Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Anak Usia Toddler


1. Definisi
Anak adalah seorang individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai sejak bayi sampai remaja. Masa anak
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai sejak bayi
(0-1tahun), usia toddler (1-3 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja
(11-18 tahun) (Hidayat, 2012).
Anak usia toddler adalah anak yang berusia 12 – 36 bulan (1 – 3
tahun). Pada periode ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu
bekerja dan bagaimana mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan,
dan tindakan keras kepala. Hal ini merupakan periode yang sangat penting
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara optimal
(Potter & Perry, 2010).
Toddler atau batita merupakan anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun),
dimana pada periode ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu
bekerja dan mengontrol orang lain melalui penolakan, kemarahan, dan
tindakan keras kepala. Pada periode ini adalah periode pertumbuhan dan
perkembangan anak berkembang secara optimal (Wong, 2009).
Periode toddler sejak usia l sampai 3 tahun. Periode ini adalah waktu
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak yang signifikan. Periode
ini juga dapat menjadi waktu yang sulit bagi orangtua. Perilaku khas selama
masa toddler adalah memegang dan melepaskan. Setelah belajar bahwa
orangtua dapat diprediksikan dan terpercaya, toddler kini belajar bahwa
perilakunya memiliki efek yang dapat diprediksikan dan terpercaya pada
orang lain. Tantangannya adalah mendukung kemandirian dan otonomi
sambil menjaga keamanan toddler yang rasa ingin tahunya tinggi.
(Kyle&Carman, 2012).
Kesimpulan definisi anak usia toddler adalah anak usia 1-3 tahun
yang sedang memiliki masa pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan
motorik, intelektual serta rasa keingintahuannya yang tinggi terhadap
berbagai hal.

6
2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Toddler
Pertumbuhan anak usia toddler adalah rata-rata pertambahan berat
badan 1,8 sampai 2,7 kg per tahun, tinggi badan rata-rata anak usia 2 tahun
adalah 86,6 cm, kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir
masa bayi dan lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia
1-2 tahun, lingkar dada terus meningkat ukurannya dan melebihi lingkar
kepala (Wong, 2009).
Menurut Syamsu (2001 dalam setiyaningrum, 2017) perkembangan
adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme
menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang
berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Adapun menurut Hamalik (2004, dalam Setiyaningrum, 2017),
perkembangan merujuk kepada perubahan yang progresif dalam organisme
bukan saja perubahan dalam segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi
fungsi, misalnya kekuatan dan koordinasi
Perkembangan keterampilan motorik anak usia toddler menurut
(Kyle & Carman, 2012) toddler terus memperoleh keterampilan motorik serta
menghaluskan keterampilan yang lain. Berjalan berkembang menjadi berlari,
memanjat, dan melompat. Mendorong atau menarik mainan, melempar bola,
dan mengayuh sepeda roda tiga dicapai di masa toddler. Keterampilan
motorik halus berkembang dari kemampuan memegang dan menjepit menjadi
kemampuan untuk menggunakan peralatan makan, memegang krayon,
merangkai manik-manik, dan menggunakan komputer.
Perkembangan koordinasi mata-tangan diperlukan untuk
penghalusan keterampilan motorik halus. Peningkatan kemampuan mobilitas
dan manipulasi ini membantu toddler yang ingin tahu untuk mengeksplorasi
dan mempelajari lingkungannya dengan lebih banyak. Ketika toddler
menguasai tugas yang baru, ia memiliki kepercayaan diri untuk menaklukkan
tantangan selanjutnya. Dengan demikian, penguasaan dalam perkembangan
keterampilan motorik berperan terhadap pertumbuhan rasa harga diri toddler.
Toddler yang bersemangat untuk menghadapi tantangan cenderung akan
berkembang lebih cepat dari toddler yang ragu. Indra penglihat, pendengar,

7
dan peraba bermanfaat dalam membantu mengoordinasikan pergerakan
motorik kasar dan halus.
Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak
faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada
anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah
sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari
tahapan tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud. bayi berada pada
fase oral dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun
dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami
penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak
toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet
training yaitu anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang
air besar di toilet atau jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di
sembarang tempat dan di area terbuka seperti digot dan ditanah
menyebabkan resiko untuk terjadinya penularan diare (Iswari, 2011).
Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa
anak bayi berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan
kenikmatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya.
Pada tahap ini anak cenderung untuk memasukkan apapun kedalam
mulutnya, sehingga anak lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare.
Hal ini akan lebih diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya
tahan tubuh yang rendah dan juga status imunisasi yang belum lengkap.
Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori
motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan
mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan
aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut
dengan merasakan keingin tahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar
disentuh (Iswari, 2011).
Pada usia 1-2 tahun menurut Freud anak memasuki tahap anal yang
berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas
utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan toilet"
(toilet training). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat menahan,
maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan itu berasal
dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa mengendalikan

8
sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu anak untuk
menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai
macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi termasuk juga dengan
kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau WC, kebiasaan anak
buang air besar disembarang tempat dan di area terbuka seperti di got dan di
tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya penularan diare.
Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan dimana
anak sukar atau kurang mau untuk makan. Selera makan berubah ubah,
cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai belajar
untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam koordinasi
antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak lebih senang
untuk makan sendiri. pentingnya orang tua untuk memperhatikan kebersihan
tangan dan kuku anak sebelum makan. Kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan juga sebaiknya diajarkan pada anak, sehingga anak dapat
meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh agen agen penyebab diare
(Palupi 2005, dalam Iswari, 2011).

B. Diare
1. Definisi
Diare pada anak dapat ditandai dengan frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Bahaya terbesar
bagi anak-anak dengan diare adalah dehidrasi, atau kehilangan terlalu
banyak cairan dari tubuh. Hal ini akan bertambah bahaya jika disertai muntah-
muntah. Bayi dan balita yang diare membutuhkan lebih banyak cairan untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang melalui tinja dan muntah. Pemberian
cairan yang tepat dengan jumlah memadai merupakan modal utama
mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan
frekuensi sesering mungkin. Oralit merupakan obat untuk mengatasi diare
pada anak. Jika anak dalam masa pemberian ASI, lanjutkan pemberian ASI,
tetapi juga perlu ditambahkan cairan/minum agar tidak mengalami dehidrasi,
anak berikan makanan bergizi (Setiyaningrum, 2017).
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam. Definisi lain

9
memakai frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari. Buang
air besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Nurarif, Kusuma,
2016).
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (nelson dkk,
1969 dalam suharyono 2012) Diare akut adalah buang air besar dengan
frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair
dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari
2 minggu (Suharyono, 2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa diare adalah suatu kondisi dimana
buang air besar tidak normal yang ditandai dengan frekuensi BAB >4 kali per
hari dengan konsistensi fesen encer.
2. Etiologi
a. Etiologi terjadinya diare menurut (Ridha, 2014) adalah :
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri,
parasit maupun virus. Penyebab lain adalah vaksin dan obat, nutrisi enteral
diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi fekal (overflow
diarrhea) atau berbagai kondisi lain.
1) Infeksi bakter : Vibrio, escherichia coli, salmonella. shigella.
campylobacter, yershinia dan lain-lain
2) Infeksi virus: enterovirus, (Virus ECHO, coxsackaie, poliomelitis),
adenovirus, retrovirus dan lain-lain
3) Infeksi parasit: cacing (ascori, trichoris, oxyuris, histolitika, gardia
lambia, tricomonas hominis), jamur (candida albicans)
b. Terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor (Hidayat, 2013)
yaitu :
1) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme
(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang
dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya
perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi intestinal dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Adanya
toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif

10
dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya
sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
2) Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
3) Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan
4) Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan
3. Manisfetasi Klinis
Menurut (Ridha, 2014) Pasien dengan diare akut akibat infeksi
sering mengalami naurea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut,
demam dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari.
Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering,
tulang pipi menonjol, tugor kulit kurang menurun, serta suara menjadi
serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolik akan
menyebabkan frekuensi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasan
kusmaul).
Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat
(lebih dari 120 x/menit). Tekanan darah menurun sampai tak terukur pasien
gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstrimitas dingin, kadang sianosis.
Kekurangan kalium menyebabkan aritmia jantung, perfusi ginjal menurun
sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi
dapat timbul penyakit berupa nekrosis tubulas akut. Secara klinis diare
karena infeksi akut menjadi 2 golongan (Ridha, 2014) :
a. Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja
b. Disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang
darah

11
Akibat diare dalam jangka panjang adalah:
1) Dehidrasi
2) Asidosis metabolik
3) Gangguan gizi akibat muntah dan berak-berak
4) Hipoglikemi
5) Gangguan sirkulasi darah akibat yang banyak keluar sehingga terjadi
syock
4. Tanda dan gejala diare
Menurut Oswari, Sofwan (2009) tanda dan gejala diare ditentukan oleh
penyebab diarenya :
a. Apabila diare disebabkan oleh infeksi virus maka tanda dan gejala
umumnya adalah: diare yang menyemprot, muntah-muntah, demam
yang tidak terlalu tinggi, dan kehilangan nafsu makan. Diare akibat
infeksi virus tidak merespon pemberian antibiotik, bahkan diarenya bisa
memburuk.
b. Apabila diare disebabkan oleh infeksi bakteri maka tanda dan gejala
umumnya adalah: diare yang tidak menyemprot, berbau busuk, sakit
perut, demam yang lebih tinggi (>39°C), dan terkadang terdapat darah
pada tinjanya. Pemberian antibiotik sebaiknya atas persetujuan dari
dokter.
c. Diare yang disebabkan oleh parasit lebih jarang terjadi. Diare karena
sebab-sebab lainnya seperti penggunaan antibiotik dan pola makan
yang tidak tepat biasanya ringan saja.
5. Masalah yang muncul pada klien diare
a. Masalah yang muncul pada klien diare menurut Nanda (2015, dalam
Nurarif, kusuma , 2016) adalah :
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler
2) Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi diusus
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan eksresi / BAB
sering
5) Resiko syok (hipovolemi)

12
6) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
b. Discharge planning
1) Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberian
makanan dan minuman (misal oralit).
2) Ajarkan mengenai tanda tanda dehidrasi (ubun-ubun dan mata
cekung, turgor kulit tidak elastis, membran mukosa kering) dan
segera dibawa kedokter
3) Jelaskan obat obatan yang diberikan, efek samping dan
kegunaannya
4) Asupan nutrisi harus diteruskan untuk mencegah atau
meminimalkan gangguan gizi yang terjadi
5) Banyak minum air
6) Hindari konsumsi minuman bersoda/minuman ringan yang banyak
mengandung glukosa karena glukosa/gula dapat menyebabkan air
terserap keusus sehingga memperberat kondisi diare
7) Biasakan cuci tangan seluruh bagian dengan sabun dan air tiap kali
sesudah buang air besar atau kecil dan sebelum menyiapkan
makanan untuk mencegah penularan diare
8) Hindari produk susu dan makanan berlemak, tinggi serat atau
sangat manis sehingga gejala diare membaik
6. Komplikasi
Menurut Ridha (2014), komplikasi diare yaitu:
Komplikasi diare mencakup potensial terhadap disritmia jantung
akibat hilangnya cairan dan elektrolit secara bermakna (khususnya
kehilangan kalium). Pengeluaran urin kurang dari 30 ml/jam selama 2-3
hari berturut-turut. Kelemahan otot dan parastesia. Hipotensi dan
anoreksia serta mengantuk karena kadar kalium darah di bawah 3,0
mEq/liter (SI: 3 mmol/L) harus dilaporkan, penurunan kadar kalium
menyebabkan disritmia jantung (talukardio atrium dan ventrikel, febrilasi
ventrikel dan kontraksi ventrikel prematur) yang dapat menimbulkan
kematian.

13
C. Ruam Popok
1. Definisi
Ruam Popok adalah iritasi pada kulit bayi yang terjadi di daerah
bokong. Hal ini dapat terjadi apabila popok terlalu lama dan tidak diganti,
popoknya tidak dapat menyerap keringat, dan infeksi jamur atau bakteri
atau eksema. (Setyaningrum, 2017) Ruam popok adalah suatu kondisi
dimana kulit bayi tampak kemerahan pada area bokong dan sekitarnya.
Tingkat kemerahan ini dapat amat bervariasi, mulai dari ringan hingga
disertai dengan timbulnya bintil-bintil dan ulkus / luka. (Handy, 2017).
Ruam popok di sebut juga dengan diaper rash atau diaper
dermatitis, ada beberapa pengertian tentang raum popok sebagai berikut :
(Utami,S. Nursalam. Susilaningrum. 2013).
a. Inflamasi akut pada kulit yang di sebabkan langsung atau tidak
langsung oleh pemakaian popok. (Wong, 2013 dalam Utami, S.
Nursalam, Susilaningrum, R 2013)
b. Merupakan dermatitis kotak Iritan karena bahan kimia yang terkandung
dalam urine dan feses. Hariono, A (1998, dalam Utami,S. Nursalam.
Susilaningrum, R 2013)
c. Akibat akhir karena kontak terus menerus dengan keadaan lingkungan
yang tidak baik, sehingga menyebabkan iritasi/dermatitis pada daerah
perianal, Depkes RI (1994, dalam Nursalam, Susilaningrum. 2013).
2. Penyebab Ruam Popok
Beberapa faktor penyebab terjadinya ruam popok antara lain: Iritasi
atau gesekan antara popok dengan kulit, kurangnya menjaga hygiene.
Popok jarang diganti atau terlalu lama tidak segera diganti setelah BAK
atau BAB (feces), infeksi mikro-organisme (terutama infeksi jamur dan
bakteri), alergi bahan popok, gangguan pada kelenjar keringat di area yang
tertutup popok, kebersihan kulit yang tidak terjaga, udara atau suhu
lingkungan yang terlalu panas atau lembab, akibat diare, reaksi kontak
terhadap karet, plastik, detergen. (Setyaningrum, 2017)
Penyebab umumnya adalah iritasi kulit , iritasi ini dapat terjadi
akibat penggunaan pampers yang tidak sering diganti, penggunaan
diapers yang terlalu ketat, sabun yang kurang lembut, untuk kulit bayi serta

14
udara panas dan lembab yang dialami kulit komplikasi yang dapat terjadi
pada kasus ruam popok adalah infeksi sekunder oleh jamur (Handy, 2017)
Ada beberapa penyebab ruam popok, salah satunya, yaitu kontak
yang lama dan berulang, dengan bahan iritan terutama feses dan urine,
bahan kimia pencuci popok, seperti sabun, deterjen, pemutih, pelembut
pakaian, dan bahan kimia yang di pakai pabrik untuk membuat popok
disposible juga dapat menyebabkan ruam popok. Meskipun urine dan
feses merupakan penyebab utama,kombinasi faktor lainnya juga
memberikan konstribusi terjadinya ruam popok. Wong (1998, dalam
Nursalam, Susilaningrum, R. Utami ,S 2013)
Kontak yang lama antara kulit dan popok yang basah
mempengaruhi beberapa bagian kulit. Gesekan yang lebih sering dan lama
menimbulkan kerusakan / iritasi pada kulit yang dapat meningkatkan
permeabilitas kulit dan jumlah mikroorganisme. Dengan demikian, kulit
menjadi sensitif dan mudah mengalami iritasi. Amonia juga di pandang
merupakan penyebab ruam popok meskipun tidak berdiri sendiri
Peningkatan Ph Urine mengakibatkan peningkatan enzim fecal, yaitu
protease dan lipase sehingga memudahkan terjadinya iritasi pada daerah
pantat. Enzim Fecal meningkatkan Permeabilitas kulit akibat garam
empedu yang terkandung dalam feses terutama saat diare, sehingga juga
mengakibatkan iritasi pada daerah perianal karena jadi bersifat asam.
(Nursalam, Susilaningrum, R. Utami ,S 2013).
3. Tanda dan gejala ruam popok
Tanda dan gejala ruam popok diantaranya: (1) Iritasi pada kulit
yang terkena dan muncul sebagai crytaema, (2) Muncul pada daerah
seperti pantat, kemaluan, perut bawah paha atas, (3) Kulit kemerahan dan
lecet, (4) Muncul ruam pada daerah sekitar kelamin, (5) Timbul lepuh-lepuh
di seluruh daerah popok, (6) Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3
hari, daerah tersebut akan ditumbuhi oleh jamur, terutama jenis Candida
Albicans, sehingga kelainan kulit bertambah merah dan basah
(Setyaningrum, 2017).
4. Klasifikasi Ruam Popok
Penilaian keparahan ruam popok dapat dilakukan secara klinis
menggunakan skala yang ditetapkan oleh Global Clinical Impression untuk

15
keparahan ruam popok , seperti pada Tabel 2.4 Dimana keparahan dinilai
berdasarkan ruam eritematosa, skuama, papul, pustul, edema, erosi
maupun ulserasi dan disesuaikan berdasarkan luas lokasi yang terkena.
Gambar 2.1 Skala derajat Ruam Popok, Saliludin, G.(2017, dalam
Haryati 2018)

Tabel 2.1 Skala derajat Ruam Popok


Sumber : Saliludin, G.(2017, dalam Haryati 2018)
Nilai Derajat Keparahan
0 Tidak ada Tidak ditemukan ruam
1,0 Ringan Pucat sampai merah muda pada area yang kecil (2%-10%)
atau kemerahan pada area yang sangat kecil (<2%)
dan/atau papul yang menyebar dan/atau sedikit
kering/berskuama
2,0 Sedang Kemerahan pada area yang sangat besar (10%-50%) atau
kemerahan yang sangat intens pada area yang sangat
kecil (<2%) dan/atau daerah dengan papul tunggal sampai
beberapa papul (10%-50%) dengan lima atau lebih pustul,
dapat terjadi deskuamasi dan/atau edema sedang
2,5 Berat Kemerahan pada daerah yang sangat besar (>50%) atau
kemerahan yang sangat intens pada area yang kecil (2%-
10%) tanpa edema dan/atau area yang lebih besar ( >50%)

5. Pencegahan dan Pengobatan Ruam Popok


Pencegahan untuk ruam popok adalah ganti popok segera setelah
BAB atau BAK. Hal ini mencegah lembab pada kulit. Jangan memakai
popok dengan ketat khususnya sepanjang malam hari. Hindari

16
membersihkan dengan usapan yang dapat mengeringkan kulit. Seperti
dengan Alkohol atau parfum pada produk tersebut dapat mengiritasi kulit
bayi. Penanganan ganti popok yang telah penuh sesering mungkin,
gunakan air bersih untuk membersihkan area popok setiap kali mengganti
popok, biarkan area di udara terbuka sehingga benar-benar kering, oleskan
krim (seperti yang mengandung zinx oxide atau petrolatum)
(Setyaningrum, 2017).
Beberapa pencegahan ruam popok menurut beberapa sumber adalah :
a. Pencegahan dan pengobatan ruam popok menurut (Handy, 2017)
adalah:
1) Gunakan popok kain
2) Ganti popok bayi segera setelah bak atau bab
3) Cukup gunakan air biasa yang hangat untuk membersihkan bayi
tiap habis bak/ bab. Hindari penggunaan tisu basah atau sejenisnya
karena mengandung bahan kimiawi (pewangi) dan kadang bahkan
alkohol yang dapat menimbulkan iritasi
4) Biarkan kulit dan bokong bayi untuk mengering benar sebelum
mengenakan popok penggantinya
5) Setiap habis mandi, keringkan bokong bayi dengan menempel -
nempelkan handuk (bukan dengan menggosok bokong bayi
dengan handuk) menggosok dapat mengiritasi kulit bayi sehingga
lebih mudah untuk dimasuki kuman
6) Jangan gunakan bedak. Bedak membuat kulit bayi lebih mudah
teriritasi karena tidak bernapas dan pada kondisi terjadi ruam,
bedak dapat memperburuk ruam.
b. Pencegahan dan pengobatan ruam popok Menurut Oswari&Sofwan
(2009)
Gantilah popok lebih sering, jangan biarkan popok bayi basah
karena air seni atau tinja terlalu lama. Untuk pengobatan
farmakologinya orangtua dapat memberikan krim antiseptik untuk
membersihkan dan meringankan perih sekitar pantat bayi. krim yang
mengandung zinc, steroid, anti jamur, atau antibiotik, tergantung
keadaannya.

17
Untuk pengobatan non farmakologinya bisa oleskan minyak
zaitun pada area ruam popok untuk menjaga kelembaban kulit. Dengan
sifat minyak zaitun sebagai antiseptik oil dapat mengurangi kemerahan
pada ruam popok dan dapat mencegah air berkontak langsung dengan
kulit yang terjadi ruam popok (Jelita, 2014).

D. Minyak Zaitun
1. Definisi
Minyak zaitun adalah salah satu minyak yang diperas dari buah
zaitun tentang manfaat minyak zaitun (Olive Oil) bahwa minyak zaitun (Olive
Oil) mengandung emolien yang bermanfaat untuk menjaga kondisi kulit yang
rusak seperti psoriaris dan eksim. Minyak zaitun dapat menghilangkan ruam
terutama pada pantat bayi atau anak yang terjadi kemerahan Setyanti (2012,
dalam ambarwati 2016).
2. Manfaat Minyak Zaitun
Minyak zaitun kaya vitamin E yang merupakan anti penuaan dini.
Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan
melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun
berkhasiat sebagai pelembab yang baik untuk melembabkan kulit selain
itu minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit mati.
(adelia, 2012).
Minyak zaitun adalah sebuah minyak buah yang didapat dari zaitun
(Oleo Europoea). Merupakan minyak istimewa karena mempunyai banyak
manfaat antara lain fenol dan vitamin E yang berguna sebagai antioksidan,
oleocanthal yang merupakan keampuhan dari minyak zaitun, senyawa yang
mirip dengan ibuprofen sebagai anti inflamasi dan vitamin K yang berperan
dalam pengeringan, penyembuhan luka dan perdarahan didalam tubuh.
Ahmad Sa’id (2010, dalam Nurdiantini, Prastiwi, & Nurmaningsari, 2017).
Menurut Badwilan (2010, dalam Nurdiantini, Prastiwi, &
Nurmaningsari, 2017) mengatakan bahwa minyak zaitun mengandung satu
bahan kimia, oleochantal yang dapat mencegah radang, mirip dengan
penghilang rasa sakit seperti Ibuprofen dan obat – obatan anti radang lain yang
digunakan sebagai obat luar untuk membantu menyembuhkan luka robek, luka
lecet dan gangguan lain yang beresiko radang, merah, bengkak dan nyeri.

18
Menurut Hunt. Et al (2000, dalam Nurdiantini, Prastiwi, &
Nurmaningsari, 2017) minyak zaitun, terutama extra-virgin olive oil (yang
dihasilkan dari perasan pertama zaitun tanpa pemanasan) bahwa minyak
zaitun mengandung vitamin E dan vitamin K dan fenol yang tinggi. Fenol
mengandung Flavonoid berperan aktif secara biologis sebagai antioksidan
yang sangat kuat.
Menurut Alsuhendra seorang alumnus IPB mengatakan minyak zaitun
mengandung tingginya asam lemak tak jenuh khususnya asam lemak tak
jenuh dengan ikatan rangkap tunggal yaitu asam oleat atau omega 9 dan juga
asam linoleat atau omega 6 membuat minyak zaitun banyak digunakan di
bidang kesehatan. Selain itu, asam lemak tak jenuh rangkap tunggal memiliki
keunggulan, yakni lebih sulit teroksidasi. Maka dengan itu , jika dioles kan ke
kulit maka kulit akan terlindungi dari sinar matahari dan tidak akan terpicu
menjadi kanker atau tumor (Apriyanti, 2012 dalam Nurdiantini, Prastiwi, &
Nurmaningsari, 2017)
3. Jenis – Jenis Minyak zaitun menurut (Adelia, 2012)
a. Extravirgin olive oil : minyak yang didapat dari extra pertama buah
zaitun memiliki keasaman alami kurang dari 1 %. Salah satu jenis
minyak yang dapat dinikmati dan dikonsumsi tanpa pengolahan
kimiawi, memiliki kandungan vitamin, mineral, anti oksidan jenis
minyak zaitun yang dianjurkan untuk kesehatan
b. Virgin olive oil : minyak yang hampir menyerupai ekstra virgin oil,
bedanya virgin olive oil diambil pada buah yang lebih matang dan
tingkat keasamanya lebih tinggi 1- 5%
c. Fino olive oil : merupakan minyak zaitun yang berasal dari
campuran extra virgin dan virgin tujuannya pencampuran adalah
supaya memberikan aroma dan rasa yang lebih pada minyak virgin
d. Pure olive oil : minyak zaitun campuran dari minyak sulingan (diolah
dengan uap dan bahan kimia) mempunyai tingkat keasaman berkisar
3-4%
e. Extra and refine olive oil : minyak zaitun jenis ini dibuat dari perasan
pertama dengan menggunakan pelarut kimia, minyak zaitun virgin
ditambahkan kedalam kedalamnya sebagai penguat rasa

19
f. Light and ekstra light olive oil : kadar asam lemak dan kalorinya tidak
jauh beda dengan minyak zaitun lainnya. Minyak zaitun ini merupakan
pemurnian dari hasil ekstraksi yang kurang bagus disebut light karena
aroma dan warnanya tak sekeras minyak zaitun murni, minyak ini
sering ditemukan dipasaran tingkat keasaman lebih dari 3%.
g. Pomace : minyak zaitun jenis ini dibuat dengan cara ekstrasi kimia dari
residu yang tersisa setelah perasan dan pemrosesan ke dua. Tingkat
keasaman jenis ini sekitar 5-10%. Minyak zaitun pomace biasanya
dipakai sebagai bahan baku produk kecantikan, sabun, shampo.
4. Kandungan Minyak Zaitun
Menurut Anggaraeni (2011) minyak zaitun mengandung komponen-
komponen sebagai berikut :
a. Lemak jenuh
1) Asam Palmitat (7,5-20,0%)
2) Asam Stearat (0,5-5,0%)
3) Asam Arachidat (<0,8%)
4) Asam Behenat (<0,3%)
5) Asam Myristat (<0,l%)
6) Asam Lignocerat (<l,0%)
b. Lemak tak jenuh
1) Mono-unsaturated Fatty Acids (MUFA)
MUFA terdiri atas asam oleat (Omega-9) 55-83 % , dan asam
palmitoleat 0,33,5 %
2) Poly-unsaturated Fatty Acids (PUFA)
PUFA terdiri atas asam linoleat (Omega-6) 3,5-21,0% , dan asam
Iinolenat (Omega-3) <l,5% .
c. Vitamin E dan Vitamin K
d. Senyawa antioksidan fenol, tokoferol, sterol, pigmen, fitoestrogen dan
squalene
Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa seperti polifenol,
asam lemak esesnsial,squalene, pigmen, tokoferol yang sangat bermanfaat
dalam meningkatkan kesehatan manusia. Kandungan zat gizi dalam 100 gram
minyak zaitun mengandung energi 884 kkal, kalsium 0.18 mg, besi 0.38 mg,
magnesium 0.01 mg, natrium 0.04 mg, vitamin E 12,4 mg (adelia, 2012).

20
E. Pengaruh minyak zaitun (olive oil) terhadap derajat ruam popok
Minyak zaitun berpengaruh akan menjaga kelembaban kulit. Dengan
sifatnya sebagai antiseptik oil dapat mengurangi derajat ruam atau kemerahan
pada ruam popok dan mencegah air melakukan kontak langsung dengan kulit
yang terkena ruam popok. Secara teori minyak zaitun (olive oil) bermanfaat
untuk melembutkan kulit, mempertahankan kelembaban dan elastisitas kulit,
sekaligus memperlancar proses regenerasi kulit. Pemberian minyak zaitun
( olive oil ) yang diberikan pada anak yang mengalami ruam sebanyak 2,5 ml
selam 5 menit atau sampai merata pada kulit ruam setiap pagi dan sore hari
selama 3 hari (Nangili 2013, dalam Ambarwati 2016).

F. Jurnal-jurnal Penelitian
1. Jurnal Apriza dengan judul “Pengaruh Pemberian Minyak Zaitun (Olive Oil)
Terhadap Ruam Popok Pada Bayi Di RSUD Bangkinang Tahun 2016”
dengan jumlah responden 15 bayi dan hasilnya didapatkan nilai p = 0,000
(≤ 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pemberian minyak
zaitun (olive oil) terhadap ruam popok pada bayi di RSUD Bangkinang
tahun 2016.
2. Jurnal Maretha Vega Jelita, Sri Hartini Mardi Asih dan Ulfa Nurulita dengan
judul “Pengaruh Pemberian Minyak Zaitun (Olive Oil) Terhadap Derajat
Ruam Popok Pada Anak Diare Pengguna Diapers Usia 0-36 Bulan Di
RSUD Ungaran Semarang Tahun 2014” dengan jumlah responden 33
responden dan hasilnya didapatkan nilai p = 0,011 (<0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian minyak zaitun (olive oil)
terhadap derajat ruam popok pada anak diare pengguna diapers usia 0-36
bulan.
3. Jurnal Pristi Desy Puspitasari, Rosyidah Alfitri dan Ina Indriati dengan judul
“Pemberian Extra Virgin Olive Oil (EVOO) Untuk Mengatasi Diapers Rash
(Ruam Popok) Pada Bayi Usia 1-12 Bulan Di Rumah Bersalin Kecamatan
Pujon Kabupaten Malang Tahun 2015” dengan jumlah responden 2 bayi
dan hasilnya didapatkan responden yang pertama sembuh dalam waktu 4
hari dan responden yang kedua sembuh dalam waktu 7 hari.
4. Jurnal Ginanjar Syafrudin, Mona Megasari dan Yosi Oktri dengan judul
“Pengaruh Pemberian Minyak Zaitun (Olive Oil) Terhadap Derajat Ruam

21
Popok Pada Pasien Diare Pengguna Diapers Usia Toddler (1-3 Tahun) Di
Ruang Rawat Inap Anak RSUD Sayang Cianjur Tahun 2019” dengan
jumlah responden 15 anak dan didapatkan hasil nilai P = 0,000 (≤ 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian minyak
zaitun (olive oil) terhadap ruam popok pada anak pengguna diapers 1-3
tahun.

22

Anda mungkin juga menyukai