Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
1. Ali Akbar (03021381924077)
2. Aulia Najla Saputri (03021281924029)
3. Luthfiyyah Astri Hartuti (03021181924001)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini, kami membahas “Keimanan dan Ketakwaan”. Makalah ini dibuat dalam
rangka memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai keimanan dan ketakwaan
serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Materi yang kami paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik yang bersifat membangun sangat kami
butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini kami buat semoga
bermanfaat.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman 3
B. Wujud Iman 5
C. Proses Terbentuknya Iman 7
D. Tanda-Tanda Orang Beriman 11
E. Pengertian Takwa 12
F. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan 13
A. Kesimpulan 17
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia
lain atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi
sosial manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi
tersebut tidak mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses
pembentuk akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan
seseorang. Keimanan dan Ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak
seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketakwaan seseorang
maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini karena keimanan dan ketakwaan
adalah modal utama untuk membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan
ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia lahir dan melekat
pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka
potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang
secara perlahan.
Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa,
oleh masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang
sebenarnya dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu
menganggap remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai
arti bahasa, tidak mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan
membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh karena itu dari persoalan dan
masalah-masalah yang terpapar diataslah yang melatar belakangi kelompok kami
untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan dan ketakwaan yang kami
bukukan menjadi sebuah makalah kelompok.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut:
1
1. Apa pengertian iman?
2. Bagaimana wujud iman?
3. Bagaimana proses terbentuknya iman?
4. Bagaimana tanda-tanda orang yang beriman?
5. Apa pengertian takwa?
6. Bagaimana korelasi antara keimanan dan ketakwaan?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengertian iman,
2. Memaparkan wujud iman,
3. Menjelaskan proses terbentuknya iman,
4. Memaparkan tanda-tanda orang yang beriman,
5. Mendeskripsikan pengertian takwa, dan
6. Menjelaskan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa adalah yakin, keimanan berarti keyakinan. Dengan
demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok-pokok kepercayaan yang
harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam. Kata iman juga berasal dari kata
kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu iman berarti
percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang
percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman,
walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan atau
kepatuhan (takwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang
beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu
tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimat
syahadat telah menjadi Islam.
Artinya :
3
amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun
bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara
hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan
dan sikap hidup atau gaya hidup.
“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna
semua ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].
“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembenaran dengan hati dan perbuatan
dengan anggota tubuh” [Syarh Shahih Muslim, 1/146].
وعمل قول اإليمان أن على والحديث الفقه أهل أجمع، بنية إال عمل وال
“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan
perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid,
9/238].
وعمل قول من مركبة اإليمان حقيقة. قسمان والقول: القلب قول، االعتقاد وهو، اللسان وقول، وهو
اإلسالم بكلمة التكلم. قسمان والعمل: القلب عمل، وإخالصه نيته وهو، الجوارح وعمل. هذه زالت فإذا
األربعة، بكماله اإليمان زال، القلب تصديق زال وإذا، األجزاء بقية تنفع لم
“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua:
perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang
4
kalimat Islam (mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada
dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota
badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak
akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa,
hal. 35].
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan
dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan
yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa pengertian iman adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa
keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasul-Nya.
B. Wujud Iman
Perwujudan iman kepada Allah bisa kita lihat berdasarkan beberapa hal
dalam kehidupan seseorang. Hal-hal tersebut merupakan cerminan sikap dan pola
kehidupan kita. Dan jika kembali pada konsep dasar dari kata iman, setidaknya
kita bisa mengatakan ada 3 (tiga) perwujudan iman kepada Allah dalam
kehidupan kita nan bisa dilihat berdasarkan:
a. Keyakinan dirinya kepada Tuhan
Orang yang beriman kepada Allah berarti orang yang meyakini bahwa
Allah itu ada. Keyakinan yang dimilikinya membuatnya tak ragu lagi atas
keberadaan Allah di sekitar kita, walaupun kita tak bisa melihat secara
langsung. Kita percaya bahwa Allah ada di dalam ketiadaanNya. Artinya
Allah itu memang ada walaupun kita tak bisa melihatnya secara pasti,
setidaknya kita merasakan keberadaannya dalam hati kita. Orang-orang nan
mempunyai iman kepada Allah niscaya merasa nyaman dalam hidupnya. Hal
ini sebab mereka percaya bahwa Allah selalu menjaga kehidupannya.
Bagaimanapun kondisi kehidupan, mereka percaya ada yang mengatur semua
ini. Inilah keyakinan yang ada dalam
5 diri kita. Semakin besar rasa percaya
kita kepada Allah, berarti semakin besar pula rasa Iman kepada Allah. Ya,
keimanan seseorang memang sangat tergantung pada taraf keyakinan
seseorang terhadap Allah. Iman itu memang sangat tergantung pada
keyakinan.
b. Ucapan yang mengikuti keyakinannya
Ucapan bahwa seseorang beriman kepada Allah merupakan wujud
keseriusannya dalam perasaan imannya. Bukankah dalam kehidupan kita
sehari- hari, kita harus mengucapkan rasa cinta kita kita kepada seseorang
agar seseorang itu mengerti apa nan kita inginkan. Dengan ucapan yang
disampaikan, maka kita dan banyak orang mengetahui bahwa seseorang
mempunyai keimanan kepada Allah. Pada sisi lain, ucapan rasa iman kita
merupakan proklamasi kita atas keputusan kita buat beriman kepada Allah.
Dan, selanjutnya hal tersebut mengabarkan kepada masyarakat bahwa kita
telah menjadi bagian dari agama tersebut. Misalnya buat pemeluk agama
Islam, keyakinan tersebut bisa kita ucapkan dengan membaca kalimat
syahadat.
c. Melakukan berbagai kegiatan hidup
Beriman kepada Allah bisa kita wujudkan dengan berbagai kegiatan
hayati dalam kehidupan kita. Tentunya keimanan ini memang perlu
diaktualisasikan dalam kegiatan hidup. Bagaimana kita menjalani kehidupan
ini merupakan wujud dari keimanan kita kepada Allah. Apa yang kita lakukan
dalam kehidupan kita mencerminkan taraf keimanan kita pada Allah. Semakin
bagus tingkah laku kita dalam kehidupan, maka keimanan kita boleh dibilang
semakin bagus pula. Setidaknya dalam hal ini kita perlu mengakui bahwa
beriman kepada Allah bisa diwujudkan dalam tingkah laku kita. Bagaimana
kita menjalani kehidupan kita merupakan cerminan keimanan kita. Pada
umumnya, mereka yang mempunyai taraf keimanan tinggi memang pola
kehidupannya selalu terjaga baik. Jika beriman kepada Allah kita semakin
banyak diisi hal-hal positif, maka semakin beriman, kehidupan semakin
positif. Semakin sedikit keimanan, maka
6 kehidupan semakin negatif. Hal ini
bisa kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Setiap perwujudan iman
dalam kehidupan yang berupa tingkah laku atau perbuatan, maka dalam
keseharian selalu menjaga agar tingkah lakunya selalu positif. Setiap orang
yang beriman akan menerapkan pola kehidupan positif agar bisa menjadi
teladan bagi orang lain sehingga bisa bersikap sama dalam menjalani
kehidupan. Seharusnya kita berusaha agar masyarakat kita tetap menjalankan
keimanan kepada Allah secara baik agar kehidupan masyarakat juga baik. Hal
ini sangat krusial agar masyarakat kita terjaga dari tindak negatif nan justru
akan membahayakan kehidupan bangsa. Agar kehidupan bangsa kita menjadi
lebih baik, maka kita harus meningkatkan keimanan kepada Allah.
Masyarakat kita harus dikondisikan agar tata pergaulan hayati selalu didasari
oleh nilai-nilai positif kehidupan.
8
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah
dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak
saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah
ditanggapi kecuali secara fisik langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan
yang diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara tidak
langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam
tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan
nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai
yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah laku yang
merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah laku
terpola.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk
intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap
prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus
menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang
memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif.
Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur
hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat
tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut
diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam
bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk
menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima
nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni
menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman
penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai
9
dalam diri manusia secara lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan bilamana
nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai
tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir
semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai
proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa
pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman
tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga
harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari
sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan
sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman
pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti
apabila telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah
laku terpola baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial.
Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku
mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada
tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang
dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian
dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut.
Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai
kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam
tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula
ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara
koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan
nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang
dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan
10 dan koheren. Alasannya, caranya dan
nilai iman hendaknya selalu konsisten
konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola
serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap
langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah
berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat,
maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat
berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku
sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap
orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan
menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu
pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu
tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk
terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan,
makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan
dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai
iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan
keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang
integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
E. Pengertian Takwa
Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi
Thalib tentang apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa adalah:
1. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut karena adanya
neraka. 12
2. Beramal dengan Alquran yaitu bagaimana Alquran menjadi pedoman dalam
kehidupan sehari-hari seorang manusia.
3. Redha dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rezeki. Bila mendapat rezeki
yang banyak, siapa pun akan redha tapi bagaimana bila sedikit? Yang perlu
disedari adalah bahawa rezeki tidak semata-mata yang berwujud uang atau
materi.
4. Orang yg menyiapkan diri untuk “perjalanan panjang”, maksudnya adalah
hidup sesudah mati.
Oleh karena itu, setiap individu muslim harus paham pos–pos alternatif
yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul
bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan
15
telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan, atau pendengaran yang
ditangkap oleh panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh
anggota tubuh dan akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari persoalan tersebut, perlu diadakan
revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan takwa berperan menyelesaikan
problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan
Modern:
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
4. Iman memberikan ketenangan jiwa
5. Iman memberikan kehidupan yang baik
6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
7. Iman memberikan keberuntungan
8. Iman mencegah penyakit
BAB III
PENUTUP
16
A. Kesimpulan
Iman adalah adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan
sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasulNya.
Wujud Iman ada 4, yakni:
1. Ilahiyah: Hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, dan mukjizat
3. Ruhaniyah: Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh
4. Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i
B. Saran
Masyarakat seharusnya benar-benar memahami arti dari keimanan dan
ketakwaan serta memupuk keimanan dan ketakwaan tersebut di dalam diri
mereka, sebab 2 hal tersebut sangat berperan dan berpengaruh penting terhadap
diri manusia dalam menjalani kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. http://bawaihimbda.blogspot.com/2017/05/keimanan-dan-ketaqwaan.html
2. http://amrhy.blogspot.com/2011/10/makalah-keimanan-dan-ketakwaan.html
3. https://fitachoiyanti14.blogspot.com/2016/03/makalah-keimanan-dan-ketaqwaan-
matkul.html
4. https://www.academia.edu/17266456/MAKALAH_KEIMANAN_DAN_KETAK
WAAN
5. https://www.scribd.com/doc/283604847/Makalah-Keimanan-dan-Ketaqwaan