PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah
(goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP,
inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut
diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia
internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing
dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran. Dalam pelaksanaannya kebijakan fiskal dan
moneter juga dapat mempengaruhi permintaan agregat suatu negara.
Dari pemaparan yang secara singkat di atas mengenai kebijakan fiskal dan moneter, maka
penulis tertarik untuk membuat makalah berjudul “Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal
Terhadap Permintaan Agregat”. Penulis berusaha menyusun makalah ini semenarik mungkin
agar para pembaca mudah memahaminya.
Adapun rumusan masalah yang kami temui dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat ?
2. Bagaimanakah pengaruh kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat ?
3. Bagaimana menggunakan kebijakan untuk menstabilkan perekonomian?
PEMBAHASAN
GAMBAR
_____________________________________________________________________
Karena ditetapkan oleh kebijakan bank sentral, jumlah uang yang beredar tidak bergantung
pada variabel-variabel ekonomi lainnya. Secara khusus jumlah uang yang beredar tidak
bergantung pada suku bunga. Setelah bank sentral memutuskun kebijakannya, jumlah uang
yang beredar tidak berubah, tanpa memandang suku bunga yang berlaku. Penggambaran
jumlah uang yang beredar tetap dengan kurva penawaran vertikal, seperti terlihat pada Figur
1.
Permintaan Uang Bagian kedua teori preferensi likuiditas adalah permintaan uang. Likuiditas
segala aset adalah kemudahan aset tersebut diubah menjadi alat pertukaran dalam
perekonomian Uang merupakan alat pertukaran dalam perekonomian sehingga sesuai dengan
defnisinya merupakan aset paling likuid yang tersedia. Likuiditas uang menjelaskan
permintaan uang Orang lebih memilih untuk memiliki uang daripada aset lain yang
memberikan tingkat hasil lebih tinggi karena uang dapat digunakan untuk membeli barang dan
jasa.
Meskipun ada banyak faktor yang menentukan jumlah permintaan uang, faktor yang
digarisbawahi oleh teori likuiditas adalah suku bunga. Alasannya adalah suku bunga
merupakan biaya kesempatan untuk memiliki uang, Artinya, apabila kita memiliki kekayaan
berupa uang tunai di dompet, bukan berupa obligasi berbunga, kita kehilangan bunga yang
seharusnya kita peroleh. Kenaikan suku bunga menaikkan biaya kepernilikan uang sehingga
mengurangi jumlah permintaan uang. Penurunan suku bunga mengurangi biaya kepemilikan
uang dan menaikkan jumlah permintaan. Oleh karena itu, seperti terlihat pada Figur 1, kurva
permintaan uang miring ke bawah.
Keseimbangan dalam Pasar Uang Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga berubah-
ubah untuk menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang. Ada jenis suku
bunga yang disebut dengan suku bunga keseimbangan yang menyebabkan jumlah permintaan
uang tepat seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Apabila suku bunga berada di tingkat
lain, orang akan berusaha menyesuaikan portofolio aset mereka sehingga mendorong suku
bunga ke titik keseimbanganaya.
Sebagai contoh, misalkan bahwa suku bunga berada di atas titik keseimbangan, misalnya
pada Figur 1. Di sini, jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat, Md1, lebih kecil
daripada jumlah yang ditetapkan oleh bank sentral. Mereka yang memiliki surplus uang akan
berusaha untuk menghabiskannya dengan membeli obligasi berbunga atau dengan
menyimpannya untuk memperoleh bunga. Karena pihak penerbit surat berharga dan bank-bank
lebih suka untuk membayar suku bunga yang lebih rendah, mereka merespons surplus uang ini
dengan menurunkan suku bunga yang mereka tawarkan. Pada saat suku bunga turun, biasanya
masyarakat menjadi lebih bersedia untuk memegang uang sampai ketika suku bunga
keseimbangan, mereka puas karena memiliki jumlah tepat uang yang dibuat oleh bank sentral.
Sebaliknya, pada saat suku bunga di bawah titik keseimbangan, seperti r2, pada Figur 1, jumlah
uang yang ingin dipegang oleh masyarakat, Md2, lebih besar daripada jumlah penawaran oleh
bank sentral. Akibatnya, masyarakat berusaha untuk memperbanyak kepemilikan uang mereka
dengan mengurangi kepemilikan surat berharga dan aset berbunga lainnya. Karena masyarakat
mengurangi kepemilikan surat berharga mereka, para penerbit surat berharga harus
menawarkan suku bunga yang lebih tinggi untuk menarik pembeli. Dengan demikian, suku
bunga naik dan mendekati titik keseimbangan.
Ada tiga variabel ekonomi makro yang sangat penting, yaitu output barang dan jasa dari
perekonomian, suku bunga, dan tingkat harga. Menurut teori ekonomi makro klasik, ketiga
variabel ini ditentukan sebagai berikut.
Output ditentukan oleh penawaran modal dan tenaga kerja serta teknologi produksi yang
tersedia untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi produk. (Kita menyebutnya sebagai
tingkat alami output.)
Pada setiap tingkat output, suku bunga berubah-ubah untuk menyeimbangkan penawaran dan
permintaan dana yang dapat dipinjamkan,
Tingkat harga berubah-ubah untuk menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan
permintaan uang. Perubahan jumlah uang yang beredar menimbulkan perubahan-perubahan
yang sebanding dengan tingkat harga.
Namun, ketiga proposisi tersebut tidak berlaku untuk jangka pendek. Banyak harga yang
kaku atau lambat dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan jumlah uang yang beredar; ini
tercermin dalam kurva penawaran agregatif jangka pendek yang berbentuk miring ke atas alih-
alih vertikal. Konsekuensinya tingkat harga secara keseluruhan sendiri tidak dapat
menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang jangka pendek. Kekakuan harga ini
memaksa suku bunga bergerak untuk membawa pasar uang ke dalam keseimbangan.
Sebaliknya, perubahan suku bunga ini memengaruhi permintaan agregat barang dan jasa.
Dengan berfluktuasinya permintaan, produk barang dan jasa dari perekonomian bergerak
menjauhi tingkat yang ditentukan oleh ketersediaan faktor-faktor produksi (Modal, tenaga
kerja, dan teknologi yang ada).
Oleh karena itu, untuk memahami perilaku perekonomian jangka pendek, ada beberapa
hal penting yang harus kita ingat.
Tingkat harga biasanya tetap pada nilai tertentu (berdasarkan ekspetasi yang terbentuk
sebelumnya) dan, dalam jangka pendek, relatif tidak tanggap terhadap perubahan kondisi-
kondisi perekonomian.
Pada setiap tingkatan harga, suku bunga bergerak untuk menyeimbangkan jumlah uang yang
beredar dan permintaan uang.
Tingkat output merespons permintaan agregat barang dan jasa yang sebagiannya ditentukan
oleh suku bunga yang menyeimbangkan pasar uang.
Perlu dingat bahwa ini sepenuhnya merupakan kebalikan dari urutan analisis yang
digunakan dalam mempelajari perekomomian jangka panjang.
Dengan demikian, teori-teori suku bunga yang beragam berguna untuk tujuan yang
berbeda. Ketika mempelajari faktor-faktor penentu jangka parjang terhadap suku bunga, teori
yang cocok untuk dipakai adalah teori dana pinjaman. Teori ini menekankan pentingnya
kecenderungan tabungan dan peluang investasi dalam perekonomian. Sebaliknya, ketika
mempelajari faktor-faktor penentu jangka pendek terhadap suku bunga, teori preferensi
likuiditas paling tepat digunakan. Teori ini menekankan pentingnya kebijakan moneter.
Kenaikan suku bunga ini tidak hanya memengaruhi pasar uang, tetapi juga jumlah
permintaan barang dan jasa. seperti terlihat pada panel (b), Pada suku bunga yang lebih tinggi,
biaya peminjaman dan pengembalian tabungan lebih tinggi. Rumah tangga yang memilih untuk
meminjam uang guna membeli rumah baru semakin berkurang, sedangkan mereka yang
meminjam membeli rumah yang lebih kecil, sehingga permintaan investasi tempat tinggal
mengalami penuruman. Lebih lanjut, perusahaan yang meminjam dana untuk membangun
pabrik baru dan membeli peralatan berkurang sehingga investasi bisis mengalami penurunan.
Oleh karena itu, ketika tingkat harga naik dari P1, menjadi P2 yang
FIGUR 2
GAMBAR
___________________________________________________________________________
________
Menyebabkan permintaan uang naik MD1 menjadi MD2 dan menaikkan suku bunga dari r1
menjadi r2, jumlah permintaan barang dan jasa turun dari Y1 menjadi Y2.
Dengan demikian, analisis pengaruh suku bunga ini dapat dirangkum menjadi tiga
langkah. Pertama, Tingkat harga yang lebih tinggi menaikkan permintaan uang. Kedua,
permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan suku bunga menjadi lebih tinggi. Ketiga, suku
bunga yang lebih tinggi mengurangi jumlah permintaan barang dan jasa. Tentu saja logika yang
sama berlaku untuk kondisi sebaliknya. Tingkat harga yang lebih rendah menurunkan
permintaan uang yang menyebabkan suku bunga menjadi lebih rendah, dan kemudiam
meningkatkan jumlah permintaan barang dan jasa. Hasil akhir analisis ini adalah hubungan
negatif antara tingkat harga dan jumlah permintaan barang dan jasa yang diilustrasikan oleh
kurva permintaan agregat yang miring ke bawah,
Suntikan Moneter
Pada panel (a), kenaikan jumlah uang yang beredar dari MS1 menjadi MS2 menurunkan suku
bunga keseimbangan dari t1 menjadi t2. Karena suku bunga merupakan biaya pinjaman,
penuruna suku bunga menaikkan jumlah permintaan barang dan jasa paa tingkat harga tertentu
dari Y1 menjadi Y2. Oleh karena itu, pada panel (b), kurva permintaan agregat bergeser ke
kanan dari AD1 ke AD2.
GAMBAR
___________________________________________________________________________
________
harga tertentu. Hal ini akan memberitahukan kepada apa pengaruh suntikan tersebut terhadap
posisi kurva permintaan agregat.
Seperti diperlihatkan pada panel (a) Figur 3, kenaikan jumlah uang yang beredar
menggeser kurva jumlah uang yang beredar ke kanan dari MS1, menjadi MS2, Karena kurva
permintaan uang belum berubah, suku bunga turun dari r1 menjadi r2 untuk menyeimbangkan
penawaran dan permintaan uang. Artinya, suku bunga harus turun agar orang memiliki uang
tambahan yang dibuat aleh bank sentral.
Sekali lagi, suku bunga memengaruhi jumlah permintaan barang dan jasa, seperti terlihat
pada panel (b) Figur 3. Suku bunga yang lebih rendah menurunkan biaya pinjaman dan tingkat
pengembalian dari tabungan. Rumah tangga membeli rumah lebih banyak dan besar yang
mendorong permintaan investasi perumahan. Perusahaan-perusahaan mengeluarkan biaya
lebih banyak untuk membangun pabrik dan peralatan baru yang mendorong investasi bisnis,
Akibatnya, jumlah permintaan barang dan jasa pada tingkat harga tertentu, P, naik dari Y 1
menjadi Y2. Tentu saja tidak ada yang istimewa dengan P. Suntikan moneter meningkatakn
jumlah permintaan barang dan jasa pada semua tingkat harga. Oleh Karena itu, kurva
permintaan agregat secara keseluruhan bergeser ke kanan.
Sebagai rangkuman: Apabila bank sentral menaikkan jumlah uang yang beredar, suku
bunga turun dan jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu naik yang
menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan. Sebaliknya, Apabila bank sentral
menurunkan jumlah uang yang beredar, suku bunga naik dan jumlah permintaan barang dan
jasa untuk tingkat harga tertentu turun, yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser
ke kiri.
Pelajaran dari penjelasan tersebut cukup sederhana: Perubahan kebijakan moneter yang
bertujuan untuk memperluas pernintaan agregat dapat dijabarkan, baik sebagai kenaikan
jumlah uang yang beredar atau sebagai penurunan suku bunga. Perubahan kebijakan moneter
yang bertujuan untuk menerunkan permintaan agregat dapat dijabarkan, baik sebagai
penurunan jumlah uang yang beredar maupun sebagai kenaikan suku bunga.
2.2 Bagaimana Kebijakan Fiskal Memengaruhi Permintaan Agregat
Pemerintah dapat memengaruhi perilaku ekonomi tidak hanya melalui kebijakan moneter
tetapi melalui kebijakan fiskal. Dalam jangka pendek,pengaruh utama kebijakan fiscal adalah
terhadap permintaan agregat barang dan jasa.
Ketika mengubah jumlah uang yang beredar atau tingkat pajak pemerintah mengubah
kurva permintaan agregat dengan memengaruhi keputusan belanja perusahaan atau rumah
tangga.Sebaliknya,ketika mengubah belanja barang dan jasanya sendiri pemerintah
mengubah kurva permintaan agregat sevara langsung.
2. Efek Pengandaan
Efek penggandaan yang muncul akibat respons belanja konsumen ini dapat diperkuat
melalui respons investasi terhadap tingkat permintaan yang lebih tinggi.
Sedikit aljabar memungkinkan untuk menurunkan rumus besar efek penggandaan yang
muncul dari belanja konsumen. Angka penting dalam rumus ini adalah kecenderungan
konsumsi marginal (marginal propensity to consum-MPO),bagian pendapatan tambahan
yang dikonsumsi oleh rumah tangga dan ditabungkan oleh rumah tangga.
Unuk mengetahui dampak total terhadap permintaan barangdan jasa,maka akan
menambahkan seluruh efek ini :
““
““
1 + x + x2 + x3 + … = 1/(1-x)
Pengganda = 1÷ (1 – MPC)
Rumus penggandaan ini memberikan kesimpulan penting : Besar pengganda bergantung pada
kecenderungan mengonsumsi marginal.
Akibat efek penggandaan satu dolar belanja pemerintah dapatmenghasilkan lebih dari satu
dolar permintaan agregat. Namun,dasar pemikiran dari efek penggandaan ini tidak
terbataspada perubahan balanja pemerintah.Sebaliknya,logika tersebut berlaku terhadap
segala peristiwa yang mengubah semua komponen PDB konsumsi,investasi,belanja
pemerintah,atau ekspor neto.
Apabila Negara menaikkan belanjanya sebesar $20 miliar, permintaan agregat barang dan
jasa dapat naik sebesar lebih atau kurang dari $20 miliar, tergantung apakah efek
penggandaan atau efek pembatasan paksa lebih besar.
6. Perubahan-Perubahan dalam Perpajakan
Study Kasus
BI : kebijakan moneter bias ketat masih diperlukan 1 bulan
Jakarta (ANTARA News) - Kebijakan moneter bias ketat masih diperlukan sepanjang
2015, karena upaya menjaga stabilitasperekonomian yang masih dibayangi berbagai tekanan
ekonomi global, dan ancaman laju inflasi dari domestik. "Lupakan pertumbuhan jika tanpa
stabilitas, maka kecenderungan kami mengenai kebijakan moneter bias ketat masih akan
dijaga," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo pada seminar "ANZ Economic Outlook 2015"
kerjasama PT Bank ANZ Indonesia dengan LKBN Antara diJakarta, pada kamis malam
pernyataan dari Perry tersebut sekaligus menjawab pertanyaan Mantan Menteri Koordinator
Ekonomi dan Keuangan Dorojatun Kuntjoro Jakti dalam seminar.
Dorojatun mengkhawatirkan takaran kebijakan moneter ketat di Indonesia tidak
diimbangi dengan kebijakan fiskal yang kuat, untuk mengantisipasi tekanan ekonomi global.
Menurut Perry, secara umum respon kebijakan untuk mengantisipasi tekanan global dan juga
domestik mencakup tiga kebijakan. Pertama,bauran kebijakan moneter dan fiskal. Kedua,
kebijakan moneter dan makro ekonomi. Kemudian kebijakan moneter dengan keadaan
structural perekonomian.
Tiga aspek ini terus berjalan, dan telah ada sinkronisasi," ujarnya. Menurut dia, meskipun
BI masih mempertahankan kebijakan moneter ketat, namun secara makro dan finansial,
tekanan terhadap likuiditas telah berkurang. Maka dari itu, menurutnya, Bank Indonesia berani
memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2015 akan berada di 15-17 persen.
Perkiraan otoritas moneter ini, ujarnya, sangat optimistis karena realisasi pertumbuhan kredit
hingga akhir 2014 saja hanya 12 persen. "lending telah kita naikkan, ini karena kebijakan suku
bunga, prospek, dan likuiditas keuangan menunjukkan sentimen positif," kata dia. Secara
umum, Perry optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2015 akan lebih baik dibanding
2014.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2015 berada di rentang 5,4 - 5,8 persen.
"Catatan lainnya, defisit neraca transaksi berjalan masih di kisaran tiga persen terhadap PDB,
karena tahun ini lebih banyak belanja pemerintah yang akan mendorong impor barang modal,"
ujarnya. Di kesempatan yang sama, Chief Economist South Asia, ASEAN and Pacific ANZ
Glen Maguire memperkirakan Indonesia akan melewati masa perekonomian yang konstruktif
di 2015, karena telah melakukan perbaikan signifikan pada fundamental perekonomian. "Ini
akan meletakkan dasar untuk siklus pertumbuhan tahunan yang lebih kuat. Indonesia akan
muncul sebagai kekuatan ekonomi besar di Asia ke depannya," ujar dia. CEO ANZ Indonesia
Joseph Abraham memuji kebijakan pengalihan belanja subsidi BBM yang dijalankan
pemerintah Indonesia. Kebijakan pengalihan subsidi itu, kata dia, sangat diperlukan untuk
mengekspansi pembangunan dan menyehatkan ruang fiscal pemerintah. "Meskipun ada
volatilitas di eksternal, Indonesia tetap menarik bagi investor," ujar dia.