NIM : CKR0160015
2019/2020
A. Konsep Dasar Penyakit
I. Definisi
Glaukoma adalah gangguan okular yang ditandai dengan perubahan pada
saraf optik (lempeng optik) dan kehilangan sensitivitas visual dan jarak
pandang (Nurarif, 2015).
Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata
ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi cairan dan
pembuangan cairan dalam bola mata dan tekanan yang tinggi dalam bola mata
bisa merusak jaringan-jaringan syaraf halus yang ada di retina dan belakang
bola mata (Nurarif, 2015).
Glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya
lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus (Keperawatan Medikal Bedah
Vol 3, 2002).
Jadi, Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang disebabkan oleh
tingginya tekanan bola mata sehingga menyebabkan rusaknya saraf optik yang
membentuk bagian-bagian retina dibelakang bola mata. Saraf optik
menyambung jaringan-jaringan penerima cahaya (retina) dengan bagian dari
otak yang memproses informasi pengelihatan.
a) Konjungtiva
Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebris/tarsal) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Perdarahan konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis.
b) Sklera
Merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar.
Lapisan jaringan ikat protektif, membentuk bagian putih mata yang di
bagian anterior membentuk kornea. Jaringan bersifat padat dan berwarna
putih, serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior, dan
durameter nervus optikus di posterior. Permukaan luar sklera anterior
dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus yang
mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk sklera, yang
disebut sebagai episklera.
c) Kornea
Merupakan jaringan transparan yang memiliki tebal 0,54 mm
ditengah, dan 0,65 mm di tepi, serta berdiameter sekitar 11,5 mm.
Sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh darah limbus, humor
aqueous, dan air mata. Dalam axis penglihatan, kornea berperan sebagai
jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke
dalam pupil . Bentuk kornea cembung dengan sifat yang transparan
dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80 % atau 40 dioptri
,dengan indeks bisa 1,38.
d) Uvea
Uvea terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah
lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
Merupakan daerah dengan ketajaman paling tinggi.
e) Iris
Merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak
bersambungan dengan anterior lensa, yang memisahkan bilik anterior
dan blik posterior mata. Di dalam stroma iris terdapat otot sfingter dan
dilator pupil. Iris juga merupakan bagian yang memberi warna pada
mata. Dalam axis penglihatan, iris berfungsi mengatur jumlah sinar yang
masuk kedalam bola mata dengan mengatur besar pupil menggunakan
otot sfingter dan dilator pupil.
f) Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk
kedalam bola mata. Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila
berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan
m.dilatator pupil yang bila berkontriksi akan mengakibatkan
membesarnya pupil (midriasis).
g) Corpus siliaris
Membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris.
Corpus silliaris berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor
aquaeus.
h) Lensa
Merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
transparan. Memiliki tebal sekitar 4mm dan diameter 9mm. Terletak di
belakang iris. Lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Dalam axis penglihatan, lensa berperan untuk
berakomodasi dan memfokuskan cahaya ke retina.
i) Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan
kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian
retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula
lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm yang berperan
penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat
bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea. Kira-kira 3 mm ke arah
nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-
merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak melekuk
dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya
masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.
Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini
tersusun dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel
kerucut (cones), yang merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis
neuron:
1) Sel bipolar
2) Sel ganglion
3) Sel horizontal
4) Sel amakrin
Karena lapisan saraf pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel
glia yang disebut sel muller. Tonjolan-tonjolan dari sel-sel ini
membentuk membran pembatas dalam di permukaan dalam retina dan
membran pembatas luar di lapisan reseptor.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan
terdiri atas lapisan:
1) Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3) Lapis nukleus, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme
dari kapiler koroid.
4) Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel
horizontal.
5) Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal
dan sel muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina
sentral.
6) Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan
tempat sinaps sel tripolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7) Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
8) Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian
besar pembuluh darah retina.
9) Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.
j) Nervus Optikus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke
korteks visual untuk di kenali bayangannya.
III. Etiologi
Penyebab dari glaucoma adalah sebagai berikut:
1) Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
2) Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata/di
celah pupil (Nurarif, 2015).
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan
didalam bilik posterior, melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu
mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu
(biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik
anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf
optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf
optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus
mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang
pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti
oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.
IV. Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaucoma, yaitu:
1) Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaucoma sudut tertutup
2) Glaukoma congenital
- Primer atau infantile
- Menyertai kelainan congenital lainnya
3) Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan vuvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid
4) Glaukoma absolute
VI. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi Aqueos humor dan aliran keluar
Aqueos humor dari mata.TIO normal adalah 10- 21 mmHg dan dipertahankan
selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran Aqueos humor.
Aqueos humor diproduksi didalam badan siliar dan mengalir keluar melalui
kanal Schelmn kedalam sistem vena.Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat
produksi berlebih badan siliar atau olehpeningkatan hambatan abnormal
terhadap aliran keluar Aqueos humor melalui kamera occuli anterior(COA).
Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama.
Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia
menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.Kerusakan
jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis.
Kerusakan visus dan kerusakan sarf optik serta retina adalah irreversible dan
hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan.Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada
lapang pandang.
VII. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, aquous.
2. vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan
ke retina atau jalan optik.Lapang penglihatan : Penurunan mungkin
disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis
arteri serebral atau glaukoma.
3. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
4. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
5. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosisi,PAK.
6. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
7. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina,
discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
8. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap
patologi bila melebihi 25 mmhg. (normal 12-25 mmHg). Tonometri
dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta Ilyas, 2004) : Membantu
membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
9. Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi
oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga
memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
10. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang
pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
11. Pemeriksaan Ultrasonografi..: Ultrasonografi dalai gelombang suara
yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
VIII. Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO (Tekanan Intra Okuler) terutama
dengan mengguakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi tubuh).
a) Obat Sistemik
Asetazolamida, obat yang menghambat enzim karbonik anhidrase
yang akan mengakibatkan diuresis dan menurunkan sekresi cairan
mata sebanyak 60%, menurunkan tekanan bola mata. Pada
permulaan pemberian akan terjadi hipokalemia sementara. Dapat
memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh parastesi,
anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan myopia sementara.
Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat
minum adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk
intravena adalah manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat
tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi.
2. Obat Tetes Mata Lokal
Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol,
levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari,
berguna untuk menurunkan TIO.
Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai
dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi
sistemik.
3. Terapi Bedah
a) Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata
belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam
pengaliran humor akueus. Hal ini hanya dapat dilakukan jika
sudut yang tertutup sebanyak 50%.
b) Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup
lebih dari 50% atau gagal dengan iridektomi.
IX. Komplikasi
1. Glaukoma kronis
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan perjalanan
progresif dari glaucoma yang lebih parah.
2. Sinekia anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekuler
(sinekia anterior), sehingga menimbulkan sumbatan irreversibel sudut
kamera anterior dan menghambat aliran aqueous humor keluar.
3. Katarak
4. Glaukoma pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi, maka akan
terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan
lensa.
5. Kerusakan saraf optikus
Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi karena terjadi
peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal memiliki kisaran
tekanan antara 10-20 mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki
tekanan mata yang lebih dari normal bahkan kadang dapat mencapai 50-60
mmHg pada keadaan akut. Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan
kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan semakin berat
kerusakan saraf yang terjadi.
6. Kebutaan
Kontrol tekanan intaokular yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi
kebutaan.
B. Pengkajian
I. Wawancara
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, tgl MRS, nomor register, diagnosa medis, suku bangsa.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Meliputi apa yang menjadi alasan utama klien masuk ke RS.
Biasanya klien akan mengeluhkan nyeri di sekitar atau di dalam bola
mata.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi apa-apa saja gejala yang dialami klien saat ini sehingga
menganggu aktivitas klien itu sendiri. Hal ini meliputi keluhan utama
mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri hebat di kepala,
mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
c) Riwayat keehatan masa lalu
Meliputi penyakit apa saja yang pernah dialami klien sebelumnya,
baik itu yang berhubungan dengan penyakit yang dideritanya
ataupun tidak.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi riwayat penyakit yang pernah dialami anggota keluarga.
Biasanya dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga
dalam garis vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
3. Pengkajian Pola FungsionaL Gordon
a) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Persepsi terhadap penyakit ; tanyakan bagaimana persepsi klien
menjaga kesehatannya. Bagaimana klien memandang penyakit
glaukoma, bagaimana kepatuhannya terhadap pengobatan.
Perlu ditanyakan pada klien, apakah klien mempunyai riwayat
keluarga dengan penyakit DM, hipertensi, dan gangguan sistem
vaskuler, serta riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor, dan
pernah terpancar radiasi.
b) Pola nutrisi/metabolisme
Tanyakan menu makan pagi, siang dan malam
Tanyakan berapa gelas air yang diminum dalam sehari
Tanyakan bagaimana proses penyembuhan luka ( cepat / lambat )
Bagaimana nafsu makan klien
Tanyakan apakah ada kesulitan dan keluhan yang mempengaruhi
makan dan nafsu makan
Tanyakan juga apakah ada penurunan BB dalam 6 bulan terakhir
biasanya pada klien yang mengalami glaukoma klien akan
mengeluhkan mual muntah
c) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan defekasi
Berapa kali defekasi dalam sehari, jumlah, konsistensi, bau,
warna dan karekteristik BAB
Kaji kebiasaan miksi
Berapa kali miksi dalam sehari, jumlah, warna, dan apakah ada
ada kesulitan/nyeri ketika miksi serta apakah menggunakan alat
bantu untuk miksi
Klien dengan glaukoma, biasanya tidak memiliki gangguan pada
pola eliminasi, kecuali pada pasien yang mempunyai penyakit
glukoma tipe sekunder (DM, hipertensi).
d) Pola aktivitas/latihan
Menggambarkan pola aktivitass dan latihan, fungsi pernafasan
dan sirkulasi
Tanyakan bagaimana kegiatan sehari-hari dan olahraga (gunakan
table gorden)
Aktivitas apa saja yang dilakukan klien di waktu senggang
Kaji apakah klien mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah,
batuk, nyeri dada. Data bisa didapatkan dengan mewawancara
klien langsung atau keluarganya ( perhatikan respon verbal dan
non verbal klien)
Kaji kekuatan tonus otot
Penyakit glaukoma biasanya akan mengganggu aktivitas klien
sehari-hari. Karena, klien mengalami mata kabur dan sakit ketika
terkena cahaya matahari.
e) Pola istirahat tidur
Tanyakan berapa lama tidur di malam hari, apakah tidur efektif
Tanyakan juga apakah klien punya kebiasaan sebelum tidur
Penyakit glaukoma biasanya akan mengganggu pola tidur dan
istirahat kliensehari-hari karena klien mengalami sakit kepala dan
nyeri hebat sehingga pola tidur klien tidak normal.
f) Pola sensori
Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi
penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi
sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma
akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan.Peningkatan air mata.
g) Pola kognitif-persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap,
penciuman. Persepsi nyeri, bahasa dan memori
Status mentalBicara : - apakah klien bisa bicara dengan normal/
tak jelas/gugup
Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memahami serta
keterampilan interaksi
Kaji juga anxietas klien terkait penyakitnya dan derajatnya
Pendengaran : DBN / tidak
Peglihatan :DBN / tidak
Apakah ada nyeri : akut/ kronik. Tanyakan lokasi nyeri dan
intensitas nyeri
Bagaimana penatalaksaan nyeri, apa yang dilakukan klien untuk
mengurangi nyeri saat nyeri terjadi
Apakah klien mengalami insensitivitass terhadap
panas/dingin/nyeri
Klien dengan glaukoma pasti mengalami gangguan pada indera
penglihatan.
Pola pikir klien juga terganggu tapi masih dalam tahap yang
biasa.
h) Pola persepsi diri-konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan, harga diri, gambaran diri dan perasaan terhadap diri
sendiri
Kaji bagaimana klien menggambar dirinya sendiri, apakah ada
hal yang membuaatnya mengubah gambaran terhadap diri
Tanyakan apa hal yang paling sering menjadi pikiran klien,
apakah klien sering merasa marah, cemas, depresi, takut, suruh
klien menggambarkannya.
Pada klien dengan glaukoma, biasanya terjadi gangguan pada
konsep diri karena mata klien mengalami gangguan sehingga
kemungkinan klien tidak PD dalam kesehariannya. Tapi, pada
kasus klien tidak mengalami gangguan pada persepsi dan konsep
diri.
i) Pola peran hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan
keluarga lainnya.
Tanyakan pekerjaan dan status pekerjaan klien
Tanyakan juga system pendukung misalnya istri,suami, anak
maupun cucu dll
Tanyakan bagaimana keadaan keuangan sejak klien sakit.
Bagaimana dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian
konflik
Tanyakan juga apakah klien aktif dalam kegiatan social
Klien dengan glaukoma biasanya akan sedikit terganggu dalam
berhubungan dengan orang lain ketika ada gangguan pada
matanya yang mengakibatkan klien malu berhubungan de ngan
orang lain.
Biasanya klien dengan glaukoma akan sedikit mengalami
gangguan dalam melakukan perannya
j) Pola koping-toleransi stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan
menggunakan system pendukung
Tanyakan apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam
beberapa bulan terakhir
Tanyakan apa yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah
yang dihadapi, apakah efektif?Apakah klien suka berbagi
maslah/curhat padakeluarga / orang lain.
Tanyakan apakah klien termasuk orang yang santai atau mudah
panik.
Tanyakan juga apakah klien ada menggunakan obat dalam
menghadapi stress
Biasanya klien dengan glaukoma akan sedikit stress dengan
penyakit yang dideritanya karena ini berkaitan dengan konsep
dirinya dimana klien mengalami penyakit yang mengganggu
organ penglihatannya.
k) Pola reproduksi/ seksualitas
Bagaimana kehidupan seksual klien, apakah aktif/pasif
Jika klien wanita kaji siklus menstruasinya.
Tanyakan apakah ada kesulitan saat melakukan hubungan intim
berhubungan penyakitnya, misalnya klien merasa sesak nafas
atau batuk hebat saat melakukan hubungan intim.
Biasanya klien tidak terlalu mengalami gangguan dengan pola
reproduksi seksualitas. Akan tetapi, pencurahan kasih sayang
dalam keluarga akan terganggu ketika anggota keluarga tidak
menerima salah seorang dari mereka yang mengalami penyakit
mata.
l) Pola keyakinan-nilai
Menggambarkan spiritualitas, nilai, system kepercayaan dan
tujuan dalam hidup
Kaji tujuan, cita-cita dan rencana klien pada masa yang akan
datang.
Apakah agama ikut berpengaruh, apakah agama merupakan hal
penting dalam hidup
Klien akan mengalami gangguan ketika menjalankan aktivitas
ibadah seharihari karena klien mengalami sakit mata dan sakit
kepala yang akan mengganggu ibadahnya.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. jakarta:
EGC