A. PENGERTIAN
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel/jaringan. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi
penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah
sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan
resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2017).
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan
hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda, 2016)
Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi).
Pada pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa
jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka
tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
B. ETIOLOGI :
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu
peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain
itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler
karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia,
sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan
karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman
(Linda, 2016)
C. TANDA DAN GEJALA
1. Demam tinggi > 38,9 ̊ C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun
dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
2. Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4. Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,
trombositopenia atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan
penyebabnya.
D. KOMPLIKASI
1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa
2. Koagulasi intravaskular
3. Gagal ginjal akut
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Disfungsi sistem saraf pusat
7. Gagal jantung
8. Kematian
E. PENATALAKSANAAN
Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:
1. Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus
dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat.
Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah
arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin,
dan norepinefrin.
2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme
Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara
dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel
didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum
aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti
sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat,
misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan
gentamisin.
A. Golongan penicillin
– Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
– Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari
B. Golongan penicillinase—resistant penicillin
– Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering
dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat
diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada
(Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
– Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.
C. Gentamycin
Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap
efek nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa
bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang
dianjurkan:
Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi
anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang
gangren (Hermawan, 2007).
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang
perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6
jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup
airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-
12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan
disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin
yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.
Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat
disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh
jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi
oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan
cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan
saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi
eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb
rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik.
Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan
dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit,
fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik
yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8
mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase
(amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada
hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan
kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan
hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin
dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral
dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal,
dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison
dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan
septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
ANALISA DATA
DO :
k/u: Apatis
TD : 110/74 mmHg
N: 106x/mnt
S: 36°C
Rr: 24x/mnt
SpO2: 100%
- Px tampak lemah
- Terpasang 02 nasal 3
lpm
DO :
k/u: Apatis
-BAB : 3x/hari
-Konsistensi : Cair
-Warna : Kuning
-Jumlah : 300cc
- Px tampak lemas
DO :
k/u: Apatis
-BAK:
Warna : Kuning
Jumlah : 700cc/8jam
Bau : Amonia
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis yang ditandai dengan
anak pasien mengatakan ibunya tidak sadarkan diri saat dibawa ke IGD
RSAL Dr.Ramelan Surabaya, pasien tampak lemah, TD: 110/74, N: 106,
Rr: 24, S: 36, SpO2: 100%, terpasang O2 nasal 3 lpm.
2. Diare b.d proses infeksi yang ditandai dengan BAB 3x/hari, konsistensi
cair, warna kuning, jumlah 300cc, pasien tampak lemah.
3. Risiko Infeksi b.d syok, pasien terpasang folley catheter no.16 dengan
kunci 20cc, warna BAK kuning, jumlah 700cc/8jam.
INTERVENSI KEPERAWATAN
2. Mengoberservasi TTV/jam
07.45
R/ TD: 110/74, N: 106, S: 36, Rr: 24, SpO2:
100%
07.50 3. Menilai GCS pasien
3. Menilai GCS
07.55
R/ E:4 V:4 M:5, pasien sudah bisa membuka
mata spontan, bicara masih ngelantur
08.05 4. Memberikan O2 nasal
2 1.