Anda di halaman 1dari 2

Hujan

Seorang gadis yang nampak acuh terhadap keaadaan sekitar. Ia hanya menatap lurus ke arah
jendela sekolah. Alunan nada melow dipadukan dengan suara bariton yang khas, dan kini
tengah mengalun dalam earphonenya. Ia sempat terhanyut dalam sebuah kisah cinta sang
pencipta lagu. Sebelum bel kesialan berbunyi.

“Kring… Kring..”
Seorang wanita paruh baya memasuki kelas dengan diikuti seorang anak laki-laki di
belakangnya.
“Selamat pagi, anak-anak,” Ucapan salam yang selalu hadir dikala dia akan mulai mengajar.
Dan jawaban serentak dari kami. Selalu dan seperti ini. “Pagi, Bu…”
“Baiklah anak-anak, kita kedatangan murid baru dari…” Oke, dia mulai mengoceh,
berceramah dan apalah itu. Dan terpenting gadis itu tidak mau, berepot-repot mendengarkan
sedikitpun.

Ia malah melanjutkan meresapi, menghayati lagu yang ia dengar. Sampai sebuah panggilan
menginterupsinya agar kembali ke dunia nyata.
“Allitha, kamu dengar tidak. Tolong angkat tangan kamu.” Allitha yang sedikit gelagapan,
akhirnya langsung mengangkat tanganya.

Tiba-tiba, ia dikejutkan oleh seseorang yang duduk di sampingnya. Seumur-umur ia tidak


pernah duduk berdua. Dan baru kali inilah ia duduk dengan seseorang, dan dia adalah murid
baru.
Lelaki itu tersenyum manis, lalu mengulurkan tanganya. “Hai, namaku Diandra Alex, salam
kenal.” Allitha hanya melihat sebentar tangan itu lalu ia kembali keaktifitas sebelumnya.
Merasa terabaikan Andra meletakan kembali tanganya ke tempat semula.

Allitha, seorang cewek yang berbeda. Bukanya karena dia l*sbian atau semacamnya. Andra
berpikir bahwa semua cewek itu sama saja. Centil, terlalu berdandan menor dan selayaknya
remaja masa kini.
Allitha adalah orang pertama yang mengabaikanya. Tidak pernah Andra terabaikan seperti
beberapa saat lalu.
Minggu demi minggu telah berlalu hingga hingga kini telah berganti bulan. Berbeda dengan
pertemuan awal mereka kini mereka malah semakin dekat. Bertukar pendapat dengen
kesukaan dan ketidaksukaan masing-masing. Seperti sekarang ini.

“Dra, menurut lo!, lo lebih suka hujan atau pelangi” Allita bertanya kepada orang di
sebelahnya.
“Nggak suka dua-duanya,” Ucap Andra dengan nada santai. “Karena, menurut gue, hujan itu
melambangkan setiap kesedihan yang gue rasaain. Dan kalo pelangi sih gue gak suka aja.”
“Kalo, menurut gue sih. Gue, lebih suka hujan daripada pelangi. Karena menurut gue pelangi
itu kayak, tiap kesedihan itu nggak mesti endingnya bakal bahagia. Karena pelangi juga
nggak akan mesti muncul setelah hujan” Allitha berucap dengan semangat.

“Ehm… Lit, lo mau nggak jadi pacar gue,” Andra berucap dengan tiba-tiba.
“Apa…” Allitha kaget, dengan ungkapan Andara barusan.
Lalu terlihat, Andra pergi begitu saja. Setelah mengucapkan kalimat itu.

Hari setelah Andra mengucapkan kalimat itu, Andra jarang terlihat lagi. Allitha bertanya di
mana-mana, dan akhirnya ia menemukan kabar bahwa Andra telah pindah sekolah. Tapi,
mengapa? Ia tidak bilang kepada Allitha. Apakah Allitha termasuk orang yang tidak penting
lagi.

Hari ini, hujan mengguyur deras sekolah itu. Dan mulai saat itu Allitha sadar bahwa hujan
memanglah lambang kesedihan setiap manusia. Dan hujan itu sendiri bisa menutupi
kesedihanya.

Anda mungkin juga menyukai