Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah
(goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP,
inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut
diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia
internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing
dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran. Dalam pelaksanaannya kebijakan fiskal dan
moneter juga dapat mempengaruhi permintaan agregat suatu negara.
Dari pemaparan yang secara singkat di atas mengenai kebijakan fiskal dan moneter, maka
penulis tertarik untuk membuat makalah berjudul “Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal
Terhadap Permintaan Agregat”. Penulis berusaha menyusun makalah ini semenarik mungkin
agar para pembaca mudah memahaminya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami temui dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat ?
2. Bagaimanakah pengaruh kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat ?
3. Bagaimana menggunakan kebijakan untuk menstabilkan perekonomian?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini yaitu :


1. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah pengantar ekonomi makro.
2. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter dan fiskal terhadap permintaan agregat.
3. Untuk mengetahui menggunakan kebijakan untuk menstabilkan perekonomian
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 PENGARUH KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL TERHADAP


PERMINTAAN AGREGAT
Saat pemerintah memangkas pembelanjaan negara, bank sentral normalnya merespon
perubahan kebijakan fiskal ini. Entah itu meningkatkan suplai uang, mengurangi suplai uang,
atau tidak mengubah suplai uang sama sekali, bank sentral harus segera mengambil keputusan.
Dalam pengambilan keputusan ini, bank sentral perlu memperhitungkan dampak kebijakan
moneter dan fiskal terhadap perekonomian. Apabila kurva permintaan atau penawaran agregat
mengalami pergeseran, hasilnya adalah fluktuasi produk barang dan jasa perekonomian secara
keseluruhan serta tingkat harganya secara keseluruhan. Kebijakan moneter dan fiskal masing-
masing memengaruhi permintaan agregat. Oleh karena itu, perubahan salah satu dari kedua
kebijakan ini dapat menyebabkan fluktuasi produk dan harga jangka pendek. Pemerintah tentu
ingin mengantisipasi pengaruh ini dan, mungkin, menyesuaikan kebijakan lain sebagai bentuk
tanggapan.
Ada banyak faktor yang memengaruhi permintaan agregat kebijakan moneter dan fiskal.
Secara khusus, pengeluaran-pengeluaran yang ingin dilakukan oleh rumah tangga dan
perusahaan menentukan permintaan barang dana jasa secara keseluruhan. Apabila
pengeluaran-pengeluaran tersebut berubah, permintaan agregat pun bergeser. Jika para
pembuat kebijakan tidak merespons, perubahan semacam itu menyebabkan fluktuasi produk
dan pekerjaan dalam jangka pendek. Akibatnya. pembuat kebijakan moneter dan fiskal
terkadang menggunakan kebijakan pengungkit yang mereka miliki untuk membatalkan
perubahan permintaan agregat ini guna menstabilkan perekonomian.

KEBIJAKAN MONETER MEMENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT


Kurva permintaan agregat menunjukkan jumlah permintaan barang dan jasa dalam
perekonomian untuk sembarang tingkat harga. Kemiringan kurva permintaan agregat bergerak
menurun karena tiga alasan sebagai berikut.
Pengaruh kekayaan: Tingkat harga yang lebih rendah menaikkan nilai riil uang yang dipegang
oleh rumah tangga, sedangkan kesejahteraan yang lebih tinggi ini mendorong belanja
konsumen.
Pengaruh suku bunga: Tingkat harga yang lebih rendah menurunkan suku bunga karena orang
berusaha untuk meminjamkan kelebihan uang yang mereka pegang, sedangkan suku bunga
yang lebih rendah mendorong pengeluaran untuk investasi
Pengaruh nilai tukar: Apabila tingkat harga yang lebih rendah menurunkan tingkat suku bunga,
investor memindahkan sebagian dari dana mereka ke luar negeri dan menyebabkan mata uang
domestik mengalami depresiasi relatif dengan mata uang asing. Depresiasi membuat barang-
barang di dalam negeri menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang-barang luar negeri
dan, akibatnya, mendorong belanja ekspor neto.
Ketiga pengaruh ini seharusnya tidak dianggap sebagai teori alternarif. Sebaliknya,
ketiganya terjadi secara bersamaan untuk meningkatkan jumlah permintaan barang dan jasa
ketika tingkat harga turun dan unuk menurunkannya ketika tingkat harga naik.
Meskipun sama-sama menjelaskan bentuk kurva permintaan agregat yang miring ke
bawah, ketiga pengaruh tersebut tidak sama pentingnya dan berbeda-beda menurut jenis
perekonomian. Karena kepemilikan uang (money holdings) umumnya sebagian kecil dari
kekayaan rumah tangga, maka dapat dikatakan bahwa efek kekayaan adalah yang paling tidak
penting dari ketiga pengaruh tersebut. Selain itu, pengaruh nilai tukar akan lebih besar bagi
perekonomian Asia yang kecil dan terbuka, seperti Singapura, Hong Kong, Malaysia, karena
ketiga negara tersebut biasa mengekspor dan mengimpor bagian yang lebih besar dari PDB
mereka daripada negara-negara lain di Asia, termasuk Thailand, Indonesia dan Filipina.

Teori Preferensi Likuiditas


John Maynard Keynes mengajukan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan fakor-faktor
menentukan suku bunga dalam perekonomian. Teori tersebut, pada dasarnya, tidak lebih dari
penerapan penawaran dan permintaan. Menurut Keynes, suku bunga berubah-ubah untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang.
Para ekonom membagi suku bunga menjadi dua macam, yaitu Suku bunga nominal adalah
suku bunga yang umum dilaporkan dan suku bunga riil ladalah suku bunga yang telah dikoreksi
dengan pengaruh inflasi. Suku bunga mana yang sedang dibahas saat ini adalah keduanya
dengan tingkat inflasi harapan diasumsikan konstan. Asumsi ini sesuai untuk mempelajari
perekonomian jangka pendek. Oleh karena itu. apabila suku bunga nominal naik atau turun,
suku bunga rill yang diinginkan oleh orang juga naik atau turun sama dengan suku bunga
nominal.
Jumlah Uang yang Beredar Bagian pertama dari teori preferensi likuiditas adalah jumlah
uang yang beredar. Jumlah uang yang beredar dikendalikan oleh bank sentral. Bank sentral
biasanya mengubah jumlah uang yang beredar terutama dengan mengubah jumlah cadangan
dalam sistem perbankan melalui pembelian penjualan obligasi pemerintah dalam operasi pasar
terbuka. Apabila bank sentral membeli obligasi pemerintah, uang yang dibayarkan untuk
obligasi tersebut biasanya disimpan bank-bank dan ditambahkan ke dalam cadangan bank.
Apabila bank sentral menjual obligasi pemerintah, uang yang diterima dari obligasi tersebut
ditarik dari sistem perbankan dan cadangan bank berkurang. Perubahan cadangan bank ini
lantas menimbulkan perubahan kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan
menciptakan uang. Selain operasi pasar terbuka ini, bank sentral dapat mengubah jumlah uang
yang beredar dengan mengubah persyaratan cadangan (jumlah cadangan yang harus dimiliki
oleh bank-bank terhadap simpanan) atau tingkat diskonto (suku bunga yang ditanggung oleh
bank-bank pada saat meninjam bank sentral).
___________________________________________________________________________
________
FIGUR 1

Keseimbangan di Pasar Uang


Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga berubah-ubah untuk menyeimbangkan julah
uang yang beredar dengan jumlah permintaan uang. Jika suku bunga berada di atas titik
keseimbangan (misalnya r1), jumlah uang yang ingin dipegang oleh orang (Md1) lebih kecil
daripada jumlah yang dibuat oleh bank sentral dan surplus uang ini menekan suku bunga ke
bawah. Sebaliknya, jika suku bunga berada di bawah titik keseimbangan (misalnya r2), jumlah
uang yang ingin dipegang oleh orang (Md2), lebih besar daripada jumlah yang dibuat oleh bank
sentral dan defisit uang ini menekan suku bunga ke atas. Dengan demikian, daya penawaran
dan permintaan di pasar uang menekan suku bunga ke arah suku bunga keseimbangan, yaitu
di tingkat orang merasa puas dengan memiliki jumlah uang yang dibuat oleh bank sentral.

GAMBAR

_____________________________________________________________________
Karena ditetapkan oleh kebijakan bank sentral, jumlah uang yang beredar tidak bergantung
pada variabel-variabel ekonomi lainnya. Secara khusus jumlah uang yang beredar tidak
bergantung pada suku bunga. Setelah bank sentral memutuskun kebijakannya, jumlah uang
yang beredar tidak berubah, tanpa memandang suku bunga yang berlaku. Penggambaran
jumlah uang yang beredar tetap dengan kurva penawaran vertikal, seperti terlihat pada Figur
1.

Permintaan Uang Bagian kedua teori preferensi likuiditas adalah permintaan uang. Likuiditas
segala aset adalah kemudahan aset tersebut diubah menjadi alat pertukaran dalam
perekonomian Uang merupakan alat pertukaran dalam perekonomian sehingga sesuai dengan
defnisinya merupakan aset paling likuid yang tersedia. Likuiditas uang menjelaskan
permintaan uang Orang lebih memilih untuk memiliki uang daripada aset lain yang
memberikan tingkat hasil lebih tinggi karena uang dapat digunakan untuk membeli barang dan
jasa.
Meskipun ada banyak faktor yang menentukan jumlah permintaan uang, faktor yang
digarisbawahi oleh teori likuiditas adalah suku bunga. Alasannya adalah suku bunga
merupakan biaya kesempatan untuk memiliki uang, Artinya, apabila kita memiliki kekayaan
berupa uang tunai di dompet, bukan berupa obligasi berbunga, kita kehilangan bunga yang
seharusnya kita peroleh. Kenaikan suku bunga menaikkan biaya kepernilikan uang sehingga
mengurangi jumlah permintaan uang. Penurunan suku bunga mengurangi biaya kepemilikan
uang dan menaikkan jumlah permintaan. Oleh karena itu, seperti terlihat pada Figur 1, kurva
permintaan uang miring ke bawah.

Keseimbangan dalam Pasar Uang Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga berubah-
ubah untuk menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang. Ada jenis suku
bunga yang disebut dengan suku bunga keseimbangan yang menyebabkan jumlah permintaan
uang tepat seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Apabila suku bunga berada di tingkat
lain, orang akan berusaha menyesuaikan portofolio aset mereka sehingga mendorong suku
bunga ke titik keseimbanganaya.
Sebagai contoh, misalkan bahwa suku bunga berada di atas titik keseimbangan, misalnya
pada Figur 1. Di sini, jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat, Md1, lebih kecil
daripada jumlah yang ditetapkan oleh bank sentral. Mereka yang memiliki surplus uang akan
berusaha untuk menghabiskannya dengan membeli obligasi berbunga atau dengan
menyimpannya untuk memperoleh bunga. Karena pihak penerbit surat berharga dan bank-bank
lebih suka untuk membayar suku bunga yang lebih rendah, mereka merespons surplus uang ini
dengan menurunkan suku bunga yang mereka tawarkan. Pada saat suku bunga turun, biasanya
masyarakat menjadi lebih bersedia untuk memegang uang sampai ketika suku bunga
keseimbangan, mereka puas karena memiliki jumlah tepat uang yang dibuat oleh bank sentral.
Sebaliknya, pada saat suku bunga di bawah titik keseimbangan, seperti r2, pada Figur 1, jumlah
uang yang ingin dipegang oleh masyarakat, Md2, lebih besar daripada jumlah penawaran oleh
bank sentral. Akibatnya, masyarakat berusaha untuk memperbanyak kepemilikan uang mereka
dengan mengurangi kepemilikan surat berharga dan aset berbunga lainnya. Karena masyarakat
mengurangi kepemilikan surat berharga mereka, para penerbit surat berharga harus
menawarkan suku bunga yang lebih tinggi untuk menarik pembeli. Dengan demikian, suku
bunga naik dan mendekati titik keseimbangan.

Kemiringan ke Bawah Kurva Permintaan Agregat


Tingkat harga merupakan satu penentu jumlah permintaan uang. Akibatnya, orang akan
memilih untuk memiliki lebih banyak uang. Artinya, tingkat harga yang lebih tinggi menaikkan
jumlah permintaan pada setiap suku bunga yang berlaku.Oleh karena itu, kenaikan tingkat
harga dari P1 menjadi P2, menggeser kurva permintaan ke kanan dari MD1, menjadi MD2,
seperti terlihat pada panel (a) Figur 2.
Pergeseran kurva permintaan uang ini memengaruhi keseimbangan di pasar uang. Agar
jumlah uang yang beredar tidak berubah, suku bunga harus naik untuk menyeimbangkan
jumlah uang yang beredar dan permintaan uang. Tingkat harga yang lebih tinggi menaikkan
jumlah uang yang ingin dimiliki oleh masyarakat dan mengeser kurva permintaan uang ke
kanan Namun, karena jumlah uang yang beredar tidak berubah sehingga suku bunga harus naik
dari r1 menjadi r2, untuk mencegah permintaan tambahan.

Ada tiga variabel ekonomi makro yang sangat penting, yaitu output barang dan jasa dari
perekonomian, suku bunga, dan tingkat harga. Menurut teori ekonomi makro klasik, ketiga
variabel ini ditentukan sebagai berikut.
Output ditentukan oleh penawaran modal dan tenaga kerja serta teknologi produksi yang
tersedia untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi produk. (Kita menyebutnya sebagai
tingkat alami output.)
Pada setiap tingkat output, suku bunga berubah-ubah untuk menyeimbangkan penawaran dan
permintaan dana yang dapat dipinjamkan,
Tingkat harga berubah-ubah untuk menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan
permintaan uang. Perubahan jumlah uang yang beredar menimbulkan perubahan-perubahan
yang sebanding dengan tingkat harga.

Namun, ketiga proposisi tersebut tidak berlaku untuk jangka pendek. Banyak harga yang
kaku atau lambat dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan jumlah uang yang beredar; ini
tercermin dalam kurva penawaran agregatif jangka pendek yang berbentuk miring ke atas alih-
alih vertikal. Konsekuensinya tingkat harga secara keseluruhan sendiri tidak dapat
menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang jangka pendek. Kekakuan harga ini
memaksa suku bunga bergerak untuk membawa pasar uang ke dalam keseimbangan.
Sebaliknya, perubahan suku bunga ini memengaruhi permintaan agregat barang dan jasa.
Dengan berfluktuasinya permintaan, produk barang dan jasa dari perekonomian bergerak
menjauhi tingkat yang ditentukan oleh ketersediaan faktor-faktor produksi (Modal, tenaga
kerja, dan teknologi yang ada).
Oleh karena itu, untuk memahami perilaku perekonomian jangka pendek, ada beberapa
hal penting yang harus kita ingat.
Tingkat harga biasanya tetap pada nilai tertentu (berdasarkan ekspetasi yang terbentuk
sebelumnya) dan, dalam jangka pendek, relatif tidak tanggap terhadap perubahan kondisi-
kondisi perekonomian.
Pada setiap tingkatan harga, suku bunga bergerak untuk menyeimbangkan jumlah uang yang
beredar dan permintaan uang.
Tingkat output merespons permintaan agregat barang dan jasa yang sebagiannya ditentukan
oleh suku bunga yang menyeimbangkan pasar uang.

Perlu dingat bahwa ini sepenuhnya merupakan kebalikan dari urutan analisis yang
digunakan dalam mempelajari perekomomian jangka panjang.
Dengan demikian, teori-teori suku bunga yang beragam berguna untuk tujuan yang
berbeda. Ketika mempelajari faktor-faktor penentu jangka parjang terhadap suku bunga, teori
yang cocok untuk dipakai adalah teori dana pinjaman. Teori ini menekankan pentingnya
kecenderungan tabungan dan peluang investasi dalam perekonomian. Sebaliknya, ketika
mempelajari faktor-faktor penentu jangka pendek terhadap suku bunga, teori preferensi
likuiditas paling tepat digunakan. Teori ini menekankan pentingnya kebijakan moneter.
Kenaikan suku bunga ini tidak hanya memengaruhi pasar uang, tetapi juga jumlah
permintaan barang dan jasa. seperti terlihat pada panel (b), Pada suku bunga yang lebih tinggi,
biaya peminjaman dan pengembalian tabungan lebih tinggi. Rumah tangga yang memilih untuk
meminjam uang guna membeli rumah baru semakin berkurang, sedangkan mereka yang
meminjam membeli rumah yang lebih kecil, sehingga permintaan investasi tempat tinggal
mengalami penuruman. Lebih lanjut, perusahaan yang meminjam dana untuk membangun
pabrik baru dan membeli peralatan berkurang sehingga investasi bisis mengalami penurunan.
Oleh karena itu, ketika tingkat harga naik dari P1, menjadi P2 yang

FIGUR 2

Pasar Uang dan Kemiringan Kurva Permintaan Agregat


Kenaikan tingkat harga dari P1 menjadi P2 menggeser kurva permintaan uang ke kanan, seperti
terlihat pada panel (a). Kenaikan permintaan uang ini menyebabkan sukubunga naik dari r1
menjadi r2. Karena suku bunga merupakan biaya pinjaman, kenaikan suku bunga menurunkan
jumlah permintaan barang dan jasa dari Y1 menjadi Y2. Hubungan negatif antara tingkat harga
dan jumlah permintaan ini ditunjukkan dengan kemiringan kurva permintaan agregat ke bawah,
seperti terlihat pada panel (b).

GAMBAR

___________________________________________________________________________
________

Menyebabkan permintaan uang naik MD1 menjadi MD2 dan menaikkan suku bunga dari r1
menjadi r2, jumlah permintaan barang dan jasa turun dari Y1 menjadi Y2.
Dengan demikian, analisis pengaruh suku bunga ini dapat dirangkum menjadi tiga
langkah. Pertama, Tingkat harga yang lebih tinggi menaikkan permintaan uang. Kedua,
permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan suku bunga menjadi lebih tinggi. Ketiga, suku
bunga yang lebih tinggi mengurangi jumlah permintaan barang dan jasa. Tentu saja logika yang
sama berlaku untuk kondisi sebaliknya. Tingkat harga yang lebih rendah menurunkan
permintaan uang yang menyebabkan suku bunga menjadi lebih rendah, dan kemudiam
meningkatkan jumlah permintaan barang dan jasa. Hasil akhir analisis ini adalah hubungan
negatif antara tingkat harga dan jumlah permintaan barang dan jasa yang diilustrasikan oleh
kurva permintaan agregat yang miring ke bawah,

Perubahan Jumlah Uang yang Beredar


Jumlah keseluruhan permintaan barang dan jasa dalam perekonomian berubah seiring dengan
berubahnya tingkat harga. Artinya, yang harua dilakukan adalah mengamati pergerakan di
sepanjang kurva permintaan agregat yang miring ke bawah. Namun, teori ini juga menjelaskan
beberapa peristiwa lain yang mengubah jumiah permintaan barang dan jasa. Setiap junlah
permintaan barang dan jasa berubah pada tingkat harga tertentu, kurva permintaan agregat pun
bergeser.
Satu variabel penting yang menggeser kurva permintan agregat adalah kebijakan moneter.
Untuk melihat bagaimana kebijakan moneter memengaruhi perekonomian jangka pendek,
anggap bahwa benk sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan membeli surat
obligasi pemerintah melalui operasi pasar terbuka. Berikut adalah bagaimana suntikan moneter
ini memengaruhi suku bunga keseimbangan pada tingkat

Suntikan Moneter
Pada panel (a), kenaikan jumlah uang yang beredar dari MS1 menjadi MS2 menurunkan suku
bunga keseimbangan dari t1 menjadi t2. Karena suku bunga merupakan biaya pinjaman,
penuruna suku bunga menaikkan jumlah permintaan barang dan jasa paa tingkat harga tertentu
dari Y1 menjadi Y2. Oleh karena itu, pada panel (b), kurva permintaan agregat bergeser ke
kanan dari AD1 ke AD2.

GAMBAR
___________________________________________________________________________
________

harga tertentu. Hal ini akan memberitahukan kepada apa pengaruh suntikan tersebut terhadap
posisi kurva permintaan agregat.
Seperti diperlihatkan pada panel (a) Figur 3, kenaikan jumlah uang yang beredar
menggeser kurva jumlah uang yang beredar ke kanan dari MS1, menjadi MS2, Karena kurva
permintaan uang belum berubah, suku bunga turun dari r1 menjadi r2 untuk menyeimbangkan
penawaran dan permintaan uang. Artinya, suku bunga harus turun agar orang memiliki uang
tambahan yang dibuat aleh bank sentral.
Sekali lagi, suku bunga memengaruhi jumlah permintaan barang dan jasa, seperti terlihat
pada panel (b) Figur 3. Suku bunga yang lebih rendah menurunkan biaya pinjaman dan tingkat
pengembalian dari tabungan. Rumah tangga membeli rumah lebih banyak dan besar yang
mendorong permintaan investasi perumahan. Perusahaan-perusahaan mengeluarkan biaya
lebih banyak untuk membangun pabrik dan peralatan baru yang mendorong investasi bisnis,
Akibatnya, jumlah permintaan barang dan jasa pada tingkat harga tertentu, P, naik dari Y 1
menjadi Y2. Tentu saja tidak ada yang istimewa dengan P. Suntikan moneter meningkatakn
jumlah permintaan barang dan jasa pada semua tingkat harga. Oleh Karena itu, kurva
permintaan agregat secara keseluruhan bergeser ke kanan.
Sebagai rangkuman: Apabila bank sentral menaikkan jumlah uang yang beredar, suku
bunga turun dan jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu naik yang
menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan. Sebaliknya, Apabila bank sentral
menurunkan jumlah uang yang beredar, suku bunga naik dan jumlah permintaan barang dan
jasa untuk tingkat harga tertentu turun, yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser
ke kiri.

Peranan Target Suku Bunga dalam Kebijakan Moneter


Apabila bank sentral membeli obligasi pemerintah dalam operasi terbuka, bank sentral
meningkatkan jumlah uang yang beredar dan memperluas penawaran agregat. Apabila bank
sentral menjual obligasi pemerintah dalam operasi pasar terbuka, bank sentral menurunkan
jumlah uang yang beredar dan mempersempit penawaran agregat.
Pembahasan tentang kebijakan bank sentral sering kali memilih untuk memberlakukan
suku bunga daripada jumlah uang yang beredar, sebagai perangkat kebijakan bank sentral. Cara
lain bagi bank sentral untuk melakukan kebijakan moneter adalah dengan menargetkan suku
bunga pinjaman jangka pendek bagi bank-bank daripada menargetkan jumlah uang yang
beredar, sebagianaya karena jumlah uang yang beredar sulit diukur dengan cukup tepat.
Keputusan bank sentral untuk menargetkan suku bunga pada dasarnya tidak menguah
analisis terhadap kebijakan moneter. Teori preferensi likuiditas memberi satu prinsip penting:
Kebijakan moneter dapat dijelasken, baik dalam terminologi jumlah uang yang beredar
maupun termninologi suku bunga. Apabila target suku bunga telah ditetapkan, misalnya 6
persen, penjual obligasi bank sentral seakan-akan diberi tahu "Lakukan segala operasi pasar
terbuka yang diperlukan untuk memastikan bahwa suku bunga keseimbangan sama dengan 6
persen" Dengan kata lain, apabila bank sentral menetapkan target suku bunga, bank sentral
berkomitmen untuk menyesuaikan jumlah uang yang beredar untuk membuat keseimbangan
di pasar uang guna mencapai target tersebut.
Hasilnya, perubahan kebijakan moneter dapat dipandang, baik sebagai target suku bunga
yang berubah-ubah maupun sebagai perubahan jumlah uang yang beredar. Ketika Anda
membaca di surat kabar bahwa "bank sentral menurunkan suku bunga dari 6 persen menjadi 5
persen” Anda seharusnya paham bahwa ini terjadi hanya karena penjual obligasi bank sentral
melakukan apa yang diperlukan untuk membuat hal itu terjadi. Untuk menurunkan suku bunga,
penjual obligasi membeli obligasi pemerintah, dan pembelian ini menaikkan jumlah uang yang
beredar dan menurunkan suku bunga keseimbangan (seperti terlihat pada Figur 3). Serupa
dengan hal itu, apabila bank sentral menaikkan target suku bunga, penjual obligasi menjual
obligasi penserintah, dan penjualan ini merurunkan jumlah uang yang beredar dan menaikkan
suku bunga keseimbangan.

Pelajaran dari penjelasan tersebut cukup sederhana: Perubahan kebijakan moneter yang
bertujuan untuk memperluas pernintaan agregat dapat dijabarkan, baik sebagai kenaikan
jumlah uang yang beredar atau sebagai penurunan suku bunga. Perubahan kebijakan moneter
yang bertujuan untuk menerunkan permintaan agregat dapat dijabarkan, baik sebagai
penurunan jumlah uang yang beredar maupun sebagai kenaikan suku bunga.
2.2 Bagaimana Kebijakan Fiskal Memengaruhi Permintaan Agregat

Pemerintah dapat memengaruhi perilaku ekonomi tidak hanya melalui kebijakan moneter
tetapi melalui kebijakan fiskal. Dalam jangka pendek,pengaruh utama kebijakan fiscal adalah
terhadap permintaan agregat barang dan jasa.

1. Perubahan-Perubahan dalam Pembelanjaan Negara

Ketika mengubah jumlah uang yang beredar atau tingkat pajak pemerintah mengubah
kurva permintaan agregat dengan memengaruhi keputusan belanja perusahaan atau rumah
tangga.Sebaliknya,ketika mengubah belanja barang dan jasanya sendiri pemerintah
mengubah kurva permintaan agregat sevara langsung.

2. Efek Pengandaan

Efek penggandaan (multiplier effect) adalah pergeseran tamabahan pada permintaan


agregat yangmuncul jika kebijakan fiscal ekspansif meningkatkan pendapatan yang
menyebabkan kenaikan belanja konsumen.Efek pengendalian ini berlanjut,ketika belanja
konsumen meningkat,perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang-barang
konsumen memperkerjakan lebih banyak orang dan meraih lebih banyak
keuntungan.Pendapatan dan keuntungan yang lebih tinggi kembali mendorong belanja
konsumen.Oleh karena itu,ada umpan balik positif terhadap permintaan yang meningkat
yang menimbulkan kenaikan pendapatan dan menyebabkan permintaan menjadilebih
meningkat.Apabila seluruh efek ini digabungkan,efek totalnya terhadap jumlah permintaan
barang dan jasa dapat lebih besar dari pada rangsangan awal dari belanja pemerintah yang
lebih besar.

Efek penggandaan yang muncul akibat respons belanja konsumen ini dapat diperkuat
melalui respons investasi terhadap tingkat permintaan yang lebih tinggi.

3. Rumus Penggandaan Belanja

Sedikit aljabar memungkinkan untuk menurunkan rumus besar efek penggandaan yang
muncul dari belanja konsumen. Angka penting dalam rumus ini adalah kecenderungan
konsumsi marginal (marginal propensity to consum-MPO),bagian pendapatan tambahan
yang dikonsumsi oleh rumah tangga dan ditabungkan oleh rumah tangga.
Unuk mengetahui dampak total terhadap permintaan barangdan jasa,maka akan
menambahkan seluruh efek ini :

Perubahan belanjapemerintah = $20 miliar

Perubahan pertama pada konsumsi = MPC X $20 miliar

Perubahan kedua pada konsumsi = MPC2 X $20 miliar

Perubahan ketiga pada konsumsi = MPC3 X $20 miliar

““

““

Jumlah perubahan permintaan =

(1 + MPC + MPC2 +MPC3 + ….) x $20 miliar


Disini,”..” melambangkan angka tidak terhingga tyang sejenis.Dengan demikian,kita dapat
menuliskan rumus penggandaan sebagai berikut :

Pengganda = 1 + MPC + MPC2 +MPC3 + ..

Pengganda inimemberitahukan permintaan baragdan jasa yang dihasilkanoleh setiap dolar


belanja pemerintah.

Untuk menyederhanakan persamaan pengganda ini,ingat kembali bahwa ungkapan ini


merupakan deret geometris tak hingga.Untuk x antara -1 dan +1za

1 + x + x2 + x3 + … = 1/(1-x)

Dalam kasus kita,x = MPC sehingga

Pengganda = 1÷ (1 – MPC)

Rumus penggandaan ini memberikan kesimpulan penting : Besar pengganda bergantung pada
kecenderungan mengonsumsi marginal.

4. Penerapan Lain dari Efek Penggandaan

Akibat efek penggandaan satu dolar belanja pemerintah dapatmenghasilkan lebih dari satu
dolar permintaan agregat. Namun,dasar pemikiran dari efek penggandaan ini tidak
terbataspada perubahan balanja pemerintah.Sebaliknya,logika tersebut berlaku terhadap
segala peristiwa yang mengubah semua komponen PDB konsumsi,investasi,belanja
pemerintah,atau ekspor neto.

Penggandaan merupakan konsep penting dalam ekonomi makro karena memperlihatkan


bagaimana perekonomian dapat menggandakan dampak perubahan belanja. Perubahan
awal yang kecil dalam konsumsi investasi belanja peerintah atau ekspor neto dapat
berdampak besar terhadap permintaan agregat. Begitu pula dengan produksi barang dan
jasa dalam perekonomian.
5. Efek Pembatasan Paksa

Meskipun mendorong permintaan agregat barang dan jasa,kenaikan belanja pemerintah


juga menyebabkan suku bunga nai,sedangkan suku bunga yang lebih tinggi menurunkan
belanja investasi dan menghambat permintaan agregat.Penurunan permintaan agregat yang
terjadi apabila ekspansi fiscal menaikkan suku bunga disebut dengan efek pembatasan
paksa (crowding out effect).

Kenaikan permintaan meningkatkan pendapatan para pekerja dsn pemilik


perusahaan.Dengan meningkatnya pendapatan,rumah tangga berencana untuk membeli
lebih banyak barang sehingga memilih untuk memiliki kekayaan yang banyak dari bentuk
likuid.Artinya,kenaikkan pendapatan yang disebabkan oleh ekspansi fiscal meningkatkan
permintaan uang.Sebaliknya,kenaikan suku bunga ini menurunkan jumlah permintaan
barang dan jasa.Khususnya,karena pinjaman lebih mahal,permintaan rumah baru dan
barang-barang investasi untuk keperluan bisnis menurun.Artinya,kenaikkan belanja
pemerintah meningkatkan permintaan barang dan jasa dan secara bersamaan mendesak
investasi.

Apabila Negara menaikkan belanjanya sebesar $20 miliar, permintaan agregat barang dan
jasa dapat naik sebesar lebih atau kurang dari $20 miliar, tergantung apakah efek
penggandaan atau efek pembatasan paksa lebih besar.
6. Perubahan-Perubahan dalam Perpajakan

Apabila pemerintah menurunkan pajak pendapatan perseorangan maka akan terjadi


peningkatan belanja konsumen,penurunan pajak menggeser kurva permintaan agregat ke
kanan.Serupa dengan hal itu,keniakan pajak menekan belanja konsumen dan menggeser
kurva permintaan agregat ke kiri.

Ketika pemerintah menurunkan pajak dan mendorong belanja konsumen,penghasilan dan


keuntungan meningkat dan juga mendorong belanja konsuemen ini merupakan efek
penggandaan.Pada saat yang bersamaan,pendapatan lebih tinggi meningkatkan permintaan
uang yang cenderung menaikkan suku bunga.Suku bunga yang lebih tinggi membuat
pinjaman lebih mahal sehingga menurunkan belanja investasi,dan ini merupakan efek
pembatasan paksa.Tergantung besar efek penggandaan dan efek pembatasan
paksa,pergeseran permintaan agregat dapat lebih besar atau lebih kecil dari pada pajak
perubahan yang menyebabkannya.
2.3 Menggunakan Kebijakan Untuk Menstabilkan Perekonomian
Pendukung Kebijakan Stabilisasi aktif
Apabila pemerintah memangkas belanja pemerintah, permintaan agrerat akan turun
yang akan menekan produksi dan lapangan pekerjaan dalam jangka pendek. Jika ingin
mencegah dampak merugikan dari kebijakan fiskal ini, bank sentral dapat bertindak guna
memperluas permintaan agrerat dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar. Ekspansi
moneter dapat menurunkan suku bunga, mendorong belanja investasi, dan memperluas
permintaan agrerat. Jika respons kebijakan moneter tepat, gabungaan perubahan kebijakan
moneter dan fiskal tidak akan membuat permintaan agrerat barang dan jasa terpengaruh.
Analisis inilah yang sebenarnya digunakan oleh banyak bank sentral. Bank-bank
sentral ini mengetahui bahwa kebijakan moneter merupakan penentu penting permintaan
agrerat. Mereka juga mengetahui bahwa ada juga penentu lainnya, termasuk kebijakan fiskal
yang ditetapkan pleh pemerintah. Oleh karena itu, bank sentral menyimak perdebatan tentang
kebijakan fiskal dengan cermat.
Hal ini memiliki dua implikasi bagi kebijakan ekomoni makro. Implikasi pertama dan
yang begitu serius adalah pemerintah seharusnya tidak boleh menjadi penyebab fluktuasi
ekonomi. Dengan demikian, mayoritas ekonomi memperingatkan perubahan kebijakan
moneter dan fiskal secara besar-besaran dan mendadak karena perubahan semacam itu besar
kemungkinan menyebabkan fluktuasi permintaan agrerat. Selain itu, apabila perubahan besar-
besaran telah terjadi, pembuat kebijakan moneter dan fiskal perlu menyadari dan merespons
tindakan pihak-pihak lain.
Implikasi kedua dan yang lebih ambisius adalah pemerintah harus merespons
perubahan ekonomi swasta untuk menstabilkan permintaan agrerat. Pandangan ini berakar
pada tulisan Keynes, The General Theory of Employment,Interest, dan Money, yang terbit
pada 1936 yang merupakan salah satu buku yang berpengaruh dalam ilmu ekonomi. Dalam
bukunya, Keynes menggarisbawahi peran utama pemerintah agrerat dalam menjelaskan
fluktuasi ekonomi jangka pendek. Keynes menyatakan bahwa pemerintah harus aktif
mendorong permintaan agrerat apabila permintaan agrerat terlihat tidak cukup untuk
mempertahankan produksi pada tingkat pekerjaan penuhnya.
Keynes (dan banyak pengikutnya) berpendapat bahwa permintaan agrerat berfluktuasi
akibat gelombang pesimisme dan optimism yang irasional. Ia memakai istilah “naluri
kebinatangan” (animal spirit) untuk menyebut perubahan sikap yang semena-mena tersebut.
Apabila pesisme melanda, rumah tangga mengurangi belanja konsumsi, sedangkan
perusahaan-perusahaan mengurangi belanja investasi. Hasilnya adalah permintaan agrerat
meningkat, produksi bertambah,dan muncul tekanan inflasi.
Pada prinsipnya, pemerintah dapat mengubah kebijakan moneter dan fiskalnya untuk
merespons gelombang optisme dan pesimisme ini sehingga menstabilkan perekonomian.
Sebagai contoh, ketika orang bersikap pesimis secara berlebihan, bank sentral dapat
meningkatkan jumlah uang yang beredar untuk menurunkan suku bunga dan meningkatkan
permintaan agrerat. Ketika mereka bersikap optimis secara berlebihan, bank sentral dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar untuk meningkatkan suku bunga dan menurunkan
permintaan agrerat.

Study Kasus
BI : kebijakan moneter bias ketat masih diperlukan 1 bulan
Jakarta (ANTARA News) - Kebijakan moneter bias ketat masih diperlukan sepanjang
2015, karena upaya menjaga stabilitasperekonomian yang masih dibayangi berbagai tekanan
ekonomi global, dan ancaman laju inflasi dari domestik. "Lupakan pertumbuhan jika tanpa
stabilitas, maka kecenderungan kami mengenai kebijakan moneter bias ketat masih akan
dijaga," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo pada seminar "ANZ Economic Outlook 2015"
kerjasama PT Bank ANZ Indonesia dengan LKBN Antara diJakarta, pada kamis malam
pernyataan dari Perry tersebut sekaligus menjawab pertanyaan Mantan Menteri Koordinator
Ekonomi dan Keuangan Dorojatun Kuntjoro Jakti dalam seminar.
Dorojatun mengkhawatirkan takaran kebijakan moneter ketat di Indonesia tidak
diimbangi dengan kebijakan fiskal yang kuat, untuk mengantisipasi tekanan ekonomi global.
Menurut Perry, secara umum respon kebijakan untuk mengantisipasi tekanan global dan juga
domestik mencakup tiga kebijakan. Pertama,bauran kebijakan moneter dan fiskal. Kedua,
kebijakan moneter dan makro ekonomi. Kemudian kebijakan moneter dengan keadaan
structural perekonomian.
Tiga aspek ini terus berjalan, dan telah ada sinkronisasi," ujarnya. Menurut dia, meskipun
BI masih mempertahankan kebijakan moneter ketat, namun secara makro dan finansial,
tekanan terhadap likuiditas telah berkurang. Maka dari itu, menurutnya, Bank Indonesia berani
memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2015 akan berada di 15-17 persen.
Perkiraan otoritas moneter ini, ujarnya, sangat optimistis karena realisasi pertumbuhan kredit
hingga akhir 2014 saja hanya 12 persen. "lending telah kita naikkan, ini karena kebijakan suku
bunga, prospek, dan likuiditas keuangan menunjukkan sentimen positif," kata dia. Secara
umum, Perry optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2015 akan lebih baik dibanding
2014.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2015 berada di rentang 5,4 - 5,8 persen.
"Catatan lainnya, defisit neraca transaksi berjalan masih di kisaran tiga persen terhadap PDB,
karena tahun ini lebih banyak belanja pemerintah yang akan mendorong impor barang modal,"
ujarnya. Di kesempatan yang sama, Chief Economist South Asia, ASEAN and Pacific ANZ
Glen Maguire memperkirakan Indonesia akan melewati masa perekonomian yang konstruktif
di 2015, karena telah melakukan perbaikan signifikan pada fundamental perekonomian. "Ini
akan meletakkan dasar untuk siklus pertumbuhan tahunan yang lebih kuat. Indonesia akan
muncul sebagai kekuatan ekonomi besar di Asia ke depannya," ujar dia. CEO ANZ Indonesia
Joseph Abraham memuji kebijakan pengalihan belanja subsidi BBM yang dijalankan
pemerintah Indonesia. Kebijakan pengalihan subsidi itu, kata dia, sangat diperlukan untuk
mengekspansi pembangunan dan menyehatkan ruang fiscal pemerintah. "Meskipun ada
volatilitas di eksternal, Indonesia tetap menarik bagi investor," ujar dia.

Anda mungkin juga menyukai