Anda di halaman 1dari 6

Perang maluku yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura pada

awalnya terjadi ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun


1817, monopoli diberlakukan lagi. Diberlakukan lagi sistem
ekonomi uang kertas yang sangat dibenci dan keluar perintah
sistem kerja paksa (rodi). Belanda tampaknya juga tidak mau
menyokong dan memerhatikan keberadaan gereja Protestan dan
pengelolaan sekolah-sekolah protestan secara layak, Pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda, monopoli di Maluku terus
dijalankan. Beban rakyat semakin berat. Selain penyerahan wajib,
masih juga harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan
asin, dendeng, dan kopi. Mereka yang melanggar ditindak tegas.
Tindakan pemerintah Hindia Belanda tersebut semakin
menimbulkan penderitaan
dan kesengsaraan terhadap rakyat, inilah yang menjadi penyebab
rakyat marah dan meletusnya perang maluku. Rakyat Saparua
(Maluku) berjuang menentang pemerintah kolonial Belanda di
bawah pimpinan Pattimura atau Thomas Matulessy dan pejuang
wanita Christina Martha Tiahahu.

Patimura merupakan seorang pemuda yang berani melakukan


pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada Juli–
Desember 1817. Pattimura pemimpin perlawanan rakyat Maluku
(Saparua) terhadap Belanda pada tahun 1817, meninggal pada tanggal
16 Desember 1817 di tiang gantungan.
Perlawanan rakyat Maluku diawali dengan membakar perahu
Pos di Porto (pelabuhan) pada 15 Mei 1817 dan mengepung
Benteng Duurstede. Keesokan harinya rakyat berhasil menguasai
benteng dan menembak mati Residen Maluku, Van De Berg.
Pada 14 Mei 1817, Pattimura mulai memimpin perlawanan
kepada Belanda, terutama di Porto. Belanda kesulitan, akhirnya
Belanda meminta bantuan dari Ambon. Dikirimlah pasukan
sebanyak 200 orang pada Juli 1817. Untuk kedua kalinya
Belanda datang ke Saparua dan berhasil menguasai Benteng
Duurstede pada Agustus 1817.
Pejuang Maluku kemudian melanjutkan perjuangan dengan
sistem gerilya. Belanda ingin secepatnya menangkap pemimpin-
pemimpin perlawanan. Selain mengerahkan pasukan yang
banyak, Belanda juga mengumumkan bahwa mereka akan diberi
hadiah 100 Gulden bagi siapa saja yang dapat menangkap
Pattimura dan 500 Gulden untuk pemimpin-pemimpin lainnya.
Akan tetapi, rakyat Maluku tidak tergiur oleh hadiah tersebut.
Pada Oktober 1817, Belanda berkeinginan untuk segera
menyelesaikan perang. Untuk itulah pada bulan tersebut Belanda
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya,
Pattimura dan pemimpin-peminpin lainnya dapat ditangkap
Belanda, dan pada 16 Desember 1817 Pattimura dihukum
gantung di Kota Ambon. Dalam Perang Maluku dikenal pula
pahlawan wanita, Christina Martha Tiahahu dan sering dijuluki
Mutiara dari Timur, yang ikut
berjuang melawan Belanda sekalipun usia yang masih muda (17
tahun) dan wafat 1 Januari 1818 dalam pengasingan
(pembuangan) di Pulau Jawa.
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pattimura
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh
Belanda yang kemudian berhasil memaksakan monopoli
perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual
kepada Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka
mereka dicap sebagai penyelundup dan pembangkang. Maka
latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah
pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama
Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.
1. Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku
dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan sendirinya
membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan. Apabila
perubahan itu menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan
yang kurang, sudah barang tentu akan menimbulkan rasa tak
puas dan kegelisahan.
2. Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali
penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada zaman pemerintahan
Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien,
herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda
mengharuskannya lagi. Tambahan pula tarif berbagai barang
yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas
sebagai pengganti uang logam yang sudah berlaku di Maluku,
menambah kegelisahan rakyat.
4. Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan
Maluku untuk menjadi Serdadu (Tentara) Belanda.

Jalannya Perang Maluku


Protes rakyat di bawah pimpinan Pattimura diawali dengan
penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu
ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari
Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan dari
Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di
antaranya Pattimura berkumpul di hutan Warlutun dan
memutuskan untuk menghancurkan benteng di Saparua dan
membunuh semua penghuninya. Pada tanggal 9 Mei
berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat
tersebut. Dipilihnya Pattimura sebagai kapten.
Serangan perang maluku dimulai pada tanggal 15 Mei 1817
dengan menyerbu pos Belanda di Porto. Residen Van den Berg
dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi. Keesokan harinya
rakyat mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh
semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh termasuk residen Van
den Berg beserta keluarga dan para perwira lainnya. Rakyat
Maluku berhasil menduduki benteng Duurstede. Setelah kejadian
itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari Ambon lengkap
dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes.
Ekspedisi ini berangkat tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan
yang melelahkan, pada tanggal 20 Mei 1817 pasukan itu tiba di
Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan Pattimura.
Pasukan Belanda dapat dihancurkan dan Mayor Beetjes mati
tertembak.
Belanda berusaha mengadakan perundingan dengan
Pattimura namun tidak berhasil sehingga peperangan di maluku
terus berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah
pertahanan Pattimura dengan meriam, sehingga benteng
Duurstede terpaksa dikosongkan. Pattimura mundur, benteng
diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam benteng
menjadi sulit karena terputus dengan daerah lain. Belanda minta
bantuan dari Ambon. Setelah bantuan Belanda dari Ambon yang
dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda
mengadakan serangan besar-besaran (November 1817).

Pejuang-pejuang Indonesia yang memberontak terhadap kekuasaannya,


digantung secara besar-besaran oleh pemerintah kolonial Belanda
Akhir Perang Maluku
Serangan Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura
saat perang maluku semakin terdesak. Banyak daerah yang jatuh
ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang
tertangkap yaitu Rhebok, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja
Tiow, Lukas Latumahina, dan Johanes Mattulessi. Pattimura
sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang kemudian dibawa ke
Saparua. Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja sama,
namun Pattimura menolak. Oleh karena itu, pada tanggal 16
Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di depan benteng
Victoria Ambon.
Sebelum digantung, Pattimura berkata ”Pattimura-Pattimura tua
boleh dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit”.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah
berani tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku
melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai
oleh Belanda.

Anda mungkin juga menyukai