Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tungau Debu Rumah (TDR)

2.1.1. Taksonomi

Tungau (mite) adalah makhluk hidup yang keberadaaannya sering

ditemukan secara bersamaan dengan debu. Tungau termasuk dalam genus

Dermatophagoides filum Arthropoda kelas Arachnida ordo Acariformes

subordo Astigmata dan famili Pyriglyphidae. Tungau yang paling sering

terdapat bersamaan dengan debu rumah adalah famili dari Pyriglypidae,

sedangkan spesies dari famili Pyriglypidae yang sering dijadikan

permasalah adalah Dermatophagoides farinae dan D.pteronyssinus, yang

disebabkan oleh angka kejadiannya yang tinggi diseluruh dunia serta

menjadi permasalahan di rumah yang dihuni oleh relatif lebih banyak

orang8.

2.1.2. Morfologi

Semua spesies dari TDR memiliki morfologi yang sangat mirip,

betina berukuran 370-430 mikron dan jantan berukuran 300-350 mikron.

Tubuhnya berwarna putih susu. Kaki yang ke IV lebih kecil dibanding

dengan kaki yang lainnya, serta kulitnya ditutupi dengan kerutan halus9.

Dalam terminologi acarologi tubuh tungau disebut dengan idiosome.

Idiosome dibagi menjadi dua bagian besar (gambar 1.0) yaitu

propodosoma yang mana merupakan bagian dari anterior, yang terdiri dari

bagian mulut (gnatosoma) dan dua buah pasang kaki pertama, sedangkan

bagian posterior disebut juga hysterosoma yang terdiri dari sepasang kaki
ketida dan ke empat, ditambah bagian dibelakang dari kaki ke empat

opisthosoma. Metapodosoma adalah terminologi yang digunakan untuk

menjelaskan lokasi dari kaki ke tiga dan empat. Podosoma adalah sebutan

untuk lokasi dari seluruh kaki tungau, yang terdiri dari propodosomoa

ditambah metapodosoma10.

Gambar 1.0 Tungau Debu Rumah10

Perbedaan morfologi antara D. Pteronyssinus dan D. Farinae

betina adalah bentuk dari bursa copulatrix nya, pada D. Pteronyssinus

berbentuk bunga sedangkan pada D. Farinae berbentuk seperti cangkir.

Pada jantan, D. Pteronyssinus memiliki sepasang kaki depan yang lebih

besar dibanding tiga pasang kaki lainnya, pada D. Farinae memiliki kaki

depan yang lebih kecil dibanding tiga pasang kaki lainnya11.

Tungau betinan mempunyai dua buah lubang (gambar 1.1) yang

digunakan sebagai reproduksi yang terdiri dari bagian depan dan belakang.
Bagian depan (oviporus) yaitu vulva, terletak diantara kaki III dan IV yang

mana berguna untuk menyimpan telurnya. Bagian belakang berguna untuk

inseminasi selama kopulasi, berbentuk seperti lobang kecil yang berlokasi

di dekat anus yang dinamakan bursa kopulatriks yang berfungsi sebagai

saluran yg menghubungkan ke receptakulum seminis untuk menyimpan

sperma. Tungau jantan, mempunyai penis (gambar 1.1) yang berbentuk

inverted, dasar penis bisa berbentuk oval atau V, yang mana ini berfungsi

penting sebagai pembeda antara spesies12.

Gambar 1.1 Organ Reproduksi Tungau12

2.1.3. Epidemiologi

Terdapat sekitar 50 spesies TDR yang telah ditemukan, terdapat

bersamaan dengan debu rumah, terdapat dua jenis tungau dari famili

phyroglyphidae yang paling penting, terutama di iklim yang sedang, yaitu

D. Pteronyssinus dan D.farinae dikarenakan jumlahnya yang banyak dan

juga efek klinis yang ditimbulkannya13. Kepadatan TDR berbeda-beda di

setiap rumah, ini dikarenakan adanya hubungan seperti struktur setiap


rumah yang berbeda, ventilasi udara, kelembapan dan juga personal

hygiene14.

Pada penelitian yang dilakukan untuk mencari prevalensi TDR di

daerah perkotaan Pamulang (Tangerang) dan Pasar Rebo (Jakarta),

prevalensi TDR yang ditemukan adalah 66,9%, dan jenis yang ditemukan

adalah D.pteronyssinus, G.pestructor, dan D.farinae dengan prevalensi

yang terbanyak adalah D.pteronyssinus 60,4%15. Sedangkan penelitian

yang dilakukan di daerah potensial TDR di Kelurahan Taas Kecamatan

Tikala Kota Manado dari 77 rumah ditemukan bahwa TDR jenis acarus

spp yang paling banyak ditemukan pada ruang tamu (35,18%) dan ruang

tidur (36,66%)16.

Ponggalunggu et al,17 telah melakukan penelitian di Kelurahan

Malayang I yang diambil dari tiga habitat, yaitu tempat tidur (kasur dan

sprei), lantai kamar tidur, dan sofa sebanyak 96 sampel, ditemukan 157

tungau (124 tungau dewasa dan 33 larva), dari 124 tungau yang

teridentifikasi, dari ordo Astigmata sebanyak 122 dengan spesies yang

dominan adalah D.pteronyssinus, dan dua lainnya dari ordo Prostigmata.

Kristin et al.18 melaporkan di ruang keluarga lebih banyak ditemukan TDR

dibandingkan dengan ruang tidur, kepadatan rata-rata TDR pada ruang

tidur 1,9 sedangkan di ruang keluarga 1,8, dengan jenis TDR yang banyak

ditemukan ialah jeni Dermatophagoides spp.

Dirumah, kepadatan TDR tertinggi terdapat di kasur, bantal, karpet,

dan sofa, dimana tempat tersebut lebih sering terjadi kontak dengan kulit

dibanding dengan tempat yg lain, selain itu tempat tersebut susah


dibersihkan, dan juga jika ventilasi di kamar tidur tidak baik maka orang-

orang akan berada di dalam kamar dalam waktu yang lebih lama, dan

kelembapan, yang mana juga akan membuat kondisi yang baik untuk

pertumbuhan dari TDR14. Selain itu faktor lain yang membuat

pertumbuhan dari TDR menjadi lebih baik adalah tersedianya bahan

makanan TDR yang berupa detritus pada rumah yang berasal dari lapisan

kulit manusia, hewan peliharaan serta pertumbuhan jamur, dan juga

bakteri menjadi sumber makanannya19. Kelembapan yang baik untuk

pertumbuhan TDR adalah tingkat kelembapan yang berada diatas 50%.20

2.1.4. Siklus Hidup

Siklus hidup dari dua spesies tungau (D.pteronyssinus dan

D.farinae) mulai dari telur, larva aktif, larfa tidak aktif (pharate

tritonymph), Active trytonymph, Resting tritonymph, dan dewasa aktif.

Antara 19-30 hari adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyempurnakan

siklus hidup yang bergantung pada temperatur dan kelembapan. Tungau

betina dewasa kawin selama dua bulan. Seekor jantan akan melekat pada

betina sejak betina menjadi sebuah trytonimph dan kawin ketika betina

sudah dewasa. D.farinea bertelur selama lebih dari 30 hari dan

memproduksi sekitar beberapa telur per hari, sedangkan D.pteronyssinus

bertelur sebanyak 80 butir dengan waktu lebih dari 45 hari.21

2.1.5. Isolasi TDR

Debu yang telah diperoleh disimpan didalam pembungkus pelastik

dan dibawa ke laboratorium parasitologi3. Identifikasi TDR menggunakan

mikroskop cahaya22, karerna ukuran TDR sangat kecil sekitar 0,5mm


panjangnya, bahkan tungau yang imatur berukuran lebih kecil23. Debu bisa

diperoleh menggunakan alat vacuum pada tempat seperti karpet, matras,

sofa dan kursi. Metode yang simple untuk mendeteksi TDR adalah dengan

meletakkan debu dengan jumlah sedikit ke atas permukaan air maka

terlihat tungau yang mati dan hidup di permukaan air tersebut, lalu dilihat

dengan menggunakan pembesaran 20 kali, ini disebut dengan teknik

mengambang21.

2.2. Perilaku Higiene

2.2.1. Umur

2.2.2. Jenis kelamin

2.2.3. Pendidikan

2.2.4. Sikap

2.2.5. Pengetahuan

Banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu TDR dan apa

penyakit yang ditimbulkan oleh binatang tersebut. Kurangnya informasi

dari petugas kesehatan merupakan salah satu penyebab masyarakat tidak

mengetahuinya. Rambing M et al.24 mendapatkan hasil penelitian yaitu

34,86% untuk skor pengetahuan, yang mana ini menggambbarkan jelas

bagaimana kurangnya pengetahuan masyarakat akan TDR tersebut.

2.2.6. Tindakan

2.3. Kerangka Teori

2.4. Kerangka Konsep

2.5.

Anda mungkin juga menyukai