Pancasila Kelas C
Disusun Oleh :
5170911131 Fahreza Jubryan
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB 1 ....................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 1
RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................... 1
BAB 2 ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 2
PENGERTIAN........................................................................................................................ 2
BENTUK – BENTUK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME ..................................................... 3
CONTOH KASUS ................................................................................................................... 8
DAMPAK ............................................................................................................................ 11
KESIMPULAN ......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Salah satu isi yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa
dan pemerintah Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Hal ini
disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin
sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi
disemua bidang dan sector pembangunan. Apalagi setelah
ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir
korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat
daerah dan bahkan menembus ketingkat pemerintahan yang paling
kecil di daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam
mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan
melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari
yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang
berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara
Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme?
2. Bentuk-bentuk KKN.
3. Contoh kasus di Indonesia
4. Bagaimana dampak KKN di Indonesia dan kesimpulan.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
1. Korupsi
Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian
keuangan pada negara. Korupsi merupakan suatu tindakan yang sangat
tidak terpuji yang dapat merugikan suatu bangsa dan negara. Korupsi di
Indonesia bukanlah hal yang baru, Indonesia merupakan salah satu
negara dengan jumlah kasus korupsi yang terbilang cukup banyak. Akan
tetapi banyak juga kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat atau
pemegang kekuasaan yang telah dibungkar oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Beberapa unsur-unsur tindak pidana korupsi antara lain :perbuatan
melawan hukum,penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau
sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Jenis tindak
pidana korupsi di antaranya, adalah memberi atau menerima hadiah atau
janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam
jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara).
2. Kolusi.
Kolusi adalah tindakan persekongkolan, persekutuan, atau
permufakatan untuk urusan yang tidak baik. Pengertian ini muncul
2
mengingat kolusi berasal dari bahasa Latin collusio yang artinya
persekongkolan untuk melakukan perbuatan tidak baik. Biasanya
diwarnai dengan korupsi yaitu penyalahgunaan wewenang yang
dimiliki oleh salah satu pihak atau pejabat negara. Kolusi paling sering
terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan
mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus
dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
3. Nepotisme
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab
berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata
ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Sebagai contoh,
kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang
saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan
saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-
pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap
nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari
pemilihan saudara.
3
potongan harga, dan sebagainya. Tindakan suap ini termasuk jenis
tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 5 ayat (I) huruf a UU
No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001.[2]Sebagai
contoh, seseorang yang menjadi pedagang ponsel impor. Ketika
barang dari luar negeri telah dikirim dan sampai ke pelabuhan,
ternyata terdapat beberapa dokumen yang tidak dapat ia lengkapi.
Kemudian, ia menghadap kepada petugas atau pegawai Bea Cukai
yang berwenang dan menawarkan beberapa buah ponsel dengan
balasan dokumen yang belum lengkap dianggap sudah memenuhi
syarat. Pelaku tindakan suap menyuap ini akan diganjar penjara
maksimal 5 (lima) tahun dan atau denda maksimal
Rp250.000.000.
4
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000 (tujuh
ratus lima puluh ribu rupiah).
Pemerasan berasal dari kata “chantage” dalam
bahasa Perancis, atau “extortion” dalam bahasa Inggris,
yang berarti pemerasan dengan memfitnah. Pemerasan
dapat dikatakan bentuk korupsi yang paling mendasar,
karena pelaku memiliki kekuasaan dan menggunakannya
untuk memaksa orang lain untuk memberikan atau
melakukan sesuatu yang dapat menguntungkan dirinya.
Contoh yang sering kita temui adalah saat kita ingin
mengurus pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk).
Ketika kita datang menghadap kepada pegawai kelurahan,
seringkali kita jumpai pegawai tersebut meminta sejumlah
uang dengan alasan sebagai uang administrasi pembuatan
KTP. Saat kita tidak memberikan, maka pegawai pun tidak
akan membuatkan KTP tersebut hingga kita memenuhi
permintaannya. Menilik dari kasus pemerasan tersebut,
menurut Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20
Tahun 2001, pelaku akan dikenai sanksi pidana paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan
denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Perbuatan curang merupakan ketidakjujuran dan
ketidakadilan terhadap suatu hal. Dalam konteks bentuk korupsi
ini, perbuatan curang dapat diartikan sebagai tindakan tidak jujur
seseorang terhadap apa yang seharusnya dilakukan. Contohnya,
pada proyek pembangunan gedung perkantoran pemerintahan.
Dalam akta perjanjian, tertulis bahwa gedung tersebut akan
menggunakan pondasi cakar ayam yang paling baik untuk
5
konstruksi gedung 4 lantai. Namun, pada praktiknya justru
menggunakan pondasi yang biasa digunakan untuk gedung 2
lantai. Jika hal ini terjadi, maka kontraktor telah melakukan
perbuatan curang yang akan dikenai sanksi pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dengan
denda paling sedikit Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun
1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001.
Pengadaan merupaka proses, cara, atau tindakan untuk
menyediakan dan mengadakan. Pada konteks ini, pengadaan yang
dimaksud adalah pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan
untuk operasional sebuah instansi. Dan proses pengadaan ini
dapat juga melibatkan pihak ketiga sebagai pemasok, melalui
mekanisme tender. Tender merupakan tawaran untuk
mengjaukan harga, memborong pekerjaan, ataupun menyediakan
barang.[8]Hakikatnya, pada proses tender ini dilakukan seleksi
terhadap vendor, dimana vendor tersebut harus memenuhi
kriteria yang telah ditentukan atau sesuai peraturan yang berlaku.
Sebagai contoh, tender pembuatan kertas suara untuk Pilgub
(Pemilihan Gubernur) oleh KPU Daerah. Ketika proses tender
digelar, secara diam-diam, perusahan percetakan milik salah satu
anggota KPU Daerah mengikuti proses tender. Dan karena
memiliki “orang dalam”, akhirnya pemenang tender pun jatuh ke
tangan anggota KPU Daerah tersebut.Sesuai dengan contoh kasus
di atas, maka anggota KPU Daerah tersebut sudah melakukan
tindak pidana korupsi, yang akan dikenai sanksi pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dengan denda paling seikit Rp200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah),
6
sesuai dengan isi pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU
No. 20 Tahun 2001.
Gratifikasi merupakan sebuah hadiah, imbalan, atau
balasan atas jasa atau manfaat yang diberikan secara sukarela,
tanpa ajakan atau janji. Pada dasarnya, gratifikasi ini tidak
mengandung unsur korupsi, selama tindakan ini tidak
menimbulkan kecurangan. Maka dari itu, gratifikasi, dalam
konteks bentuk korupsi, harus dilihat pada perspektif
kepentingan gratifikasi. Sebagai contoh, pada saat menjelang Hari
Raya Natal, seorang pegawai instansi menerima paket yang
diantarkan langsung ke rumah oleh kurir. Paket tersebut berasal
dari orang atau nasabah yang pernah bekerjasama sebelumnya
sebagai ucapan terimakasih. Pada tahap ini, gratifikasi yang terjadi
akan tergolong gratifikasi yang positif jika pegawai penerima
paket ini melaporkan paket tersebut kepada KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Namun, gratifikasi
tersebut akan tergolong sebagai gratifikasi yang negatif (suap),
jika penerima paket tak kunjung melaporkan paket tersebut
kepada KPK. Setelah ditetapkan bahwa gratifikasi tersebut adalah
gratifikasi negatif, maka penerima gratifikasi tersebut akan
dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan denda paling sedikit
Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sesuai dengan Pasal 12 B UU
No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001.
2. Kolusi
7
Biasanya, imbalannya adalah perusahaan tersebut kembali
ditunjuk untuk proyek berikutnya.
3. Nepotisme
CONTOH KASUS
1. Kotawaringin Timur
8
KPK resmi menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian
Hadi sebagai tersangka atas kasus korupsi penerbitan Izin
Usaha Pertambanga (IUP) di daerah itu. Dalam kasus ini,
negara tercatat mengalami kerugian hingga Rp 5,8 triliun dan
711 ribu dolar AS.
Supian yang juga kader PDIP ini diduga menguntungkan diri
sendiri dan korporasi dalam pemberian IUP kepada tiga
perusahaan yakni PT. Fajar Mentaya Abadi (PT. FMA), PT.
Billy Indonesia (PT. BI) dan PT. Aries Iron Maining (PT. AIM)
pada periode 2010-2015.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho
menyebut kasus korupsi Bupati Kotawaringin Timur menjadi
salah satu kasus orupsi terbesar yang ditangani oleh KPK.
"Jadi ini satu kerugian negara paling besar yang kami tahu
yang ditangani KPK," kata Emerson.
2. Kasus BLBI
Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Nak Indonesia (BLBI)
yang telah bergulir sejak lebih dari satu dasawarsa ini juga
menjadi salah satu kasus korupsi terbesar yang pernah ada
di Tanah Air. Hingga kini, kasus yang membelit sejumlah
petinggi negara dan perusahaan besar ini masih juga belum
menemui titik terang.
BLBI adalah program pinjaman dari Bank Indonesia kepada
sejumlah bank yang mengalami masalah pembayaran
kewajiban saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank yang
telah mengembalikan bantuan mendapatkan Surat Keterangan
Lunas (SKL), namun belakangan diketahui SKL itu diberikan
sebelum bank tertentu melunasi bantuan.
3. Kasus E-KTP
9
Kasus pengadaan E-KTP menjadi salah satu kasus korupsi
yang paling fenomenal. Kasus yang menyeret Mantan Ketua
Umum Partai Golkar Setya Novanto ini telah bergulir sejak
2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.
4. Proyek Hambalang
Kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan
Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang juga
tercatat menjadi salah satu kasus korupsi besar yang pernah
ada. Nilai kerugiannya mencapai Rp 706 miliar.
5. Soeharto
Mantan Presiden Kedua Soeharto disebut-sebut telah
melakukan tindak pidana korupsi terbesar dalam sejarah
10
dunia. Kekayaan negara yang diduga telah dicuri oleh
Soeharto berkisar antara 15 hingga 35 miliar dolar AS atau
sekitar Rp 490 triliun.
DAMPAK
1. Dampak korupsi terhadap ekonomi
Yang paling utama,pembangunan terhadap sektor-sektor publik
menjadi terganggu,dana dari pemerintah yang hampir semua di
gunakan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas umum tidak
semua di gunakan sebagian dana tersebut di gelapkan.
Dari segi investasi,dengan adanya kasus korupsi dalam pemerintah,
para investor tidak akan tertarik untuk berinvestasi di indonesia hal
ini akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan
kesejahteraan rendah
11
2. Dampak korupsi terhadap lingkungan
Praktek korupsi menyebabkan sumber daya alam di negeri ini
semakin tidak terkendali,eksploitasi secara besar-besaran tanpa
memperhitungkan daya dukung lingkungan menyebabkan
merosotnya kondisi lingkungan hidup yang sangat parah bahkan di
beberapa tempat sudah melebihi batas sehingga menyebabkan
terjadinya bencana ekologis yang berdampak pada lemahnya
kemampuan warga dalam memenuhi kebutuhan dasar. Eksploitasi
tambang,hutan tanpa prosedur dan proses yang benar banyak di
izinkan tanpa melakukan amdal dan persyaratan lain
sebelumnya,semua ini di mungkinkan karena ada uang sogok dan
suap bagi pemberi izin. Hasilnya juga tidak masuk ke kas negara
karena sudah di gunakan untuk membayar "jatah" oknum-oknum
pejabat.
12
b. Merusak moral penegak hokum
c. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi
hokum
d. Semakin tersisihnya masyarakat kecil di mata hokum
e. Penegakan hukum tidak merata di masyarakat
13
KESIMPULAN
Sebuah strategi pemberatantasan memerlukan prinsip transparan dan
bebas konflik kepentingan. Transparnsi membuka akses public terhadap
system yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga
masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari
strategi pemberantasan korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi
informasi di sektor pemerintah dapat membantu untuk memfasilitasinya.
Strategi pemberantasannya juga harus bebas dari golongan maupun individu,
sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang.
Sehingga semua berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan objektif.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/18581998/Makalah_Korupsi_Kolusi_dan_Nepotisme_
KKN_
https://bocahkampus.com/contoh-kata-pengantar
https://www.kompasiana.com/elleonoraellen/59f3a4e0ed4ed6713a6299c2/kkn-
korupsi-kolusi-nepotisme-merupakan-benalu-sosial
https://alifiarga.wordpress.com/2016/12/25/bentuk-bentuk-korupsi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kolusi
https://seputarilmu.com/2019/05/nepotisme-adalah.html
https://www.suara.com/news/2019/02/11/163457/5-kasus-korupsi-terbesar-di-
indonesia-dengan-kerugian-negara-fantastis
https://www.kompasiana.com/dwiindahsari/581baf7be8afbd0b684b4b8b/dampa
kdampak-korupsi-di-indonesia?page=all
14