Anda di halaman 1dari 33

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak semua unsur yang ada di alam itu terdapat dalam bentuk oksida
ataupun senyawa murni. Terkadang ada juga yang membentuk ikatan dengan air
kristal. Hal ini tidak di inginkan di dalam proses industri karena akan
membutuhkan energi serta biaya yang lebih besar lagi. Oleh karena itu untuk
menghilangkan ikatan air kristal pada senyawa karbonat dan hidrat maka
dilakukan proses kalsinasi. Proses kalsinasi adalah proses dekomposisi senyawa
karbonat dan hidtra contohnya adalah MgCO3, CaCO3, MnCO3, FeCO3, dan
Mg(OH)2. Didalam furnace batu kapur digunakan sebagai fitur untuk memisahkan
sulfur, fosfor dan unsur lain dari besi yang akan membentuk slag. Selain untuk
mengikat dan menghasilkan terak, batu kapur juga diperlukan untuk menjaga
kebasaan dari furnace. Batu kapur tidak langsung bereaksi dengan terak di dalam
furnace, sehingga harus diubah terlebih dahulu menjadi kalsin oksida dengan cara
pemanggangan karena dialam batu kapur berikatan dengan air secara kimia. Oleh
karena itu praktikum ini dilakukan agar praktikum dapat memahami konsep
kalsinasi dan aspek termodinamika.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan reaksi kalsinasi batu kapur adalah untuk memahami
konsep kalsinasi dan aspek thermodinamika, mass balance, dan mekanisme difusi
pada reaksi kalsinasi batu kapur

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam percobaan reaksi kalsinasi batu kapur dibagi
menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah
ukuran dan bentuk geometri batu kapur. Sedangkan variabel terikatnya adalah
waktu proses kalsinasi pada temperatur kalsinasi
2

1.4 Sistematika Penulisan


Urutan dalam penulisan laporan praktikum ini berisi 5 bab. Bab I membahas
tentang latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah dan sistematika
penulisan dalam praktikum mineral sampling. Bab II membahas tinjauan pustaka
dan teori dasar yang sebagai acuan teori pada praktikum kali ini. Bab III
membahas tentang diagram alir percobaan, alat dan bahan, dan prosedur
percobaan. Bab IV membahas tentang data hasil percobaan yang telah dilakukan
dan disertai dengan pembahasan hasil dari data yang didapat dari percobaan. Bab
V membahas tentang kesimpulan dan saran yang diambil dari praktikum yang
dilakukan. Daftar Pustaka membahas tentang referensi buku atau jurnal acuan
yang digunakan praktikan dalam menyusun laporan ini. Laporan ini juga
dilengkapi dengan lampiran-lampiran yang berupa contoh perhitungan, jawaban
pertanyaan dan tugas khusus, gambar alat dan bahan, serta blanko percobaan.
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pra Olahan


Proses praolahan termasuk ke dalam proses pirometalurgi bijih. Tujuan
dari proses ini adalah mengubah senyawa logam menjadi bentuk senyawa lain
yang lebih sesuai untuk proses berikutnya. Proses pra-olahan dilakukan pada
temperatur tinggi sebelum mencapai titik leleh, hal ini agar senyawa hidrat, gas
lain, dan senyawa kimia lain hilang atau terurai.Proses pra-olahan terdiri dari
beberapa tahap, salah satu tahapannya adalah kalsinasi. Berdasarkan komposisi
kimianya dapat dibagi menjadi empat bagian besar[1]:
1. Native Ore
Bijih yang ditemukan dalam bentuk logam (metal). Keberadaan bijih
ini tidak membentuk senyawa atau tidak berikatan dengan unsur lain
secara kimia. Contoh : Au, Ag, Pt
2. Bijih Sulfida
Kelompok bijih yang unsur belakangnya dalam suatu senyawa
mengandung sulfur. Keberadaan bijih sulfida di alam jumlahnya cukup
banyak dan beragam. Oleh karena itu bijih sulfida ini mempunyai cara
ekstraksi yang beragam untuk mendapatkan logamnya. Contoh : CuFeS2,
Cu2S, PbS, ZnS
3. Bijih Oksida
Bijih oksida ini terikat secara kimia dalam bentuk oksida. Bijih bentuk
oksida ini proses ekstraksinya menggunakan reaksi reduksi. Oleh karena
itu bijih-bijih yang berbentuk senyawa karbonat dan silikat biasanya
dikelompokkan dalam golongan ini. Contoh : Fe2O3, MnO,
4. Bijih Kompleks
Kelompok bijih yang terdapat lebih dari satu mineral berharga
didalamnya. Contoh : CuFeS2, PbS, SiO2
4

Bijih yang berdasarkan gangue mineralnya dapat dibagi menjadi 2 macam,


yaitu[1]:
1. Bersifat asam : mineral-mineral yang mengandung silikat tinggi.
2. Bersifat basa : mineral-mineral yang mengandung karbonat tinggi.
Jadi proses pra-olahan merupakan proses pengerjaan bijih pada temperatur
tinggi, tetapi masih di bawah temperatur leleh komponen-komponennya dengan
tujuan untuk mengubah senyawa-senyawa logam yang terkandung menjadi bentuk
senyawa-senyawa lain yang lebih sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh
tahap ekstraksi selanjutnya[1]. Proses pengolahan yang paling umum dilakukan
adalah pemisahan secara gravitasi (digunakan untuk cebakan emas letakan),
penggilingan dan pengapungan (digunakan untuk bijih besi yang bersifat basa),
pelindian (dengan menggunakan tangki atau heap leaching; pelindian
timbunandan pemisahan secara magnetis. Tipikal langkah-langkah pengolahan
meliputi penggilingan, pencucian, penyaringan, pemilahan, penentuan ukuran,
pemisahan secara magnetik, oksidasi bertekanan, pengapungan, pelindian,
pengentalan secara gravitasi, dan penggumpalan (pelletizing, sintering,
briquetting, dan nodulizing). Beberapa tahapan dalam proses pra-olahan yaitu[2]:
1. Drying (Pengeringan)
Drying adalah proses penghilangan air yang terdapat dalam bijih
(moisture) dengan cara penguapan.Contohnya adalah penghilangan kadar
air di permukaan bijih hematite (Fe3O4) pada temperatur 100oC
2. Kalsinasi
Penghilangan air, karbon dioksida atau gas lain yang mempunyai
ikatan kimia dengan bijih.Contohnya adalah kalsinasi batu kapur pada
temperatur 900oC, kalsinasi FeCO3 pada temperatur 400oC
3. Roasting (Pemanggangan)
Roasting (pemanggangan) adalah proses pemanasan bijih tanpa terjadi
peleburan, disertai dengan penambahan reagen (gas) dengan tujuan
mengubah senyawa-senyawa yang terkandung menjadi senyawa yang
sesuai untuk proses selanjutnya.
Roasting diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu[2]:
5

a. Roasting Oksidasi
Pemanggangan yang menghasilkan oksida dan pemangangan sulfatasi
menghasilkan senyawa sulfat, biasanya untuk logam yang mudah larut
dalam air untuk proses hidrometalurgi.
Contoh :
2 ZnS + 3O2 2 ZnO + 2SO2...................................................(2.1)
FeS2 + 5,5 O2 Fe2O3 + 4 SO2………......................................(2.2)
Dalam roasting juga ada proses pemanggangan metalisasi
pemanggangan untuk menghasilkan logam pada temperatur : 500-800ºC

Contoh :
HgS(s) + O2 Hg(g) + SO2…..................…....................…......(2.3)
b. Roasting Reduksi
Untuk menurunkan bilangan oksidasi suatu logam, atau langsung
menghasilkan logamnya.Syarat bijih mempunyai kemurnian yang tinggi.
Contoh :
Proses HYL PT KS
Fe2O3 + 3 H2 2 Fe + 3 H2O…………………........................(2.4)
c. Roasting Klorinasi
Untuk menghasilkan senyawa klorida yang larut dalam air atau yang
mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari mineral pengotornya.
Contoh :
MS + NaCl + 3O2 Na2SO4 + MCl2…….................................(2.5)
d. Roasting Khusus
Proses Mond yaitu untuk memurnikan logam nikel.
Contoh :
Ni + 4 CO(g) Ni(CO)4(g) T = 430ºC……..........................(2.6)
Ni(CO)4(g) Ni(s) + 4 CO(g) T = 2120ºC…...........................(2.7)
4. Aglomerasi
Aglomerasi bertujuan untuk mengubah ukuran partikel dari butiran
menjadi gumpalan.Tujuannya adalah untuk memudahkan handling dan
6

pergudangan. Selain itu juga bertujuan untuk memudahkan bereaksi pada


proses olahan selanjutnya atau yang biasa disebut sebagai ekstraksi. Dalam
Aglomerasi ada beberapa macam yaitu[2]:
a. Briqueting
Penggumpalan dengan menggunakan cetakan tekan dengan atau tanpa
perekat tambahan. Hasil dari proses ini dinamakan briket.
b. Nodulizing
Penggumpalan dengan menggunakan tanur putar, disertai proses
kalsinasi sehingga terjadi peleburan sebagian. Hasil dari proses ini biasa
disebul nodul.Contoh : Pembuatan clinker semen
c. Sintering
Pelelehan sebagian dari komponen-komponen yang terkandung dalam
bijih sehingga terbentuk gumpalan.
d. Peletizing
Penggumpalan bijih yang menghasilkan bola-bola kecil (1-3 cm).
Digunakan jika ukuran partikel sangat halus dan sulit untuk disinter.
Biasanya ditambah perekat dan air.Contoh : Pembuatan pelet, bijih besi
ditambah 1% perekat dan 10% air, kemudian dibakar.

2.2 Kalsinasi
Kalsinasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengerjaan bijih pada
temperatur tinggi, tetapi tidak melebihi temperatur lelehnya. Temperatur yang
digunakan bervariasi tergantung pada jenis senyawa karbonat. Kalsinasi dilakukan
untuk mengubah bentuk senyawa dalam konsentrat menjadi oksidanya agar sesuai
untuk proses selanjutnya. Pada proses ini tidak dilakukan penambahan bahan
kimia. Kalsinasi termasuk proses perlakuan panas yang menyebabkan terjadinya
dekomposisi senyawa yang berikatan secara kimia dengan bijih seperti air kristal
dan karbon dioksida. Kebanyakan senyawa karbonat terdekomposisi pada
temperatur rendah seperti MgCO3 yang terdekomposisi pada temperatur 417oC.
Tetapi untuk senyawa CaCO3 dibutuhkan suhu hingga 900oC untuk dapat
mendekomposisikannya. Kondisi ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu[3]:
7

1. Ikatan kimia pada air kristal sangat kuat.


2. Penyediaan panas
Proses kalsinasi bersifat endotermik, artinya proses ini membutuhkan
panas. Maka dibutuhkan energi lebih untuk keberlangsungan reaksi
tersebut. Untuk setiap satu mol penguraian CaCO3 dibutuhkan energi
sebesar 42,5 kkal.
3. Pertimbangan kinetik
Secara kinetik, agar reaksi berlangsung cepat maka PCO2 saat disosiasi
harus lebih besar dari PCO2 pada kondisi standar.
Pengeringan yang dilakukan dalam tahap kalsinasi bertujuan untuk
melepaskan air yang terikat di dalam konsentrat dengan cara penguapan.
Pelaksanaannya dilakukan dengan cara pemanasan sedikit di atas titik uap air,
atau dengan mengatur tekanan uap air di dalam konsentrat harus lebih besar dari
pada tekanan uap air di sekitarnya. Pada prakteknya, tekanan uap air di dalam
konsentrat harus lebih besar dari tekanan atmosfir agar kecepatan penguapan
dapat berlangsung lebih cepat. Ini adalah prinsip kalsinasi. Dekomposisi batu
kapur merupakan reaksi kimia yang sangat sederhana. Batu kapur dikalsinasi
menghasilkan unslaked lime atau kalsium oksida. Reaksi dekomposisi termal dari
kalsium karbonat dinyatakan dengan persamaan reaksi berikut[3]:
CaCO3  CaO + CO2 Ho298 = 42,5 kkal ...................... (2.8)
Temperatur kalsinasi dipengaruhi oleh tekanan udara di dalam tungku
furnace. Disosiasi batu kapur di atas temperatur dekomposisi dapat dijelaskan
melalui lima tahap[4]:
1. Panas ditransfer dari gas kiln ke permukaan partikel yang akan
didekomposisi
2. Panas ditransfer dari gas kiln ke permukaan partikel yang akan
didekomposisi.
3. Panas kemudian dialirkan secara konduksi dari permukaan ke
antarmuka reaksi melalui lapisan mikropori kapur
4. Panas yang sampai pada bagian antarmuka reaksi menyebabkan reaksi
disosiasi CaCO3 menjadi CaO dan CO2.
8

5. Produk CO2 bermigrasi dari antarmuka reaksi, melalui lapisan kapur ke


permukaan partikel dan secara bersamaan dipanaskan dari temperatur zona
reaksi ke temperatur permukaan. CO2 bermigrasi keluar dari permukaan ke
gas kiln.

2.3 Zona Furnace


Batu Kapur Gas Buang
+ kokas

Zona Preheating

Zona Reaksi

Zona Cooling

Udara CaO
Gambar 2.1 Zona Furnace[5]

Tungku kalsinasi dapat dibagi dalam tiga zona, yaitu zona preheating,
zona reaksi, dan zona cooling[5].
a. Preheating Zone.
Pada daerah ini muatan padat batu kapur dan kokas akan mengalami
pemanasan sampai temperatur sekitar 800 celcius oleh gas panas yang
bergerak berlawanan dari bawah ke bagian atas tungku. Pada daerah ini,
belum terjadi reaksi kalsinasi maupun reaksi pembakaran dari kokas.
b. Reaction Zone.
Pada daerah ini terjadi reaksi pembakaran kokas dan dekomposisi dari
batu kapur. Kapur kabar mengalami pemanasan berlebih dan diperkirakan
menjacapai temperatur 1000 celcius. Gas yang meninggalkan daerah
reaksi bertemperatur sekitar 900 celcius. Temperatur gas yang keluar ini,
100 celcius lebih tinggi dari pada temperatur material yang masuk pada
9

daerah ini.
c. Cooling Zone.
Pada daerah ini kapur bakar didinginkan dengan udara yang bergerak
berlawanan dari bagian bawah tungku. Pada daerah ini kapur bakar
didinginkan sampai temperatur sekitar 100 celcius

2.4 Aspek Termodinamika dari Proses Kalsinasi


Untuk menentukan apakah reaksi kalsinasi batu kapur dapat berlangsung
atau tidak dapat dilihat dari nilai ΔGo dari reaksi, jika nilainya adalah negatif
maka reaksi dapat berlangsung. Persamaan energi bebas dari reaksi dekomposisi
batu kapur adalah [6]:
∆GT =42250-34.4T cal/mol .............................................. (2.9)
Dari suatu padatan batu kapur (CaCO3) dihasilkan suatu padatan oksida
kapur bakar (CaO) dan gas karbondioksida. Dalam keadaan kesetimbangan
didapatkan suatu ketetapan kesetimbangan[6]:
[CaO][CO2]
K= , (a=1)...........................................................(2.10)
[CaCO3]

Maka persamaan menjadi,


K =[CO2], gas dinyatakan dalam bentuk tekanan
K= PCO2, jadi tetapan kesetimbangan dari reaksi kalsinasi batu kapur
adalah PCO

2.5 Aspek Kinetika dari Proses Kalsinasi


Panas mengalir secara konduksi ke seluruh bagian batu kapur. Laju
kalsinasi batu kapur memiliki persamaan dengan reaksi yang dikendalikan oleh
difusi. Dengan ukuran dan bentuk butiran yang sama, semakin tinggi temperatur
semakin cepat proses dan bentuk dari butiran batu kapur. Dengan temperatur yang
sama semakin kecil ukuran semakin cepat proses kalsinasi, bentuk yang bulat
akan mempercepat proses kalsinasi. Laju penguraian batu kapur pada proses
kalsinasi dipengaruhi oleh[1]:
1) Karakteristik batu kapur
10

2) Distribusi ukuran partikel


3) Bentuk dari partikel
4) Temperatur pada daerah kalsinasi
5) Laju perpindahan panas antara gas dan partikel
Untuk mengurangi proses pembakaran yang tidak sempurna/tidak merata
bisa dikurangi dengan memperkecil ukuran batu kapur pada proses pembakaran,
sehingga akan mengurangi impurity-nya dan pembakaran yang sempurna akan
menghasilkan kandungan kapur (CaO) yang lebih tinggi[1]
3 BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan


Pada percobaan praktikum reaksi kalsinasi batu kapur langkah-langkah
percobaannya dapat dilihat pada diagram alir Gambar 3.1.

Batu kapur disiapkan

Batu kapur dibentuk bulat

Conto ditimbang dengan neraca digital

Conto dimasukkan kedalam maffle furnace selama 45


menit

Conto dikeluarkan, lalu conto didinginkan

Conto ditimbang menggunakan neraca digital

Conto dimasukkan kedalam gelas beker berisi air

Conto disaring menggunakan kertas saring, lalu conto


dikeringkan menggunakan oven
12

Conto ditimbang yang tidak larut didalam air lalu


menghitung persen kalsinasi

Data Pengamatan

Pembahasan Literatur

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Reaksi Kalsinasi Batu Kapur

3.2 Alat dan Bahan


Berikut ini adalah alat dan bahan yang dipakai dalam percobaan reaksi
kalsinasi batu kapur
3.2.1 Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan reaksi kalsinasi batu
kapur adalah sebagai berikut:
1. Gerinda
2. Neraca Digital
3. Alat Safety
4. Furnace
3.2.2 Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan reaksi kalsinasi batu
kapur adalah sebagai berikut:
1. Batu Kapur
3.3 Prosedur Percobaan
Prosedur yang dilakukan pada percobaan reaksi kalsinasi batu kapur adalah
sebagai berikut:
13

1. Batu kapur disiapkan


2. Batu kapur dibentuk bulat
3. Conto ditimbang dengan neraca digital
4. Conto dimasukkan ke dalam maffle furnace selama 45 menit
5. Conto dikeluarkan lalu conto didinginkan
6. Conto ditimbang dengan neraca digital
7. Conto dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi air
8. Conto disaring menggunakan kertas saring lalu conto dikeringkan
menggunakan oven
9. Conto ditimbang yang tidak larut didalam air lalu menghitung persen
kalsinasi
14

4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Hasil yang didapatkan dari percobaan reaksi kalsinasi batu kapur yang telah
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Perhitungan Massa
Temperatur Waktu `Massa (gram)
No Conto
(0C) (menit) M0 M1 M2
D=3,5 Cm

1 950 45 61,44 50,01 25,2296

D= 2,6 Cm

2 950 45 32,916 20,19 6,675

Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan PCO2 dan Persen Kalsinasi


No PCO2 Persen Kalsinasi

1 2,115 71,83

2 2,115 73,1

4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, batu kapur disiapkan lalu batu kapur tersebut dipecah
menjadi ukuran yang lebih kecil. Pemecahan ini dilakukan agar saat pembuatan
geometri atau bentuk dari batu bara ini tidak memakan waktu yang cukup lama.
Karena jika ukurannya lebih mendekati dari volume bentuk yang diinginkan,
maka proses preparasinya juga akan lebih mudah dan lebih cepat. Pada percobaan
ini digunakan variabel berupa ukuran batu kapur dan bentuk batu kapur.Sehingga
15

untuk batu kapur pertama dibentuk menjadi berbentuk bola dengan diameter 3,5
cm. Lalu untuk batu kapur kedua digunakan bentuk bola dengan diameter 2,6 cm.
Variabel ukuran ini nantinya akan menunjukan bagaimana pengaruh dari ukuran
batu kapur terhadap reaksi kalsinasi yang terjadi. Perbedaan ukuran ini nantinya
akan menjadi percobaan untuk melihat bagaimana pengaruh dari bentuk atau
geometri dari batu kapur terhadap reaksi kalsinasi yang terjadi.
Pada hasil percobaan ini didapatkan nilai persen kalsinasi pada conto
pertama menggunakan diameter 3,5 cm berbentuk bulat sebesar 71,83%, dan nilai
persen kalsinasi pada conto kedua menggunakan diameter 2,6 cm berbentuk bulat
sebesar 73,1%. Dilihat dari hasil yang didapat semakin kecil diameter atau luas
permukaannya maka nilai persen kalsinasi yang didapat pun semakin besar.
Sebaliknya semakin besar diamater atau luas permukaannya maka nilai persen
kalsinasi yang didapat pun semakin kecil. Hal ini disebabkan karena waktu tinggal
dan temperatur di tungku konstan, penetrasi panas terhadap partikel-partikel dari
batu kapur berbeda bergantung pada variasi ukuran batu kapur yang digunakan.
Semakin besar ukuran batu kapur, panas tidak cukup menembus ke inti,
sehingga bagian dalam pecahan batu tetap sebagai kalsium karbonat sementara
bagian luar telah terkonversi menjadi CaO. Untuk batu yang lebih kecil, panas
mencapai inti dengan cepat dan lapisan luar kelebihan panas sehingga membentuk
kulit luar yang keras dimana air tidak bisa menembusnya. Berdasarkan dari
literatur bahwa semakin kecil ukuran dari batu kapur maka semakin banyak hasil
kalsin yang terbentuk, ukuran partikel batu kapur harus kecilpun ada batasnya,
biasanya sekitar 1,5 inci. Akan tetapi karena sifat alamiah dari operasi pengecilan
ukuran, ada berbagai ukuran berkisar antara 0,5-2 inci[1].
Kalsinasi merupakan proses penghilangan air, karbon dioksida atau gas lain
yang mempunyai ikatan kimia dengan bijih. Kalsinasi adalah thermal treatment
yang dilakukan terhadap bijih dalam hal ini batu kapur agar terjadi dekomposisi
dan juga untuk mengeleminasi senyawa yang berikatan secara kimia dengan batu
kapur yaitu karbon dioksida dan air.Proses kalsinasi bersifat endotermik, sehingga
memerlukan panas untuk reaksinya. Maka kelebihan panas yang diberikan dipakai
untuk berlangsungnya reaksi.
16

Warna batu kapur menggambarkan tingkat dan kealamian dari adanya


pengotor (impurity). Warna putih mempunyai kemurnian yang tinggi, warna abu-
abu dan corak gelap disebabkan oleh material karbon atau sulfida besi, kuning dan
warna susu atau merah mengindikasikan adanya campuran besi dan mangan. Jadi
impurity pada batuan kapur akan menghasilkan perbedaan warna dan pola.
Impurity yang biasanya ada pada batu kapur adalah galena (PbS), sphalerite
(ZnS), barite (BaCO3), hematite (Fe2O3) dan fluorite (CaF2). Kalsinasi batu kapur
mengacu kepada proses thermal decomposition menjadi quicklime (kapur bakar)
dan karbon dioksida.
Reaksi untuk thermal decomposition kalsium karbonat adalah:
CaCO3 + Heat CaO + CO2 .......................................(4.1)
Dapat dilihat dari reaksi tersebut batu kapur yang telah melewati proses
kalsinasi ini akan kehilangan berat massanya karena proses pembakaran yang
menyebabkan hilangnya air kristal yang berikatan dengan batu kapur. Pada hasil
dari pembakaran batu kapur ini adalah CaO ( kapur bakar ) dan CO2 (karbon
dioksida).Proses kalsinasi akan menghilangkan air kristal yang terikat pada batu
kapur, jadi proses kalsinasi ini bisa disebut berhasil apabila massa batu kapur
sebelum dan sesudah pemanasan dapat berkurang. Selisih massa sebelum dan
sesudah pemanasan itu adalah massa dari air kristal yang berikat pada batu kapur.
Semakin banyak selisih massa antara batu kapur sebelum dan sesudah pemanasan
berarti semakin banyak air kristal yang terbuang dalam batu kapur tersebut.
Bentuk batu kapur sangat berpengaruh pada kecepatan reaksi kalsinasi tersebut
berlangsung.
Secara teoritis dinyatakan bahwa volume dari batu kapur mempengaruhi
persentase penurunan persen berat dari proses kalsinasi. Semakin besar volume
ukuran batu kapur, panas tidak cukup menembus ke inti, sehingga bagian dalam
bijih tetap sebagai kalsium karbonat sementara bagian luar telah terkonversi
menjadi CaO. Untuk ukuran bijih yang lebih kecil penetrasi panas berlangsung
sempurna dan seluruh batu dapat diubah menjadi CaO. Sedangkan temperatur
kalsinasi yang lebih tinggi akan menyebabkan penyusutan meningkat dan
penurunan volume[1].
17

Berat sampel yang hilang menyatakan banyaknya gas CO2 yang terbentuk
selama kalsinasi dan volume dari batu kapur yang diproses semakin kecil dan
semakin kecil volume dari persen besar persen berat yang hilang.[7] Hal ini
disebabkan semakin mempermudah penguraian impurities untuk keluar dari batu
kapur tersebut. Dan dalam hal ini batu kapur yang memiliki volume paling kecil
adalah batu kapur pada sampel kedua dengan persentasi penyusutan paling besar
o
Secara teoritis temperatur untuk kalsinasi adalah sekitar 900 C.Tetapan
temperatur ini dapat diperhitungkan secara teoritis dengan menggunakan nilai
energi bebas Gibbs (ΔG) yang merupakan driving force untuk suatu reaksi.
Diperlukan energi bebas Gibbs yang bernilai negatif (ΔG < 0) agar reaksi dapat
berlangsung secara spontan. Secara teori Rosenqvist menjelaskan bahwa
temperatur kalsinasi yang lebih tinggi akan menyebabkan penyusutan meningkat
dan penurunan volume pada bijih yang mengalami proses kalsinasi tersebut
Penentuan suhu sebesar 950 0C ini dilakukan karena suhu minimum untuk
proses kalsinasi batu kapur adalah sebesar 900 0C. Sehingga jika dilakukan proses
kalsinasi ini dengan suhu dibawah itu, maka reaksi tidak akan terjadi. Untuk
memasukkan batu kapur kedalam tungku ini, harus menggunakan penjepit
panjang. Hal ini dilakukan agar tangan dari praktikan tidak panas karena terkena
radiasi panas dari dalam tungku. Menurut teoritis rumus yang dipakai untuk
menentukan reaksi ini bisa berlangsung atau tidak secara termodinamika adalah
seperti berikut.
∆GT =42250-34.4T cal/mol .............................................. (4.2)
Pada percobaan ini menggunakan nilai 42.250 diganti dengan 40.250.
Setelah dihitung dengan nilai temperatur dibawah 9000C nilai ∆G positif yang
menyebabkan reaksi kalsinasi batu kapur ini tidak dapat terjadi. Sedangkan pada
nilai temperatur di atas 9000C nilai ∆G negatif yang menyebabkan reaksi kalsinasi
ini dapat terjadi. Maka dari itu kita menggunakan temperatur diatas 9000C agar
kita dapat mengetahui proses kalsinasi. Jadi kita menggunakan temperatur yang
sama yaitu sebesar 9500C. Pada percobaan ini kita tidak menentukan pengaruh
temperatur terhadap hasil kalsinasi, temperatur hanya untuk menentukan reaksi ini
terjadi atau tidak terjadi. Menurut persamaan 4.2 maka dapat dilihat bahwa
18

semakin tinggi temperatur maka ∆GT yang dihasilkan akan semakin (-) maka
reaksi akan semakin mudah terjadi, Sehingga pada percobaan ini untuk temperatur
950°C didapatkan nilai dari∆G(950) sebesar -1821,2 kal/mol jika ditinjau dari segi
termodinamikanya maka untuk proses kalsinasi dengan suhu 950°C maka proses
reaksi kalsinasi berjalan dengan baik dikarenakan ∆G(950) bernilai negatif, berarti
pada suhu tersebut reaksi dekomposisi zat -zat volatile dan air Kristal pada
senyawa batu kapur dapat dihilangkan ,hal itu jika dilihat dari segi
termodinamika pada reaksi kalsinasi batu kapur .Jika dilihat dari segi kehilangan
massa untuk kedua percobaan tersebut maka reaksi kalsinasi dapat dikatakan
berhasil dikarenakan kedua sampel tersebut mengalami kehilangan massa.
Hal yang membuat persen kalsinasi conto kedua lebih besar adalah
pengaruh dari ukuran conto diameter yang lebih kecil dari conto pertama yang
membuat persen kalsinasi conto kedua lebih besar daripada conto pertama. Hal ini
dikarenakan waktu tinggal dan temperatur di tungku konstan, penetrasi panas
terhadap partikel-partikel dari batu kapur berbeda bergantung pada variasi ukuran
batu kapur yang digunakan. Semakin besar ukuran batu kapur, panas tidak cukup
menembus ke inti, sehingga bagian dalam pecahan batu tetap sebagai kalsium
karbonat sementara bagian luar telah terkonversi menjadi CaO. Untuk batu yang
lebih kecil, panas mencapai inti dengan cepat dan lapisan luar kelebihan panas
sehingga membentuk kulit luar yang keras dimana air tidak bisa menembusnya.
Adapun faktor lainnya selain ukuran adalah waktu. Semakin kecil batu,
semakin pendek waktu untuk penetrasi panas. Kalsinasi dilakukan baik dengan
temperatur rendah dan waktu tinggal tinggi atau temperatur tinggi dan waktu
tinggal rendah. Proses kalsinasi juga dipengaruhi oleh temperatur. Secara umum
temperatur tungku yang baik adalah dengan temperatur rendah dengan waktu
tinggal sesingkat mungkin untuk kalsinasi penuh temperatur kalsinasi yang lebih
tinggi mengakibatkan penyusutan meningkat dan penurunan volume, juga
menyebabkan rekarbonasi dari permukaan CaO dengan kehadiran CO 2 yang
membuat kapur non-porous.
Faktor lainnya adalah bentuk permukaan dimana semakin kecil nilai luas
permukaannya maka semakin besar nilai persen kalsinasinya. Hal ini dikarenakan
19

waktu tinggal dan temperatur di tungku konstan, penetrasi panas terhadap


partikel-partikel dari batu kapur berbeda bergantung pada variasi ukuran batu
kapur yang digunakan. Semakin besar ukuran batu kapur, panas tidak cukup
menembus ke inti, sehingga bagian dalam pecahan batu tetap sebagai kalsium
karbonat sementara bagian luar telah terkonversi menjadi CaO. Untuk batu yang
lebih kecil, panas mencapai inti dengan cepat dan lapisan luar kelebihan panas
sehingga membentuk kulit luar yang keras dimana air tidak bisa menembusnya.
CaCO3 + Kokas Gas

Preheating Gas
Zone
Solid

Reaction
Zone
Air
Cooling
Zone Solid

CaO
Air 200
400 600 800 1000
0
C
Gambar 4.1 Diagram Kalsinasi[1]

Pada Gambar 4.1 diatas terdapat zona-zona pada shaft furnace yang dimana
batu kapur dan kokas dimasukkan kedalam shaft furnace dan udara panas
dihembuskan dari bawah lalu yang keluarnya gas CO2 dan batu kapur (CaO).
Dalam proses ini terdapat 3 zona yaitu preheating zone, reaction zone dan cooling
zone. Pada preheating zone muatan padat batu kapur dan kokas akan mengalami
pemanasan sampai temperatur sekitar 800 celcius oleh gas panas yang bergerak
berlawanan dari bawah ke bagian atas tungku. Pada daerah ini, belum terjadi
reaksi kalsinasi maupun reaksi pembakaran dari kokas.
Reaction Zone pada daerah ini terjadi reaksi pembakaran kokas dan
dekomposisi dari batu kapur. Kapur kabar mengalami pemanasan berlebih dan
diperkirakan menjacapai temperatur 1000 celcius. Gas yang meninggalkan daerah
reaksi bertemperatur sekitar 900 celcius. Temperatur gas yang keluar ini, 100
20

celcius lebih tinggi dari pada temperatur material yang masuk pada daerah ini.
Sudah dibuktikan pada aspek termodinamika juga dimana temperatur untuk
terjadinya kalsinasi yaitu pada temperatur sebesar 9000C. Selanjutnya daerah
cooling Zone. Pada daerah ini kapur bakar didinginkan dengan udara yang
bergerak berlawanan dari bagian bawah tungku. Pada daerah ini kapur bakar
didinginkan sampai temperatur sekitar 100 celcius. Pada Gambar 4.1 juga
dijelaskan bahwa temperatur terjadinya kalsinasi pada temperatur 9000C dimana
juga telah sesuai dengan rumus termodinamika. Membuat proses kalsinasi ini
dapat terjadi.

| yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Conto I memiliki diameter 3,5 cm dan conto II memiliki diameter 2,6
cm. Untuk persen kalsinasi conto I sebesar 71,83% dan conto II sebesar
73,1%
21

2. Semakin kecil diameter maka nilai %kalsinasi semakin besar dan


sebaliknya semakin besar diameter maka nilai % kalsinasi semakin kecil.

4.3 Saran
Saran yang diberikan dari praktikan untuk percobaan reaksi kalsinasi batu
kapur adalah:
1. Sebaiknya menggunakan temperatur yang dibawah 9000C untuk
membuktikan aspek termodinamika pada reaksi kalsinasi
2. Menambahkan perbedaan waktu untuk memngetahui pengaruh waktu
yang berbeda terhadap persen kalsinasi
DAFTAR PUSTAKA

[1] Rosenqvist, Tarkel. Principle of Extraxtive Metallurgy. LondonMcGraw


Hill Kogakusha Ltd.1974.
[2] Nurhakim.BahanGalianIndustri. Bandung. 2009.
[3] Lalu, Jamaludin. ”Artikel Bahan Galian Industri : Dolomit” Makalah
Ilmiah, Program Studi Kimia Fakutas MIPA Universitas Mataram. 2010
[4] Febriana, Eni. Kalsium Dolomit Lamongan Untuk Pembuatan Kalsium-
Magnesium Oksida Sebagai Bahan Baku Kalsium dan Magnesium
Karbonat Prsipitat. Jakarta : Universitas Indonesia. 2011
[5] Kelly, Errol G. Introduction to Mineral Processing. New York: John
Willey & Sons. 1982.
LAMPIRAN

LAMPIRAN A

CONTOH PERHITUNGAN
24

Lampiran A. Contoh Perhitungan


1. Perhitungan ∆G950
∆G950=40.250-34,4(950)
= -1821,2 kal/mol

2. Perhitungan K atau PCO2


Ln K = -1821,2/(1,987x1223)
Ln K = 0,749
K = e0,749
K = 2,115

3. Perhitungan Massa Teoritis


- Conto I
(61,44/100) x 56
= 34,4064
- Conto II
(32,916/100) x 56
= 18,43
4. Perhitungan Persen Kalsinasi
- Conto I
(50,01-25,296) x 34,4064 x 100%
= 71,88%
- Conto II
(20,19-6,675) x18,43 x 100%
= 73,36 %
25

LAMPIRAN B
JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS
26

Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus


B.1 Jawaban Pertanyaan
1. Jelaskan Pengertian kalsinasi! Apa tujuan proses kalsinasi? Adakah
reaksi kalsinasi selain batu kapur?
Jawab :
Kalsinasi didefinisikan sebagai pengerjaan bijih pada temperature tinggi
tetapi masih di bawah titik leleh dengan disertai penambahan reagen dengan
tujuan untuk menghilangkan air kristal (hidrat) ataupun karbonat yang
terkandung dalam bijih. Reaksi kalsinasi selain kalsinasi batu kapur yaitu
mineral Dolomit CaMg(CO3)2. Proses kalsinasi dalam dolomite terjadi
dalam dua tahapan yaitu penguraian MgCO3 menjadi MgO, dilanjutkan
penguraian CaCO3 menjadi CaO dan yang terakhir penguraian secara total.
Adapun reaksi kalsinasi dolomite adalah sebagai berikut :
CaCO3.MgCO3 + Heat1 =CaCO3.MgO + CO2 ……………….(B.1)
CaCO3.MgO + Heat2 = CaO.MgO + CO2……………………(B.2)

2. Apa perbedaan antara termodinamika dan kinetika? Jelaskan aspek


kinetika pada reaksi kalsinasi batu kapur yang sudah di lakukan!
Jawab :
Aspek termodinamika untuk menentukan apakah reaksi kalsinasi batu
kapur dapat berlangsung atau tidak dapat dilihat dari nilai ΔGo dari reaksi,
jika nilainya adalah negatif maka reaksi dapat berlangsung. Persamaan
energi bebas dari reaksi dekomposisi batu kapur adalah [6]:
∆GT =42250-34.4T cal/mol .............................................. (B.3)
Panas mengalir secara konduksi ke seluruh bagian batu kapur. Laju
kalsinasi batu kapur memiliki persamaan dengan reaksi yang dikendalikan
oleh difusi. Dengan ukuran dan bentuk butiran yang sama, semakin tinggi
temperatur semakin cepat proses dan bentuk dari butiran batu kapur. Dengan
temperatur yang sama semakin kecil ukuran semakin cepat proses kalsinasi,
bentuk yang bulat akan mempercepat proses kalsinasi. Aspek kinetika pada
reaksi kalsinasi batu kapur yaitu pada saat proses kalsinasi, batu kapur
27

dipanaskan hingga mencapai 950oC. Energi panas yang dihasilkan oleh


furnace mengalir secara konduksi ke seluruh bagian permukaan batu kapur.
Panas tersebut cukup untuk menguraikan batu kapur menjadi oksidanya dan
gas karbon dioksida. Proses penguraian tersebut menyebabkan massa dari
batu kapur berkurang.

3. Buatlah neraca massa dan energy dari proses kalsinasi batu kapur pada
praktikum ini, kemudian hitunglah tekanan gas CO2 yang terbentuk pada
proses kalsinasi!
Jawab :
a. Neraca massa
Diasumsikan CaCO3 100 gram
CaCO3 CaO + CO2 ΔHo = 40,25 Kcal
mr CaCO3 = [40 + 12 + (16 x 3)] = 100
mrCaO = (40 + 16) = 56
mr CO2= [12 +(16 x 2)] = 44
massa CaCO3 61,44
mol CaCO3 = = = 0,6144
mr CaCO3 100
massaCaO = mol x mr CaO = 0,6144 x 56 = 34,406 gram
massa CO2 = mol x mr CO2 = 0,6144 x 44 = 27,0336 gram
b. Neraca energi
Input = Output + generasi
T = 950o C = 1223 K
Reaksi Kalsinasi
CaCO3(s) → CaO(s)+ CO2(g) ............................(B.4)
Dimana,
∆G=∆H–T∆S
∆G=40,25 kkal/mol-T 34,44 kal/mol
∆G=40.250 kal/mol -(1223) 34,44 kal/mol
∆G=-1821,2 kal/mol
K dan P CO2 pada T 950o C
28

CaCO3 →CaO + CO2


<CaO>(CO2 )
k= a=1
<CaCO3 >

k = PCO2
∆G=-RTln K
- 1821,2 =-1,987 . 1173 K . ln k
k =2,115 = PCO2

4. Sebutkan furnace yang digunakan pada proses kalsinasi selain shaft


furnace? Sebutkan dan jelaskan zona – zona yang terdapat pada shaft
furnace!
Jawab :
Furnace yang di gunakan pada proses kalsinasi antara lain:
a) Fluidized-bed furnace
b) Oil-fired shaft furnace
c) Ring kiln
zona – zona yang terdapat pada shaft furnace
a) Preheating Zone.
Pada daerah ini muatan padat batu kapur dan kokas akan mengalami
pemanasan sampai temperatur sekitar 800oC oleh gas panas yang bergerak
berlawanan dari bawah kebagian atas tungku. Pada daerah ini, belum terjadi
reaksi kalsinasi maupun reaksi pembakaran dari kokas.
b) Reaction Zone.
Pada daerah ini terjadi reaksi pembakaran kokas dan dekomposisi dari
batu kapur. Kapur kabar mengalami pemanasan berlebih dan diperkirakan
mencapai temperatur 1000oC. Gas yang meninggalkan daerah reaksi
bertemperatur sekitar 900 oC. Temperatur gas yang keluar ini, 100oC lebih
tinggi dari pada temperatur material yang masuk pada daerah ini.
c) Cooling Zone
Pada daerah ini kapur bakar didinginkan dengan udara yang bergerak
berlawanan dari bagian bawah tungku. Pada daerah ini kapur bakar di
29

dinginkan sampai temperature sekitar 100oC.


5. Tuliskan persamaan reaksi kalsinasi batu kapur beserta persamaan energi
gibbs – nya! Berapa temperatur minimal agar reaksi kalsinasi berlangsung
secara spontan? Jelaskan!
Jawab :
Pada kalsinasibatukapur, Reaksikimia yang terjadiadalah :
CaCO3(s) → CaO(s)+ CO2(g)................................(B.5)
Untuk menentukan apakah reaksi kalsinasi batu kapur dapat berlangsung
atau tidak dapat dilihat dari nilai ΔGo dari reaksi, jika nilainya adalah
negatif, maka reaksi dapat berlangsung. Persamaan energi bebas dari reaksi
dekomposisi batu kapur adalah:
∆GT ° = 40250-34,4 (T)kal/mol.............................(B.6)

B.2 Tugas Khusus


1. Jelaskan proses ring kiln!
Jawab :
Fuel in

Chimney

Air in Burned
Lime out Raw limesstone in

Gambar B.1 Ring Kiln


Ring kiln digunakan untuk menembakkan batu bata. kiln terdiri dari
sejumlah ruang stasioner, diatur dalam sebuah cincin di sekitar cerobong
biasa, bahan bakar dan udara pembakaran dapat dimasukkan ke salah satu
uangr ini, dan gas buang dapat ditarik dari salah satu dari mereka. operasi
30

mengikuti siklus: setiap saat satu ruangan diberi umpan dengan batu kapur
mentah. kamar-kamar berikutnya yang mengandung batu kapur yang tidak
terbakar, dipanaskan terlebih dahulu oleh gas-gas kombinasi panas
sebelum masuk ke cerobong asap. kemudian ikuti beberapa ruang di mana
bahan bakar diperkenalkan dan di mana kalsinasi dilakukan. akhirnya ada
sejumlah kamar di mana udara pembakaran dipanaskan dan kapur yang
terbakar didinginkan. di ruang terakhir, yang berdekatan dengan yang
pertama, kapur yang didinginkan dikeluarkan dari tempat pembakaran.
setelah ruang pertama telah diisi dan yang terakhir dikosongkan, saluran
masuk untuk bahan bakar dan udara dan outlet untuk gas buang bergeser
searah jarum jam satu langkah, ruang diisi sedang dipanaskan, yang
kosong sekali lagi diisi, dan ruang baru adalah dibuka dan dikosongkan,
meskipun muatan padat selalu tetap pada posisi diam, operasi kiln analog
dengan tungku poros tempat gas bergerak berlawanan arus ke muatan.
31

LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT DAN BAHAN
32

Lampiran C. Gambar Alat dan Bahan

Gambar C.1 Muffle Furnace Gambar C.2 Neraca Digital

Gambar C.3 Gerinda Gambar C.4 Batu Kapur


33

LAMPIRAN D
BLANKO PERCOBAAN

Anda mungkin juga menyukai