Muhammad Naufal Raihan 1904290 1A Bisnis Digital
Muhammad Naufal Raihan 1904290 1A Bisnis Digital
Oleh:
Nim : 1904290
Desember, 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha bijaksana yang telah memberi
petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat serta salam
semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya degan suri
tauladan-Nya yang baik.
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah, kesempatan dan pemikiran
kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan pengetahuan tentang
Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, semua ini di rangkup dalam makalah ini, agar
pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami dan lebih singkat dan akurat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk menjadi lebih sempurna
lagi kami membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya kepada kami demi
memperbaiki kekurangan pada makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaaat bagi siswa-siswi
yang ingin memperluas pemahamannya mengenai Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hak Asasi Manusia merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak
manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya
tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada
dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu
terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Memperbincangkan marutnya dinamika hak asasi manusia, khususnya perburuhan selama dekade
terakhir nampaknya cukup mengingatkan pada nama ini: Marsinah. Terdapat alasan pasti untuk
menghadirkan kembali ingatan tentang orang tersebut: misteri kematiannya yang tidak pernah
terungkap hingga sekarang. Tidak pernah diketahui secara pasti oleh siapa ia dianiaya dan dibunuh,
kapan dan di mana ia mati pun tak dapat diketahui dengan jelas, apakah pada Rabu malam 5 Mei
1993 atau beberapa hari sesudahnya. Liputan pers, pencarian fakta, penyidikan polisi, pengadilan
sekalipun nyatanya belum mampu mengungkap kasusnya secara tuntas dan memuaskan. Kendati
hakim telah memvonis siapa yang bersalah dan dihukum, orang tak percaya begitu saja; sementara
kunci kematiannya tetap gelap sampai kini, lebih dari satu dasawarsa berselang.
Barangkali memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang menjadi penting di sini, melainkan
jalinan citra yang lantas tersaji melalui serangkaian representasi media yang rumit. Para pembunuh
mengesankan Marsinah diperkosa. Segenap aktivis menyanjungnya sebagai teladan kaum pejuang
buruh. Para aparat pusat dibantu aparat setempat konon merekayasa penyidikan sekaligus
membuat skenario pengadilan, termasuk dilibatkannya tersangka palsu dalam rangkaian
pengungkapan kasus tersebut. Tak ketinggalan, para aktivis hak asasi manusia menganugerahi Yap
Thiam Hien Award bagi kegigihannya. Termasuk para seniman yang mengabadikannya dalam
monumen, patung, lukisan, panggaung teater dan seni rupa instalasi; para feminis
mengagungkannya sebagai korban kekerasan terhadap perempuan dan khalayak awam yang
prihatin dan simpati memberi sumbangan bagi keluarganya.
Pada aras citra inilah tulisan ini kemudian mengambil pijakan. Mungkin orang tak akan banyak
tahu siapa Marsinah seandainya ia tidak dibunuh dan kasusnya tidak gencar diberitakan oleh media
massa. Ia tidak hanya dianggap mewakili “nasib malang” jutaan buruh perempuan yang
menggantungkan masa depannya pada pabrik-pabrik padat berupah rendah, berkondisi kerja buruk
sekaligus tak terlindungi hukum. Lebih dari itu, mediasi dan artikulasi pembunuhannya
menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-
buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian dan
sistem peradilan.
Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam bidang penegakan
HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang
komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran
HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita karena semakin egoisnya manusia dalam
pemenuhan hak masing-masing. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul “Kasus
Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia – Marsinah”, untuk memberikan informasi
mengenai apa itu pelanggaran HAM diikuti seluk beluk kasus Marsinah.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia”, maka
masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.2.1 Apa pengertian pelanggaran HAM ?
1.2.2 Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?
1.2.3 Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?
1.2.4 Apa penyebab dan akibat dari kasus pelanggaran HAM?
1.2.5 Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?
Tujuan
Tujuan kami mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di Indonesia yaitu :
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.
1.3.2 Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.
1.3.3 Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.
1.3.4 Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari kasus pelanggaran HAM.
1.3.5 Untuk mengetahui upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
Manfaat
Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis dan pembaca.
1.4.1 Manfaat bagi penulis, pengkajian ini memberikan pengetahuan tentang pelanggaran hak asasi
manusia di Indonesia.
1.4.2 Manfaat dari pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian atau referensi
tambahan bagi ilmu kenegaraan serta memperkaya informasi.
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia, setiap manusia lahir pasti memiliki hak ini, hak yang dimiliki sejak lahir hak
manusia untuk berpendapat dan melakukan yang mereka mau atau dengan kata lain hak kebebasan
manusia.
Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik
dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi
individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara
melakukan tindakan kekerasan. (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).
2. Kejahatan Kemanusiaan
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa,
pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.
Kasus pelanggaran HAM yang bersifat ringan, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
Dianggap “berbeda”, misalnya memiliki ciri fisik tertentu yang mencolok seperti lebih
kurus, gemuk, tinggi, atau pendek dibandingkan dengan yang lain, berbeda dalam status
ekonomi, memiliki hobi yang tidak lazim, atau menjadi siswa/siswi baru.
Dianggap lemah atau tidak dapat membela dirinya.
Memiliki rasa percaya diri yang rendah.
Kurang populer dibandingkan dengan yang lain, tidak memiliki banyak teman.
Sedangkan untuk pelaku bullying, Ada beberapa karakteristik anak yang memiliki
kecenderungan lebih besar untuk menjadi pelaku bullying, yaitu mereka yang:
Peduli dengan popularitas, memiliki banyak teman, dan senang menjadi pemimpin diantara
teman-temannya. Mereka dapat berasal dari keluarga yang berkecukupan, memiliki rasa
percaya diri tinggi, dan memiliki prestasi bagus di sekolah. Biasanya mereka
melakukan bullying untuk meningkatkan status dan popularitas di antara teman-teman
mereka.
Pernah menjadi korban bullying. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan diterima
dalam pergaulan, kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, mudah terbawa emosi,
merasa kesepian dan mengalami depresi.
Memiliki rasa percaya diri yang rendah, atau mudah dipengaruhi oleh teman-temannya.
Mereka dapat menjadi pelaku bullying karena mengikuti perilaku teman-teman mereka
yang melakukan bullying, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005) alasan seseorang melakukan
bullying adalah karena korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena
tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin
menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan,
mendapatkan kepuasan (menurut korban laki – laki ), dan iri hati (menurut korban perempuan).
Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena penampilan
yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, Bullying disebabkan karena :
1. Menurutnya, saat ini remaja di Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari
sekolah akibat kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit bagi
remaja untuk menyalurkan bakat nonakademisnya Penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan
menyiksa.
2. Budaya feodalisme yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab
bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus nurut sama yang
atas.
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena segala aliran paham yang ada
dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur dengan adanya partai-partai
tersebut.
2. Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsukannya pemilihan
anggota badan perwakilan rakyat pada Januari 1946. Hal ini berkaitan dengan adanya
perubahan yang signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem
parlementer.
2) Periode tahun 1950 – 1959 Periode ini dalam perjalanan, Indonesia dikenal dengan sebutan
“Periode Demokrasi Parlementer” dimana pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan
momentum yang membanggakan. Indikator tentang pemikiran HAM pada periode ini mengalami
“pasang”, menurut ahli hukum tata negara memiliki 5 aspek :
3) Periode tahun 1959 – 1966 Pada periode ini, sistem pemerintahan Indonesia adala sistem
demokrasi terpimpin diamana kekuasaan terpusat dan berada di tangan presiden. Dalam kaitannya
dengan HAM yaitu telah terjadinya sikap restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan)
terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.
4) Periode tahun 1966 – 1998 Pada awal masa periode ini telah diadakan beberapa seminar tentang
HAM. Salah satu seminar dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan pengadilan HAM, Komisi, dan pengadilan HAM di wilayah Asia. Pada
tahun 1968 diadakan Seminar Hukum Nasional II yang merekomendasikan perlunya hak uji
materiil guna melindungi HAM. Fungsi dari hak uji materiil itu sendiri dalam rangka pelaksanaan
TAP MPRS XIV/MPRS/1996. Namun, pada tahun 1970-an sampai akhir 1980-an, HAM
mengalami kemunduran. Dalam hal ini, upaya masyarakat dilakukan melalui pembentukan
jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus
Tanjung Priok, kasus Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, dan lain sebagainya. Menjelang periode
1990-an, upaya masyarakat nampaknya memperoleh hasil yang mengesankan karena terjadi
pergeseran strategi pemerintahan, dari Represif dan Defensif menjadi Akomodatif. Salah sau sikap
akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM yaitu dibentuknya KOMNAS HAM
berdasarkan KEPRES Nomor 50 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993, dimana KOMNAS HAM
memiliki tugas:
1. Memantau & menyelidiki pelaksanaan HAM & memberi saran serta pendapat kepada
pemerintah perihal HAM.
2. Membantu pengembangan kondisi-kondisi yang kodusif bagi pelaksanaan HAM sesuai
pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil amandemen UUD NKRI 1945), Piagam PBB,
Deklarasi Universal HAM dan deklarasi atau perundang-undangan lainnya yang terkait
dengan penegakan HAM.
5) Periode tahun 1998 – sekarang Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan
pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dnegan pemajuan dan perlindungan HAM.
Kemudian, dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di indonesia, serta
pengkajian dan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan. Strategi
pada periode ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
1. Tahap status penentuan (prescriptive Status) Pada tahap ini telah ditetapkan beberapa
ketentuan perundang-undangan tentang HAM, seperti UUD 1945, TAP MPR, UU, dan
peraturan pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
2. Tahap penataan aturan secara konsisten ( rule consistent behavior ) Ditandai dengan
pemghormatan dan pemajuan HAM dengan dikeluarkannya TAP MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM dan disahkannya sejumlah konvensi HAM. Selain itu juga
dirancangkan program “Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM)” pada tanggal 15
Agustus 1998 yang didasarkan kepada :
3. Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
4. Desiminasi informasi dan pendidikan tentang HAM 3. Penentuan skala prioritas
pelaksanaan HAM 4. Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah
diratifikasikan melalui perundang-undangan nasional. Untuk lebih melindungi HAM di
Indonesia, pemerintah telah membuat UU HAM No. 39 tahun 1999 serta UU No. 26 tahun
2000 tentang pengadilan HAM. Melalui keputusan Presiden No. 40 tahun 2004,
Pemerintah telah mengesahlan RANHAM kedua diamana merupakan kelanjutan
RANHAM Indonesia yang pertama tahun 1998-2003. RANHAM disusun untuk menjamin
peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM di Indinesia
dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3.2 Saran
Sebagai makhluk sosial kita selayaknya mampu mempertahankan dan memperjuangkan hak kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga hak orang lain jangan
sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan
dinjak-injak oleh orang lain. Sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar akan kasus
Marsinah dan kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Pemerintah sebaiknya berani
membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah
sudah barang tentu adalah sesuatu yang “direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak
pernah menemui titik terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi
Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.omahmunir.com/pages-10-kasus-marsinah.html
http://buser.liputan6.com/read/52757/marsinah-dan-misteri-kematiannya
http://fuad-myers.blogspot.com/2011/11/analisa-kasus-pelanggaran-ham-berat.html
http://sarubanglahaping.blogspot.com/2013/10/analisis-kasus-pembunuhan-marsinah.html
Http://www.Yudhe.Com/8-Kasus-Besar-Yang-Tetap-Menjadi-Misteri-Di-Indonesia/
http://ubpeacemaker.blogspot.com/2011/11/memahami-ham-marsinah-pahlawan-kaum.html
http://abunavis.wordpress.com/2007/12/11/marsinah-dalam-representasi-media-analisis-
semiotika-berita-kasus-marsinah-pada-majalah-tempo-1993-1994/
http://hukum.kompasiana.com/2014/05/01/refleksi-21-tahun-kasus-marsinah-650551.html
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/08/173402558/Kasus-Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi
http://www.arahjuang.com/2014/05/08/marsinah-dan-perjuangan-buruh-sepanjang-masa/