkir, menurut Manajer operasional parkir Blok
A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Iwan Setiawan gaji tukang parkir seusai dengan UMP
yakni sebesar Rp 3.648.035. Pada 2019 nilai ini akan naik 8,03 persen sesuai dengan Pergub
114 Tahun 2018 menjadi sebesar Rp 3.940.973.
Perbandingan gaji dokter dan tukang parkir ini memang tidak bisa dilakukan secara
apple-to-apple karena beda lokasi juga akan memengaruhi pendapatan kedua profesi tersebut.
Selain itu, tidak adanya referensi standardisasi dan penelitian tentant gaji tukang parkir secara
nasional akan mempersulit perbandingan data.
Meskipun demikian, adanya temuan bahwa bahwa 15,69 persen dokter yang digaji
kurang dari Rp 3 juta perbulan ada di DKI Jakarta disaat tukang parkir di DKI Jakarta
mendapatkan gaji sesuai UMP yakni Rp 3.648.035, hal ini menunjukkan bahwa gaji tukang
parkir pun bisa melebihi beberapa dokter umum yang ada di DKI Jakarta.
Pengabdian
Menjadi seorang profesional menjadi dokter tidaklah mudah banyak pengorbanan yang
harus dilewati. Senioritas bukanlah hal yang tabu dikedokteran, menghorbati yang lebih tua
tentunya menjadi budaya orang indonesia dan tentunya ilmu dari senior perlu untuk dibagi
sebab senior adalah orang yang lebih dahulu mengetahui mengenai profesinya. Tetapi
senioritas tentunya tidak sampai dalam bentuk perbedaan untuk menjalani tugas yang lebih
dibebankan ke junior saat momen tertentu tiba yang mana memunyai kesibukan masing-masing
untuk menjalaninya. Harus ada sikap profesional didalamnya sesuai dengan ketentuan
pekerjaan menjadi seorang dokter.
Masalah depresi sendiri harus dibarengi dengan kekuatan spiritual yang kuat. Tentunya
depresi muncul karena beban pekerjaan yang teramat berat. Kasus seperti ini sendiri haruslah
diketahui oleh seorang dokter sendiri untuk bagaimana caranya menghilangkan depresi saat
beban pekerjaan yang tinggi. Karena orang yang lebih mengetahui bagaimana diri sendiri
adalah orang itu sendiri.
Dari pengorbanan saat kuliah hingga masuk didunia profesional dengan adanya
senioritas profesi, depresi sampai besar kecilnya gaji, menjadi seorang dokter adalah sebuah
profesi pengabdian sama halnya dengan polisi, angkatan bersenjata, atau guru. Dan hal itu
harus didasari dengan passion yang kuat. Tidaklah tepat bila berpikir bahwa lebih baik jadi
dokter biar banyak duit di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai