Anda di halaman 1dari 83

www.rajaebookgratis.

com

MISTERI DEWI PEMBALASAN


Karya : Tara Zagita

mencemaskan setiap orang. Malam semakin pekat


saja rasanya. Banyak yang menduga akan turun
hujan, tetapi nyatanya sampai pukul 9 malam ini
hujan belum juga turun. Gerimis pun tidak. Hanya
saja, angin berhembus cukup kencang. Banyak
pedagang kaki lima di kawasan Blok M sejak tadi mulai
berkemas. Ada yang sudah meringkus barang
dagangannya, ada yang hanya siap sedia menghadapi
hujan yang akan turun. Menurut mereka, malam itu
akan turun hujan dengan deras.
Toko telah tutup. Para pelayannya berkemas pulang
melalui pintu belakang. Citra kebingungan mencari
payung yang biasanya ia taruh di belakang almari
perbekalan. Suara Inggi terdengar keras berseru,
"Cepat, Tra! Ntar keburu hujan!"
"Justru gue lagi cari payung nih...! Brengsek! Siapa
yang ngembat payung gue sih?!"
Karena terlalu lama, akhirnya Citra ditinggal oleh
teman-temannya. Ia keluar dari toko ketika plaza itu
sudah sepi. Payungnya sendiri dicari cari tetap tidak
ketemu.
Seperti biasanya, di depan pusat perbelanjaan itu
ada beberapa preman, anak-anak brandal yang
nongkrong sambil menggoda cewek-cewek yang lewat
di depan mereka. Dari situlah awal peristiwa
mengerikan itu menimpa diri Citra, la diikuti oleh tiga
pemuda brandal dalam perjalanan menuju halte bis.
Tahu-tahu sebuah taksi berhenti di depan Citra.
Pintunya terbuka sendiri, ternyata ada dua orang yang
duduk di Jok belakang. Tiga pemuda yang mengikuti
Citra itu segera mendorong tubuh Citra untuk masuk
ke dalam taksi. Mulut Citra Ingin berteriak, tetapi
disekap oleh tangan kekar, sehingga hanya bisa
bersuara: ah, uh, ah, uh, saja.
"Lepaskan aku..."
Citra meronta di dalam taksi. Tetapi mereka
menahan setiap gerakan Citra. Lima orang pemuda

brandal plus sopir taksi, membawa Citra ke suatu


tempat yang sepi.
Citra tak tahu ke mana arah taksi itu, karena ia
sibuk berteriak dan meronta-ronta. Tahu-tahu ia
sudah berada di depan sebuah bangunan kuno yang
telah rusak. Tempat itu menimbulkan suasana seram
sehingga tak ada orang yang mendekat ke sana.
www.rajaebookgratis.com

"Lepaskan aku! Lepaskan, Setan!" teriak


Citra masih mencoba melawan. Salah seorang
berkata,
"Yon...! Tutup mulutnya biar nggak nga-blak terusl"
Yang dipanggil Yon segera menyekap mulut Citra
dengan selembar syal kumal.
Di dalam rumah kuno yang telah rusak dan tak
beratap sebagian itu, Citra ditelentangkan dengan
paksa, la tetap meronta, menendang tak beraturan.
Sampai akhirnya, salah seorang lagi berseru dalam
bisik, "Ancam dia, Wan!"
Yang bernama Wan mengeluarkan pisau
otomatisnya. Ia menekan sesuatu pada gagang pisau
dan, mata pisau pun melesat keluar.
Trakkk...!
Ujung Pisau ditempelkan di leher Citra. Cowok yang
dipanggil Wan itu menggeram memberi ancaman,
"Kalo lu banyak tingkah, gua habisin nyawa lu
sekarang Juga! Diam!"
Citra merasa ngeri. Selain panik juga tak berdaya
lagi. Dua orang memegangi tangannya dan menekan
pundaknya. Sopir taksi gadungan itu melucuti pakaian
Citra. Seragam pelayan tokonya koyak dan
berantakan. Citra merasa sia-sia sekalipun ia

menguras tenaganya. Lima pemuda dan satu lelaki


yang berlagak menjadi sopir taksi itu mempunyai
tenaga yang tak mungkin bisa dikalahkan Citra.
"Siapa dulu nih?! Gue duluan, ya?"
"Gue dulu, Sam!" sahut cowok yang berambut
panjang.
Yang dipanggli Sam mundur, kemudian salah
seorang yang dipanggil Yon tadi berkata,
"Buruan, Tom Gue udah lama ngincar cewek ini!"
Tom segera melampiaskan nafsu setannya. Cllra tak
berani meronta, karena jika ia bergerak, maka ujung
pisau akan menembus lehernya Dengan tangis yang
amat menyedihkan, ratap yang memilukan, Citra
terpaksa menerima nasib yang tak pernah
dibayangkan sebelumnya enam lelaki preman
memperlakukan Citra dengan ganas. Satu persatu
mereka melampiaskan hasratnya, bahkan Tom dan
sopir taksi gadungan yang dipanggil dengan nama
Rohib itu, melakukannya sampai dua kali.
Di rumah kuno itu, terdapat sebuah tiang. Masih
kokoh. Pada tiang itulah Citra diikat dengan mulut
tetap tersumbat, kemudian ditinggal pergi oleh
mereka. Cowok-cowok itu saling tertawa menjijikkan,
merasa berhasil menundukkan mangsanya. Mereka
www.rajaebookgratis.com

pergi begitu saja dengan taksi tersebut tanpa


memikirkan nasib Citra selanjutnya.
Tangis Citra kehabisan suara. Bahkan air matanya
pun terasa kering. Ia meratapi nasibnya, meratapi
masa depannya, semuanya terasa telah hancur
menjadi debu. Rasa nyeri pada bagian sekitar pahanya
makin menambah isakan tangis dengan suara serak.

Tak ada yang mendengar, karena tempat itu jauh dari


perumahan penduduk.
Mungkin sudah lewat tengah malam, karena udara
dingin makin menembus tulang. Citra berusaha
melepas ikatan pada tangannya yang di
kebelakangkan. Kalau saja ia tidak dalam penderitaan
yang amat memilukan, mungkin la akan menjerit
ketakutan berada di tempat yang menyeramkan ini.
Tetapi, karena ia dicekam oleh kepedihan hati yang
tiada taranya, maka rasa takut Itu pun tak sempat
hadir dalam ingatannya. Yang ada dalam ingatannya
adalah wajah-wajah pemuda Jahanam yang telah
merenggut kesucian gadisnya. Di dalam dadanya,
terbakar dendam yang membara. Barangkali api
dendam itu tak akan padam seumur hidupnya.
"Aku harus mari...! Aku tidak punya harapan lagi!
Hancur sudah masa depanku. Kotor sudah hidup...!"
ratapnya dalam hati, sambil tangannya berusaha
melepaskan diri dari pengikatnya.
Mendadak, gerakan tangannya terhenti. Citaa
merasakan ada sepasang tangan yang berusaha
melepaskan tali pengikatnya. Ia pun mencium bau
wangi bunga yang mirip bunga mnwar dan melati.
"Syukur ada orang yang menolongku...," pikirnya.
Ketika tangannya terlepas, bebas dari ikatan, Citra
pun berpaling ke beiakang. Ia ingin mengucapkan
lerima kasih pada sang Penolong itu. Tetapi, alangkah
terkejutnya ia ketika berpaling ke belakang, ternyata
ia berhadapan dengan seorang wanita cantik yang
mengenakan gaun tidur sutra. Rambutnya terurai
panjang, wajahnya oval, bersih. Matanya
memancarkan kebeningan yang meneduhkan.
Rambutnya yang panjang itu dibelah menjadi dua

bagian, masing-masing berjuntai melalui kedua


pundak, menutup bagian kedua belahan dada.
Panjangnya sampai ke pinggang. Gaunnya yang putih
itu, begitu kontras dengan kegelapan malam. Percikan
cahaya di langit yang dibarengi gemuruh guntur itulah
yang menampakkan wajah wanita itu kelihatan cantik.
Citra buru-buru mengenakan pakaiannya sebisabisanya.
www.rajaebookgratis.com

Memang compang-camping, tapi lumayan


sebagai penutup tubuh. Ia Juga melepas penyumbat
muiut, sambil meiangkah mundur dengan wajah
tegang ketakutan. "Jangan takut!" Wanita cantik itu
berkata igan lembut. "Kita bisa bersahabat. Aku tahu
kau dalam kesukaran. Aku melihat kau dinodai oleh
enam pemuda tadi, tapi aku tidak berhak membelamu
sebeium kau meminta kepadaku."
Citra masih terengah-engah. Rasa takutnya kini
terasa jeias dan menghadirkan kecemasan yang
membuat tubuh merinding serta gemetar.
Wanita cantik itu berkata lagi,
"Namaku Gizma. Mungkin kau mau menyebutkan
namamu?"
Dengan mata mendelik dan tubuh gemetar,
akhirnya Citra pun menjawab gagap,
"Ak... aku... nnna... namaku, Cit..., Citra...."
"Namamu cantik sekali. Sesuai dengan wajahmu.
Mari, ikutlah aku...!"
Gizma melangkah menuju bagian rumah yang lebih
dalam. Beratap rapuh, dan sepertinya bekas ruang
keluarga. Citra diam terpaku sejenak, la daiam
kebimbangan. Rasa takutnya menjadi goyah ketika
Gizma berhenti, dan melambaikan tangannya,
menyuruh Citra mengikutinya. Kaki Citra pun akhirnya

bergerak dalam keraguan. Melangkah mengikuti


Gizma.
Mereka menuju ke suatu tempat yang agaknya duiu
pernah dipakai sebagai ruang makan Tempatnya
sudah berantakan tak karuan, lantainya ditumbuhi
rumput liar. Gemuruh di angkasa masih sesekali
terdengar diiringi kilatan cahaya bini. Di ruang itu
terdapat sebuah pintu. Tak jelas bentuk dan
warnanya, karena keadaan cukup gelap. Bayangan
gaun putih Gizma terlihat berdiri di depan pintu
tersebut, kemudian ia membukanya.
Pada saat ia membuka pintu, maka memancarlah
cahaya terang dari ruangan yang nda di balik pintu
tersebut. Cahaya itu menyilaukan, sehingga Citra
terpaksa melintangkan tangannya di depan mata
untuk mengurangi pancaran yang menyilaukan itu.
"Masuklah, Citra...! Jangan takut, kau tak akan
celaka!"
Seperti ada satu daya magnit pada saat itu, Citra
pun melangkah memasuki ruangan yang menyilaukan.
Ternyata, setelah ia membaur dalam cahaya tersebut,
matanya tidak lagi terasa silau. Ia berada di sebuah
ruangan yang terang. Biasa.
www.rajaebookgratis.com

Hanya saja, Citra menjadi tercengang melihat


ruangan itu berisi perabot yang serba indah,
menawan. Semua perabot terbuat dari logam
semacam staintess. Dinding-dindingnya dilapisi kain
transparan berwarna kuning gading. Lantainya bukan
terbuat dari ubin teraso, melainkan semacam
lempengan logam putih mengkilat anti karat.
Mengagumkan sekali tempat itu, namun juga
membuat bulu kuduk merinding

"Di sini aku tinggal, Citra. Tempat itu tertutup untuk


siapa pun, kecuali orang-orang yang ingin kuajak
bersahabat, seperti kau."
Mata Citra memandang sebuah meja marmer
berbentuk persegi empat. Kubus. Tetapi pada tepian
marmer itu dilapisi semacam lis dari bahan stalnless.
Ukurannya rendah, kira-kira hanya setengah meter
dari lantai. Di bawah meja Itu, terdapat permaidani
dari bulu tebal yang berwarna kuning sedikit orange.
Tampaknya cukup empuk dan hangat. Sekeliling meja
itu tak terdapat kursi. Orang bisa menggunakannya
sambil duduk di lantai. Tetapi, di situ disediakan
bantalan sebagal alas duduk.
Bantalan itu ada empat buah jumlahnya, masingmasing
berbentuk bulat, terbuat dari bahan semacam
bludru hijau rumput.
Citra masih belum habis mengagumi isi ruangan itu,
dan Gisma membiarkannya sambil tersenyum cantik
Citra memandang sebuah ranjang berbentuk segi
empat lebar, tanpa tiang di atasnya, tanpa klambu.
Kaki ranjang itu cukup pendek. Terbuat dari besi
mengkilat tanpa ukiran apa-apa. Kasurnya kelihatan
empuk, berlapis seprei warna hijau rumput Sedangkan
bantal dan guling yang ada di situ diberi sarung yang
terbuat dari kain satin warna putih bersih.
Ruangan itu tanpa Jendela. Pada salah satu sisi
dindingnya terdapat meja panjang, tak begitu lebar.
Tingginya sebatas perut orang dewasa. Di meja yang
hampir membentang sepanjang salah satu sisi dinding
itu, terdapat beberapa perabot dapur. Ada gelas,
piring, botol-botol minuman dalam bentuk yang unik,
tempat lilin bertiang tiga dan macam-macam lagi.
Sedangkan di sebelah kiri ranjang, terdapat cermin
dan meja rias. Cermin itu berbentuk bulat, tepiannya

diberi iis dari logam putih. Demikian Juga meja


riasnya, terbuat dari marmer bertepian shnnless, ia
kelihatan anggun. Perpaduan kecantikan dengan
keindahan tempat di sekitarnya membuat Gizma
www.rajaebookgratis.com

seperti seorang ratu yang punya kharisma tinggi.


"Duduklah, Citra. Jangan hanya berdiri di situ saja,"
katanya dengan iembut.
Cukup lama Citra menetralisir guncangan jiwanya
Kini ia telah bisa sedikit tenang, karena sejak tadi ia
tidak melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya, la duduk di seberang meja, di depan Gizma.
"Kau kenal dengan enam lelaki yang
memperkosamu tadi?" tanya Gizma bagai seorang
hakim.
Citra menggeleng. Ia menelan ludahnya,
membasahi kerongkongannya yang sejak tadi terasa
kering. Lalu, ia berkata dengan parau,
"Mereka anak-anak brandal yang suka nongkrong di
depan tempatku bekerja."
Gizma manggut-manggut.
"Perempuan lebih punya banyak risiko dari lelaki.
Melahirkan, mengurus bayi, menjadi pelayan kaum
lelaki, Itu adalah sebagian dari risiko seorang wanita.
Tetapi menjadi wanita yang tangguh, risiko seperti itu
tidak bukan berarti baginya."
"Aku... aku memang tidak tangguh. Aku lemah "
"Tapi kau cantik, Citra," sahut Gizma sambil
memandangnya dengan lembut. Senyumnyapun enak
dipandang mata. "Jangan cepat bangga menjadi
wanita cantik, sebab ia akan diincar oleh banyak
kejahatan, dijadikan budak nafsu, diperdagangkan,
dimanfaatkan untuk satu keperluan, dan banyak lagi

tanggung Jawab yang harus dipikul oleh wanita


berparas cantik."
Gizma berdiri. Ia mengambil sebotol minuman dan
gelas berbentuk segi empat, bawahnya kecil, bagian
atasnya lebar. Ia menuang minuman dalam botol Itu
yang berwarna merah, seperti sejenis soft drink. Ia
menyodorkan gelas minuman Itu kepada Citra seraya
berkata,
"Minumlah dulu, biar kau menjadi lebih tenang."
Tanpa menunggu Citra meminum minumannya,
Gizma lebih dulu meneguk minumannya. Baru
kemudian Citra mengikutinya.
Oh, terasa segar. Terasa melegakan segala sesuatu
yang menyesak di dada. Cukup aneh juga minuman
ini, pikir Citra.
"Citra, kau terkesan dengan perbuatan keenam
lelaki tadi?"
'Terkesan? Maksudmu... aku menyukai prilaku
mereka?!"
"Aku ingin tahu perasaanmu," jawab Giz-ma kalem.
www.rajaebookgratis.com

Citra mendesis, wajahnya keiihatan menahan


dendam dan kemarahan.
"Aku ingin membalas perlakuan mereka! Aku ingin
menghancurkan kepala mereka satu persatu! Sayang,
aku tidak punya kekuatan untuk melawan mereka!"
Gizma tertawa dalam gumam. Manis sekali tawanya
itu. Lalu, ia bicara dengan serius dan tetap kalem.
"Aku bisa membantumu!"
Citra memandang Gizma dengan bersemangat.
Gizma mengangguk dengan mata berkedip. Lembut.

Seakan ia menyatakan kesungguhan hatinya untuk


membantu.
"Kalau kau bisa membantuku, tentunya aku sangat
senang dan berterima kasih padamu, Gizma."
"Apa imbalannya?" Gizma bertanya sebelum
meneguk minumannya iagi. Citra agak bingung. Gizma
berkata lagi, "Kalau aku mau menolongmu, aku harus
mendapat imbalan yang layak bagiku. Aku
menolongmu, kau juga menolongku dengan
memberikan imbalan itu."
"Hem... maksudmu... uang? Hm... asal tidak terlalu
banyak, mungkin aku bisa menyediakan uang imbalan
itu. Yang penting, mereka yang menodaiku harus
menemui ajalnya dengan lebih keji dari
perbuatannya."
"Itu soal mudah, Citra. Tapi kau perlu tahu, aku
tidak butuh uang."
"Lalu... apa yang kaubutuhkan?"
"Kehangatan bercinta...," jawab Gizma sambil
menyunggingkan senyum manis. Ramah sekali.
Citra menjadi berpikir sedikit kacau. Kalau benar
Gizma membutuhkan kehangatan bercinta, itu berarti
Citra harus menyediakan seorang lelaki yang mau
bercinta dengan Gizma.
"Ah, itu mudah saja! Aku yakin tak ada lelaki yang
menolak jika disuruh bercumbu dengan wanita
secantik Gizma," pikir Citra kala Itu.
"Bagaimana? Kau sanggup memberiku hadiah itu?"
"Baik. Aku sanggup."
"Ah, pikir-pikirkan dulu! Nanti kau ingkar
padaku...!"

'Tidak! Aku tidak akan ingkar janji. Nyawaku yang


menjadi taruhannya kalau aku ingkar janji padamu,
Gizma."
"Bagus!"
Gizma tertawa renyah.
"Kuharap kau akan menjadi sahabatku yang sejati,
www.rajaebookgratis.com

Citra."
'Tapi... tapi aku harus tahu, bagaimana kau
membalaskan sakit hatiku kepada cowok-cowok itu.
Aku harus melihat buktinya, bahwa kau benar-benar
telah membalas kekejian mereka terhadapku."
'Tentu saja! Kau tentu akan melihatnya, sebab
kaulah yang akan melakukannya!"
"Aku...?! Bukankah kau tadi bilang...."
"Maksudku, kau kudampingi. Kekuatanku yang akan
bertindak melalui dirimu, sehingga kau akan puas
melihat dendammu tertumpah pada mereka. Tapi
ingat, satu nyawa... satu kehangatan bercinta, Citra."
Setelah merenung sesaat, Citra manggut-manggut.
la meneguk minumannya lagi. Gelas berbentuk segi
empat itu masih dipandanginya dalam pikiran
menerawang.
"Nah, sekarang pulanglah dulu. Tunggu aku sampai
datang menjemputmu, lalu kita Balas perlakuan
mereka itu." Citra memandang Gizma.
'Tapi, kau pasti datang kan?"
"Pasti!"
Gizma mengangguk dengan lembut.
"Pejamkan matamu," perintahnya.

Citra bahkan berkerut dahi. Heran dan tak mengerti


maksud Gizma. Maka, Gizma pun mengulang
perintahnya lagi,
"Pejamkan matamu, Citra...!"
Citra yang bingung, kali ini menuruti perintah
Gizma. Ia memejamkan mata. Dalam hati ia berkata,
"Aneh juga orang ini. Untuk apa aku disuruh
memejamkan mata? Apa maunya sih?!"
Karena lama tidak ada perintah membuka mata,
maka Citra memberanikan diri membuka mata sendiri.
Pelan-pelan ia mengintip dari kelopak mata, dan
serentak membelalak. Ia terkejut Sangat terkejut.
Ia tak mengerti mengapa sekarang ia jadi berada di
dalam kamarnya? Kamar tidurnya sendiri?! Ia duduk
di atas ranjang sambil bersandar pada dinding.
Kakinya melonjor santai. Pakaiannya bukan lagi
seragam pelayan toko yang selalu dikenakan tiap
waktu bekerja, meiainkan pakaian tidur. Celana kulot
dan baju lengan pajang model piama, la memandang
sekeliling dengan nanar. Lalu, menggumam pelan,
"Apakah aku tadi bermimpi? Oh, syukurlah kaiau
cuma mimpi...!" keluh Citra penuh ketegangan
Keraguan makin membingungkan pikiran Citra,
sebab pada saat itu ia segera sadar bahwa ia
memegangi gelas berbentuk persegi empat. Ia tak
www.rajaebookgratis.com

pernah punya gelas seperti ini.


'Tapi, mengapa aku tiba-tiba berada di kamar
tidurku? Bukankah aku tadi berada di rumah Gizma
dan disuruh memejamkan mata?"
Citra bergidik merinding. Ia teringat saat diperkosa
oleh keenam pemuda brandal itu. Maka, untuk
membuktikan apakah dia tadi hanya mengalami mimpi

atau kenyataan, ia segera pergi ke kamar mandi. Ia


memeriksa dirinya sendiri, dan menemukan bekas
darah pada sekitar pahanya.
"Ohhh... ini kenyataan! Kenyataan bahwa laku
sudah tidak suci lagi...!" keluhnya hampir menangis
mengingat peristiwa mengerikan itu.
Sampai ia kembali ke kamarnya, ia belum mengerti
mengapa ia bisa berada di tempat tidurnya dalam
waktu singkat. Kapan ia pergi meninggalkan rumah
Gizma, kapan ia berjalan pulang ke rumahnya sendiri,
semua sungguh tidak terekam dalam ingatannya.
Sukar untuk dicari logikanya.
"Lalu, siapa Gizma itu sebenarnya?! Mengapa ia
tinggal di rumah kuno yang telah rusak dan
menyeramkan itu?"
Citra tinggal bersama keluarga tantenya. Oom Piet,
suami tantenya itu, adalah seorang kepala bagian di
sebuah distributor kosmetik luar negeri. Sebab ituiah,
Citra bekerja dan ditempatkan di bagian penjualan
kosmetik luar negeri. Sudah tentu, wajah-wajah
cantiklah yang dipercaya untuk melayani penjualan
kosmetik di plaza tersebut. Dan salah satu wajah
andalan di antara para pelayan adaiah wajah Citra. Dia
memang cantik. Punya hidung kecil tapi mancung.
Serasi dengan bibirnya yang mungil bagai kuncup
mawar yang selalu basah. Tak heran jika ia banyak
menjadi bahan lirikan mata lelaki. Lebih-lebih ia
mempunyai postur tubuh yang sintal, seksi dan
berdada padat menonjol. Oom Piet sendiri sering
melirik dada Citra yang bagai menantang setiap gairah
lelaki itu.
Kadang Citra merasa muak dengan mata nakal
oomnya sendiri, la selalu menghindar jika mata itu

mulai bergerak-gerak genit. Ia benci. Tapi Oom Piet


sepertinya tak peduli dengan kebencian Citra. Kalau
saja Citra mau mengadukannya kepada tantenya,
sudah tentu mereka akan ribut. Citra tak ingin
membuat kacau keluarga tantenya.
Sayangnya, sikap Oom Piet makin hari makin
kelewat batas. Seperti pada malam itu, ketika Citra
www.rajaebookgratis.com

sedang merenungi keganjilan yang dialami, Oom Piet


mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Mulanya Citra
membiarkan. Cuek. Tapi, lama-lama ketukan itu
semakin keras, dan Citra membukakan pintu
kamarnya.,
"Citra, tolong masakan super mie dong! Oom lapar
nih...!"
"Suruh saja tante yang memasakkan, Oom," kata
Citra dengan ketus.
'Tantemu kan sedang ke Bandung sama anak-anak.
Tolong deh, sebentar saja....'"
"Bangunkan bibi! Aku ngantuk, Oom."
Citra hendak menutup pintu kamarnya, tetapi Oom
Piet menahannya.
"Bibi ikut ke Bandung, kan? Kalau tanpa Bi Unah,
tantemu pasti kewalahan mengurus anak-anak.
Tolong, ya... sebentar saja!"
Celaka. Bibi, tante, anak-anak... pergi semua! Kalau
begitu, malam itu tinggal Citra dan Oom Piet yang ada
di rumah. Gawat. Kalau Citra tidak hati-hati, ia bisa
masuk dalam perangkap iblis.
Citra terpaksa membikinkan seper mle untuk
oomnya. Matanya melirik sesekali dengan waspada.
Ternyata Oom Piet tidak melakukan hal-hal yang
mencurigakan. Ia tetap asyik mengikuti film vkteoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
nya, karena memang itulah kebiasaan Oom Piet, suka
stel video sampai lewat tengah malam.
"Super mienya sudah di meja, Oom," kata Citra
sambil melangkah ke kamarnya. Oom Piet hanya
menggumam. Tenang. Ia masih mengikuti film itu
sejenak.
Setelah beberapa saat berada di dalam kamar, Citra
mendengar suara Oom Piet memanggilnya. Kali ini
sedikit kasar dan keras. Citra berkerut dahi.
"Apa yang nggak beres nih? Kayaknya dia mau
marah-marah sama aku?!" pikir Citra.
Kemudian, ia pun keluar dari kamar dan menemui
Oom Piet di ruang tengah.
"Citra, waduh... kamu ini jadi cewek kok enggak
bisa masak sih?!"
"Memangnya kenapa?!" ketus Citra, rada dongkol.
"Coba rasakan masakanmu itu...!"
Oom Piet menyodorkan sesendok kuah super mie
itu.
"Cicipi sedikit nih, biar kamu tahu rasanya!"
Karena penasaran, Citra pun mengambil sendok
yang telah berisi kuah super mie, lalu menghirup kuah
tersebut. Mengecap-ngecap sejenak, dan berkata,
www.rajaebookgratis.com

"Ah, biasa-biasa saja! Memangnya kenapa sih?"


"Kamu nggak merasa asin?"
"Aku rasa asinnya sudah cukup! Nggak berlebihan,
nggak kekurangan."
"Tantemu kalau masak nggak pernah seasin ini,
Citra"

"Yahhh... kalau begitu, susul aja tante ke Bandung.


Suruh dia masak super mie buat Oom...!"
Citra menggerutu sambil kembali ke kamarnya.
Tapi, mendadak kepalanya terasa pusing. Pandangan
matanya terasa goyang. Ia terhuyung-huyung.
"Lho, kenapa aku ini...?!" Mata Citra berkunangkunang.
Buram untuk melihat sesuatu. Ia meraih
tepian pintu. Saat itu ia sempat mendengar suara
Oom Piet dari depan TV,
"Kenapa, Tra...?l" Suara itu bernada cemas.
Citra tidak sempat menjawab. Ia sangat pusing.
Tapi masih berusaha meraih pembaringan. Dengan
menabrak beberapa benda lainnya, akhirnya Citra
sampai ke tepian ranjang, lalu menghempaskan
tubuhnya sambil mengerang lirih.
"Uhhh... kepalaku...?!"
"Citra...?! Citra, kau kenapa, hah...?!"
"Sakiiit... Oom...," rengeknya sambil memijit-mijit
kepala. Pijitannya menjadi lemas, karena la bagai
kehilangan tenaga.
"Astaga...! Kau pasti masuk angin, Tra! Kau tadi
pulang terlalu lewat malam sih...! Sebentar, Oom
ambilkan minyak angin...!"
Citra tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengeluh
dan mengerang. Sebelum Oom Piet kembali ke kamar,
Citra makin merasa lemas. Denyut di kepalanya
hilang. Tapi la bagai mengambang terbang. Ia seperti
terayun-ayun tanpa bisa menggerakkan anggota
badannya sama sekali. Lemas.

Matanya meredup. Ia tak bisa melihat Oom Piet


datang sambil membawa minyak angin, tapi ia
mendengar suara Oom Piet berkata,
"Buka bajunya, biar Oom gosok punggungmu
dengan minyak angin...."
Kalau saja Citra tidak dalam keadaan selemah itu,
ia akan menolak. Tapi, karena ia tidak bisa
menggerakkan tangannya, ia hanya mampu berkata
lirih,
'Tak usah...."
Itu sangat pelan. Hampir tak terdengar.
Karena pada saat itu, ia merasakan napasnya
www.rajaebookgratis.com

begitu tipis dan darahnya berdesir-desir.


Oom Piet nekat melepasi kanang baju Citra.
"Bertahanlah, sebentar lagi kau akan pulih seperti
semula...," kata-kata itu diucapkan Oom Piet dengan
nada kegirangan. Citra tak bisa menghindari tangan
Oom Piet Bahkan ketika Oom Piet melepasi baju, Citra
hanya bisa berkata lemas sekali,
"Jangan, Oom...."
'Tak apa...! Sebentar saja sembuh kok...," kata
Oom Piet dibarengi dengan helaan-helaan napas tak
teratur.
Mata Citra semakin sayu. Ia masih merasa
tubuhnya diterpa udara dingin karena tanpa penutup
selembar pun, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Seluruh urat di tubuhnya bagal mati. Tak berfungsi.
Bahkan, ketika Oom Piet juga melepas apa yang
melekat pada badannya, Citra hanya bisa mengeluh
tanpa suara kecuali desah.
"Oom...."

Ia berhasil menyebut sepatah kata, tapi hanya


berupa bisikan pelan. Ia ingin menangis.
Ingin menjerit sewaktu Oom Piet menciuminya.
Sayang, air matanya tidak bisa keluar dan isaknya
hilang entah ke mana. Citra hanya bisa menerima
segala apa yang diperbuat Oom Piet. Ia tersentaksentak,
namun bukan karena gerakan tubuhnya,
melainkan karena hentakan badan Oom Piet yang
dibakar gairah lelakinya.
Lama-lama, kelemahan itu mulai pulih. Citra bisa
membuka kelopak mata sedikit lebar lagi Tangannya
bisa digerakkan walau dalam keadaan lemas lunglai
Tetapi, pada saat itu Oom Piet telah selesai
melampiaskan hasratnya. Citra melihat Oom Piet
mengenakan kimononya kembali, dan pada saat itu air
mata Citra mulai mengalir. Hatinya meratap-ratap
menerima perlakuan oomnya sendiri.
Tubuh Citra hanya ditutup dengan selimut, lalu
ditinggal pergi oleh Oom Piet. Oh, perihnya hati Citra.
Ia menjadi sasaran kebiadaban oomnya sendiri. Ia
ingin marah, ingin mengamuk, namun kondisinya
belum mengizinkan. Akibatnya, ia tertidur dalam
keadaan hanya berselubung selimut. Ketika ia bangun,
matahari telah bertengger di atas cakrawala Timur, la
mendengar suara teriakan Kensi dan Nana inak dari
perkawinan tantenya dengan Oom 5iet. Itu pertanda
tantenya sudah pulang dari iandung. Mungkin pukul 6
tadi. Dan, Citra bergegas ingin menemui tantenya
untuk mengadukan perbuatan Oom Piet semalam.
www.rajaebookgratis.com

Tetapi, mendadak ia menjadi ragu. Mungkinkah


tantenya akan percaya dengan pengaduannya?
Bukankah selama ini Oom Piet dikenal sebagai suami
yang amat setia dan sayang kepada istri? Kalau saja
Citra jadi mengadukan perbuatan Oom Piet, apakah

dia tidak akan dituduh sebagai pengacau rumah


tangga tantenya sendiri? Bisa saja tantenya tidak mau
percaya dan berbalik menuduh Citra memfitnah
oomnya sendiri.
Oh, serba susah jadinya. Citra menjadi bingung.
Batinnya amat tersiksa. Lebih tersiksa lagi ketika hari
menjadi sedikit siang dan Nico datang ingin
menemuinya. Ohhh... tak tahu apa yang harus Citra
katakan kepada Nico, sebab kepada cowok yang satu
ini, Citra tak pemah tega untuk berdusta sedikit pun.
Tetapi, andai Citra mengatakan yang sebenarnya
tentang tindakan oomnya dan pemerkosaan enam
cowok brandal itu, apakah hal itu tidak akan
membuat Nico angkat kaki dan pergi
meninggalkannya? O, tidak. Citra tidak mau
kehilangan Nico. la menyimpan segunung cinta pada
pemuda itu, hanya saja belum dinyatakan secara
nyata. Ia harus merahasiakan perlakuan Oom Piet
yang amat melukai hatinya itu. Hanya saja, ia jadi
sangsi juga, apakah dengan tersimpannya rahasia itu,
maka tindakan Oom Piet tidak akan terulang lagi?
Bagaimana jika ternyata terulang dan terulang
beberapa kali?
*d*w*
Nico merasa heran melihat sikap Citra yang sering
menunduk. Tak biasanya Citra murung jika bertemu
dengan Nico dan sering menyembunyikan pandangan
matanya. Sesuatu yang membuat Nico curiga itu
hanya dipendam dalam hati. Nico tetap berpenampilan
biasa-biasa saja. Ia bahkan lebih sering tertawa lepas
dari hari-hari biasanya.
"Kita jadi nonton Manneque on the move, Tra?"
pancing Nico, sekalipun ia sudah menebak, bahwa

Citra akan menggeleng. Tebakannya memang tak


salah. Citra menggeleng.
"Mungkin lain kali saja, Nic. Sekarang aku nggak
enak badan...."
"Kau sakit?"
Citra mengangguk. Makin menundukkan wajah,
seakan tak mau Nico mempelajari perubahan pada
dirinya yang sudah tidak suci lagi itu.
"Kalau begitu, sebaiknya kuantar ke dokter saja,
www.rajaebookgratis.com

ya?"
"O, nggak! Aku nggak apa-apa kok. Eh,
maksudku..., cuma masuk angin biasa," kata Citra
buru-buru. la menjadi khawatir sekali kalau Nico
memaksanya pergi ke dokter. Bisa-bisa dokter akan
mengetahui kalau dirinya sudah bukan perawan lagi.
Uhhh, celakalah Citra kalau sampai Nico mengetahui
hal itu.
"Mungkin lain kali kita akan nonton film itu. Kurasa
kau bisa memaklumi keadaanku, Nic."
"Oke. Nggak masalah kok. Aku cuma sedikit
khawatir dengan keadaanmu. Kamu kelihatan pucat,
Tra."
Debar-debar di dalam dada Citra bertambah
menghentak-hentak. Ia berusaha untuk bersikap
wajar-wajar saja, supaya tidak menimbulkan
kecurigaan. Ia bahkan berusaha untuk tersenyum
kendati kaku.
"Aku benar-benar masuk angin. Aku perlu istirahat.
Kata teman-teman, aku terlalu capek bekerja."
Tak perlu dijelaskan Nico sudah mengerti maksud
Citra. Ia pun segera pulang setelah meninggalkan

pesan bahwa esok malam ia akan menjemput Citra


pulang dari kerja. Citra merasa lega, tapi juga merasa
kecewa. Ia ingin ditemani Nico pada hari liburnya itu,
sayang ia merasa dirinya telah kotor dan membuatnya
merasa rendah diri. Ia merasa tidak pantas bertemu
dengan Nico. Ia telah kotor. Perasaan itulah yang
membuat Citra tak sadar menitikkan air matanya di
depan cermin hias.
Dalam keadaan seperti saat itu, Citra membutuhkan
seorang teman yang bisa diajak berbagi rasa, namun
juga yang bisa menyimpan rahasia. Tapi ia tak tahu,
siapa orang yang bisa memenuhi keinginannya itu.
Andani, sangat berbahaya jika disuruh pegang
rahasia. Pasti akan bocor. Ninung, jarang bisa
memberi jalan keluar bagi masalah apa pun. Hanna,
slebor. Terlalu banyak bercanda dan tidak pernah
serius. Sarah, tidak pernah mau peduli dengan urusan
orang lain. Empat teman sekerjanya tidak ada yang
cocok untuk dijadikan tempat mengadu bagai Citra.
-ooodewiooo-
"Ssst... ada pengunjung yang sejak tadi
memperhatikan kamu terus, Tra," bisik Ranu, satusatunya
cowok yang bekerja di situ bagian pengadaan
barang.
"Mana...?" bisik Citra.
"Wanita bergaun biru itu," balas Ranu.
www.rajaebookgratis.com

Mata Citra tertuju pada wanita yang dimaksud


Ranu. Oh, ternyata Gizma yang berdiri di bagian butik
sambil memperhatikan Citra. Gizma tersenyum manis.
Citra segera menghampirinya, karena kebetulan dicounter-
nya sepi.

"Sudah lama?" sapa Citra pertama kali dengan


ramah.
"Lumayan. Aku tadi jalan-jalan keliling plaza,
kemudian baru mampir ke sini."
"Aku menunggumu kemarin, tapi kau tidak datang."
'Aku sibuk. Tapi... sekarang toh aku sudah datang
padamu," kata Gizma.
la mau bicara lagi, namun dicegah oleh kata-kata
Citra,
'Tunggu...! Kelihatannya cowok yang pakai topi
coklat itu salah satu dari mereka yang menodaiku."
"Yang mana?"
"Itu, yang sedang naik ke lantai empat."
"Ooo... yang pakai jaket kumal itu?"
"Bukan, yang satunya lagi. Yang pakai kaos putih!"
Citra melangkah mendekati tangga eskalator.
Matanya memandang tak berkedip pada dua cowok
yang sedang menuju ke lantai empat, satu lantai di
atasnya. Gizma mendekati Citra, dan saat itu Citra
berbisik,
"O, ya! Benar! Dia yang mengancamku pakai
pisau."
Gigi Citra menggemeletuk. Dendamnya membara
kembali. Terbayang saat cowok yang tempo hari
dipanggil dengan nama Wan itu menempelkan
pisaunya di leher Citra. Juga, teringat saat cowok itu
seenaknya menikmati tubuh Citra sambil tertawa-tawa
cekikikan.
"Puih!"

Jijik dan benci Citra melihat cowok itu.


"Saatnya untuk membalas, Citra," bisik Gizma.
Citra berpaling ke samping. Ia mau mengatakan
sesuatu namun tak jadi. Gizma tak ada di
sampingnya. Citra jadi kebingungan sendiri,
memandang sekeliling. Memanggil pelan,
''Gizma...?!" tak ada jawaban, tak ada ujud wanita
bergaun biru dengan rompi putih berkancing besarbesar,
warna emas.
Namun, pada saat itu Citra merasakan badannya
begitu dingin. Rasa dingin yang ada bagai ingin
membekukkan darah dan meremas tulang.
"Sialan, AC-nya terlalu besar nih," katanya dalam
www.rajaebookgratis.com

hati.
Ia pikir AC di sekitar situ cukup besar. Tapi,
nyatanya beberapa pengunjung plaza tak ada yang
kedinginan seperti dia.
Hanya saja, sekarang ada sesuatu yang lain di
dalam diri Citra. Ia tak mengerti ada kejanggalan apa
padanya, yang jelas ia merasa gerakan matanya
sedikit kaku. Bola mata itu bergerak-gerak bagai
robot, mencari pemuda berkaos putih yang pernah
ikut menodainya.
Ternyata pemuda Itu sudah berada di lantai lima.
Citra bisa memandangnya dari pagar pengaman di
setiap lantai. Cowok itu pun sedang berjalan pelan
bersama seorang temannya sambil tangannya
merayapi pagar pengaman. Cowok itu memandang ke
lantai bawah. Dari tepian pagar pengaman itu
memang bisa melihat langsung ke lantai bawah, sebab
toko-toko yang ada di situ letaknya merapat dengan
dinding bangunan plaza, tak ada yang di tengah. Dari

lantai atas, orang bisa memandang keadaan taman


yang ada di tengah-tengah lantai satu itu.
Tepat ketika cowok itu melihat-lihat ke bawah dari
lantai lima, matanya beradu pandang dengan mata
Citra. Cowok itu justru nyengir sambil melambaikan
tangan. Citra diam, tak berkedip memandangnya.
Seringai cowok itu semakin membakar dendamnya.
Topi cowok itu dipandanginya dengan tajam, seakan
tatapan mata itu melekat di sana. Kemudian, dengan
satu kekuatan yang entah dari mana asalnya, tatapan
itu seperti sepasang tangan yang menjambak rambut
cowok tersebut, dan menghentakkannya ke bawah
dengan kuat.
"Aaa...!"
Cowok itu menjerit dengan tubuh melayang dari
lantai lima ke lantai satu.
"Waaan...! Irwaaan...!" teriak temannya.
Selama tubuh cowok itu melayang, pandangan
mata Citra mengikutinya terus. Bahkan seakan
menghentakkan tubuh yang terjungkir itu dengan
keras. Akibatnya,
Prakkk..."
Kepala cowok itu bagai dihantam dengan ujung
batu karang buatan yang ada di taman penyegar
ruangan lantai bawah. Batu karang buatan itu cukup
runcing. Kepala cowok itu menghantam kuat-kuat, lalu
pecah seketika. Darah memercik ke sekeliling tempat
itu. Ubun-ubunnya bolong. Otaknya pun bertebaran ke
mana-mana. Bahkan sebagian darah memercik
www.rajaebookgratis.com

mengenai baju pengunjung. Seorang ibu berteriak


dengan histeris, lalu jatuh pingsan melihat kepala itu
remuk seketika.

Kerumunan orang mengelilingi korban. Tubuh


korban sempat berkelojotan beberapa kali, kemudian
tak lagi dapat bergerak. Cowok itu mati dalam
keadaan mengerikan. Citra tersenyum ketika melihat
teman cowok yang tadi dipanggil Irwan berlari-larian
menghampiri korban yang tergeletak berlumuran
darah. Puas rasa hati Citra melihat cowok itu mati
dalam keadaan seperti itu.
-oo0dw0oo-
Ketika Citra menghempaskan napas kelegaan, tibatiba
badannya terasa sedikit panas. Mulai berkeringat.
Tak ada lagi rasa dingin yang begitu mencekam
seperti tadi.
"Seharusnya ia tidak mati secepat itu!" Citra
berpaling ke samping. Oh, ternyata Gizma sudah ada
di sampingnya lagi. Citra terperanjat dan terheranheran.
"Dari mana saja kau? Apakah kau melihat cowok itu
melayang dari lantai atas?"
"Ya, aku melihatnya," Gizma tersenyum. "Sayang
dia terlalu cepat mati. Seharusnya pelan-pelan,
supaya ia merasakan siksaan dari perbuatannya
tempo hari."
Suasana di plaza itu menjadi kacau. Gaduh dan
heboh. Dua teman Citra berlari ke lantai bawah untuk
melihat keadaan korban. Tetapi, Citra dan Gizma
melangkah menuju tempat kerja Citra, di bagian
kosmetik.
"Satu dari mereka sudah lenyap. Ingat janjimu,
Citra?"
Citra tersenyum. Menertawakan maksud Gizma
tentang kehangatan bercinta. Lalu, ia berkata,

"Kapan aku harus berikan hadiah itu padamu,


Gizma?"
"Secepatnya. Aku tak mau lebih dari satu malam.
Paling tidak, lewat tengah malam nanti kau harus
sudah memberiku hadiah yang kita setujui."
"Ah, mana bisa? Aku harus membujuk lelaki yang
mau kupersembahkan sebagai hadiah untukmu. Dan,
itu bukan pekerjaan mudah, Gizma," bisik Citra
tegang.
"Itu hal yang mudah," kata Gizma kalem. "Di sini
banyak lelaki. Kau bisa memilih sesukamu untuk kau
persembahkan padaku."
"Tapi mereka belum tentu mau kuajak pergi
www.rajaebookgratis.com

menemuimu, Gizma."
"Pasti mau! Pasti lelaki itu menurut dengan
kerlingan matamu. Percayalah. Kau cantik dan amat
menarik, Citra."
"Kau lebih menarik dari aku," balas Citra dan Gizma
hanya tersenyum. Manis.
"Ada apa di bawah, Tra?" tegur salah seorang
kenalannya yang bekerja pada kosmetik merek iain.
"Orang jatuh dari lantai lima."
"Ihhh... ngeri. Mati nggak?"
"Kepalanya pecah!" kata Citra sambil tak sadar ia
tersenyum bangga.
Waktu itu ia ingin bicara lagi pada Gizma, tetapi
wanita cantik itu sekali lagi hilang dari samping Citra.
Dan, badan Citra mulai terasa dingin, la bagai
direndam dalam es yang bisa membuatnya menggigil.
Untung tak sampai begitu. Hanya dingin, mencekam
dan membuat tulang-tulangnya terasa ngilu.

"Kau lihat wanita bergaun biru yang tadi berdiri di


sampingku?" tanya Citra kepada Ni-nung.
"Ah, nggak ada siapa-siapa di sampingmu sejak
tadi! Ngaco aja lu!"
"Sejak tadi? Hei, buta kali matamu, bukankah aku
tadi berjalan dari luar kemari dengan perempuan
bergaun biru?"
"Ah, jangan nakut-nakutin gue lu, Tra!" desah
Ninung.
Citra jadi takut sendiri. Kepada temannya yang tadi
menegurnya, Citra juga menanyakan tentang Gizma.
Tetapi, temannya itu juga mengatakan hal yang sama
dengan yang dikatakan Ninung.
"Nggak ada siapa-siapa kok. Tadi kamu kan jalan
sendirian, makanya aku berani menegurmu," kata
temannya itu.
Citra jadi bingung sendiri. Tak berani menanyakan
kepada Sarah, takut disangka gila. Ia hanya berani
bertanya pada dirinya sendiri: mengapa tak ada yang
melihat dia berjalan bersama Gizma? Mengapa pula
tubuhnya menjadi dingin setiap Gizma menghilang
dari sampingnya? Makin bingung lagi Citra setelah ia
merasa jantungnya berdebar-debar, khayalannya jadi
melayang yang bukan-bukan. Pusat kepekaannya
terasa digelitik oleh suatu rasa yang membuat Citra
berkeringat dingin. Aneh. Dalam keadaan tubuh
sedingin itu ia masih bisa mengeluarkan keringat.
Hatinya seperu ada yang mengusap-usap dengan
lembut dan melenakan. Baru sekarang ia merasakan
perubahan aneh pada dirinya di tempat kerja. Baru
www.rajaebookgratis.com

sekarang di tempatnya bekerja ia mengkhayalkan saat


berpelukan dengan Nico dan saling melumat bibir
masing-masing. Kemesraan itu mengganggu

pikirannya, menimbulkan desah yang sesekali


dikeluarkan dalam bentuk desah lirih.
Naluri gerakan matanya pun mengalami keanehan.
Citra jadi sering memandang setiap lelaki yang lewat
di depannya. Terkadang ia sengaja memandang
pemuda yang ada di ujung jauh, seakan ingin
memanggilnya untuk mendekat. Sebagian
kesadarannya mengatakan, bahwa ia tak pernah
mempunyai mata senanar itu. Tak biasanya ia melirik
setiap pemuda yang ada di sekelilingnya. Tapi,
mengapa kali ini ia jadi begini? Rasa dingin yang
mencekam di dalam tubuhnya makin menimbulkan
gelitikan aneh. Gelitikan itu membangkitkan naluri
bercinta, terasa terbakar gairahnya dan ingin
memperoleh apa yang diharapkan dari gairahnya.
Citra heran sekali, mengapa kali ini ia berani
berjalan seiring dengan lelaki yang belum dikenalnya.
Bahkan ia dulu yang menyapa lelaki itu dengan
senyum manisnya.
"Habis borong, ya?"
"Ah, nggak! Cuma jalan-jalan aja!" jawab lelaki itu.
Padahal biasanya justru Citra yang tidak mau
menjawab setiap teguran lelaki jika ia pulang kerja.
Mungkin karena lelaki itu berwajah ganteng. Kulitnya
hitam tapi hidungnya mancung. Kumisnya lebat
namun teratur rapi. Sepertinya ia punya darah
keturunan India. Apakah karena itu lantas Citra jadi
punya keberanian?
"Pulang kerja, ya?" sambut lelaki itu.
"He-eh! Aku kerja di-counter kosmetik. Aku tadi
melihatmu sedang memperhatikan beberapa jaket di
sana."

"Ya. Tapi, tidak satu pun yang sesuai dengan


seleraku," jawab lelaki itu.
"O, ya... kau pulang ke arah mana?"
"Blok A. Aku tinggal di daerah Radio Dalam."
"O, bisa barengan dong. Aku di Pondok Indah.
Kalau kamu mau, kamu bisa numpang mobilku."
Citra tertawa riang.
"Namaku, Citra," tiba-tiba mulut Citra bagai
bergerak sendiri. Padahal biasanya Citra paling anti
menyebutkan nama sebenarnya jika berkenalan
dengan cowok baru. Biasanya ia menggoda dengan
nama palsu. Dan biasanya ia tidak mau menyebutkan
www.rajaebookgratis.com

namanya lebih dulu. Tapi, mengapa malam itu ia jadi


lain?
"Namamu manis sekali. Citra. Hm... sepertinya
nggak sebanding dengan namaku, ya?"
"Memangnya namamu siapa?"
"Yammar.... Jelek, kan?"
Citra makin mengikik.
"Siapa bilang jelek? Nama itu memang tidak
kelihatan bagus, tapi... antik!"
DI dalam mobil Yammar, sebentar-sebentar Citra
melirik pemuda itu. Badannya cukup . tegap. Dadanya
bidang. Citra berani memastikan, bahwa di baiik
kemejanya yang warna hijau tua itu pasti terdapat
bulu-bulu lebat menutup dadanya yang bidang. Sebab,
dari lengannya pun Yammar sudah menampakkan
bulu-bulunya yang lebat. Hati Citra sering berdesir jika
membayangkan dada Yammar tanpa kemeja. Ada
sesuatu yang diharapkan olehnya, dan sesuatu itu

bagai dituntut oleh batinnya sendiri Citra jadi gelisah


dan sering mendesah.
"Kau buru-buru mau cepat pulang, Tra?" tanya
Yammar.
"Nggak juga sih. Apa kamu mau ajak aku main
dulu? Ke mana?" tantang Citra.
"Bagaimana kalau kita ke... ke atas?"
"Ke Puncak? Dingin-dingin begini mau ke Puncak?"
"Di sana aku punya villa yang ada tungku
pemanasnya. Asyik deh pokoknya...!" bujuk Yammar.
"Kau mau?"
Citra mengangguk sambil memandang Yammar, lalu
keduanya saling tertawa girang. Citra membiarkan
mobil BMW hitam itu meluncur ke daerah
pegunungan. Bahkan, Citra juga membiarkan tangan
Yammar sering berbuat nakal. Citra sepertinya justru
mengharapkan tangan itu semakin nakal lagu
Antara sadar dan tidak, Citra merasakan dirinya
menjadi brutal. Di villa itu, Citra merasa kehilangan
jati dirinya. Ia memberi kebebasan kepada Yammar
untuk berbuat apa saja. Ia jadi menurut terhadap
perintah lelaki yang minta dicumbu, minta dicium dan
ini-itu lainnya. Citra sendiri tak mengerti.
Namun beberapa saat kemudian, Yammar
menggeliat dan terguling ke samping. Tubuhnya
mengejang, la mengerang kesakitan.
Citra heran, ia memandang dengan dahi berkerut.
Yammar seperti sedang menahan sesuatu yang amat
berat baginya. Kedua tangannya menggenggam
kencang dengan kepala terdongak, sehingga urat
www.rajaebookgratis.com

lehernya kelihatan.

"Yammar...?! Yammar kau kenapa? Kenapa, hah?!"


Pertanyaan Citra yang bernada cemas itu tidak
mendapat jawaban, Yammar menggigit bibirnya
sendiri lalu menggeliat kian kemari dengan tubuh
keras mengejang. Citra jadi ketakutan sendiri.
Matanya memperhatikan gerakan Yammar seperti
orang terserang penyakit aneh, sambil ia mulai
menjauh.
Citra tidak mempedulikan badannya yang kini
menjadi panas. Keringat bercucuran terasa bagai
diperas dari pori-pori kulitnya. Tak ada rasa dingin lagi
pada tubuhnya. Tetapi, semua itu tidak terlalu
dihiraukan olehnya. Kini yang menjadi pusat perhatian
dan kecamuk dalam batinnya adalah keadaan
Yammar. Lelaki itu masih mengejang-ngejang,
berguling-guling dengan mengerang panjang, la
seperti menahan suatu rasa sakit yang berat. Tak tahu
rasa sakit yang bagaimana.
Yang jelas, Citra mulai semakin ketakutan ketika
melihat tubuh Yammar menjadi berbintik-bintik seperti
mengeluarkan sisik. Mulanya tangannya yang
berbintik-bintik, lalu lehernya menjadi seperti leher
berkulit katak. Yammar menjadi makin kaku. Kulit
yang berbintik-bintik itu terlihat jelas bergerak
merayap dari leher ke dada, membuat bulu-bulu pada
dadanya menjadi kaku, menggumpal dan berwarna
abu-abu. Gerakan kulit yang berbintik-bintik itu makin
menjalar ke perut, juga bagian pipi kanannya telah
mulai keras.
Citra bergidik ngeri, tak bisa menggerakkan kakinya
untuk lebih menjauh lagi. Napasnya makin sesak
karena dicekam rasa ketakutan. Matanya tak bisa
berkedip, sehingga ia tahu persis bahwa tubuh
Yammar menjadi keras seluruhnya. Kulitnya yang tadi

disangka berbintik-bintik, kini diketahui Citra bahwa


kulit itu telah mengeras. Menjadi seperti batu.
"Cit... tra... tol... tolooong...!" teriak Yammar
tersendat.
Yammar tak mampu berteriak. Suaranya mendesah.
Mulutnya mulai menjadi keras.
"Ohhh...!"
Citra berpaling karena tak sanggup lagi melihat
perubahan tubuh Yammar yang mengerikan itu.
Tak ada lagi gerakan Yammar. Tak ada lagi suara
Yammar. Kamar menjadi sepi. Hanya diisi oleh dengus
napas Citra yang terengah-engah.
www.rajaebookgratis.com

Maka, perlahan-lahan Citra membuka telapak


tangan yang menutupi wajahnya sendiri itu. Ia
bergerak berpaling ke arah ranjang, dan seketika itu
ia pun terpekik dalam hentakan mengejutkan,
"Haaah...?! Did... dia...!"
Citra tak mampu berkata lebih dari itu. Ia sama
sekali tak percaya dengan penglihatannya sendiri,
bahwa Yammar yang tadi memberinya kemesraan dan
keindahan bercinta, kini berada di atas ranjang dalam
ujud menjadi patung batu. Warnanya abu-abu, sedikit
berbaur dengan wama hitam. Mirip sebuah patung
peninggalan zaman kuno yang sering terdapat di
candi-candi. Wajah dan ukuran tubuhnya masih sama
seperti Yammar aslinya. Tetapi, ia bukan lagi manusia
yang terdiri dari kulit, daging darah dan sebagainya.
Ia adalah patung batu yang seakan dipahat oleh
seseorang dalam bentuk patung bugil.
Citra mengisak. Tangisnya hadir bersama rasa
takut, kasihan, sedih, bingung, panik, dan iain
sebagainya. Ia benar-benar daiam keadaan kacau. Tak

bisa berpikir dengan tenang. Gemetar dan lemas rasa


sekujur tubuhnya. Ia tak tahu harus berbuat apa
dalam keadaan seperti ini.
'Terima kasih, Citra...."
Tiba-tiba ada suara yang datang dari belakang
Citra. Buru-buru Citra berpaling dan ternyata Gizma
yang berada di belakangnya mengenakan gaun putih
sutra.
"Kkk... kau ada di sini...? Oh, Gizma... aku takut!"
Citra memeluk Gizma, dan dengan kalem Gizma
menenangkan jiwa Citra yang terguncang oleh
kenyataan seperti itu.
'Tenanglah. Tak apa. Kau baik-baik saja. Tak perlu
takut, Citra...!"
"Dia... dia telah menjadi patung batu, Gizma...!"
"Yah, memang. Itu berarti kau telah memberiku
hadiah seperti yang kau janjikan," ucap Gizma.
Citra buru-buru menahan tangisnya. Ia memandang
Gizma dengan perasaan heran. Gizma memberi
senyum ramah sebagai penenang jiwa Citra.
"Pejamkan matamu," perintah Gizma. "Pejamkan,
Citra...."
Perintah lembut yang kedua itu membuat mata
Citra benar-benar terpejam. Sesekali ia masih
mengisak karena tangis ketakutannya. Matanya yang
terpejam itu mengandung air yang risih di kelopak
mata. Tanpa diperintah, Citra menghapus air mata itu.
Kelopak matanya terbuka sedikit, dan kembali ia
www.rajaebookgratis.com

dikejutkan oleh sesuatu yang aneh.


la telah berada di atas ranjangnya, di kamarnya
sendiri. Ia berbaring dengan tubuh mengenakan

pakaian tidur. Maka, tersentaklah Citra. Bangkit dan


terduduk sambil celingak-celinguk. Sisa air matanya
segera dihapus lagi dengan ujung lengan bajunya.
"Oh, aku sudah berada di kamarku lagi...?! Ajaib
sekali. Siapa Gizma itu sebenarnya sih? Dia muncul
dan hilang tanpa kuketahui, dan... dan semua yang
kualami ini bukan mimpi. Bukan. Tadi.., oh, ya... tadi
benar-benar aku dalam kenyataan. Aku telah bercinta
dengan Yammar. Itu bukan mimpi. Hanya saja,
mengapa aku mau bercumbu dengan lelaki itu?
Mengapa aku bergairah sekali waktu itu? Apakah...
apakah ini akibat obat perangsang yang diberikan
Oom Piet melalui sesendok kuah super mie, tempo
hari itu?"
Citra tidak mengerti apa yang sedang dialami
olehnya. Ia hanya berkesimpulan, bahwa dirinya
sedang mengalami guncangan jiwa akibat
pemerkosaan waktu itu. Bahkan, hatinya sempat
bertanya-tanya:
"Benarkah aku sudah menjadi tak waras lagi?
Benarkah aku ini sudah gila dan perlu masuk rumah
sakit jiwa?"
-ooo0dw0ooo-
Hubungan Citra dengan Nico mulai ada jarak. Nico
kecewa sewaktu menjemput Citra, pernyata Citra
sudah pulang lebih dulu. Apalagi Nico mendapat
laporan dari Sarah, bahwa Citra waktu itu pulang naik
mobil BMW hitam bersama seorang cowok, hati Nico
menjadi panas. Ia sengaja tidak menemui Citra
selama dua hari. Anehnya, Citra tidak begitu sedih.
Sebab, dengan memperjarang pertemuannya dengan
Nico, maka apa yang terjadi pada di-rinya tidak
banyak diketahui oleh Nico. Citra lak tahu, bahwa

sejak itu Nico justru selalu mengawasi Citra dari


persembunyiannya.
Citra sendiri belakangan ini menjadi orang yang
labil. Sikapnya sering berada dalam ketidakpastian.
Sesekali ia bisa ceria, tapi tiba-tiba bisa menjadi
murung. Baru sebentar murung, mendadak berubah
menjadi ceria lagi.
"Belakangan ini kamu kok kayaknya sering
ngeiamun sih? Kenapa?" tanya Ranu pada waktu
mereka istirahat makan. Citra sempat menggeragap
sejenak, karena tak menyangka kalau Ranu diamdiam
www.rajaebookgratis.com

memperhatikan perubahan sikapnya.


"Kamu kayaknya sedang bingung deh. Hm... ada
masalah sama cowokmu, ya?"
"Ah, nggak ada apa-apa kok."
Citra berusaha menutupi dirinya dari Ranu.
"Alaaah... gua tahu lu mesti lagi cek-cok ama Nico.
Ya, kan?"
"Idih, Ranu! Sok tahu amat lu!"
"Ngaku aja deh! Ngaku...!"
Ranu menggodanya sambil tertawa-tawa.
"Makanya ka!o punya cowok jangan suka buat
mainan, jadi dianya nggak keki ama iu!"
"Siapa yang buat mainan? Ngaco amat lu.
Emangnya cowok gue boneka?"
"Kan yang bisa dibuat mainan bukan boneka aja,
Tra. Kucing juga bisa dibuat mainan."
Citra tertawa geli, bahkan sampai tersedak, dan ia
buru-buru minum. Entah mengapa Citra merasa canda
yang ringan seperti itu bisa menghibur dirinya

ketimbang nasihat dan saran yang terialu formal.


Senang sekali Citra bila keadaan hatinya bisa seriang
saat ini. Ia seperti tak punya masalah saja jika sudah
bercanda dengan Ranu.
"Eh, Tra... perempuan cantik yang tempo hari
menemuimu itu siapa sih?"
"Yang mana? Yang pakai gaun biru?"
"He-eh. Siapa sih dia kok cantik amat. Bintang
pilem ya?"
Citra tersenyum geli.
"Kalau bintang pilem lu mau ngapain?"
"Gue mau naksir," jawab Ranu nyeplos.
"Kalau bukan bintang pilem, gimana?"
"Gue juga mau naksir."
"Huhhh... maruk lu!"
"Apa salahnya. Dia cantik. Wajar dong kalo gue
naksir cewek cantik. Gue kan cowok normal. Bukan
cowok pikun."
Setelah meneguk air minumnya yang .penghabisan,
Citra berbisik,
"Eh, lu mau nggak gue kenalin ama tuh cewek? Tapi
kayaknya usianya tuaan dia ketimbang elu, Ran!"
"Ah, cuek aja! Usia mah bisa diatur dari KTP, kan?!"
Geli lagi Citra mendengar canda Ranu yang ringanringan
saja itu. Citra merasa lebih enak bicara dengan
Ranu ketimbang dengan teman-teman ceweknya yang
sering menyebalkan. Bahkan untuk saat ini, Citra
merasa lebih enak bicara dengan Ranu daripada
dengan Nico sendiri.
www.rajaebookgratis.com

Pukul 9 malam kurang 15 menit. Toko sudah mulai


tutup. Langkah Citra dan teman-temannya cukup
santai ketika turun ke lantai bawah. Ranu ada di
samping Citra, karena ia sibuk bercerita tentang
dirinya yang selalu sulit mengatakan cinta kepada
seorang gadis.
Di lantai dua, Ranu menahan tangan Citra hingga
berhenti melangkah.
"Lihat, temanmu itu sudah menunggu di depan
pintu."
"Mana...?!" mata Citra memandang ke depan pintu.
"Itu, yang pakai jeans ketat dengan T-shirt ijo!"
"Astaga...! Benar. Gue sampai pangling lho!"
"Busyet dah! Kalo pake jeans gitu dia kelihatan
lebih menarik lagi. Kayak artis Hollywood, ya?"
Citra mengikik.
"Yuk, gue kenalin...!"
Langkah-langkah kaki mereka dipercepat. Gizma
tampil seperti cewek masa kini. Rambutnya di sanggul
sebagian, sisanya dibiarkan terjuntai panjang, jatuh
menutupi dada kirinya. Lehernya kelihatan jenjang
dan mulus. Body-nya makin kelihatan seksi dan
menawan.
"Hai...!"
Citra menepuk punggung Gizma dari belakang.
Gizma terpekik kaget, lalu mereka tertawa geli.
"Kenapa nggak menemuiku di atas?" kata Citra
kepada Gizma.
"Kulihat tokomu sudah mau tutup. Sebentar lagi
pasti kau turun. Jadi kutunggu di sini saja."

"O, ya.... Kenalkan, Giz... ini Ranu, temanku. Dia


bagian pengadaan barang."
Ranu mengulurkan tangan, ingin berjabatan. Tapi,
Gizma tidak menyambutnya, melainkan justru
mengangkat tangannya dan melambaikan jarinya
ketiwil-tiwil.
"Hai, namaku Gizma. Jelek ya namaku?" seraya
Gizma tersenyum ramah dan akrab.
Ranu sedikit malu karena tak disambut jabat
tangannya. Tapi ia pun juga melambaikan tangan
dengan jari ketiwil-tiwil seperti memberi salam pada
anak kecil.
"Aku nggak pernah mikirin nama. Mau jelek atau
cakep, yang penting orangnya."
"Diiih... kamu. Masa to the point, gitu sih!" Citra
bersungut-sungut
"Kata kamu kalau kau naksir cewek harus apa
www.rajaebookgratis.com

adanya. Nggak boleh malu-malu. Sekarang lagi gue


praktekin ruh!"
Gizma makin mengikik geli. Kemudian mereka
melangkah bersama dalam ayunan yang santai.
"Sori, Giz..., Ranu emang suka bercanda. Jangan
tersinggung, ya?"
"Ahhh...!"
Gizma menepiskan tangan, pertanda tidak ada
masalah apa-apa pada dirinya. Ia justru bertanya
dengan akrab kepada Ranu,
"Rumahmu dekat sama rumah Citra, Ranu?"
"Wow... jauh! Ibarat dia di Utara aku di Selatan.
Ketemu ujungnya juga nggak!"

Tawa Gizma terhenti ketika Citra mencolek-colek


lengannya. Ia berpaling kepada Citra yang saat itu
menatap ke satu arah dengan pandangan mata yang
tajam. Gizma segera mengikuti arah pandangan mata
Citra, demikian juga Ranu.
"Mereka, Giz. Mereka berkumpul di sana...!" bisik
Citra.
Ia menemukan sekelompok anak muda yang main
gitar di sebuah taman. Beberapa dari mereka adalah
orang-orang yang menodai Citra secara keji.
Tiba-tiba Ranu buka suara, "Ah, sudahlah! Nggak
perlu ngurusin yang begituan! Bikin kacau aja!"
Kata-kata Ranu tak dihiraukan oleh Citra dan Gizma
yang ada di sebelah kirinya. Gizma bahkan berbisik
pada Citra,
"Kau yakin mereka yang berbuat?"
Citra mengangguk. Dadanya berdetak-detak karena
dendam muiai membara.
"Aku ingat betul wajah-wajah mereka. Yang
berkumis tipis itu yang menjadi sopir taksi gadungan.
Dia yang melepasi...."
Citra tak berani melanjutkan, takut kata-katanya
didengar Ranu.
"Jalan, yuk ah!" ajak Ranu, sengaja membawa Citra
untuk menghindari keributan dengan preman-preman
itu. Tapi, Citra dan Gizma hanya berjalan sedikit
menjauh dari mereka, kemudian berhenti lagi.
Memandang mereka kembali. Ranu sedikit kesal
dengan sikap mereka yang dianggapnya cari penyakit
saja. Sejauh tidak ada yang perlu dicemaskan, Ranu
akhirnya membiarkan Citra dan Gizma memandangi
preman-preman itu.

"Satu di antara mereka layak hilang pada malam


ini, Tra," bisik Gizma pelan sekali.
www.rajaebookgratis.com

"Bagaimana caranya?" tanya Citra dalam bisikan.


Karena tak mendapat jawaban, maka Citra pun
berpaling ke samping. "Ohhh...?"
Gizma hilang lagi. Citra menengok ke belakang, ke
arah lain, tak ada Gizma. Namun pada saat itu ia
merasakan tubuhnya menjadi dingin, seperti berada di
kutup Utara.
"Mana Gizma, Tra?"
Ranu ikut bingung setelah mengetahui Gizma tidak
di sekitar mereka.
"Tau, tuh...! Beli makanan di seberang, kali!" jawab
Citra sambil matanya masih terarah pada sekelompok
anak muda bermain gitar secara urakan.
Rohib, sopir taksi gadungan yang ikut memperkosa
Citra, tiba-tiba keluar dari kerumunan temantemannya.
Salah seorang berseru,
"Hei, mau ke mana kau!"
"Cari rokok!" teriak Rohib.
Saat itu pandangan mata Citra mengikuti gerakan
Rohib. Bahkan sepertinya dialah yang mengatur
gerakan Rohib melalui tatapan matanya. Ranu
mengajak bicara, entah apa. Citra tak menghiraukan
sama sekali. Konsentrasinya bagai tercurah semuanya
kepada Rohib. Melihat keadaan Citra terpaku bagai
patung bermata tajam, Ranu Jadi merinding Gelisah.
Ia merasakan ada satu kejanggalan pada malam ini
yang tidak ia ketahui dari mana asalnya.
Rohib menyeberang jalan tak melalui jembatan
penyeberangan. Ia melompati pagar pembatas jalur

untuk mencapai kios rokok. Padahal tak jauh dari


kerumunan teman-temannya itu ada dua pedagang
rokok sistem asongan. Tapi entah mengapa Rohib
justru menyeberang, mendekati kios rokok yang ada
di seberang jalan.
Pada waktu Rohib melompati pagar pembatas jalur
yang terbuat dari besi itu, mendadak ada sebuah
mobil mini bis yang melaju dengan kecepatan tinggi.
"Rohiiib... awaaas...!" teriak salah seorang
temannya.
Rohib tidak sempat menghindari mobil tersebut,
maka mereka pun menjerit riuh melihat Rohib
dihantam dengan mini bis berkecepatan tinggi. Sopir
mobil itu menjadi panik dan sangat menggeragap. Ia
membanting stir ke arah kanan.
Brakkk...!
Mobil itu menghantam pagar pemisah jalur. Pagar
itu cukup kokoh hingga sebagian jerujinya saja yang
patah. Tetapi, semua teman Rohib jadi menjerit makin
www.rajaebookgratis.com

tinggi karena mereka melihat tubuh Rohib tergencet di


antara mobil dan pagar besi itu. Sopir mini bis segera
melarikan diri ke pos kepolisian, takut dikeroyok
massa.
"Gila! Orang itu masih tergencet!" Ranu berlari
menggabung dengan kerumunan massa. Citra
melangkah dengan napas terhempas. Ia ingin melihat
dari jarak dekat keadaan Rohib. Ternyata sungguh
mengerikan.
Tubuh Rohib yang tergencet antara mobil dengan
pagar besi itu masih bisa bernapas. Kepalanya
berlumur darah. Salah satu batang besi yang patah
masuk ke iganya dan membuatnya lebih sukar

bergerak. Teman-temannya dalam keadaan panik


Sebagian mengejar sopir mini bis itu. Citra berhasil
menerobos kerumunan massa dan kini ia berada di
barisan paling dekat dengan korban.
Ia melihat jelas keadaan Rohib yang tak bisa
berteriak. Matanya mendelik dengan tubuh bergerakgerak
kecil. Kejet-kejetan. Citra sengaja memandang
mata korban, sehingga kedua mata itu pun saling
bertemu. Rohib tak bisa terkejut lagi melihat
kehadiran Citra di situ. Ia hanya berusaha
mengucapkan sesuatu, tapi yang keluar hanya kata,
"Kauuu...."
Citra manggut-manggut samar sambil tersenyum
girang. Puas hatinya melihat Rohib tersentak
mengejang sesaat, kemudian terkulai lemas dalam
keadaan masih tergencet mobil dan tertancap besi.
Badan Citra menjadi terasa panas. Tidak sedingin
tadi. Ia memisahkan diri dari kerumunan massa. Pada
saat itu ia melihat Gizma melangkah di sampingnya.
Sedikit mengejutkan, tapi rasa kagetnya tertutup oleh
kepuasaan batinnya. Dendam telah terlampiaskan dua
kali. Citra merasa lega sekali. Gizma juga tersenyum
ceria kepada Citra. Tapi, saat itu Citra berkata,
"Sayang kau tidak lihat awalnya!"
"Aku melihatnya! Melihat dengan jelas saat ia mau
membeli rokok dan menyeberang jalan, melompati
pagar itu. Semua kulihat jelas."
"Kau ada di mana tadi?"
"Di belakangmu! Ah, bagaimana sekarang? Sudah
berkurang dendammu?" bisik Gizma.
Citra mengangguk.

"Jangan lupa, hadiahnya...," bisikan Itu makin pelan


dan bernada canda.
Citra hanya tersenyum sedikit terasa kaku. Karena
www.rajaebookgratis.com

di dalam harinya mulai dibayangi kebimbangan


tentang seorang lelaki. Citra masih belum paham,
mengapa Gizma merasa lega juga jika Citra selesai
bercinta dengan seorang lelaki? Padahal, lelaki yang
sedianya akan diberikan kepada Gizma sebagai
hadiah, belum sempat ia berikan. Justru ia sendiri
yang bergumul dengan lelaki itu. Yammar, misalnya.
Tapi, pada saat ia ketakutan melihat Yammar berubah
menjadi patung batu, Gizma muncul, dan
mengucapkan kata 'terima kasih' kepada Citra. Kok
aneh? Mengapa Gizma berbicara terima kasih?
Bukankah lelaki itu belum jadi diserahkan kepada
Gizma, tahu-tahu sudah telanjur mengalami
keajaiban, berubah jadi patung batu?
"Hei, mana Gizma...?!" tanya Ranu yang menyusul
Citra di halte bis.
Citra ingin menjawab, tapi tak jadi. Sebab Gizma
pergi lagi entah ke mana. Tanpa pamit pada Citra,
tanpa berpesan apa-apa. Hilang begitu saja. Dan,
tubuh Citra kembali merasa dirayapi hawa dingin.
"Kayaknya tadi Gizma jalan ke halte sama kamu,
kan?"
"He-eh! Dia pulang duluan pakai taksi," jawab Citra
menutupi keganjilan yang ada.
Ranu mengeluh.
"Huhhh... payah. Aku belum ngobrol banyak sama
dia, sudah pergi!"
"Esok mungkin dia menemuiku lagi," ucap Citra
menegaskan.

"Eh, lu mau ajak gue ke rumah Gizma, Enggak?


Tolong deh, Tra...! Ada bonus pizza buat kamu deh.
Pokoknya siiip... aja!" bujuk Ranu, riang.
Citra tertawa geli. Padahal dalam hatinya ia kembali
diliputi keanehan. Perubahan-perubahan yang tempo
hari dirasakan kembali menjelma dalam jiwanya.
Debar-debar aneh di dalam dadanya bagai menggelitik
ke bagian-bagian yang peka oleh sentuhan jemari
pria. Hawa dingin itu membangkitkan gairahnya,
membuat ia berdecak-decak sebagai ganti desah,
membuat pikirannya melambung tinggi dalam
khayalan bercumbu. Ingatannya pada saat-saat di
atas ranjang bersama Yammar, kembali bermunculan.
Begitu kuat menggoda batin, membuat batin itu
sendiri menuntut sesuatu yang nyata.
Citra jadi berani menggandeng tangan Ranu.
Mereka sama-sama menunggu bis kota. Malam mulai
sepi, sekalipun tidak berarti sunyi. Ranu sedikit heran
melihat tangan Citra meremas jemarinya, sepertinya
www.rajaebookgratis.com

gadis itu sedang menahan sesuatu yang tak ingin


dilepaskan dari dalam hatinya. Sempat pula Citra
bertanya dalam hati,
"Haruskah aku membawa Ranu ke sebuah hotel?
Haruskah aku bercumbu dengannya? Ohhh...
menyiksa sekali debaran jantungku ini. Aduuuh...!
Rasa-rasanya aku nggak tahan, ingin segera memeluk
Ranu saat ini juga," keluh Citra dalam hati.
Tangan Citra meremas jemari Ranu makin kuat
Ranu jadi lebih curiga dan bertanya,
"Ada apa sih?! Kamu kelihatan gelisah sekali dan...
dan...."

"Hei, Citra...!" seru seseorang dari dalam mobil


Mazda merah. Seruan itu yang membuat kata-kata
Ranu terputus.
"Hei, Lex...! Duuuh... sombongnya! Gue numpang
ah!"
"Masuklah!" kata Alex, teman lama Citra. 'Temanmu
itu nggak ikut?"
"Ran, lu mau ikut numpang nggak?!" "Nggak usah!
Gue kan beda jurusan!"
"Kalau gitu, aku cabut duluan, ya?!"
"Oke! Hati-hati, Tra...!"
Ranu melambai dengan akrab. Pikirannya masih
tertuju pada kecantikan Gizma yang sangat
mengagumkan itu.
Dalam mobil Alex, Citra menghamburkan tawa,
seperti tawa kerinduan. Dua tahun ia tidak bertemu
dengan AIex. Dulu, Alex menjabat sebagai supervisor
tempat kerja Citra waktu di Surabaya. Dan,
pertemuan malam ini adalah pertemuan yang tak
diduga-duga sama sekali.
"Kamu kok ada di sini, Lex. Ngapain?!"
"Biasa! Lagi ngurus proyek di Jakarta. Aku baru
empat hari yang lalu tiba di sini, kok!"
"Eh, bagaimana kabarnya Pak Yos, boss kita itu!
Masih suka ngamuk-ngamuk?!"
"Sudah nggak pernah ngarnuk lagi, orang bininya
sudah tiga, kok."
"Hahhh...?! Bininya tiga?!"
Citra membelalak sambil tertawa, la kelihatan
girang sekali bertemu dengan Alex, sebab dulu AIex

pernah coba-coba mendekatinya, tapi kurang


sambutan. Hanya saja, dalam keadaan batin Citra
dirongrong birahi seperti
Saat ini, rasa-rasanya tak ada alasan untuk
menolak pendekatan Alex. Tentu saja Alex merasa
www.rajaebookgratis.com

gembira melihat Citra memberi sambutan begitu


hangat, ceria dan menggairahkan. Alex sendiri
mengakui dalam hati, bahwa Citra semakin kelihatan
menggairahkan, semakin cantik dari yang dulu, dan
semakin nakal matanya.
"Pak Yos itu gila, kali ya? Masa punya bini sampai
tiga? Gimana menggilirnya, Lex?"
"Mana aku tahu?? jawab Alex. "Punya bini satu aja
aku nggak pernah, kok sampai membayangkan yang
bininya tiga...."
"Emang lu belum kawin-kawin juga, Lex?"
"Kawin sih sudah. Cuma nikahnya yang belum!"
Citra terkekeh lagi.
"Aku malah belum nikah belum kawin. Jadi nggak
tahu rasanya orang kawin dan orang nikah itu kayak
apa!"
"Mau...?!" pancing Alex setelah tertawa ngakak.
"Mau apa maksudmu?"
"Mau merasakan?!"
"Merasakan apa?!"
Citra makin menggoda, lalu keduanya tertawa
dalam gumam. Pipi Citra dicubit oleh Alex. Tak
mengelak sama sekali. Justru Citra makin menggoda
dengan cibiran bibir yang lucu.

"Aku menginap di sebuah hotel. Kau mau melihat


kamarku?"
"Boleh! Aku ingin tahu kamar seorang supervisor
kayak apa sih megahnya?"
"Eh, aku bukan supervisor lagi sekarang...! Sudah
naik pangkat!" ujar Alex sambil berlagak
menyombongkan diri sekadar dalam gurauan saja.
Kamar hotel yang ditempati Alex berukuran W.
Cukup nyaman kelihatannya. Bersih. Fasilitasnya
lengkap: AC, TV, telepon, dan lain sebagainya.
"Pasti sedikitnya sudah tiga cewek yang lu ajak
tidur di sini, ya?"
"Hush! Ngaco aja!"
Alex mencubit pantat Citra. Citra berlagak
mengelak. Tawanya berhamburan sewaktu Alex
mengejarnya dengan gemas. Citra jatuh di atas
ranjang empuk berlapis selimut tebal warna coklat
muda. Alex memeluk bersama sebaris tawa. Lalu,
keduanya sama-sama diam setelah Alex mengecup
bibir Citra satu kali. Senyum Citra masih
mengembang. Ada perasaan ingin menolak pada diri
Citra, tapi ada sesuatu yang mendorong batinnya
makin menuntut untuk lebih dari sekadar kecupan.
"Kenapa tidak dari dulu kamu mau menerimaku,
www.rajaebookgratis.com

Citra."
"Nggak tahu nih...! Tadi begitu aku lihat kamu,
langsung aku deg-degan."
"Kenapa deg-degan?"
"Semalam aku mimpi tidur sama kamu, hi, hi, hi...!"
"Bagaimana kalau mimpimu itu jadi kenyataan?!"
pancing Alex makin semangat

Malam itu, kembali Citra bergelimpang kemesraan


yang diburunya terus-menerus. Sebelum Aiex
memperoleh kebahagiaannya yang diharapkan, Citra
masih memacu dirinya untuk mencapai titik
kemesraan tertinggi.
Lalu, Citra pun ingat peristiwa serupa yang
dialaminya bersama Yammar. Hatinya menjadi cemas,
penuh ketegangan. Ia buru-buru menjauhi ranjang.
"Aaakh...!" Alex mengerang bagai orang kesakitan
dalam keadaan uratnya menegang semua. "Uhhh...
tolong aku, Citra...! Aaaow...! Citra... aku... aku
kraaam...!"
"Ch, apa... apa yang harus kulakukan...?!"
Citra kebingungan. Panik. Ia ingin menelepon
resepsionis, tapi tidak jadi. Karena suara Alex
menghentak mengagetkan sambil tubuhnya
menggeliat kaku. Matanya terpejam kuat-kuat pada
saat kulit kakinya mulai menjadi berbintik-bintik
kasar.
Citra jadi merinding. Debaran jantungnya membuat
sekujur tubuh gemetar. Sekali lagi ia menyaksikan
tubuh orang yang habis diajaknya bercumbu menjadi
kaku. Kedua kakinya berbentuk kulit Menjadi keras
berbintik-bintik. Lalu, perubahan itu merayap ke atas.
Sesuatu yang tadi keras kini juga berbintik-bintik
kaku. Dan akhirnya, sekujur tubuh Alex berubah
menjadi patung batu dalam keadaan kedua tangan
mendekap dada dan mulut menganga. Alex menjadi
patung batu dengan expresi wajah bagai orang
memekik dalam mencapai puncak kenikmatannya.
"Alex...! Alex, ohhh...!"

Citra menangis, napasnya makin terengah-engah.


Ia meraba tubuh Alex, ternyata benarbenar berubah
menjadi patung batu yang kasar.
Tubuh Citra yang belum sempat mengenakan
pakaian itu menjadi panas, tidak sedingin tadi.
Keringatnya mulai bercucuran bagai menyembur dari
pori-pori kulitnya. Dalam keadaan takut dan
kebingungan itu, Citra mendengar suara lembut di
belakangnya.
www.rajaebookgratis.com

'Terima kasih, Citra...!"


Wajah Citra segera berpaling.
"Ch, kau...!" bentak Citra begitu melihat Gizma
merapikan rambut di depan cermin.
"Memuaskan sekali orang-orang pilihanmu itu...!
Aku menyukai hadiah seperti ini, Citra," Gizma berkata
sambil menyeka keringatnya yang mengucur di
sekujur tubuh. Ia tersenyum memandang Citra yang
berwajah bingung.
"Dia temanku! Kenapa dia menjadi patung?!
Ohhh..., Gizma, aku tak mau seperti ini! Aku tak
mengerti apa maksud kemisteriusan ini, Gizma...?!"
"Akan kujelaskan maksudnya. Tapi, pejamkan
matamu dulu."
Citra tertegun dengan napas masih ngos-ngosan.
Gizma masih tetap kalem, kendati napasnya sendiri
tampak terengah-engah, namun tak separah Citra. Ia
berkata dengan penuh wibawa,
"Pejamkan mata, Citra. Kau harus beristirahat,
Teman...!"
Sekali ini, Citra kembali memejamkan mata. Tak
lebih dari sederik. Ia buru-buru membuka matanya

karena ingin menanyakan sesuatu kepada Gizma.


Tetapi, ketika ia membuka kelopak matanya, ternyata
dia kembali tercengang. Ia berada di dalam kamarnya
lagi. Duduk di tepian ranjang dengan mengenakan
gaun tidur yang tipis.
Kamar itu sepi. Tak ada patung Alex. Tak ada
Gizma. Sepertinya semua itu hanya sebuah mimpi
belaka. Ia melihat pakaian seragam kerjanya
tergeletak di lantai, bawah kursi. Sepertinya ia tadi
sudah pulang, melepas pakaian seragamnya dan
berganti gaun tidur yang tipis itu. Hanya saja, semua
itu tidak di-L sadari Citra. Tak diingat sama sekali.
Yang ia ingat hanya berada dalam kamar hotel
bersama Alex. Bercumbu dan selesai. Gizma muncul,
Citra memejamkan matanya. Lalu, ketika ia hendak
menanyakan sesuatu pada Gizma, tahu-tahu ia sudah
berada di dalam kamarnya sendiri. Uhhh... sangat
ajaib. Membingungkan sekali.
Citra menjadi malu pada dirinya sendiri. Ketika ia
berdiri di depan cermin, ia melihat wajahnya layu.
Pucat Kesegarannya bagai terkuras habis untuk
bercinta bersama Alex. Pada saat itu ia merasa benarbenar
malu pada diri sendiri, mengapa ia menjadi
perempuan jalang. Padahal selama ini nafsunya tak
pernah terbakar sehebat itu. Ia pandai
menyembunyikan perasaan pribadinya. Ia pernah
www.rajaebookgratis.com

mengharapkan ciuman dari Nico, tapi ia bertahan


untuk tidak mengatakan harapannya itu. Sekarang
kenapa keadaan jadi terbalik sama sekali. Ia begitu
berani memancing ielaki. Berani menyerang lelaki
iebih dulu. la jadi buas dan beringas dalam bercumbu.
Oh, malunya! Padahal dalam keadaan seperti saat
ini, saat ia memandang dirinya di cermin ini, ia sama
sekali tidak menyukai caranya yang brutal itu. Dalam

keadaan seperti sekarang, ia tidak akan berani


memancing-mancing lelaki untuk menggiringnya ke
alam bercinta yang beringas.
Menyadari sikapnya belakangan ini, maka timbullah
kekhawatiran dalam hati Citra. Ia mengeluh dalam
kecemasan, dan berbisik pada dirinya sendiri,
"Bagaimana kalau aku sampai hamil? Perutku sering
merasa mual, ingin muntah tapi susah. Oh, janganjangan
benih-benih itu berubah mejadi janin dalam
rahimku. Ohhh... mengerikan sekali! Aku tidak mau
hal itu terjadi! Tidak!"
-ooo0dw0ooo-
SIANG itu, Citra sengaja datang ke rumah Andani
sendirian. Tidak begitu mengherankan kedatangan itu
bagi Andani. Tapi yang mengherankan adalah
kelesuan wajah Citra dengan kemurungannya.
"Kenapa sih?" tak perlu dijelaskan, Citra sudah
paham arti teguran Andani itu.
"Ada sedikit masalah," jawab Citra. "Carikan rumah
kontrakan buat aku dong."
"Kontrakan? Kok aneh? Bukannya kamu lebih enak
tinggal di rumah oommu yang mentereng itu? Kok
malah kamu pindah sih? Nggak salah nih?!"
"Ketenanganku sudah terganggu di sana. Aku mulai
muak!" Citra bicara sambil cemberut.
"Bisa kaujelaskan padaku, Tra?" Mulanya Citra
sedikit ragu. Tapi akhirnya ia bicara juga apa adanya
kepada Andani "Aku diganggu Oom Piet terusmenerus.
Tingkahnya makin iama makin
menjengkelkan sekali!"

Andani berkerut dahi memandang Citra yang


cemberut lesu. la menjadi curiga melihat semburat
warna pucat yang melapisi wajah Citra. Lalu, ia pun
berbisik,
"Kau diganggu... diganggu dalam birahi?"
Citra mengangguk.
'Tapi, kuminta ini rahasia sekali lho, An. Jangan
sampai ada yang tahu."
"He-eh...!" Andani mengangguk beberapa kali.
www.rajaebookgratis.com

'Tapi... tapi berhasil menodaimu? Atau hanya kejahilan


tangannya saja?"
Sukar sekali memberi jawaban yang pasti. Alangkah
malunya Citra bila temannya mengetahui bahwa
kesuciannya telah hilang. Tapi, ia sendiri dibayangbayangi
oleh kengerian yang sebenarnya, sehingga
butuh jalan keiuar yang baik. Dari keraguannya itu,
akhirnya Citra memilih jawaban,
"Cuma keisengan tangannya aja, kok."
"Ohhh... syukurlah kalau cuma begitu. Berarti kau
belum dinodai. Memang, ada baiknya kamu harus
cepat-cepat pindah dari rumah itu sebelum keisengan
itu ngelunjak jadi kebiadaban!"
"Kebiadaban itu sudah terjadi...."
Ingin sekali Citra mengatakannya demikian, tapi
kata-kata itu tersekat di tenggorokan, tak jadi
terlontar. Hanya saja, ia menjadi termenung dalam
kebungkamannya. Pikirannya mulai menerawang pada
kelakuan Oom Piet yang makin menggila itu. Yang
masih segar dalam ingatannya, adalah saat tadi pagi
ia selesai mencuci bajunya, lalu ia ingin mandi. Tibatiba,
Oom Piet muncul dari dalam bak mandi yang
besar itu. Rupanya, lelaki setengah baya itu

mengetahui kebiasaan Citra jika habis mencuci, pasti


mandi. Karena istrinya pergi mengantar kedua
anaknya ke sekolah, maka Oom Piet langsung masuk
ke dalam bak mandi dalam keadaan polos. Air di
dalam bak mandi hanya setengah, dan ia menunggu
Citra di situ, sampai pintu kamar mandi terdengar
dikanoig oleh Citra.
Citra hampir berteriak sekeras-kerasnya sewaktu
Oom Piet muncul dari dalam bak mandi pada saat
Citra telah melepas segala pelapis badannya. Untung
tangan Oom Piet segera meraih mulut Citra dan
membekapnya sambil berbisik,
"Ssst..! Kalau kau berteriak dan bibi mendengar,
maka masalah ini akan diadukan pada tantemu.
Tantemu nggak akan percaya kalau aku naksir kamu!
Kamu yang akan dianggap kurang ajar sama suami
tantemu! Diam, jangan teriak-teriak."
Sambil berbisik begitu, tangan Oom Piet melepas
bekapan di mulut Citra, dan berpindah meremas di
dada. Citra berhasil meronta, lalu mundur sampai ke
sudut Sayang ia tak sempat meraih handuk untuk
menutupi tubuhnya, sehingga ia hanya bisa mendekap
dadanya sambil menghadap ke dinding. Kepalanya
berpaling, menampakkan wajah yang marah dan
muak kepada Oom Piet
www.rajaebookgratis.com

"Jangan anggap aku seperti masa muda ante, Oom!


Aku bukan perek! Keluar sana!"
Citra memberanikan diri mengusir Oom Piet dari
kamar mandi. Oom Piet justru mendekat, dan Citra
kebingungan menghindarinya.
"Sudah lama aku menaruh hati padamu, Citra.
Sumpah! Aku ingin sekaii memilikimu!"

"Jangan dekati aku, Oom!" Kata-kata itu tak


didengar oleh Oom Piet
Lelaki setengah baya itu justru makin mendekat
dan meraih pundak Citra sambil berbisik,
"Sekali ini saja, Citra! Sekali saja!"
'Lepaskan aku...! Persetan dengan kemau-anmu!
Ohhh... lepaskan!"
Citra meronta, tapi Oom Piet lebih cekatan
meraihnya dan menciumi wajah Citra penuh nafsu.
Tak ada pilihan lain bagi Citra, tangannya pun
bergerak cepat menampar wajah Oom Piet.
Pakkk...!
Keras sekali tamparan Citra, membuat Oom Piet
terhenyak. Kemudian dengan kedua tangan Citra
mendorong Oom Piet kuat-kuat Maka, terpelantinglah
lelaki itu dan jatuh dengan kepala membentur dinding.
Benturan itu cukup keras, dan mengakibatkan kepala
Oom Piet bocor. Darah mengalir dari iuka di belakang
kepala. Citra menjadi tambah tegang. Ia buru-buru
meraih handuk dan membalut tubuhnya dengan
handuk itu, kemudian cepat-cepat keluar dari kamar
mandi.
Ia dicekam ketakutan. Terengah-engah ketika
sudah berada di dalam kamarnya. Ia mengunci pintu
kamarnya, takut kalau Oom Piet masuk dan
mengamuk. Tak terasa ia pun melelehkan air mata
kesedihan. Sedih memikirkan nasibnya yang
belakangan ini menjadi bahan incaran lelaki jalang.
Sampai-sampai oomnya sendiri tega hendak
memperkosanya untuk yang kedua kalinya.
Beruntung saat ini Citra dalam keadaan sadar,
dalam keadaan sebagai diri pribadinya yang asli. Tak

ada pengaruh obat dan lain sebagainya, sehingga


dalam kedaan seperti saat ini, Citra tetap akan
melawan perbuatan tak senonoh itu. Semasa ia masih
punya tenaga dan kesempatan, ia akan meiawan
tindakan seperti itu. Ia tak mau menjadi hina oleh
kemauannya sendiri.
"Citra, tolong panggilkan dokter...," kata Oom Piet
sambii mengetuk-ngetuk pintu kamar Citra.
www.rajaebookgratis.com

Debar-debar di dalam dada Citra membuat


napasnya sedikit sesak. Khawatir kalau Oom Piet
terlalu banyak mengeluarkan darah, dan mengalami
akibat yang lebih parah jagi. Citra jadi bingung kala
itu. Untung tantenya segera datang, dan la
mendengar Oom Piet mengaku terpeleset di kamar
mandi. Maka, luka di kepala Oom Piet itu segera
diurus oleh tantenya, dan Citra merasa aman.
"Bagaimanapun pamannya kamu, Tra...," kata
Andani mengomentari penuturan Citra, tapi suatu saat
ia akan berusaha lebih hati-hati lagi. Lelaki semacam
itu, jelas tidak akan berhenti bertindak sebelum
keinginannya tercapai. Jadi, aku sangat setuju kalau
kau pindah, mencari kontrakan sendiri."
"Kau bisa membantuku, kan?!"
"Mudah-mudahan bisa. Yang kutahu, di sekitar sini
tak ada rumah petak yang di-kontrak-kontrakkan.
Kalau di rumah Hanna, nah... di sana ada. Memang
masyarakat sekitarnya punya usaha mengontrakkan
rumah petak. Cuma..., ya, kamu harus mau campur
tangan dengan tukang bakso, tukang somay,
pokoknya orang-orang macam gituanlah...!"
"Kalau memang adanya itu, apa boleh buat! Tapi
kalau ada aku mau cari yang agak bersih. Tenang."

Andani seperti teringat sesuatu. Ia bersemangat.


"O, iya... ini nih... rumah di ujung deretan rumahku
ini juga katanya mau dikontrakkan. Satu rumah.
Nggak dipetak-petakkan perkamar kayak di rumah
Hanna."
"Utuh satu rumah?!"
"He-ehl Orangnya mau dinas di luar negeri selama
tiga tahun. Rumah dan beberapa perabotannya akan
dikontrakkan! Cuma... beberapa harga kontrakannya,
aku nggak tahu. Kalau kamu mau, yuk kuantarkan ke
sana!"
Rumah itu cukup luas. Halamannya sendiri
mempunyai padang rumput yang sangat leluasa buat
bermain-main. Bersih dan tampak segar. Rumah itu
milik pegawai kedutaan yang dua hari lagi akan
berangkat ke Roma. Di dalamnya, selain ada telepon
juga ada antena parabola. Semua itu termasuk dalam
satu perabot yang harus dibayar uang sewanya. Satu
tahun 2 juta. Gila! Punya uang dari mana Citra?
Gajinya satu tahun tidak sampai sebesar itu. Sampai
di tempat kerja, Andani masih membicarakan soal
rumah tersebut.
"Eh, asyik juga lho kalau kamu menempati rumah
itu! Aku bisa sering main ke situ!"
www.rajaebookgratis.com

"Iya. Aku sendiri juga senang kalau tinggal di


rumah seperti itu. Tapi... dua jutanya itu yang bikin
sesak napas," kata Citra.
"Apaan yang dua juta?" tegur Ranu, nimbrung
pembicaraan Andani dan Citra.
"Gue harus cari uang dua juta nih, Ran. Buat
kontrak rumah! Bagus deh rumahnya!" kata Citra.
"Lu bisa bantu gue nggak?"

"Bantu nyengir bisa!" jawab Ranu. "Gue punya ide


kalau lu butuh uang segitu."
"Apaan...?!"
Citra bersemangat. Serius.
"Cari boss, ajak nonton, minta bayaran dua juta.
Beres!"
"Huhhh... konyol lu! Emangnya gue pe-rek!" sambil
Citra menepuk-nepuk punggung Ranu. Akibatnya,
Ranu benar-benar meringis karena merasa sakit oieh
tepukan keras Citra.
Gurauan Ranu itu tiba-tiba menjadi satu bahan
renungan buat Citra. Mencari boss. Ya, barangkali
memang bisa dilakukan oleh Citra dengan
mengandalkan kecantikannya. Tetapi, apakah itu patut
dan layak? Apakah itu tidak akan merendahkan harga
dirinya sebagai gadis yang cantik dan terpelajar?
"Apakah aku masih punya harga diri?" bisiknya
dalam hati. "Aku sudah kotor. Sudah ternoda dan
menjadi hina. Apakah aku pantas membanggakan diri
sebagai gadis yang masih punya harga diri?"
Lamunannya dibuyarkan oleh tepukan tangan Ranu
dari belakang. Citra sempat memekik dan nyaris
melonjak.
"Gila lu!" makinya asal nyeplos.
"Hel, kapan kamu mau ajak aku ke rumah Gizma?
Udah nggak sabaran nih."
'Tenang aja. Pokoknya bereslah...!"
"Huhhh... beres, beres...! Buktinya sudah tiga hari
dari sejak aku berkenalan dengan Gizma, kamu nggak
ajak aku ke sana!" Ranu bersungut-sungut "Eh,

gimana kalo malam ini? Ntar kita pulang jam delapan


aja, yuk?"
"Pulang jam delapan?!"
"Alaaah... gue bisa bikinin alasan deh supaya iu bisa
cabut jam delapan! Asal, kita ke rumah Gizma. Oke?!"
"Ke rumah Gizma? Hra... sepertinya ada sedikit titik
terang buat Citra. Barangkali Gizma bisa
membantunya mencarikan pinjaman uang 2 juta
untuk mengontrak rumah tersebut Boleh juga gagasan
www.rajaebookgratis.com

Ranu secara tidak sengaja itu," pikir Citra


Mereka berdua menuju rumah Gizma. Ranu agak
heran ketika bajaj yang mereka tumpangi berhenti di
tanah kosong, depan sebuah rumah kuno yang gelap
dan rusak berat itu. Seperti bekas terbakar. Baru
turun dari bajaj saja Ranu sudah bergidik.
"Ini...?! Di sini Gizma tinggal?!" katanya terheranheran.
"He-eh...! Kenapa?"
"Ah, yang benar aja, Tra! masa perempuan secantik
Gizma tinggal di tempat seperti ini? Ini kan rumah
sudah tidak dihuni puluhan tahun lamanya! Ngaco aja
lu!"
"Ikuti aku aja deh! Jangan banyak omong!" seraya
Citra melangkah menerabas rumput liar, menuju
rumah kuno yang banyak coretan-coretan dari tangan
iseng.
"Tra... lu jangan main-main deh! Gue nggak suka
kalo lu nakut-nakutin!"
"Siapa yang nakut-nakutin! Bego! Gue mau anter
kamu ke rumah Gizma!"
'Iya. Tapi masa di sini sih?! Konyol lu, ah!"

"Lu yang konyol! Kalau lu nggak mau, ya udah! Kita


pulang sajalah!"
Mereka jadi ribut sendiri sebelum melangkah terlalu
dekat dengan rumah gelap dan kotor itu. Malam itu
rembulan menampakkan senyumnya di balik awan.
Cahayanya sebagian menerpa bumi dan membuat
suasana di sekitar rumah kuno itu menjadi tambah
menyeramkan, sekalipun remang-remang.
"Sumpah, Ran! Gue ketemu dia di sini!"
"Kapan?! Dan lagi, ngapain kamu di rumah itu, kok
bisa ketemu Gizma?!"
Hampir saja Citra tergelincir dengan pertanyaan
Ranu. Untung ia segera mampu menguasai diri dan
mengekang jawaban yang sebenarnya. Ia hanya
berkata,
"Lu nggak usah tanya macem-macem deh.
Sekarang gini aja, lu ke rumah dia atau nggak. Pilih!"
"Ya, mau! Tapi gue nggak mau kalo hi ajak ke
rumah serem itu!"
"Jadi mau lu diajak ke mana? Ke hotel?!"
Ranu jadi tertawa sendiri. Citra sedikit sewot
"Udah, ah! Kalo lu nggak mau, kita batalin ajal Kalo
kita ribut di sini, nggak enak. Ntar dikira orang kita
mau ngapa-ngapain!"
Citra hendak kembali ke jalanan, tapi tangan Ranu
segera meraih lengan Citra.
"Oke deh...," katanya. "Asal lu beneran nih, ya?!
www.rajaebookgratis.com

Kalo lu main-main ama gue, gue enggak mau kenal lu


lagi!"

"Kalo lu nggak percaya ama gue, ya udah! Kita


pulang aja!"
"Percaya, percaya...!" Akhirnya Ranu mengalah.
'Tapi ingat, Tra. Jangan jauh-jauh dari gue."
"Takut kalau gue lari?!"
"Hm... terus terang, aku takut sama tempat serem
kayak gini...!"
Citra mengikik geli. Ranu tambah merinding
mendengar suara tawa Citra.
"Ah, lu jangan ketawa deh! Bikin sport jantung aja
tawamu itu!" seraya mereka melangkah mendekati
rumah kuno itu.
Sejenak Citra memandang salah satu tiang yang
masih berdiri di rumah itu. Bayangan dalam benaknya
melayang pada masa-masa ia diikat di tiang itu. Ia
juga memandang lantai tiang yang banyak tumbuh
lumut dan rumput Terkenang pula saat ia digilir oleh
enam lelaki tak bertanggung jawab di lantai Itu. Hati
Citra tergores, lukanya terkuak lagi. Tak sadar ia pun
menangis. Mulanya melelehkan air mata, akhirnya
mengisak. Pedih. Kenangan itu membuat Citra nyaris
meratapi mahkotanya yang hilang di situ.
"Citra...," bisik Ranu tegang. "Kenapa menangis?
Takut, ya? Gue juga nih...!"
Ranu tidak tahu masalah yang sebenarnya. Citra
masih berusaha menutupi rahasia pribadinya itu.
Karena takut didesak oleh berbagal pertanyaan,
akhirnya Citra berusaha menguasai emosinya. Ia
berhenti menangis sekali pun masih tersendat-sendat
napasnya. Ia melangkah meninggalkan tempat
kenangan pahit itu. Bara dari dendamnya untuk
sementara diredam kuat-kuat dalam dada.

Tempat itu sunyi. Tempat itu lembab dan berbau


apek. Yang ada hanya suara desiran angin, lalu
lolongan anjing di kejauhan. Samar-samar
kedengaran, sehingga menambah suasana serem
makin mencekam. Langkah Citra hati-hati sekali,
karena di situ juga terdapat pecahan botol atau beling
lainnya. Setapak demi setapak mereka melangkah.
Debar-debar jantung Ranu lebih keras ketimbang
Citra. Pemuda bertubuh sedikit kurus itu memang
kelihatan sekali rasa takutnya, la menggandeng
lengan Citra, dan Citra merasakan tangan yang
menggandengnya itu gemetar sejak tadi. Bahkan Citra
pun merasakan tangan yang memegangi lengannya
www.rajaebookgratis.com

itu kini berair. Keringat dingin Ranu mengucur dari


tiap pori-pori kulitnya.
"Gizmaaa...!" seru Citra ketika mereka tiba di
tempat yang diperkirakan dulu pernah menjadi ruang
makan keluarga pemilik rumah ini.
"Gizma...! Aku datang bersama Ranu...!"
Sepi. Tak ada jawaban. Suara berdenting pun tak
ada. Hanya lolong anjing di kejauhan yang mewarnai
kesunyian di tempat remang ini. Gtra melirik ke sanasini,
mencari pintu yang dulu dipakai masuk ke
ruangan yang amat terang dan mewah. Tetapi di situ
tidak ada pintu, kecuali pintu yang menuju ke dapur
dan sudah tak berdaun pintu lagi.
"Kurasa kau hanya mempermainkan aku saja,
Tra...," bisik Ranu sambil gemetar.
"Tidak! Sumpah. Aku dibawanya kemari oleh Gizma.
Dulu, kayaknya di situ ada pintu. Gizma membuka
pintu di situ, dan ada sinar terang di dalamnya. Lalu,
kami masuk dan ngobrol di dalam kamar yang mewah
itu."

Citra melangkah dengan hati-hati. Jantungnya pun


jadi berdetak-detak setelah semua dinding yang
gerompal dan retak-retak itu diperiksanya. Ternyata
tidak ada pintu sepotong pun.
"Aaaow...!"
Ranu melompat dan berteriak keras sambil
memeluk Citra.
"Ngeeeooong...!"
"Bangsat! Kucing...!" cacinya sambil teregah-engah.
Seekor kucing berbulu putih melompat dari sebuah
tumpukan kardus dan segera berlari keluar. Kucing
itulah yang mengejutkan Ranu, dan suara teriakan
Ranu yang membuat Citra bagai kehilangan denyut
jantungnya. Akhirnya mereka terengah-engah
bersama sambil menahan rasa geli justru membuat
Ranu kesal sendiri.
"Kita cabut aja, Tra! Brengsek!"
Citra tak bisa membantah. Ranu ngomel-ngomel
tiada hentinya. Menganggap Citra penipu,
menganggap Citra konyol, menganggap...! Apa saja
dianggap oleh Ranu. Citra tak bisa bilang apa-apa,
sebab dia sendiri merasa heran. Sangat terheranheran.
Sukar sekali baginya meyakinkan Ranu, bahwa
di tempat itulah Citra bertemu dengan Gizma yang
cantik dan mempunyai kamar yang mewah. Nyatanya
malam ini di situ tidak ada Gizma, bahkan pintu dari
kamar mewah itu pun tak ada. Mau bilang apa kepada
Ranu?
www.rajaebookgratis.com

"Aku sudah menduga, kamu pasti cuma bercanda!"


gerutu Ranu.
"Bercanda pala lu rengat Gue sendiri tadi juga
ketakutan!"

Citra kesal sendiri jadinya. Mereka naik bajaj,


kembali ke Blok M. Citra mengajak Ranu makan di
gudeg lesehan, jalan Melawai.
Mereka duduk di atas tikar yang digelar di pinggiran
jalan sambil menikmati teh poci dan makan nasi
gudeg ala Yogyakarta. Hal ini ditanggung oleh Citra,
karena ia merasa bersalah, tak bisa membuktikan
kebenaran kata-katanya. Citra ingin menenteramkan
hati Ranu yang kelihatannya sangat kecewa dengan
peristiwa tadi. Dan, usaha Citra menenangkan jiwa
Ranu itu berhasil. Ranu justru tertawa sendiri setelah
termenung sejenak, sambil menunggu hidangan yang
dipesannya.
"Gue rasa lu salah alamat, Tra. Bukan itu kali
rumah Gizma."
"Ya, ampun, Ranu...I Apa gue perlu menjalani
sumpah pocong sih?! Bener deh! Aku lihat sendiri,
jelas sekali, dia mengajak gue ke situ dan masuk ke
kamar yang punya perabot serba logam. Bagus deh
tempatnya. Sampai sekarang aku masih menyimpan
gelas pemberiannya. Gelas dari beling yang berbentuk
segi empat. Bukan bulat kayak gelas-gelas biasanya.
Pokoknya...."
Citra berhenti bicara, la memandang tiga cowok
yang turun dari sebuah mobil Jeep terbuka. Dua di
antaranya sudah dikenal Citra. Yang berambut cepak,
adalah cowok yang waktu itu dipanggil dengan nama
Yon. Sedangkan yang satu lagi, yang agak pendek...,
Citra tak tahu namanya. Tetapi, cowok itu juga yang
telah memperkosanya dengan kasar. Citra ingat,
cowok agak pendek itu selain memperkosanya juga
menggigit salah satu dada Citra yang menonjol hingga
menjadi lecet. Sakit Hanya saja, waktu ia masuk ke
kamar Gizma, semua rasa sakit itu menjadi hilang.

"Hei, kok bengong aja! Terusin dong cerita lu!" kata


Ranu.
Citra gelisah. Menghela napas dalam-dalam. Ia
melirik Yon dan dua temannya yang duduk di tikar
samping Ranu. Debar-debar jantungnya membuat
Citra sukar bicara. Debar-debar itu bercampur rasa
dendam dan cemas.
"Kenapa sih?" desak Ranu berbisik. Citra
menyembunyikan wajah. Kentara kalau dicekam
www.rajaebookgratis.com

kecemasan yang menggelisahkan.


Ranu jadi curiga.
"Ran, kita pulang aja, yuk...!"
"Pulang? Belum makan udah pulang? Gi-mana sih?
Baru aja duduk...!"
"Pulang aja deh!"
Citra bergegas. Ia bicara kepada pelayan nasi
goreng,
"Mbak... kami nggak jadi makan. Hm... berapa teh
poci ini?!"
Tiba-tiba cowok yang belum pernah dikenal Citra,
teman Yon, menyapa,
"Lho... kok nggak makan?! Cowoknya lagi boke,
ya?!"
Ranu berpaling, memandang dengan sikap
bermusuhan.
"Eh, lu ngomong jangan asal gonggong, ya!"
"Lu kenapa nyolot?! Memang elu yang jadi cowok
tuh cewek?! Huhhh... ngaca dong! Nggak pantes,
tahu?!"

"Ran, udah...! Cepetan kita pulang, Ran!" Citra


menarik tangan Ranu, tapi Ranu bertahan. Rupanya
dia ada nyali juga untuk melawan cowok brandal itu.
Tiba-tiba cowok yang pernah menggigit dada Citra
itu berseru,
"Hei, Yon... lihatl Tuh dia cewek yang kita antri
tempo hari...!"
Ohhh... malunya Citra. Merah padam wajahnya
seketika itu, sebab ada beberapa pembeli yang
langsung berpaling memandangnya. Ranu semakin
panas mendengar ucapan cowok itu. Apalagi Yon
berkata,
"Iya. Benar juga, Bas! Dia yang waktu itu kita antri
malah cekikikan geli..!" kemudian Yon dan Bas
tertawa. Teman yang tadi membuat gara-gara itu ikut
tertawa juga.
Ranu tak bisa menahan emosinya. Kaki kanannya
segera bergerak cepat, melayang dari bawah ke
samping dan menghantam punggung cowok di
sampingnya itu. Cowok Itu terjungkal ke depan,
tersungkur menabrak sebaskom sayur kerecek.
Mukanya terbenam di sayur yang pedas itu.
"Ran...! Kabuuur...!"
Citra menarik-narik tangan Ranu. Tapi Ranu masih
belum puas. Waktu cowok yang tadi dipanggil Bas oleh
Yon itu mendekat, Ranu segera melayangkan kembali
tendangannya. Tapi, Bas menangkis dan Yon segera
menendang perut Ranu dengan keras.
www.rajaebookgratis.com

"Hughhh...!"
Ranu terbungkuk.

"Ranuuu...!" teriak Citra panik. "Ohhh... tolong...!


Tolong pisahin mereka...!"
Cowok yang tadi wajahnya masuk ke dalam baskom
sayur, kali ini mengambil botol bekas Fanta, kemudian
menyerang Ranu. Betot itu dihantamkan ke kepala
Ranu.
Pyarrr...!
Ranu memekik kesakitan. Kepalanya berdarah.
Tergores oleh pecahan botol pelipisnya. Yon segera
menghantam mulut Ranu dengan piring kosong yang
sempat diambilnya dari meja.
Prakkk...!
"Uhhh...!"
Ranu sempoyongan. Citra menjerit-jerit. Kemudian
menahan tubuh Ranu yang hampir jatuh.
"Cepat lariii...! Lari, Ranuuu.... Ayo, le-kaaas...!"
Citra menarik Ranu. Dan, mereka pun segera
melarikan diri. Ranu masih digandeng
Citra, sebelah tangannya memegangi luka di
wajahnya yang mengucurkan darah. Orang-orang tak
berani melerai perkelahian itu, karena mereka tahu
anak-anak yang mengejar Ranu itu punya kelompok
tersendiri yang bisa datang sekaligus dalam jumlah
banyak.
"Hei, jangan lari kau...!" teriak Bas, yang nama
lengkapnya Abas.
"Kejar dia, Srok...!" teriak Yon kepada cowok yang
wajahnya tadi terendam sayur. Asrok, nama panggilan
cowok itu, kali ini mengeluarkan rantai dari
pinggangnya. Rupanya ia ke mana-mana selalu
mengenakan ikat pinggang dari rantai untuk

menghadapi perkelahian sewaktu-waktu. Asrok lari


dengan cepat Ia penasaran kepada Ranu. Sementara
itu, Ranu masih terus ditarik oleh Citra kendati
kepalanya terasa sangat pusing dan sakit Langkahnya
pun jadi terhuyung-huyung.
"Tolooong...!" teriak Citra sambil berlari. Asrok
semakin dekat Larinya cepat lagi. Sedangkan Ranu
makin lemah. Larinya bertambah lamban.
"Belok ke situ, Ran...!" kata Citra begitu melihat
sebuah rumah makan Padang masih
buka. Dan, mereka pun segera masuk ke rumah
makan Padang sambil berteriak-teriak, 'Tolong...!
Tolong, kami dikejar penjahat...! Kami mau dirampok.
Oh, tolooong...!"
www.rajaebookgratis.com

Hanya ada tiga orang yang makan di rumah makan


tersebut. Mereka justru ketakutan mendengar seruan
Citra. Dua lelaki yang ada dalam satu meja itu
menghentikan makannya. Tetapi, seorang wanita yang
duduk sendirian menikmati makanannya itu segera
berdiri mendekati Citra.
"Lawan dia, Citra...!"
"Oh, kau...! Gizma...!"
Citra memeluk Gizma. Ranu duduk di sebuah kursi
dengan lemas tempa disuruh. Semua orang hanya
memperhatikan mereka tanpa berani berbuat apa-apa.
"Lawan dia. Matikan satu, dan yang lain akan
mundur...!" bisik Gizma.
"Aaaow...!"
Ranu merintih kesakitan. Rupanya ia baru aja
mencabut serpihan beling botol yang ter-'sa di
lukanya. Citra segera mengeluarkan aputangan dari

tas gantungnya, dan menempelkannya pada luka-luka


Ranu.
Pada saat itu, badan Citra merasa dingin sekali.
Menurutnya karena ia terlalu dicekam rasa takut, la
segera berdiri dan bicara pada Gizma, tetapi lagi-lagi
Gizma pergi tanpa bilang-bilang padanya.
"Gizma...?!"
Citra kebingungan mencari Gizma. Orang-orang
yang memperhatikan seperti patung, tak bergerak.
Mereka bagai mengalami shock melihat adegan
berdarah itu.
"Hei, keluar kau...!" teriak Asrok sambil berdiri di
depan pintu rumah makan. Rantainya gemerincing.
Ranu berdiri sambil memegangi lukanya.
"Keluar...!" bentak Asrok'lagi.
Citra maju ke depan Ranu. Matanya tajam tak
berkedip. Menatap Asrok dengan mulut terkatup rapat
Asrok siap mengibaskan ran-tinya. Tapi, begitu
melihat Citra berdiri dengan wajah kaku, Asrok jadi
melangkah mundur. Sepertinya ia merasa takut
melihat wajah cantik Citra yang kaku dan bermata
tajam itu. Ia sempat mengusap tengkuk kepalanya
yang merasa merinding.
Citra melangkah sampai ke batas pintu.
Asrok masih mundur perlahan-lahan. Beberapa
meter di belakang Asrok, tampak Yon dan Abas
berlari-lari menyusulnya.
"Embat aja, Srok!" teriak Yon.
Abas berdiri di samping Asrok sambil memandang
Citra. Napasnya masih terengah-engah. Abas berbisik
agak keras,
www.rajaebookgratis.com

"Gue seret ceweknya, lu habisin muka cowoknya!


Yuk...!"
Abas hendak melangkah mendekati Citra, tapi
tangan Asrok yang memegang rantai tiba-tiba
berkelebat.
Cring...! Prakkk...!
"Aaaow...! Srok...! Apa-apaan lu?!"
Asrok mendekati Abas, kemudian rantainya
disabetkan kembali.
Crakkk...!
Kepala Abas berdarah.
"Hei, hei...! Dia teman kita sendiri, Srok! Masa lu
buta sih?!" teriak Yon sambil melerai, memegangi
tangan Asrok. Tetapi, rantai itu pindah ke tangan kiri
dan menghantam ke pundak Yon.
"Aaaow...!" Yon berteriak.
Abas hendak bangun dalam keadaan bingung,
sebab ia diserang teman sendiri. Asrok mendekat
dengan mulut rapat. Rantainya dipu-tar-putarkan di
atas kepala. Lalu, dalam satu hentakan rantai itu
disabetkan kembali ke arah kepala Abas.
Prakkk...! Prakkk...!
"Aaah...! Aaaow...!" Abas berteriak kesakitan. Ia
terjatuh dengan kepala berdarah. Kini, rantai itu
kembali menghantam mulutnya.
Proook...!
Mulut itu pun mengucurkan darah. Gigi Abas rontok
dua biji. Asrok bagai orang gila yang tak kenal belas
kasihan sama sekali. Setelah ia menendang perut Yon
hingga Yon terpelanting kesakitan, maka rantainya

pun disabetkan ke wajah Abas beberapa kali. Bahkan


kini ia sendiri berteriak,
"Aaa... grrr...!"
Prak, prak, prok... jeprot... jeprot...!
Rantai itu disabetkan bertubi-tubi. Tubuh Abas
terkapar di jalanan dengan bermandi darah, tetapi
Asrok masih menghantamkan rantai sebesar jempol
kaki orang dewasa ke tubuh Abas.
"Jangan, Srok...! Jangan...!" teriak Yon melihat
Abas bermandi darah di jalanan. Asrok tak peduli
dengan teriakan Yon. Orang-orang yang menyaksikan
adegan itu pun merasa ngeri. Banyak yang
memalingkan wajah, tak tega melihat kepala Abas
dihancurkan Asrok dengan rantai. Tubuh Abas hanya
bisa berkelojot beberapa kali. Rantai masih
dihantamkan tak beraturan ke bagian kepalanya.
Rantai itu sendiri berlumur darah. Sampai-sampai
www.rajaebookgratis.com

salah satu pintu toko di dekat Abas terkapar itu


terkena percikan darah.
Asrok seperti orang kesetanan. Tak ada yang berani
memegang atau menghentikan gerakannya. Abas
masih kejet-kejetan, dan Asrok beium berhenti
menghantamkan rantainya ke bagian kepala Abas
yang sudah tak berujud kepala manusia itu. Lebih dari
seratus kali sabetan, akhirnya Abas tak bergerak lagi.
Ia menghembuskan napas terakhir pada saat otaknya
memercik keluar dari tengkorak kepalanya yang
dihancurkan oleh rantai Asrok.
Asrok terengah-engah. Jatuh berlutut Wajahnya,
dan beberapa bagian tubuhnya, terkena percikan
darah dari kepala Abas.

"Baaas...?! Abaaas...!" teriak Asrok dalam keadaan


sangat terkejut Ia segera merangkak mendekati
kepala Abas yang sudah hancur. Memandang dengan
mata membelalak liar. Ia melihat rantai yang
digenggamnya ternyata berdarah.
"Baaas...! Kenapa kau...?! Ohhh.... Abaaas...!"
Orang-orang yang mengerumuni dari kejauhan
menjadi heran melihat tangis Asrok semacam tangis
penyesalan. Banyak yang berpendapat, perbuatan
Asrok adalah perbuatan di luar kesadaran diri sendiri.
Citra tersenyum tipis memandang kematian Abas.
Napasnya menghempas lega. Ia pergi membawa Ranu
tanpa setahu orang-orang.
Tiga dendam telah terpenuhi. Citra merasa puas
melihat kematian orang-orang yang pernah
memperkosanya. Menurutnya, cara kematian yang
mereka alami cukup sepadan dengan kekejian mereka
saat merobek kegadisannya. Tinggal tiga lagi. Yon,
orang yang tadi ikut mengeroyok Ranu, lalu.... Tom,
yang memiliki rambut panjang seperti rocker nyasar,
dan Sam. Mereka harus mengalami kematian yang
lebih mengerikan lagi. Paling tidak, sama
mengerikannya dengan kematian teman-teman
mereka.
Lalu, bagaimana dengan Oom Piet? Apakah ia harus
mati juga? Ia telah menikmati kehangatan Citra
dengan cara memberikan obat pada kuah super mie
yang sengaja disendokkan untuk Citra. Oom Piet
memperdaya Citra, menikmati apa yang ia inginkan
dalam kead Citra tak bisa apa-apa. Apakah ia perlu
mengalami nasib seperti Abas?
Citra masih mempertimbangkan, sebab
bagaimanapun juga itu menyangkut masalah
www.rajaebookgratis.com

keluarganya sendiri. Sekarang yang dipikirkan Citra


adalah hadiah buat Gizma. Kalau ia tidak memberi
hadiah pada Gizma, maka nyawanya yang menjadi
jaminannya. Ini aturan main yang mereka sepakati
berdua. Sekarang, siapa yang dijadikan korban? Lelaki
mana yang ingin diberikan kepada Gizma? Ranu...?
-ooo0dw0ooo-
RUMAH pegawai kedutaan itu akhirnya berhasil
ditempati Citra. Dalam waktu satu malam, ia berhasil
memperoleh check kontan sebesar dua juta, dari
seorang lelaki yang bernama Oom Harllan. la seorang
pengusaha hotel, yang pada malam itu istrinya sedang
melahirkan. Citra mengantar Ranu untuk menjahitkan
luka-lukanya akibat perkelahian di jalan Melawai. Pada
saat Citra menunggu Ranu selesai ditangani dokter, di
pintu gerbang rumah sakit ia sempat berkenalan
dengan Oom Harllan.
Omong punya omong, kenal punya kenal, akhirnya
Oom Harllan mengajak Citra untuk pulang bersamasama.
Waktu itu, tubuh Citra masih terasa dingin,
seperti direndam di dalam tumpukan batu es. Citra
tahu, lelaki setengah baya itu tergoda oleh
kecantikannya. Mata lelaki itu sering memandang ke
bagian dada Citra yang tampak menantang. Citra
masih bisa jaga gengsi, sekalipun dalam hati kecilnya,
ia merasa tak perlu melayani Oom Harllan. Tapi,
mulutnya sempat melontarkan kata,
"Saya sedang bingung, Oom."
"Kenapa bingung? Apa kesulitanmu? Mungkin bisa
kubantu."
"Saya butuh uang dua juta untuk menebus saudara
saya. Besok saya harus lunasi rekening rumah sakit

itu, Oom. Ah, saya bingung sekali, sebab sampai hari


ini saya nggak pegang uang lebih dari sepuluh ribu...."
Oom Harllan tersenyum. "Itu kan masalah kecil.
Bisa saja saya bantu kamu, asal kamu juga bisa bantu
juga."
Citra sengaja tertawa dengan kesan kurang
percaya. Oom Harllan menjadi lebih penasaran, la
nekat mengeluarkan buku check dari tas kecli yang
dibawa-bawanya sejak tadi. Setelah membubuhkan
angka 2 juta rupiah, ia berikan check itu kepada Citra.
"Nih, kalau kamu nggak percaya! Saya serius."
Citra diam sejenak, mempelajari check tersebut.
Lalu, la tersenyum nakal seraya berkata, "Saya juga
serius."
Ia meremas tangan Oom Harllan. Mata lelaki itu
semakin berbinar-binar. Citra menambahkan kata,
www.rajaebookgratis.com

"Malam ini juga saya ingin membalas pertolongan


ini."
"Hanya malam ini saja?"
Citra menggeleng.
"Sampai kapan Oom butuh pertolongan, saya siap
sedia membantu. Hm... sebentar, saya bilang dulu
pada saudara saya yang di dalam...!"
Citra pergi menghubungi Ranu. Oh, belum selesai
juga. Bibir Ranu ikut dijahit karena sobek waktu
dihantam piring oleh Yon. Ia tak berani mengganggu
Ranu. Ia hanya menulis sebuah pesan pada selembar
kertas, kemudian dititipkan kepada seorang suster.
"Tolong, sampaikan pesan ini kepada teman saya
itu. Terima kasih sebelumnya, Suz."

Sama seperti Yammar dan Alex, akhirnya Oom


Harllan pun berubah menjadi patung batu. Malam itu
juga, urusan Citra selesai. Badannya kembali panas,
tidak sedingin tadi. Gizma muncul di kamar hotel, dan
menyuruh Citra memejamkan mata.
Itulah riwayat rumah kontrakan seharga dua juta.
Kini rumah itu ditempati oleh Citra sendirian. Kadangkadang
saja Andani tidur di situ, atau Hanna, atau
Ninung. Hanya Sarah yang belum pernah datang ke
rumah kontrakan Citra.
Ranu sendiri pernah datang ke rumah Citra, tapi ia
tidak bermalam di sana. Ia hanya membicarakan soal
Gizma, dan rasa kagumnya terhadap kecantikan
Gizma. Tetapi, pada sore ini, Ranu datang tidak
sekadar bicara soal Gizma. Luka jahitannya masih
membekas, belum kering betul. Sepertinya bukan
hanya luka jahitan di pelipis saja yang belum kering,
melainkan luka di hatinya juga masih basah, la
penasaran, karena beberapa hari ini diam-diam ia
mencari Yon dan Asrok, namun gagal.
"Kau ini apa-apaan?! Mengapa harus mencari
mereka!" Citra kesal karena hatinya mencemaskan
Ranu.
"Nggak perlu lagi cari-cari mereka! Ntar bikin lu
tambah susah!"
'Tra, aku masih penasaran sama omongan mereka!
Aku nggak rela kamu dikatakan pernah diantri dan lain
sebagainya! Aku ingin robek mulut tuh anak, biar
nggak sembarangan kalo ngomong!"
Citra salut terhadap pembelaan Ranu. Tapi sifat
Ranu yang penasaran membuatnya cemas sekali. Citra
tahu, Ranu punya keberanian. Tapi Citra juga bisa
mengukur kekuatan yang ada pada Ranu. Tidak
www.rajaebookgratis.com

seimbang dengan mereka. Tubuh Ranu sendiri agak


kurus, tidak sekekar tubuh Tom atau Yon. Kalau
terjadi duel antara Ranu dengan Tom, Citra sangsi
untuk mengharapkan kemenangan dari Ranu.
"Ran, lupakan omongan mereka itu! Kamu nggak
perlu penasaran lagi sama omongan mereka. Anggap
saja mereka sedang mabuk"
geleng-geleng kepala. "Mereka nggak sedang
mabuk, dan nggak bisa dianggap begitu, Citra. Mereka
harus diberi pelajaran! Biar nyaho! Biar tahu adat!"
Napas Citra dihela panjang-panjang. Susah juga
membujuk Ranu untuk melupakan kata-kata Yon.
Ranu sendiri bilang,
'Tra... sejak aku tahu kau berdiri di depanku
menghadang Asrok, aku semakin merasa nggak rela
kalau kamu dilukai oleh mereka, secara fisik maupun
batin. Aku tahu kamu sakit hati oleh kata-kata
mereka, dan aku harus membalas sakit hatimu."
"Nggak perlu, Ran! Nggak perlu!"
"Kenapa nggak perlu?!" tukas Ranu cepat "Kalau
tidak ada kamu, nasibku akan seperti korban yang
dihancurkan dengan rantai itu. Jadi, apa salahnya
kalau aku merasa beruntung, sebab kamu berani
berdiri di depanku ketika Asrok hendak masuk rumah
makan? Pembelaanmu yang seperti itu, nggak bisa
kubalas dengan ucapan terima kasih saja!"
"Bisa...!"
"Nggak bisa!" Ranu ngotot,
Citra diam. Lama sekali mereka saling membisu.
Duduk Citra lebih santai lagi. Merebah di sofa empuk,
kepalanya berpaling ke arah akuarium, tak berani
memandang Ranu. Mungkin ada sesuatu yang telah

selesai ia renungkan, karena tiba-tiba Citra berkata


dengan tanpa memandang Ranu,
"Jangan mencampuri urusan pribadiku, Ran."
"Urusan... urusan pribadi, bagaimana?"
"Kematian mereka adalah urusan pribadiku. Aku tak
ingin mereka mati di tangan orang lain. Tak ingin
mereka hancur di tanganmu. Aku yang bertindak
sebagai algojo mereka...,"
Citra memandang Ranu, "Bukan kamu yang berhak
membunuh mereka."
Merinding tengkuk kepala Ranu mendengar ucapan
Citra dengan wajah dingin itu. Ranu tahu, Citra bukan
sedang main-main. Gadis itu serius. Karena itu, Ranu
tidak berani menyepelekan ucapan tersebut
"Apa yang telah terjadi sebenarnya, Citra...?" bisik
Ranu dengan hati-hati sekali. Tak ada senyum sedikit
www.rajaebookgratis.com

pun di bibirnya, tak ada canda sepatah kata pun dari


tiap katanya. Mata Ranu pun menatap Crtra dengan
serius, sampai dahinya sedikit berkerut
'Tra...," sapanya lagi setelah Citra diam saja. "Aku
sahabatmu, bukan?" Citra masih diam. "Kau percaya
padaku, bukan?"
Citra tak ada reaksi. Makin lama suara Ranu
semakin lembut mengharu. Baru sekarang Citra
merasakan kesungguhan Ranu dalam berbicara
dengannya, seakan pada saat Itulah jati diri Ranu
muncul di depan Citra.
"Sejak peristiwa di Melawai itu, Tra.... Kau sudah
kuanggap bukan sekadar sahabat Dukamu kujadikan
dukaku juga. Sungguh, Tra. Aku merasa berhutang
nyawa padamu. Jadi, apa salahnya kalau aku ikut

membantu meringankan bebanmu. Apa salahnya


kalau aku turut menanggung masalahmu?"
Citra masih diam. Makin membiru hatinya
mendengar kata demi kata yang diucapkan penuh
perasaan itu.
"Katakan, kau ada masalah apa dengan mereka.
Katakan yang sebenarnya. Kalau itu suatu rahasia,
nyawaku yang jadi jaminan untuk menutup rahasia
itu. Nyawaku, Tra...."
Tak tahan juga Citra memendam keharuan itu. Kian
lama kian jelas kedua matanya digenangi air. Bantalan
sofa masih dipeluknya. Matanya yang basah
menerawang, mulutnya ditutup dengan bantalan sofa
itu. Ia belum mengisak. Ia bertahan untuk tidak
mengisak. Namun, apakah ia akan mampu?
Ranu bergeser, duduk lebih dekat lagi dengan Citra.
Kini semakin yakin hati Ranu, bahwa Citra telah
menyimpan satu rahasia pribadi yang ingin dipikulnya
sendiri. Ranu merasa tak reia jika Citra menanggung
beban penderitaan seorang diri. Maka, dengan lembut
dan masih penuh hati-hati, Ranu pun berkata pelan,
"Kau menyimpan dendam kepada mereka selama
ini? Benar begitu?"
Citra mengangguk samar. Ranu menghela napas,
menenangkan emosi. Tapi rasa penasarannya
mendesak batin, memaksa ia bertanya,
"Kenapa kau mempunyai dendam kepada mereka?"
Makin deras air mata itu mengalir, makin sulit Citra
mengekang isak tangisnya. Akhirnya, ia pun memeluk
Ranu dalam satu luapan tangis yang meratap-ratap. Di
sela tangisnya itu, Citra melontarkan kata
mengharukan,
www.rajaebookgratis.com

"Aku... aku dinodai mereka, Ranuuu...!"


"Ya, Tuhan...!"
Ranu bagai lemas. Tulangnya seperti dilolosi dari
bawah. Ia memeluk Citra erat-erat Tubuh Citra
terguncang-guncang oleh tangisnya yang kian
menjadi.
Sore beranjak petang. Hari itu mereka libur,
sehingga tak ada beban harus pergi ke tempat kerja.
Citra memuaskan tangisnya dalam pelukan Ranu.
Setelah ia merasa sedikit puas, ia pun menceritakan
awal peristiwa menyakitkan itu, terjadi.
"Itulah sebabnya aku ingin menangis ketika aku
melihat tiang dan lantai pada rumah kuno itu, Ranu.
Aku teringat saat-saat mahkotaku hilang direnggut
mereka secara beramai-ramai."
"Sungguh biadab mereka itu," geram Ranu dalam
terawangnya yang mengandung dendam.
"Mereka berenam. Tiga di antaranya telah
kubunuh...."
"Kau yang membunuhnya?" Ranu sangsi. Citra
mengangguk.
"Satu orang terjatuh dari lantai lima di tempat keria
kita. Satu lagi dihantam mobil dan tergencet pagar
pembatas jalur, dan yang terakhir., yang kemarin
diremukkan kepalanya oleh temannya sendiri."
Semua kematian yang diceritakan Citra terbayang
jelas dalam ingatan Ranu. Tetapi, ia masih tidak tahu,
mengapa Citra merasa sebagai pembunuh mereka.
"Padahal kau tidak menyentuh mereka seujung
rambut pun, kan?" tanyanya.

"Aku mempunyai semacam kekuatan gaib.


Kekuatan itu mulanya tidak kuketahui. Sejak peristiwa
di Melawai itu, baru aku bisa menyimpulkan, bahwa di
dalam diriku ternyata ada satu kekuatan gaib yang tak
kutahu entah dari mana datangnya. Aku bisa
memerintahkan musuh-musuhku untuk melakukan
apa saja, bahkan bisa mendorong mereka dengan
hanya menggunakan pandangan mata. Oh, banyak
sekali perubahan pada diriku yang membingungkan,
Ran. Terutama terjadi setelah aku mengalami
pemerkosaan itu...."
Citra tak jadi melanjutkan ceritanya, karena pada
saat Itu ada sebuah Vespa berhenti di depan
rumahnya. Ia bergegas membukakan pintu untuk sang
Tamu.
"Oh, kau Nico...?! Lama sekali tidak menemuiku?"
Hati Citra berdebar-debar. Nico datang. Berdiri di
depan pintu. Memandang ke dalam, menatap Ranu
www.rajaebookgratis.com

sebentar, kemudian memandang keadaan di luar


rumah. Nico berkata dengan dingin,
"Rumah ini cukup nyaman. Tenang dan sup!.
Memang enak untuk santai. Hebat sekali kau bisa
kontrak rumah seharga dua juta. Mestinya kau harus
bekerja keras dong."
"Nico.. masuklah dulu."
"O, tidak. Aku tidak ingin mengganggu kalian. Aku
cuma ingin menyampaikan pesan dari Oom Piet
sekeluarga, yang telah kau kecewakan dan kau
lupakan itu."
"Nico, kita perlu bicara. Kau tidak akan mengerti
jika...."

"Kensi sakit. Sekarang diopname di rumah sakit


Cuma itu pesan yang harus kusampaikan padamu.
Oke, aku pulang dulu! Selamat bersenang-senang,
Citra."
"Nico...?! Nic...!"
Citra berlari mengejar Nico yang sudah berada di
atas Vespa. Ia sangat cemas dan sedih melihat sikap
Nico yang dingin.
"Nico, kau pasti belum paham dengan apa yang
terjadi dan telah menimpaku belakangan ini. Kita perlu
bicara tanpa emosi, Nico."
"Kurasa tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Kurasa
semuanya sudah jelas bagiku."
"Nic... aku masih... masih mencintaimu. Aku...."
"Buang saja cinta itu! Terlalu murah!" Setelah
mengucapkan kata-kata demikian, Nico menstarter
Vespa-nya, kemudian pergi tanpa mau berpaling pada
Citra lagi. Citra hanya memandang kepergian Nico
dengan tangis yang tak bisa dibendung lagi. Ia
memandang sampai Nico hilang di balik tikungan.
Bibirnya digigit sendiri sambil melangkah gontai. Di
pintu, Ranu berdiri memperhatikan Citra dengan
penuh rasa iba. Tanpa diminta, ia menyambut Citra
yang limbung, lalu memeluknya kuat-kuat setelah
pintu ditutup. Citra menghamburkan tangis untuk
yang kedua kali dalam pelukan Ranu. Bisikan lembut
sempat didengar oleh Citra,
"Tabah. Bersabarlah. Ada masanya sendiri untuk
berhenti dari penderitaan. Ada masanya, Citra.
Sekarang yang kaubutuhkan adalah ketabahan."

"Nico...! Aku masih mencintai dia, Ran! Aku


mencintai Nico, tapi dia tidak mau tahu dengan
masalahku...."
"Suatu saat, dia pasti mau tahu. Bersabarlah, Citra.
www.rajaebookgratis.com

Maklumilah sikapnya tadi, karena ia melihat aku


berada di sini berdekatan denganmu. Ia pasti cemburu
padaku. Orang cemburu sukar diberi penjelasan pada
saat rasa cemburunya di puncak. Tapi nanti, setelah
emosinya reda, kita baru bisa memberi penjelasan
padanya, dan ia pasti mau mengerti tentang semua
ini, Citra."
Ranu. Alangkah bijaknya dia dalam keadaan seperti
itu. Alangkah besar rasa persahabatannya. Kalau saja
Ranu tidak pandai menghibur hati Citra dengan
serangkai kata-katanya, sudah pasti Citra akan
berlarut-larut dalam tangisnya. Ucapan-ucapan
sederhana dari Ranu, bagi Citra sungguh suatu
penghibur hati yang sedang duka. Ternyata inilah
orang yang dicari Citra sejak ia kehilangan
mahkotanya.
Ranu pandai mengalihkan rasa. Pandai pula
membawa diri dalam bergaul. Ia tahu apa yang
dibutuhkan Citra pada malam ini. Bukan buaian
mesra, melainkan kesegaran jiwa. Peralihan satu
konsentrasi. Karenanya, Ranu mengajak Citra jalanjalan
supaya pikiran Citra tidak terbelit oleh duka dan
kenangan pahitnya terus-menerus.
"Aku masih punya sisa gaji untuk bulan ini," kata
Ranu. "Bagaimana kalau kita nonton di Twenty One?
Ada film lucu di sana!"
Ranu punya sasaran yang tepat Film lucu itu
mampu mendominir otak Citra, sehingga suasana

yang ada di dalam gudang bioskop itu telah merubah


duka Citra menjadi suka.
"Sayang sekali kita tidak bisa bersama Gizma," bisik
Ranu. "Kalau saja Gizma ada di antara kita, mungkin
suasana akan jadi lebih ceria lagi."
Kata-kata diucapkan Ranu pada saat mereka makan
di Pujasera. Citra melirik Ranu, ia melihat rona sesal
membentang tipis di wajah Ranu. Lalu, Citra pun
berbisik lirih, "Kau ngebet sama dia?"
Geli juga Ranu mendengar pertanyaan itu. "Ngebet
dalam hal apa?" Ia ganti bertanya. Citra hanya
mengikik sembil menikmati sisa es telernya.
Ranu bicara sambil mempermainkan sendok gelas
yang telah kosong.
"Aku penasaran sekali. Dia itu... masih kuliah atau
sudah bekerja? Masih single atau udah punya suami?"
"Lu tanya aja sendiri kalau lagi ketemu dia," jawab
Citra.
"Coba ceritakan sedikit tentang perkenalanmu
dengan Gizma. Ada pembicaraan apa saja selama ini
www.rajaebookgratis.com

dengannya, mungkin aku bisa mempunyai kesimpulan


untuk menyelidiki pribadinya."
"Ah, lu kayak detektif aja! Terlalu banyak nonton
HAMMER kali lu!" sifat canda Citra sudah nampak
normal kembali. Ranu senang, sebab itu ia tertawa
iepas.
"Eh, Ran... elu bener-bener naksir dia?"
"Busyet dah! Lu pikir main sandiwara?"
"Bukan begitu, Ran.... Kalo lu beneran naksir dia,
gue sampein ke dia deh! Ntar gimana kata dia, gue
sampein ke lu!"

"Mau jadi comblang lu? Ha, ha, ha...!"


"Demi seorang sahabat, nggak ada salahnya, kan?"
Citra melirik lucu.
"Boleh juga begitu. Tapi... kira-kira dia udah punya
suami apa belum, sih? Kalo menurut pandangan lu,
gimana?"
"Kalau menurutku sih... dia belum punya suami!
Memang usianya, kayaknya, di atas kita. Yah,
mungkin tiga-empat tahun lebih tuaan dia ketimbang
kita. Tapi, gue nggak pernah lihat dia jalan ama cowok
Di rumahnya juga gue lihat nggak ada tanda-tanda
kehidupan cowok di sana!"
Ranu merenung, manggut-manggut sambil
menggumam.
"Ah, sayang kita nggak tahu di mana rumah dia
sebenarnya!"
"Ya di situ itu, yang kemarin kita samperin tapi
membingungkan itu, Ran!"
"Nyatanya nggak ada apa-apa kecuali tempat
angker doang!" Ranu bersungut-sungut
"Gue sendiri sampai sekarang masih heran lho.
Bener kok. Tempo hari, gue dalam keadaan sadar
masuk ke situ, dituntun ama dia. Tapi, waktu kita ke
sana kok bisa nggak ada dia punya pintu kamar, ya?"
Citra jadi ikut merenungkan kembali soal misteri
kamar Gizma itu. "Apa enaknya kita ke sana lagi,
Ran?"
"Kapan? Sekarang? Huh... ogah! Mendingan disuruh
maju ke medan perang daripada kebingungan di
sarang hantu Itu!"

Citra jadi tertawa geli. Jam tangannya menunjuk ke


pukul 11 malam lewat 10 menit Citra akhirnya
mengajak Ranu pulang. Ranu memanggil pelayan
untuk menghitung jumlah makanan dan minuman
yang harus dibayar. Tetapi, pelayan lelaki itu bilang,
"Kan sudah dibayar, Bang."
www.rajaebookgratis.com

"Sudah dibayar?!" Ranu memandang Citra.


"Belum. Gue belum bayar kok."
"Siapa yang bayar. Mas?" tanya Ranu.
'Itu..., Tante yang duduk di pojokan sana! Yang
pakai jaket cokiat, tuh...!"
Mata Ranu dan Citra membelalak, lalu keduanya
tersenyum. Gizma sedang duduk sendirian menikmati
minumannya, la melambai sewaktu Citra dan Ranu
memandangnya, mereka berdua bergegas mendekati
Gizma.
"Brengsek lu, Giz! Pasti udah dari tadi nongkrong di
sini, ya?" kata Citra ikut duduk di samping Gizma.
"Sudah lama aku di sini. Sebelum kalian datang aku
sudah nongkrong di sini," kata Gizma.
"Kok nggak gabung ke kita?" kata Ranu.
Gizma tersenyum manis, memandang minumannya.
Ia berkata pelan,
'Takut mengganggu keasyikan kalian."
"Ah, keasyikan apa? Kami cuma ngobrol-ngobrol
biasa," sergah Citra. "Eh, Giz... ada yang naksir
kamu," bisik Citra.
Ranu melengos karena mendengar bisikan itu. Ranu
malu juga kalau Citra menyampaikan soal katakatanya
tadi di depan dia sendiri. Untung saat itu Citra

bisik-bisik di telinga Gizma dan mereka berdua


akhirnya jadi mengikik tertahan. Ranu jadi salah
ringkah.
Dengan suara kalem, tapi bisa didengar oleh
mereka, Gizma berkata,
"Lelaki yang naksir aku adalah leiaki yang malang
nasibnya."
"Apa hatimu tertutup dan beku membatu?!" sahut
Ranu tiba-tiba.
Gizma hanya tersenyum getir. Ranu kembali
tersipu, tak sadar ia terpancing oleh kata-kata Gizma.
-ooo0dw0ooo-
Pada saat itu, ada dua pemuda yang mabuk yang
jalannya sempoyongan. Dari kejauhan mereka telah
sama-sama ngoceh tak karuan. Sampai di meja Gizma
mereka berdua berhenti. Yang mengenakan topi
berkata,
"Bob... lihat tuh ada dua bidadari! Lu pilih yang
mana?"
Yang dipanggil Bob menjawab,
"Cakepan yang itu! Yang pakai jaket!"
"Hei, ngapain kalian di sini! Ayo, sana!" usir Ranu.
"Emangnya ini Pujasera punya bapak moyang lu?!"
kata yang pakai topi. Ranu nyaris menampar pemuda
www.rajaebookgratis.com

itu, tapi tangannya segera dipegang Citra. Gizma


sendiri berkata kalem,
"Biarkan saja, Ranu...!"
Yang tadi dipanggil: Bob, mendekati Gizma dengan
mata merahnya. Ia membungkuk, kedua tangannya
berada di atas meja, depan Gizma. Ranu menahan

kemarahan. Bob meman dang Gizma sambil cengarcengir,


lalu berkata mengambang,
"Lu... lu cakep banget deh! Mendingan lu jadi bini
gue. Nggak bakalan gue kasi pakaian lu! Ih, cakep
banget..!"
Bob menyentuh dagu Gizma. Kontan ia menjerit,
"Aaaow...!"
Dan semua mata memandang Bob. Ranu dan Citra
merasa heran sekali.
Jari-jari Bob yang dipakai menyentuh dagu Gizma
menjadi terbakar. Pendek dan ujungnya membara.
Jari itu seperti karet yang disentuhkan ke dalam bara
yang amat panas, langsung mengkerut, lumer. Tapi
mengeras lagi dalam keadaan telah cacat begitu.
Mata Ranu mengerjap, sepertinya tidak percaya
dengan apa yang dilihatnya. Sisa asap masih
mengepul dari jari telunjuk Bob, menguarkan bau
daging terbakar. Bob sendiri menjerit-jerit histeris
dengan tangan segera diguyur air oleh temannya.
Sedangkan Gizma tenang-tenang saja. Seakan tidak
melihat kejadian itu. Ia bahkan berkata kepada Citra,
"Kita pulang yuk...?!"
Ranu dan Citra seperti mengalami masa shock yang
cukup lama. Waktu mereka melangkah melintasi
tempat parkir Pujasera, mereka sama-sama tetap
terbungkam. Hanya hati dan pikiran mereka yang
saling berkecamuk sendiri-sendiri, memikirkan
keajaiban yang terjadi di depan mata mereka. Nyata
dan jelas.
Gizma memanggil taksi, lalu mereka bertiga pulang
naik taksi tersebut. Gizma duduk di samping sopir,
sedangkan Ranu dan Citra ada di jok belakang.

Jantung Ranu masih berdebar-debar karena peristiwa


tadi, sehingga ia masih saja membungkam mulut,
sekalipun Gizma dan Citra sudah terjalin pembicaraan
tentang rumah kontrakan Citra.
"Kapan kau datang ke rumahku, Giz?"
"Mungkin lusa. Lusa aku...," Gizma berhenti bicara.
Ia Justru berbisik kepada sopir taksi, "Pelan-pelan,
Bang...!"
Taksi berjalan pelan, agak ke pinggir. Citra dan
www.rajaebookgratis.com

Ranu menjadi heran. Apalagi Gizma segera menyuruh


taksi berhenti, Citra pun segera bertanya
'Ada apa, Giz?"
'Kita turun di sini saja, Tra. Nanti gampang
disambung pakai taksi lain."
Sekalipun merasa tidak paham dengan maksud
Gizma, tetapi Citra dan Ranu turun juga dari taksi itu.
Mereka bertiga berdiri di pinggir jalan, bawah
jembatan penyeberangan.
"Aneh. Maumu sebenarnya apa sih, Giz? Kok kita
turun di sini?"
"Lihat pemuda yang berdiri di seberang jalan itu,"
bisik Gizma.
Ranu mendengar bisikan itu, kemudian menyahut,
"Hei, kalau nggak salah mereka itu anak-anak yang
suka nongkrong di depan plaza kita ya, Tra?"
"O, iya! Benar. Maksudmu... mereka yang ada di
halte seberang jalan itu, kan?"
"Perhatikan mereka," sahut Gizma. "Mungkinkah
mereka menunggu bis kota pada malam seperti ini?"

Karena Citra dan Ranu tidak memberi jawaban,


maka Gizma pun berkata lagi,
'Tiga pemuda itu pasti mencari mangsa yang akan
dijadikan pemuas nafsunya."
"Hei, Giz... yang pakai baju hijau Itu... itu yang
namanya Sam! Ya, aku ingat..! Dia waktu itu juga
ada, Giz."
Ranu tak perlu bertanya, ia sudah mengerti maksud
Citra. Pasti yang dimaksud adalah preman-preman
yang berhasil memperkosa-nya itu. Ranu baru tahu
kalau pemuda berbaju hijau itu juga termasuk satu
pemuda yang merusak kesucian Citra. Padahal Ranu
kenal dengan anak itu. Sam, nama panggilannya.
Nama aslinya Samingun. Tetangga belakang rumah
Ranu. Dia memang dikenal paling brengsek di
kampungnya, sebab itu Ranu berlagak tidak mengenal
Samingun.
"Terserah kau, Tra. Apakah dia yang ingin kau
lenyapkan, atau bersama-sama kedua temannya itu?"
bisik Gizma.
Citra belum sempat memberi keputusan. Ia telah
melihat ketiga pemuda Itu bergerak menaiki jembatan
penyeberangan. Gawat Mereka pasti akan tiba di
tempat Citra, Ranu dan Gizma berdiri. Mungkinkah
mereka sengaja mendekati Citra?
"Gawat, Giz. Mereka...."
Citra menghempaskan napas lagi, sebab kali ini
Gizma telah hilang. Dan, badan Citra menjadi dingin
www.rajaebookgratis.com

lagi. Dingin sekali sampai kedua tangan Citra terlipat


di dada.
"Mereka kemari, Tra. Lekas lari pergi," bisik Ranu.

Tapa, Citra diam saja. Matanya mulai memandang


tajam, memperhatikan langkah kaki mereka bertiga.
Ranu tak tahu kalau di dalam dada Citra mulai
bergemuruh karena teringat kelakukan Sam saat
memperlakukan Citra seperti binatang betina saja.
Dendam itu makin membara, mata itu makin tajam
memandang. Ranu memperhatikan Citra, memandang
mereka di jembatan, mem-, perhatikan Citra lagi.
Memandang mereka lagi. Ranu kelihatan bingung, tapi
juga penasaran, ingin mengetahui apa yang dilakukan
Citra saat itu.
Tiba-tiba, Sam yang berjalan sambil tangannya
memegangi besi pengaman di jembatan itu, menjerit
seketika.
"Haaah... hah... aaah...!" suara Sam menggema.
Suara gaduh tinggal sisanya. Lantai jembatan itu
keropos dan Sam terjeblos ke dalamnya. Tubuhnya
melayang, karena temannya gagal menangkap tangan
Samingun.
Pada saat itu, ada sebuah mobil sedan yang sedang
dikejar mobil patroli polisi. Mobil itu melintas di bawah
jembatan penyeberangan tepat pada saat itu tubuh
Sam terjeblos ke bawah. Mobil itu tak sempat
menghindar. Tubuh Sam pun menjadi sasaran telak,
dihantam dalam kecepatan tinggi.
"Saaammm...!" teriak temannya yang masih di atas
jembatan.
Tubuh Sam terlempar, melayang ke depan mobil
dalam keadaan berlumur darah. Begitu jatuh di aspal,
ban mobil menggilas perutnya. Dari mulut Sam
terlihat menyemburkan darah, cairan dan makanan
yang menjadi isi perutnya. Mobil itu tetap melesat,

ngebut tanpa peduli tubuh Sam yang kejet kejetan di


aspal. Sedangkan mobil polisi yang mengejar mobil
sedan tadi juga tak sempat menghindari tubuh
Samingun..
Pletokkk...!
Terdengar suara sesuatu yang pecah. Mobil polisi
berhenti dengan suara rem menjerit Kedua teman
Sam berlarian dari atas jembatan sambil berteriakteriak.
Ranu lari ke atas jembatan untuk melihat
keadaan Sam di aspal. Ia berseru kepada Citra,
"Kepalanya pecah...!"
Sam tak berkutik lagi. Darah menghambur ke
www.rajaebookgratis.com

mana-mana. Kepalanya remuk. Pecah dilindas mobil


polisi. Seandainya tak ada mobil lain, Sam tetap saja
meregang mati karena dua kali dihantam dan diliiridas
mobil sedan curian itu.
Citra menghempaskan napas lega. Satu lagi
dendamnya teleilh pudar. Ia tersenyum melihat
kematian Sam yang begitu tragis. Kini tinggal Yon dan
Tom yang tersisa.
"Tinggal dua, Citra?" bisik Gizma yang tahu-tahu
ada di belakang Citra.
Badan Citra piun menjadi panas. Hangat seperti
sedia kala. Citra mulai curiga dengan perubahanperubahan
yang ia rasakan setiap menjelang kematian
musuh-musuhnya. Badan dingin, Gizma pergi!, dan Ia
mampu mencelakai korban sesuai denjjan kehendak
hatinya.
"Jangan lupa, malam ini juga kuminta hadiahnya,
Citra."
"Giz, malam-malam begini mana bisa aku mencari
lelaki untukmu! Bagaimana kalau besok?"

"Tidak, Citra. Harus sekarang. Malam Ini juga! Dan,


aku yakin... kau pasti bisa."
"Giz... kau tahu sediri..kan... aku...."
"Ssst.., Ranu datang," bisik Gizma.
"Tap... oh, tidak...! Aku tidak bisa mengorbankan
Ranu, Giz."
"Kau bebas memilih, dan aku bebas menagih," bisik
Gizma sambil tersenyum. "Kalau sampai nanti pagi
kau belum membayar upahku, maka kau harus
melunasi dengan nyawamu. Eh, ini sesuai perjanjian
kita lho...."
Gizma. Kalau sampai besok, berarti Gizma akan
mengamuk dan membunuh Citra, karena dianggap
Citra membohonginya. Sedangkan malam itu, adalah
malam yang sepi dan Citra melihat di jalanan itu tak
begitu banyak lelaki. Bahkan tak ada satu pun yang
pantas diberikan kepada Gizma. Hanya Ranu yang
paling pentas. Karena itu, Citra pun segera berkata
kepada Ranu,
"Bagaimana kalau malam ini kau pulang ke
rumahku, Ran? Tidur sana saja deh!"
Ranu memandang Citra dalam kebimbangan pilihan.
-ooo0dw0ooo-
PUKUL satu malam kurang beberapa menit, Citra
tiba di rumah. Sendirian. Ranu menolak tawaran Citra
untuk bermalam di rumahnya, karena saat itu Ranu
lebih mementingkan mengantar Gizma pulang ke
rumah. Citra jadi gelisah memikirkan upah buat
www.rajaebookgratis.com

Gizma.
Baru saja ia membuka pintu, tiba-tiba sebuah mobil
berhenti di depan rumahnya. Oom Piet turun dari

mobil. Sendirian. Perasaan Citra tambah gelisah.


Cemas. Ia ingat pesan yang dititipkan Nico tadi sore
tentang Kensi yang diopname di rumah sakit. Oh,
pasti telah terjadi sesuatu pada diri Kensi, pikir Citra.
Karenanya, ia segera menyambut kedatangan Oom
Piet dengan sedikit tegang
"Bagaimana Kensi, Oom?"
Oom Piet tidak langsung menjawab. Menurut Citra,
wajah Oom Piet sengaja dibuat tegang, mungkin
dengan maksud supaya tidak mengundang kecemasan
bagj Citra. Karena itu, Citra mengambilkan segelas air
putih buat Oom Piet
"Ada Derita apa, Oom? O, ya... maaf, aku belum
bisa menjenguk Kensi di rumah sakit Aku... aku sibuk
sekali, Oom."
"Tak apa," jawab Oom Piet "Kensi besok sudah
pulang. Cuma menjalani operasi kecil."
"Sakit apa sih?"
"Amandelnya dibuang "
"Ooo...!"
Citra melegakan napas. Pada saat ia melegakan
napas, tubuhnya kembali merasa dingin. Pintu pun
ditutup oleh Citra, supaya udara dingin tidak terlalu
masuk ke dalam rumah. Namun, nyatanya tubuh Citra
masih tetap merasa dingin, la sempat meremas-remas
lengan dan pundaknya sendiri. Ia duduk di meubel
dengan Oom Piet.
"Jadi, ada keperluan apa Oom Piet datang kemari
malam-malam begini?"

Lelaki setengah baya itu tersenyum nakal. Mulai


genit Ada kemuakan di hati Citra, tapi rasa muak Itu
bagal terpojok. Tak terlalu menonjol.
"Mau pinjam duit buat nebus Kensi? Ah, kurasa...
aku nggak punya tabungan lagi, Oom."
"Aku sudah siapkan biaya buat Kensi. Tak perlu
pinjam duit sama kamu, Citra."
"Lalu, maksud Oom kemari mau apa?"
"Aku nggak bisa tidur."
"Sakit?"
Oom Piet menggeleng dengan matanya mulai sayu
memandang Citra.
"Aku... aku terlalu banyak memikirkan kamu, Citra.
Maltanya aku nekat datang kemari."
Citra tersenyum malu. Hati kecilnya merasa heran
www.rajaebookgratis.com

sendiri, kenapa ia tersenyum. Biasanya Ia benci


dengan cara Oom Piet memandangnya begitu. Citra
Ingin mendobrak keinginan batinnya yang
mendesirkan hati sejak tadi, tapi Ia tidak bisa berbuat
banyak. Justru ia menjadi sering merinding karena
desiran-de-siran lembut di hati yang menjalar ke
bagian-bagian tubuh yang sensitif.
"Kupikir, memang ada benarnya juga kamu pindah
kemari, Tra," kata Oom Piet
"Mengurangi anggaran makan di rumah,
maksudnya?"
"Mengurangi bahaya di rumah," jawab Oom Piet
sambil tersenyum nakal. Citra mendesah malu.
"Sebentar, ya Oom. Aku baru saja datang, belum
ganti baju...I"

Citra membersihkan diri ke kamar mandi, lalu ke


kamar tidur mengganti pakaiannya di kamar. Ia
hendak mengenakan gaun tidur yang lembut dan enak
dipakainya. Tapi, pada saat ia hendak mengenakan
pakaian tidur itu, Oom Piet rupanya menyusul masuk
ke kamarnya.
"Ada yang bisa kubantu, Tra?" sapa Oom Piet
sebagai alasan ia datang ke kamar Citra.
"Ah, Oom... di luar dulu. Aku mau ganti baju...,"
Citra menyeringai malu, menutup badannya dengan
gaun yang hanya ditempelkan saja. Belum dikenakan.
Oom Piet nekat Ia justru berkata sambil mendekat,
"Mari kubantu mengenakannya...." Gaun itu diambil
Oom Piet. Anehnya, Citra melepaskan gaun itu sambil
tersenyum-se-nyum. Padahal biasanya la pasti
meronta dan mencak-mencak Jika didekati Oom Piet
"Tapi, kurasa kau lebih indah jika tidur tanpa gaun
ini, Citra. Gerakanmu bisa bebas, tidak terganggu kain
gaun."
"Masa sih...?!"
Oom Piet mengangguk. "Kau tidur sama siapa di
sini?" bisiknya sambil menggeraikan rambut Citra.
"Sendirian. Memangnya kenapa?"
"Aku temani, ya?"
'Tante bagaimana?"
"Di menunggu Kensi di rumah sakit... Kutemani kau
satu malam ini saja, ya?"
"Ahhh...," Citra hanya mendesah, karena saat itu
Oom Piet mulai mengecup pundak Citra. Kecupan itu

merayap ke tempat-tempat lainnya. Citra tidak


melarang, dan juga tidak mengelak.
Malam yang mencapai dini memberi kesempatan
www.rajaebookgratis.com

Citra untuk merasakan kemesraan oomnya sendiri.


Dalam jiwanya terjadi pergolakan antara setuju dan
tidak. Tetapi la telah kehilangan akal sehatnya.
Sedangkan tulang-tulangnya dan persendian Oom Piet
mulai terasa kaku. Seperti mau kram. Oom Piet
mengejang dan mengerang. Citra buru-buru
melepaskan diri, karena sadar dengan apa yang akan
terjadi pada diri Oom Piet.
Tubuh Citra tak bisa menghindar dari rasa
merinding. Semua bulu di tubuhnya jadi meremang
ketika ia melihat perubahan Oom Piet menjadi patung
batu. Dalam hati ia tak tega melihat nasib Oom Piet.
Ia ingin mencegah segalanya, namun ia tak kuasa.
Akhirnya, sesuatu yang dari dulu dihindarinya, kini
terjadi juga. Oom Piet menikmati tubuhnya yang sintal
dan hangat itu dengan risiko menjadi patung batu. Air
mata Citra mengalir ke pipi. Ia duduk di salah satu
kursi sambil terisak-isak melihat Oom Piet telentang di
ranjang dalam keadaan menjadi patung batu.
"Lumayan juga dia, Citra...," suara itu tak lain dari
Gizma yang tahu-tahu muncul di kamar dalam
keadaan berkeringat, mengenakan gaun tipis, rambut
dilepas terurai panjang. Tubuh Citra tidak lagi dingin,
dan kini ia memperoleh kembali kesadarannya,
sebagai Citra yang sebenarnya.
"Sudahlah, jangan dibiasakan menangis. Memang
inilah risiko yang harus mereka tanggung," kata
Gizma.
'Tap... tapi, dia adalah oomku sendiri, Gizma! Dia
dulu pernah menanggung biaya kuliahku, sewaktu

papaku meninggal. Ohhh, kenapa aku lakukan hal ini?


Kenapa aku bercumbu dengan oomku sendiri? Padahal
aku sudah menduga bahwa ia akan menjadi patung
batu. Tapi aku tidak bisa menolak keinginannya, dan
tak bisa mengekang diriku sendiri...! Ini semua garagaramu,
Giz! Semua karena kamu!"
"Sudahlah, semuanya toh sudah terjadi dan sudah
kita sepakati... I" kata Gizma.
Memang. Sudah terjadi. Sudah disepakati. Citra
sendiri sudah bertekad untuk membalas sakit hatinya
dengan cara apa pun. Mengapa harus disesali?
Citra meredakan tangis sewaktu Gizma mengusapusap
rambutnya. Matanya sesekali masih melirik
patung yang terbujur di ranjangnya. Harinya trenyuh,
gelisahnya menghadirkan resah.
"Aku tak tahu harus bagaimana menghadapi
tanteku? Bagaimana jika ada yang tahu bahwa oomku
datang kemari dan tak pernah keluar lagi?"
www.rajaebookgratis.com

"Itu soal mudah. Itu urusanku. Semuanya sudah


kuatur supaya kau tidak semakin ditumpuki masalah,"
hibur Gizma.
"Mengapa kau yang mengaturnya. Siapa kau
sebenarnya, Gizma?"
Wanita cantik berhidung mancung itu masih
kelihatan tenang, la duduk di tepi ranjang, mengamati
patung Oom Piet sambil bicara dengan penuh wibawa.
"Aku adalah orang yang sangat dibutuhkan oleh
para penderita sakit hati. Aku dicari oleh orang yang
mempunyai dendam, seperti halnya kamu."
Citra segera mendekati Gizma, duduk di ranjang,
dekat patung oomnya.

"Jelaskan bagaimana, Gizma?"


"Seperti kau ketahui, namaku: Gizma. Aku Dewi
Pembalasan. Siapa yang mau bersahabat denganku,
maka semua dendamnya bisa terlampiaskan. Tugasku
mencari dan menemukan jalan untuk mencapai
pembalasan sahabat-sahabatku. Jelas?"
Citra terbengong dengan jantung berdebar-debar
mendengar pengakuan Gizma. Sama sekali tak pernah
terpikirkan olehnya, bahwa selama ini ia telah
bersahabat dengan sosok makhluk cantik yang
bertindak sebagai Demi Pembalasan. Pantas kalau
Citra pernah gagal mencari Gizma, sebab kamar itu
sebenarnya adalah tempat yang tak mudah terlihat
oleh mata manusia biasa, kecuali atas seizin Gizma.
Pantas kalau selama ini Gizma selalu muncul dan
menghilang secara misterius, karena ia punya kuasa
untuk menampakkan diri atau pun pergi dari sahabatsahabatnya.
Citra nyaris menjadi kelu lidahnya sejak
ia menyadari, bahwa dirinya berhadapan dengan Dewi
Pembalasan.
"Kalau kau bisa mempunyai kekuatan pada
matamu, bisa mengendalikan otak manusia, bisa
mewujudkan kemarahanmu, karena aku ada di dalam
ragamu, Citra. Melalui ragamu juga aku dapat
merasakan hadiah-hadiah manis yang selama ini
kaupilihkan untukku...," Gizma tersenyum. Citra masih
tertegun bengong
Tangan Gizma mengusap lengan Citra perlahanlahan,
bagai merupakan usapan penuh kasih sayang
terhadap seorang sahabat Katanya lagi,
"Aku telah menolongmu, dan kau pun telah
menolongku. Tanpa kamu, aku tidak bisa merasakan
manisnya cinta, hangatnya asmara. Tanpa orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang macam kamu, Citra, yang kurasakan hanya
www.rajaebookgratis.com

gemuruhnya api dendam yang membara di seiuruh


jagad raya ini. Tapi percayalah, kau tak perlu
khawatir, semasa kita tetap bersahabat, aku selalu
melindungi sahabat-sahabatku. Aku selalu
menghindarkan masalah yang akan menyerang
sahabat-sahabatku. Kau tak perlu cemas dengan
persahabatan
"Bagaimana dengan Ranu?"
Tiba-tiba Citra ingat tentang diri Ranu yang terpaut
pada Gizma. Pertanyaan itu pun terlontar setelah Citra
bungkam beberapa waktu lamanya.
"Ranu...? Ah, dia pemuda yang baik menurut
pandanganku," jawab Gizma.
"Ranu mencintaimu, Gizma."
Senyum Gizma mekar dan ceria, tapi tetap
kelihatan anggun dan wibawa.
"Dia tidak akan memperoleh apa-apa dariku."
"Dia sungguh-sungguh mencintaimu. Dia sangat
mengagumimu, Gizma."
"Katakan padanya, jangan biarkan hidupnya
diracuni oleh cintanya sendiri. Dia akan kecewa nanti."
"Kasihan dia, Giz. Apakah kau tak boleh bercinta
dengan manusia seperti dia?"
"Boleh. Tapi apakah dia bisa?" Gizma ganti
bertanya. Sambil mengeringkan air mata di wajah
Citra, Gizma berkata lagi, "Kau ingat pemuda
pemabuk yang menyentuh daguku?"
"Ya. Tangannya terbakar seketika."

"Seperti itulah yang akan diperoleh Ranu jika ia


mencintaiku. Maksudku, boleh saja ia mencintaiku,
tapi la tidak akan memperoleh apa-apa dariku. Dia
tidak akan bisa bercumbu denganku, tidak akan bisa
memeluk tubuhku, karena setiap lelaki yang
menyentuh tubuhku dia akan terbakar seketika. Itulah
sebabnya aku tidak bisa merasakan manisnya cinta,
hangatnya asmara, jika tidak lebih dulu menyatu
dengan dirimu. Melalui tubuh yang padat dan indah
inilah, aku bisa merasakan debaran-debar-an saat
birahiku tiba."
Tangan Gizma masih mengusap pelan tubuh Citra,
seakan ia membersihkan keringat-keringat yang
membekas di tubuh itu. Citra ha nya diam saja,
tertegun dalam terawangnya tentang Dewi
Pembalasan. Pantas kalau selama ini Gizma selalu
muncul dengan berkeringat jika Citra selesai
bercumbu dengan pasangannya, karena sebenarnya
pada saat Citra .bercumbu dan bergairah mesra itu
Gizma turut merasakan kenikmatannya. Birahi yang
www.rajaebookgratis.com

selama lini sering muncul dalam diri Citra,


sesungguhnya adalah birahi Gizma, bukan birahi dari
jati diri Citra yang sebenarnya.
"Nah, kau sudah jelas siapa aku, bukan?" Gizma
tersenyum manis. "Sekarang pejamkan matamu,
Sayang...," katanya dengan lembut
"Kenapa aku harus...."
"Pejamkan matamu, Citra Manis...," sahut Gizma
dengan penuh kesabaran.
Maka Citra pun memejamkan mata sesuai perintah
Gizma. Tak ada pesan dan tak ada , suara apa pun
dari Gizma. Yang ada hanya . kesunyian menembus
waktu-waktu pagi yang hampir tiba. Beberapa saat

kemudian, Citra ingin tahu apa yang terjadi jika ia


membuka natanya. Kalau biasanya, jika ia
memejamkan mata dari suatu tempat, ia akan
membuka mata kembali dalam keadaan sudah berada
di kamarnya. Sekarang dia berada di kamarnya
memejamkan mata, apakah ia akan terlempar di suatu
tempat? Di manakah kira-kira ia akan berada?
Oh, ternyata Citra masih tetap berada di kamarnya.
Seperti posisi semula. Tak ada yang berubah pada
dirinya. Yang berubah hanya Gizma dan patung Oom
Piet. Mereka hilang. Tak ada bekasnya sama sekali.
Ranjang pun kelihatan tetap rapi, tidak acak-acakan
seperti tadi. Kamar pun berbau wangi, tidak berbau
darah kejantanan lelaki yang langu. Tapi bagaimana
dengan mobil Oom Piet? Setidaknya orang akan tahu
kalau di depan rumah Citra ada mobil tamu yang sejak
saat ini hilang dan tak akan kembali lagi?
Citra buru-buru ke ruang depan. Menguak gorden
sedikit Oh, ternyata mobil Oom Piet juga sudah tidak
ada. Entah dicuri orang atau ikut dibawa pergi oleh
Gizma, yang jelas semuanya mempunyai kesan,
seolah-olah Oom Piet tidak pernah datang kepada
Citra, dan tidak pernah terjadi pergumulan hangat
yang menabah Oom Piet menjadi sebuah patung batu.
Barangkali inilah yang dimaksud dengan
Gizma, bahwa semuanya sudah diatur olehnya,
supaya sahabatnya tidak ditambahi beban masalah
apa pun dalam bekerja sama dengannya.
-ooo0dw0ooo-
Tempat kerjanya, Citra terkejut sewaktu ditarik
Ranu ke suatu tempat dan Ranu berbisik kepadanya,
"Payah temanmu itu, Tra!"

'Teman yang mana? Maksudmu, Gizma?"


"Ho-oh! Semalam aku ingin mengantarnya ke
www.rajaebookgratis.com

rumah, sekalian ingin mengetahui di mana ia tinggal.


Dia sudah oke. Dia bilang nggak masalah, dia bilang
malahan senang jika aku mau datang ke rumahnya.
Eh... tahu-tahu taksinya berhenti di depan rumahku,
Tra."
'Terus...? Terus kau turun dari taksi?"
"Enggak!" Ranu bersemangat "Kusuruh Jalan lagi
taksinya. Pokoknya, aku harus antarkan Gizma dulu
sebelum aku kembali ke rumah. Gizma menyuruh
sopir taksi menuju alamat yang ia sebutkan. Sopir
taksi bilang, dia udah tahu. Udah sering ke jalan yang
dimaksud Gizma. Setelah beberapa saat, taksi itu
berhenti, ehhh... di depan rumah gue lagi! Gila
nggak?!"
"Kembali ke rumahmu lagi?"
"He-eh! Itu sampai tiga kali lho, Tra! Tiga kali
muter-muter, ehhh... nongolnya di depan rumah gue
lagi! Brengsek, kan?"
"Akhirnya...?"
"Yah, mau nggak mau aku turun Juga sih. Jadinya,
bukan aku yang nganterin dia, tapi dia yang nganterin
aku sampai depan rumah. Sial! Kenapa Jadi kebalik
begitu, ya?!"
Citra tertawa ngikik, Ranu jadi tersipu-sipu. Di
wajah Ranu terlihat rona kecewa yang tertahan. Citra
kasihan sebenarnya, tapi tak diu-jutkan dalam sikap,
la hanya berkata,
"Ada yang perlu kita bicarakan tentang Gizma,
Ran."

"O, ya...?! Mari kita bicarakan di caffetaria bawah."


'Tidak sekarang. Nanti saja di rumahku."
Ranu tak sabar. Ingin segera mengetahui apa yang
akan dibicarakan Citra tentang Gizma. Pukul tiga sore,
Ranu sudah memburu-buru Citra agar lekas pulang.
Hari itu, Citra tugas dari pagi sampai siang, jadi bisa
pulang pukul 13 sore. Tetapi, giliran Citra sudah beres
dan siap pulang, Ranu ada sedikit masalah dengan
bagian stock barang, sehingga ia minta supaya Citra
menunggunya sesaat.
"Kutunggu di bawah aja, ya, Ran?" Kata Citra.
Ranu mengangguk. Lalu, Citra pun turun ke lantai
bawah. Ketika ia tiba di pintu utama plaza tersebut,
hatinya berdesir. Ia melihat Nico duduk di atas Vespanya,
di bawah pohon.
Oh, hati Citra jadi berdesir indah. Ternyata Nico
masih mau menjemputnya sekalipun ia kemarin
kelihatan memendam kemarahan. Citra yang
sebenarnya sangat merindukan Nico, segera berlari
www.rajaebookgratis.com

menghampiri Nico sambil ter-senyum-senyum ceria.


"Nggak sangka kalau kamu masih mau
menjemputku, Nico! Eh, sudah lama?"
"Lumayan," jawab Nico dingin. Citra sempat salah
tingkah dipandang Nico dengan tatapan mata yang
dingin. Ia buru-buru ingin menjelaskan semuanya
pada Nico. Buru-buru ingin membawa Nico pulang dan
mengadukan nasibnya selama ini.
"Yuk...?!"
Citra mengajak pulang dan hendak naik ke
bocengan Vespa. Tetapi, tiba-tiba terdengar suara
Sarah berseru,

"Citra...! Dompetmu ketinggalan di counter nih!"


"Astaga...! Aku sampai lupa dengan dompet sendiri.
Hi, hi, hi...!" Citra menyongsong Sarah dan menerima
dompetnya. "Makasih ya, Rah...!"
"Lain kali kalau mau pulang periksa barang masingmasing...!
Jangan sampai barang kita tertinggal, ntar
dicomot orang bisa bunting mendadak lho. Eh, aku
duluan ya, Tra...!"
"He-eh...!" mulut Citra segera terbengong setelah
menjawab begitu. Matanya terbelalak melihat Sarah
naik di boncengan Vespa, dan Nico pun segera
membawanya pergi, tanpa bilang ini-itu lagi kepada
Citra. Rupanya Nico sengaja menjemput Sarah, bukan
Citra. Hal Itu membuat Citra nyaris pingsan, antara
sedih, malu dan benci. Ia ingin menjerit. Ingin
menangis meraung-raung, tapi ia masih sadar akan
situasi ramai di sekelilingnya. Ia menahan tangis dan
kemarahannya, sampai akhirnya ia Jadi pusing. Pusing
sekali. Pandangan matanya gelap dan ia terhuyunghuyung.
"Citra...!" pekik Ranu dengan cemas. Ia berlari dan
menangkap tubuh Citra yang hampir Jatuh pingsan.
Segera diberhentikannya taksi dan Citra pun dibawa
pulang oleh Ranu memakai taksi tersebut.
Di rumah, Citra baru bisa menangis meratap-ratap.
Hatinya sakit sekali menghadapi kenyataan tadi. Ia
sama sekali tak menyangka, bahwa belakangan ini
ternyata cintanya telah diambil alih oleh Sarah. Nico
dikuasai Sarah, sehingga tadi siang Nico
menampakkan kesetiaannya kepada Sarah,
kekasihnya yang baru itu. Di depan mata Citra yang
masih mencintai Nico, pemuda itu tega memamerkan
kesetiaannya dengan menjemput Sarah.

Ranu sibuk membujuk Citra supaya berhenti


menangis. Tapi sakit hati Citra tak mampu membekap
mulut dan air matanya. Ranu tersendat haru pada saat
www.rajaebookgratis.com

Citra mengadukan sakit hatinya sambil menangis


terisak-isak. Ia memeluk Ranu, seakan ingin
membenamkan dukanya ke dalam hati Ranu. Seakan
Citra ingin agar duka yang amat pedih itu ditanggung
pula oleh Ranu.
"Aku nggak kuat, Ranu...! Aku nggak kuat
menanggung duka ini...."
"Citra...!" Ranu memeluknya erat, penuh kasih
sayang seorang sahabat. Ia pun berbisik kepada Citra,
"Biarkan aku menanggung dukamu, Citra. Biarkan
aku menghadapi Nico dan membuat satu perhitungan
sendiri...!"
"Jangan...!" Citra menggeleng-geleng dalam
tangisnya. "Jangan kau apa-apakan Nico. Semua ini
memang salahku!"
"Bukan salahmu. Semua ini kepicikan Nico...!"
"Tidak! Nico tidak picik!" teriak Citra. "Dia sangat
baik, Ranu...," seraya Citra kembali memeluk Ranu,
menghamburkan tangisnya di sana.
Sejak saat Itu, Citra menjadi lemah. Ia jatuh sakit
dan tak bisa masuk kerja selama dua hari Ranu selalu
datang untuk menghibur Citra. Kadang, sebelum
berangkat kerja ia menyempatkan diri singgah ke
rumah Citra. Kadang dia juga yang memasakkan air
untuk Citra nanti, atau memasakkan bubur sebagai
pengisi perut Citra. Andani dan Ninung juga
mengunjungi Gtra. Mereka berdua ikut terharu
mendengar cerita Ranu tentang Nico dan Sarah.

Bahkan, Ninung sempat berkata dalam geram di


depan Citra,
"Sarah memang perlu diberi pelajaran. Kurasa
selama Nico jauh darimu, dia banyak memberi
hasutan dan ngomong yang nggak-nggak sama Nico.
Akhirnya Nico benci sama kamu, dan berbalik
mencintai Sarah Kurang ajar anak itu, memang."
"Kita kerjain aja besok, yuk...," ajak Andani. Tetapi,
Citra segera mencegah niat mereka.
"Jangan. Biarkan mereka bahagia dengan caranya
sendiri."
Andani dan Ninung tidak bisa bilang apa-apa kecuali
menghela napas panjang-panjang. Ranu membuatkan
kopi susu hangat buat Citra. Ia menjadi mirip sorang
pelayan di rumah itu. Malahan ia juga membuatkan
minuman buat Andani dan Ninung.
"Nanti malam aku tidur di sini deh. Buat nemenin
kamu," kata Andani kepada Citra.
"Boleh aja. Tapi, apakah papa dan mama-mu
mengizinkan kamu tidur di sini?"
www.rajaebookgratis.com

"Ah, itu soal gampang."


Malam ini, Andani tidur di rumah Citra. Sebelum
Ranu pulang, Andani sempat berbisik kepada Ranu,
"Kayaknya dia agak parah, Ran. Badannya panas
sekali. Bagaimana kalau kau panggil dokter?"
Ranu mengangguk. Dan, ia pun pergi memanggil
dokter tanpa setahu Citra. Panas badan Citra memang
cukup tinggi. Citra sendiri sempat terharu ketika
seorang dokter datang dan memeriksanya. Tak
disangka perhatian Ranu dan Andani cukup besar,
sampai-sampai Citra sendiri tidak mengetahui ada

anak manusia yang masih mau memperhatikan dirinya


yang telah kotor dan hina itu.
"Bagaimana, Dokter?" tanya Ranu dengan cemas.
"Hem... apakah... apakah dia sudah bersuami?"
"Belum! Kenapa, Dok?" desak Andani.
"Tidak. Tidak apa-apa. Cuma, kasihan saja
keadaannya. Hm... o, ya... besok pagi saya akan
melakukan pemeriksaan lebih intensif lagi. Kira-kira
pukul 7 pagi saya akan datang, sebelum saya
berangkat kerja."
"Kalau Itu hal yang terbaik bagi dokter, silakan
saja."
Pagi-pagi sekali, pukul 6 kurang seperempat, Ranu
sudah datang ke rumah Citra. Semalam, Andani tidur
menemani Citra. Dan, ketika Ranu tiba siap dengan
pakaian kerja, karena ia masuk pagi, Andani pulang.
Ia juga butuh mempersiapkan diri untuk berangkat
kerja.
Dokter Siswara datang pada saat Andani belum
kembali ke rumah Citra. Pemeriksaan dilakukan
beberapa saat dengan peralatan yang lebih lengkap
dari kemarin malam. Kemudian, di depan Citra, Dokter
Siswara bertanya kepada Ranu,
"Anda kakak dari Nona Citra?"
"O, bukan. Saya... hm...."
"Pacarnya?" tebak Dokter Siswara. Ranu nyengir. Ia
berkata,
"Baru calon. Calon pacar. Eh, calon suami, ehhh...!"
Dokter Siswara tertawa pendek, Citra tersenyum
kaku dan Ranu garuk-garuk kepala.

"Bagaimana hasil pemeriksaan Anda, Dok. Boleh


saya tahu?"
Dokter itu diam beberapa saat. Citra dan
Ranu memandangnya dengan heran. Kemudian,
Dokter Slswara pun berkata dengan pelan tapi jelas,
"Dia... hamil!"
www.rajaebookgratis.com

"Hahhh...?!" Ranu mendelik bersamaan dengan


Citra.
"Tidak...!" teriak Citra. Ranu jadi panik. "Aku tidak
hamil! Tidak! Dokter bohong! Bo-hooong...!"
-ooo0dw0ooo-
Malam masih saja mengalunkan sepi yang makin
menikam hati. Ranu sengaja tidak pulang. Ia tahu
Citra dalam keadaan terguncang. Salah-salah, Citra
bisa ambil jalan sesat jika ditinggal sendirian di rumah
itu. Biarlah kali ini Ranu tidur di situ, terserah apa kata
orang jika memang ada yang melihat dan mau
memberi komentar Ranu tidak peduli lagi.
"Sudah jam berapa, Ranu...?" tanya Citra dengan
lemah. Matanya bengkak akibat tangannya tadi
berkepanjangan.
"Hampir pukul sepuluh. Kenapa?" Ranu melayani
Citra dengan sabar.
Citra hanya mendesah. Memalingkan wajah ke arah
lain. Ranu duduk di kursi dekat ranjang. Ia
menempelkan tangannya di kening Citra. Oh, panas
badannya sudah menurun. Tapi, Citra masih kelihatan
pucat.
"Mau telur setengah matang, Tra? Kubi-kinkan, ya?"
Citra menggeleng. Kemudian, suaranya yang parau
terdengar,

"Besok, tolong carikan dukun pijat."


"Untuk apa? Maksudku, kalau kau merasa capek,
pegal, biar kupijat saja."
Lama sekali tidak menjawab. Setelah beberapa saat
baru Citra berkata,
"Aku ingin menggugurkan bayi dalam
kandunganku."
Ranu mengeluh.
"Apakah itu jalan yang terbaik? Apakah tak ada
yang lebih baik lagj dari abortus?"
Kepala Citra menggeleng. Tapi, ia segera berpaling
pelan memandang Ranu. Cukup mengharukan
kesetiaan Ranu dalam menemani dan melayani Citra.
Hati Citra sendiri sempat trenyuh melihat wajah Ranu
mulai kuyu. Agaknya la dilanda kecapekan juga, hanya
saja tak dirasa.
"Bayi itu harus digugurkan! Bayi ini bayi haram.
Bayi setan!"
"Hush! Nggak baik ngomong gjtu, Tra."
"Memang benar kok! Bayi ini pasti akibat
pemerkosaan mereka. Entah, benih siapa yang Jadi.
Lelaki mana yang berhak menjadi ayah bayi ini.
Mungkin Juga yang mati digencet mobil, mungkin Juga
www.rajaebookgratis.com

yang mati jatuh dari lantai lima, mungkin... yang mati


dihancurkan kepalanya dengan rantai. Ah, aku sendiri
tak tahu yang mana ayah dari bayi yang kukandung."
"Untuk sementara, Jangan berpikir begitu sebelum
kau bisa mengendalikan emosimu, Citra."
"Aku tak bisa tenang lagi. Aku benci pada mereka,
bahkan pada oomku sendiri...."

"Hahhh...?! Jadi, Oom Piet itu juga... juga...."


Ranu tak tega melanjutkannya.
"Aku juga benci kepada Alex, yang pernah ketemu
kita di halte bis itu. Aku benci pada Yammar, Oom
Harllan, ohhh... semuanya kubenci. Bahkan aku benci
pada diriku sendiri, Ranu!"
Napas Ranu terasa berat dihela, namun ia tetap
menjadi kestabilan Jiwa. Beberapa kali la menghela
napas dan menampakkan ketenangannya, supaya
Citra terpengaruh dan menjadi teriang Juga.
'Tra... boleh aku tahu, siapa itu Yammar? Atau...
siapa itu Oom Harllan?"
Setelah merenung sejenak, Citra menjawab,
"Mereka adalah hadiah...! Hadiah yang kuberikan
kepada Dewi Pembalasan."
"Maksudmu... maksudmu, Gizma?!"
Citra mengangguk. "Dia bukan manusia."
"Hahhh...?!" Ranu melebarkan mata.
"Kau tak mungkin bisa mencintainya, Ranu. Dia tak
bisa menikmati pelukanmu, juga tak akan mampu
menikmati ciuman hangatmu. Karena setiap lelaki
yang menyentuhnya akan terbakar, seperti saat kita di
Pujasera itu. Ingat kau tentang pemabuk yang
menyentuh dagu Gizma?"
Ranu termenung beberapa saat lamanya.
Kekecewaan dan penyesalan sepertinya begitu
melekat di permukaan wajahnya. Ranu sama sekali
tak membayangkan keadaan Gizma seperti itu. Kali ini
ia hanya bisa terperangah, sambil sesekali mengusap
tengkuk kepalanya yang merinding.

"Lalu, untuk apa kau memberi hadiah beberapa


lelaki kepadanya? Bukankah dia tidak bisa bercinta
dengan lelaki manapun?"
"Memang. Tapi, dia menggunakan ragaku. Dia
masuk dalam ragaku dan menguasai segala emosi dan
naluriku. Dengan cara begitu, dia bisa menikmati
manisnya cinta dan hangatnya kemesraan. Itulah
sebabnya... mengapa aku mau bercumbu dengan
Yammar dan yang lainnya. Bukan semata-mata
karena aku perempuan Jalang yang brutal, tetapi
www.rajaebookgratis.com

karena di dalam diriku terdapat emosi lain yang tak


bisa kuken-dalikan. Itu sudah merupakan perjanjianku
dengan Gizma yang membantuku membunuh Sam
dan kawan-kawannya. Tapi aku tidak mengerti kalau
cara memberikan hadlah kepadanya seperti yang
kualami ini...!"
Kemudian, Citra menceritakan semuanya tentang
Gizma dan lelaki-lelaki yang menjadi persembahan
baginya. Ranu bergidik beberapa kali ketika Citra
menceritakan patung-patung batu yang entah ke
mana berada pada saat ini.
"Terlalu fantastis," gumam Ranu dalam hati.
Ia menjadi sangsi terhadap cerita yang dituturkan
Citra. Ada dugaan, jangan-jangan Citra hanya
mengarang serangkaian kisah fiktif untuk menutupi
kelemahannya dalam bercinta.
Ah, sungguh meresahkan semua itu. Ranu jadi tak
bisa tidur sejak mendengar serangkaian kisah tentang
Gizma. Di sofa depan, Ranu mendesah beberapa kali.
Sebentar-sebentar ia membuka pintu kamar Citra,
sekadar melakukan pengawasan ringan saja.
Di sofa depan itu, Ranu sering dibuat merinding.
Hawa dingin sesekali masuk lewat sela-sela jendela

atau pintu. Seharusnya ia tidur di dalam kamar yang


satunya lagi, sebab rumah itu mempunyai tiga kamar
tidur. Tetapi, ia memilih tidur di sofa, dekat dengan
pintu kamar Citra. Ia bisa mengontrol suara yang ada
di dalam kamar Citra, karena pintu kamar itu tidak
ditutup dengan rapat Sewaktu-waktu Citra
memanggilnya, ia dapat mendengar dan segera
datang.
Tetapi, tidur di sofa cukup menjengkelkan juga
bagai Ranu. Karena beberapa kali la merasa tubuhnya
merinding. Ada rasa takut yang mencekam jiwanya,
karena ia memang penakut. Dan justru rasa takut
ituiah yang membuat Ranu semakin sudah tidur.
Lampu ruangan itu dimatikan. Suasananya geiap.
Hanya mendapat biasan dari lampu teras. Itu pun
terhalang gorden dan jendela kaca. Karena beberapa
kali ia bergidik merinding, maka lampu pun
dinyalakan. Barangkali dalam keadaan lampu terang,
segala rasa takutnya bisa hilang. Klikkk...!
Ruangan menjadi terang, dan Ranu terhenyak
kaget. Di kursi depan sofa tempatnya berbaring tadi,
ternyata terdapat sesosok tubuh yang duduk dengan
santai. Hampir saja Ranu memekik kaget. Jantungnya
nyaris copot. Untung ia segera mengenali wajah orang
yang duduk di situ dengan tenang.
www.rajaebookgratis.com

"Gizma...!"
Ranu menyebut nama itu dengan nada mendesah
tegang. Perempuan cantik yang kali ini hadir dengan
mengenakan gaun tipis warna merah pink Itu
tersenyum manis kepada Ranu. Senyuman Itu
membuat jantung Ranu yang berdetak-detak menjadi
gemetar. Berdesir hatinya, bukan lantaran takut,
melainkan karena merasa girang. Indah sekali

senyuman itu. Serasi betul dengan kecantikan yang


ada pada Gizma, sehingga Ranu pun berani mendekat
dengan hati-hati. Ia duduk di sofa semula sambil
matanya tak berkedip memandangi Gizma.
"Kau sukar tidur kelihatannya, Ranu," ucap Gizma
pelan. Lembut sekali.
Ranu nyengir. Salah tingkah sejenak. "Ya... hm...
memang susah tidur...!"
"Kenapa? Kau punya masalah?"
"Bet... bet... bet...."
"Betot...?"
"Anu, betul! Aku punya masalah," katanya dengan
gagap.
"Aku mau membantumu jika kau tidak
berkeberatan. Apa masalahmu?"
"Hm... banyak. Satu di antaranya... pikiranku tidak
bisa tenang."
"Apa yang kau pikirkan?" desah Gizma.
"Hm. Ya, aku memikirkan... memikirkanmu."
"Aku...? Ohhh...!" Gizma tertawa pelan tapi enak
didengarnya. Sepertinya membuat hati Ranu menjadi
tenteram. "Kenapa kau memikirkan aku? Apakah tak
ada gadis lain yang patut kau pikirkan?"
"Hm... yah, anu... soalnya...!" Ranu clingak-clinguk.
Bingung sendiri. "Soalnya... aku... aku suka sama
kamu, Giz! Suka sekali! Sumpah!"
Senyum Gizma makin mekar. Menyejukkan hati
yang cemas. Ranu memberanikan diri berkata lagi,

"Aku... aku nggak tahu, kenapa aku jatuh cinta


sama kamu. Tapi, aku... aku...."
"Sudahlah. Lupakan soal cintamu yang jatuh itu,"
sahut Gizma. "Kita tidak bisa saling jatuh cinta secara
nyata, Ranu. Kita berbeda jasad."
Ranu merinding lagi. Kali ini malah merasa tidak
bisa bernapas. Tapi, ia berusaha mengendalikan
emosinya. Berusaha menelan ludahnya beberapa kali,
dan berhasil.
"Apakah Citra belum menceritakannya kepadamu
tentang aku?!"
www.rajaebookgratis.com

"Sud... sudah. Tapi... tapi aku nggak percaya, Giz.


Aku tetap menaruh hati padamu."
"Taruhlah yang benar," tukas Gizma. "Bukan
padaku kau harus menaruh hati, tapi pada gadis lain
yang saat ini sedang membutuhkan hatimu
seutuhnya, Ranu."
"Nggak. Aku nggak mau! Aku ingin mencintaimu,
Giz. Aku nggak mau mencintai siapa-siapa selain
kamu."
Tiba-tiba terdengar suara Citra dari dalam kamar.
"Ran...! Ranuuu...!"
"Oh, itu suara Citra. Mungkin dia mengigau.
Sebentar, Giz...! Jangan pergi, ya! Sebentar!"
Ranu menampakkan kekhawatirannya. Ia segera
membuka pintu kamar Citra. Saat itu Citra terjaga dari
tidurnya. Dengan mata me-ngerjap-ngerjap ia
bertanya,
"Kau bicara pada siapa sih? Kok serius amat?"
"Gizma! Dia datang kemari, Tra."

"Gizma?!" desah Citra. Kemudian, Citra berseru,


"Giiizzz...! Gizma...!"
Perempuan cantik yang punya bibir mungil, seperti
kuncup mawar yang segar itu, berjalan biasa
mendekati Citra. Senyumannya mekar dengan manis
seperti biasanya.
"Kenapa kau, Sayang...?" tanyanya sambil
mengusap rambut di kening Citra. Kedua mata Citra
mulai berkaca-kaca. Ia mengadukan dukanya pada
Gizma.
"Aku sakit...! Aku... oh, aku ditinggal Nico. Dia pergi
sama Sarah, dan... oh, Giz...!" Citra memeluk tangan
Gizma, ditempelkan pada pipinya. "Aku kehilangan
Nico, Giz. Dia ambil Sarah...!"
"Tenanglah harimu, Citra. Jangan pikirkan Nico dan
Sarah. Kapan kau ingin membalas sakit harimu
kepada mereka? Aku siap membantumu."
"Oh, tidak! Aku tidak ingin mencelakakan Nico!
Jangan! Jangan ganggu dia dengan cara apa pun,
Gizma."
"Mungkin kau perlu melampiaskan sakit hatimu
pada Sarah? Itu bisa kuatur, Citra."
"Tidak. Aku tidak ingin mencelakakan Sarah. Biarlah
dia menikmati kasihku yang kutitipkan pada Nico Dia
tidak tahu, bahwa dia akan mencumbu kasihku jika ia
berpelukan dengan Nico. Tapi, Giz... aku... aku hamil!"
Gizma menghela napas. Citra makin mengisak. "Aku
nggak mau, Giz! Aku nggak mau punya bayi haram
akibat perbuatan mereka!"
www.rajaebookgratis.com

"Giz, tolonglah dia...," kata Ranu di sisi lain.

Gizma diam saja Wajahnya kelihatan lebih wibawa


dan lebih anggun lagi. Ia duduk di tepi ranjang dan
mengusap-usap perut Citra. Ia berbicara bagai
berbisik,
"Jangan cemas, Citra. Kau sahabatku. Aku tak ingin
menambah beban penderitaanmu...!"
"Tapi nyatanya aku hamil menurut keterangan
dokter!"
"Tidak. Kau tidak hamil."
"Dokter telah memeriksanya, Giz."
"Ya, dokter telah memeriksanya," tambah Ranu.
"Biarkan dia memeriksa kandunganmu sekali lagi.
Maka ia akan tercengang, bahwa kamu tidak
mengandung janin seperti perkiraannya semula."
Citra memandang Gizma dengan dahi berkerut.
Sebelum Citra mengucapkan sepatah kata, Gizma
sudah lebih dulu Mang,
"Percayalah! Kandunganmu telah kuambil saat ini
juga...! Tak ada bayi dalam rahimmu, Citra!"
Ajaib sekali. Ucapan itu menjadi kenyataan. Ranu
yang penasaran, kembali memanggil dokter yang
tempo hari memeriksa Citra. Dan, dokter tersebut
menjadi terbengong.
"Apakah Anda mengalami keguguran, Nona?"
'Tidak," jawab Citra. "Ajaib sekali. Kandungan bayi
Nona hilang. Tak ada bekasnya sama sekali."
-ooo0dw0ooo-
Dua hari sejak Citra dinyatakan tidak hamil lagi, ia
menjadi sehat. Kondisi badannya mulai pulih. Memang
masih memerlukan baju hangat jika pergi ke tempat

kerja, tapi ia sudah kelihatan cerah ceria. Ranu


merasa lega. Gembira sekali melihat keadaan Citra
pulih seperti semula. Ranu menyarankan agar Citra
tidak memikirkan masa lalunya supaya kondisi jiwanya
tidak terguncang lagi.
Memang, tujuan Citra mau begitu. Tetapi ketika ia
melihat Yon turun dari lantai enam plaza itu, dadanya
kembali bergemuruh. Ia masih benci melihat tampang
Yon yang berkulit hitam dan bermata belok itu. Citra
buru-buru melangkah meninggalkan counter-nya.
"Mau ke mana, Tra?!" panggil Andani, tapi Citra
tidak menyahut.
Tubuh Citra mulai dingin. Ia bahkan sempat
menggigil sejenak. Ia tahu bahwa saat itu pasti roh
Dewi Pembalasan telah merasuk dalam dirinya.
Kebencian Citra pun jadi berkobar melihat Yon
www.rajaebookgratis.com

menuruni tangga eskalator dengan santai. Ia bersama


dua orang temannya yang berjalan di belakangnya.
Agak jauh. Citra makin menggeram benci melihat dua
teman Yon itu. Citra ingat, pemuda berambut panjang
yang di belakang Yon itu adalah Tom, orang yang
pertama kali merobek kesuciannya.
Citra berhenti di pagar pengaman lantai tiga.
Matanya tajam memandang Tom dan Yon. Pada waktu
itu, Yon tiba-tiba menangkap pandangan mata Citra.
Spontan ia berseru kepada Tom sambil menuding
Citra.
"Tom...! Itu dia cewek setan!"
"Cepat kita samperin dia!" teriak Tom sambil berlari
menuruni tangga yang sedang jalan. Yon juga berlari
untuk segera mencapai lantai tiga.

Citra diam saja. Bahkan ketika Ranu melihatnya,


Ranu memanggil Citra sambil berlari.
"Citra! Cepat lari...! Hindari mereka!"
Citra tidak peduli seruan apa pun. Mulutnya
bungkam, wajahnya dingin. Matanya memandang
tajam.
Ketika Yon dan Tom menuruni tangan lantai empat,
Citra segera memandang ke atas, pada langit-langit
gedung yang terbuat dari lempengan kaca. Dan, tibatiba,
salah satu lempengan kaca itu terlepas dari
tempatnya. Melayang-layang turun ke bawah, tepat di
atas kepala Tom dan Yon. Beberapa orang di lantai
atas menjerit. Tom segera mendongak dan berhenti
melangkah. Ia terkejut melihat lempengan kaca itu
melayang ke arah kepala Yon.
"Awas kaca, Yooon...!" teriak Tom sambil mundur.
Ia jatuh. Sepatunya lepas. Lalu secara refleks
sepatu itu diambil dan dilemparkan pada lempengan
kaca yang beberapa senti lagi menjatuhi kepala Yon.
Prangngng...!
Kaca itu pecah terhantam hak sepatu Tom. Tetapi,
Yon sendiri menjadi panik. Ia terjatuh. Pecahan kaca
menjatuhi dirinya.
Jrubbb...! Jrubbb...!
Dua pecahan kaca sebesar papan nama sebuah
jalan membentuk ujung yang runcing. Ujung pecahan
kaca itu menancap di ulu hati Yon. Yang satu
menancap di leher Yon dengan mantap.
Orang-orang berteriak panik dan ngeri. Tom sendiri
segera terguling karena ada pecahan kaca yang

memercik ke arahnya. Tapi hanya menggores pipinya


hingga terluka.
www.rajaebookgratis.com

Yon tak bisa berteriak lagu Matanya mendelik


darahnya mengucur dari kedua luka yang ditembus
kaca runcing itu. Lantai pun jadi bersimbah darah.
Tom sendiri memekik keras-keras ketika Yon
berkelojotan beberapa kali, kemudian
menghembuskan napas yang terakhir.
Citra tersenyum lega. Ranu segera membawanya ke
dalam counter.
"Kenapa kau lakukan itu, Citra?" bisiknya.
Citra tertegun sejenak, lalu berkata pelan sekali,
"Aku tak tahu. Aku tak mengharapkan hal Itu
terjadi lagi. Tapi... dendamku membakar darah dan
tak bisa dikendalikan lagi. Aku harus membalas
perlakuan mereka. Tak bisa dihindari lagi, Ran!
Ohhh...! Ini pertanda aku harus memberi hadiah lagi
kepada Gizma! Pasti dia yang telah bekerja di dalam
diriku dan memberi kekuatan untuk membalas
dendamku...! Oh, celaka ini! Aku harus mencari lelaki
dan... dan pasti birahiku akan mengamuk, tak bisa
dihindari lagi, Ran!"
"Ranu sendiri menjadi sangat cemas. Ia belum
menemukan akal untuk mengendalikan kekuatan yang
akan masuk ke dalam diri Citra. Salah satu ide yang
ada hanyalah menghubungi seorang dukun.
Rencana itu harus segera dilaksanakan. Ranu tak
ingin segalanya jadi terlambat. Maka, ketika pulang
dari kerja, Ranu langsung pergi ke tempat seorang
dukun yang pernah dibicarakan para tetangganya itu.
Citra sendiri langsung pulang ke rumah dengan
keadaan masih Bermangu-mangu.

-ooo0dw0oo-
Sore masih terang. Citra terperanjat ketika bel
tamunya berbunyi, dan ternyata Nico yang muncul di
depannya. Wajah Citra menjadi pukat, gemetar
tubuhnya, berdebar hatinya. Ia lak bisa bicara untuk
beberapa saat. Badannya Jadi dingin menghadapi Nico
yang berdiri di pepan pintu dengan senyum yang
mengagumkan.
"Boleh aku masuk?"
Suara Nico makin membuat air mata Citra mulai
tersumbul dari balik kelopak mata. Citra mundur
beberapa langkah, Nico pun masuk dengan tenang.
Pintu tertutup kembali dan Citra masih terpaku di
depan pintu, sukar bicara.
"Rumah ini, seperti yang pemah kucita-citakan
dulu. Ternyata kau sudah menempatinya lebih dulu,
Citra.
"Kauuu... kau tidak salah datang kemari?"
www.rajaebookgratis.com

"Apakah aku tak boleh menengok masa laluku?"


"Oh, Nicooo...!"
Citra menghamburkan tangis dalam pelukan Nico.
Tangan Nico pun memeluknya erat-erat. Dalam isak
tangisnya, Citra menjadi semakin menggigil diguncang
keharuan dan cinta yang tempo hari gersang. Kini
cinta itu menjadi basah, segar dan menggairahkan.
Citra menciumi Nico bertubi-tubi. Membelai dan
memeluknya erat-erat, seakan tak ingin kehilangan
Nico lagi. Sedangkan saat itu, Nico menjadi terharu.
Bukan sekadar terharu karena rindu, tapi kecupankecupan
rindu Citra memberikan sentuhan lembut
yang menggetarkan kejantanannya.

"Nico...! Oh, jangan pergi lagi, Sayang. Pekiklah


aku...! Peluklah...!"
Nico memeluk Citra, dan sempat berbisik,
"Kenapa kau tak lebih hangat dari Sarah!
Hangatkanlah aku seperti waktu Sarah
menghangatkan asmaraku, Citra...!"
"Oh, tentu! Tentu, Nico...! Mari...!"
Citra menarik tangan Nico untuk masuk ke kamar.
"Nico... aku rindu padamu...! Ohhh...!"
Emosi bercintanya membuat Citra lupa pada kondisi
dirinya sebenarnya. Ia begitu berapi-api mendayung
bahtera cintanya yang berlayar dengan indah.
Beberapa saat kemudian Citra berteriak histeris,
baru ia sadari bahwa yang membakar gejolaknya tadi
adalah hawa dingin dari roh Dewi Pembalasan. Karena
pada saat itu. Nico telah berubah menjadi patung
batu, sama seperti korban-korban yang lainnya.
Jeritan itu tiba-tiba menghilang, karena Gizma muncul
di senja yang kelabu. Sepatah kata-katanya menjadi
kenyataan.
"Diam. Jangan menangis lagi."
Benar. Citra tidak menangis lagi. Citra terbungkam
sekalipun hatinya meratap karena melihat Nico telah
menjadi patung batu. Kalau saja la tadi sadar, bahwa
ia habis membunuh Yon dengan kaca di plaza,
tentunya ia akan menghindari amukan birahinya
kepada Nico. Ia tak mau memberikan kemesraan yang
seperti itu. Tapi karena semua pikirannya dikuasai
oleh rindunya kepada Nico. Maka, Citra pun tak sadar
bahwa saat itu adalah saat terakhir ia memberikan
kemesraan kepada Nico.

"Jangan sedih hatimu, Citra. Lelaki ini datang bukan


untuk kembali kepadamu. Hatinya punya rencana
busuk. Ia hanya ingin menikmati tubuhmu sepuaspuasnya,
www.rajaebookgratis.com

sebelum ia menikah dengan Sarah, bulan


depan."
Citra tertegun memandang Gizma. Perempuan
cantik itu berkata lagi,
"Nico tak rela melepaskan kau dalam pelukan lelaki
lain tanpa syarat. Maka ia harus menikmati
kehangatanmu sampai la merasa kenyang, baru ia
akan rela melepaskan kau jatuh ke tangan lelaki lain,
dan Ia sendiri akan memperoleh sesuatu yang baru
dari Sarah. Itulah jiwa licik dari pemuda yang
kaucintai."
"Ohhh... begitu kejamnya dia sebenarnya, Gizma."
"Benar. Lebih kejam lagi Sarah. Saat ini ia sedang
menghubungi Tom dan memberikan alamat rumah
ini."
"Tom...?! Dia kenal dengan Tom?" Citra terkejut
bukan main.
"Tom adalah saudara Sarah, lain ibu. Sejak dulu
Sarah mengincar Nico dan ingin menyingkirkan kau
dari hati Nico. Maka, ia meminta bantuan Tom. Lalu,
terjadilah kekejian Tom dan kawan-kawannya itu.
Rusaklah hubunganmu dengan Nico. Kau
menghadapinya sendiri, bukan? Itulah jiwa kerdil
temanmu Sarah."
Hampir-hampir Citra tidak mempercayai ta-kata
Gizma. Sarah sama sekali tidak etlhatan bersikap
bermusuhan dengannya. Selama ini Citra hanya
menganggap hubungan Sarah dan Nico hanya satu hal
yang kebetulan. Bukan perencanaan yang matang.

Citra menganggap kepergian Nico kepada Sarah hanya


Satu kompensasi. Pelarian dari cinta yang
dikecewakan oleh Citra, karena Citra tidak berani
berterus terang kepada Nico. Ternyata semua
anggapannya itu tidak benar.
"Citra, pejamkan matamu...! Lawanlah Tom, dan
untuk kali ini aku tidak akan mengambil hadiahku.
Kuberikan hadiahku nanti untukmu selamanya,
Citra...! Nah, pejamkan mata, Sayang...!"
Citra memejamkan mata. Ketika ia mejn-buka
matanya lagi. Gizma sudah tak ada bersama patung
Nico. Citra menghela napas, membuang dukanya. Ia
pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ketika la selesai mandi, hanya mengenakan daster
bercorak bunga-bunga biru, ia melihat sebuah mobil
berhenti di depan rumah. Mobil Jeep dengan kap
terbuka, berhenti tepat di depan pintu pagar. Tom
turun dari mobil itu, sedangkan Sarah mengenakan
kacamata hitam dan topi bundar, masih duduk di jok
www.rajaebookgratis.com

samping tempat sopir.


Gemetar tubuh Citra melihat kenyataan itu. Katakata
Gizma terbukti. Sarah berdiri di balik semua
peristiwa yang menimpa hidup Citra. Gigi Citra
menggemeletuk, menahan kemarahannya kepada
Sarah. Tetapi, kali ini yang utama adalah Tom. Orang
yang pertama kali merobek selaput darahnya dan
hidup Citra menjadi berantakan.
Brakkk...!
Pintu pagar ditendang oleh Tom. Sebuah parang
tajam tergenggam di tangan kanan Tom. Rambut Tom
yang panjang diikat ke belakang, hingga ia tampak
sadis dan mengerikan.

Citra jadi tegang dan merasa takut melihat parang


panjang digenggam Tom. la menutup pintu ruang
tamu. Mengancingnya dengan gugup. Tetapi,
Prangngng...!
Tom memecahkan kaca jendela dengan parangnya,
la masuk melalui jendela itu dengan wajah sangar dan
bengis. Citra gemetar. Ia tak bisa lari karena Tom
sudah sangat dekat dengannya.
"Gizmaaa...! Tolooong...!" teriak Citra.
Teriakan itu membuat Tom berhenti. Seperti
terkesima sejenak. Citra punya waktu untuk melarikan
diri lewat pintu samping. Tapi, Tom segera sadar, dan
mengejarnya lewat pintu samping juga.
"Gizmaaa...!"
Citra berlarian ketakutan, dan akhirnya jatuh
tersunggkur.
Pada waktu ia jatuh, badannya merasa dingin
sekali. Ia tahu, Gizma telah masuk dalam raganya.
Kemudian, keberaniannya pun tumbuh. Bahkan ia
berdiri dengan sikap menunggu kedatangan Tom.
Langkah Tom berhenti. Mata Citra memandang
tajam tak berkedip. Suara Sarah terdengar,
"Habisi dia, Tom!"
Tetapi, parang yang telah diangkat oleh Tom Itu
segera berkelebat menghantam tangan kirinya sendiri.
Prasss...!
Lengan Tom putus seketika. Tom bagai robot
bernyawa. Ia dipandang terus oleh Citra. Perlahanlahan,
Tom melangkah menuju ke mobilnya.
"Tom...! Sadar, Tom...!" teriak Sarah ketakutan.

Parang itu dikibaskan ke mukanya sendiri.


Crokkk...!
Wajah Tom jadi berdarah. Retak. Tom tidak
menjerit. Kemudian, ia naik ke mobil, dan dengan
www.rajaebookgratis.com

cepat menebaskan parang tajamnya ke punggung


Sarah yang hendak turun dari mobil.
"Aaahhh...! Tooom... kau melukaiku...!"
Citra masih memandang tak berkedip. Tom
menghantamkan parangnya ke pundak kiri, lalu
dengan cepat ia justru merajang wajahnya sendiri
dengan parang itu, sampai akhirnya ia jatuh terkulai
bermandi darah dengan luka amat parah.
"Tooom...! Ohhh, Tooommm...!" teriak Sarah,
tegang.
Sarah menangis menjerit-jerit Beberapa tetangga
yang tadi menyaksikan secara sembunyi-sembunyi,
kini berlarian mengerumuni mobil Jeep itu. Tom
terkulai di jok sopir, dan dia situlah ia
menghembuskan napas yang terakhir.
"Citra...! Citra, apa yang terjadi...?!" Ranu Wrlarilari
dengan tegang dan cemas.
Citra segera memeluk Ranu dan menangis ?rlsakisak.
"Dia hampir membunuhku Ranu...! Ohhh,
mengerikan sekali...!" lirih Citra, nneri.
'Tenang, Citra...! Tenang. Semuanya telah herakhir.
Sayang...!"
Semua orang tahu, Tom melukai dirinya sendiri
hingga ia mati. Tapi tak ada yang tahu, bahwa
perbuatan Tom itu karena pengaruh kekuatan yang
ada pada Citra. Kekuatan itu adalah milik Gizma, Dewi
Pembalasan.

Kini, dendam itu pun tuntas. Padam. Citra tak mau


lagi menaruh dendam kepada siapa pun, karena hanya
akan menghadirkan maut bagi dirinya. Ranu sendiri
setuju dengan pendapat Citra. Ia bahkan berkata
pelan,
"Jangan ada dendam lagi, Citra. Lebih baik sebutir
kasih dengan cinta, daripada segunung dendam
dengan maut."
"Aku telah kehilangan kesucianku, Ranu. Cintaku,
Nico-ku, hilang juga...!"
"Tapi aku belum hilang dari hatimu, bukan?!"
"Ranu...?!" desah Citra. Matanya menatap sayu.
Lalu airmata pun menitik ketika Ranu mencium
pipinya dengan mesra.
"Citra, itu hadiah untukku atas kematian Tom. Tapi
ambillah...! Amblliah Ranu, karena dia tulus
mencintaiku...!"
"Gizma...! Gizma di mana kamu?!" Citra mencari
suara Gizma.
"Aku ada di dalam dirimu, Citra. Peluklah dia.
Bahagialah sepanjang masa...!" suara Itu terdengar
www.rajaebookgratis.com

Jelas sekali, dan Citra pun segera memeluk Ranu


dalam buaian kasih seputih sutra.
SELESAI DEH

Anda mungkin juga menyukai