Kualitas merupakan sesuatu yang diharapkan pelanggan terhadap barang dan jasa yang
diterima. Kualitas memiliki pengertian yang beragam tergantung pada jenis produk dan
pendapat / persepsi pelanggan. Kualitas tinggi dapat diartikan sebagai:
Produk barang dan jasa memiliki perbedaan makna dalam hal kualitas. Produk barang
ditentukan oleh kesesuai spesifikasi, kinerja, keandalan, fitur, ketahanan, dan kemudahan
reparasi. Sementara pada jasa lebih ditentukan oleh faktor-faktor kasat mata, seperti
konsistensi, ketanggapan, keramahan, ketepatan waktu, atmosfer, dll.
Biaya Kualitas
Kualitas yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai biaya bagi perusahaan. Biaya yang
pertama adalah biaya pengendalian kualitas (quality control cost). Terdiri atas biaya
pencegahan (prevention cost), contohnya biaya untuk pengembangan skema kualitas, biaya
perancangan produk dan proses, biaya pelatihan tenaga kerja, dll; dan biaya pemeriksaan
(appraisal cost), contohnya biaya untuk memeriksa cacat, biaya pengujian produk, biaya
audit, dll.
Biaya yang kedua adalah biaya kegagalan kualitas (quality failure cost), yaitu biaya yang
muncul akibat barang rusak atau cacat.
Konsep kualitas berubah dari masa ke masa. Pada masa awal kualitas menggunakan konsep
reaktif, kualitas diperiksa selama proses produksi dan diperbaiki saat ada masalah atau
kesalahan. Kemudian kualitas muali dilihat mencakup seluruh bagian organisasi tidak hanya
produksi saja. Dan pada masa terbaru, muncul konsep kualitas menurut pelanggan (customer-
driven quality), yaitu kualitas dirancang ke dalam produk dan proses sesuai harapan
pelanggan.
1. Walter A. Shewhart
Mengembangkan bagan kendali kualitas untuk mengenali apakah variabilitas proses muncul
secara acak atau disebabkan oleh suatu hal.
2. Edwards Deming
Berpendapat bahwa masalah kualitas disebabkan 15% oleh kesalahan pekerja, sementara
85% dsebabkan oleh proses, sistem, dan manajmen yang buruk.
3. Joseph M. Juran
Berpendapat bahwa kualitas adalah kecocokan bagi penggunaan bukan kesesuaian pada
spesifikasi. Selain itu ia juga mengembangkan konsep biaya kualitas, yang memampukan
mengukur kualitas dalam nominal uang.
4. Armand V. Feigenbaum
5. Phillip B. Crosby
Memperkenalkan ide pencegahan dan gagasan zero defect. Menurutnya usah meningkatkan
kualitas memiliki keuntungan lebih, dengan mencegah juga biaya perbaikan.
6. Kaoru Ishikawa
7. Genichi Taguchi
Memfokuskan pada usaha peningkatan kualitas pada tahap desain, dengan mengembangkan
produk yang kokoh (robust design).
TQM berfokus pada mengidentifikasi akar permasalahan dari cacat kualitas dan memperbaiki
sumbernya. TQM mencakup beberapa filosofi utama:
Kualitas harus menciptakan produk yang memenuhi dan melebihi harapan pelanggan, bukan
produk yang sempurna.
Kualitas tidak memiliki titik akhir tertentu. Tujuan akhir kualitas dicapai bukan dengan
perubahan secara besar-besaran, namun dengan melakukan perubahan secara berkelanjutan
sedikit demi sedikit.
Plan-Do-Study-Act / PDSA adalah siklus aktivitas untuk menerapkan proses pebrikan
berkelanjutan. Terdiri dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengecekan, dan tindakan.
Lingkaran Kualitas (Quality Circle) adalah tim sukarela yang terdiri atas karyawan dan
supervisor yang bertujuan menyelesaikan masalah kualitas.
Karyawan perlu mengetahui cara untuk menilai kualitas dengan menggunakan beragam
peralatan kendali kualitas. Antara lain:
Cause-and-effect Diagrams
Flowcharts
Checklists
Control Charts
Scatter Diagrams
Pareto Analysis
Histograms
5. Perancangan Produk
Salah satu aspek membangun kualitas adalah memastikan rancangan produk sesuai harapan
pelanggan. Penetapan fungsi kualitas (Quality Function Deployment / QFD) adalah metode
yang digunakan untuk menterjemahkan preferensi / harapan pelanggan ke dalam persyaratan
teknis.
QFD dimulai dengan mengenali preferensi / harapan pelanggan. Preferensi ini dibobot
menurut tingkat kepentingannya, kemudian bobot diterjemahkan menjadi karakteristik
produk. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan produk sendiri dan pesaingnya menurut
tiap karakteristik. Hasil dari matriks ini disebut dengan nama house of quality.
6. Pengelolaan Proses
TQM menegaskan produk yang berkualitas datang dari proses yang berkualitas. Sehingga
lebih baik memperbaiki sumber kualitas dibanding membuang produk cacata setelah
produksi.
TQM memperluas konsep kualitas hingga pada pemasok. Pemerikasanaan terhadap kualitas
bahan baku yang tiba menimbulkan kualitas buruk, waktu, dan biaya. Sehingga pemasok
harus terlibat dalam menjaga kualitas agar barang tidak perlu diperiksa ulang saat tiba.
Filosofi TQM tidak selalu berhasil diterapkan, karena membutuhkan keyakinan dan
kerjasama dari tiap personel. Kegagalan bisa disebabkan dari kurangnya budaya membangun
kualitas, kurangnya komitmen dari manajemen puncak, dan kurangnya keyakinan pada
kendali proses statistik (statistical process control).
Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill
Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin
sukses dalam penerapannya. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada
kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses
dan produk.
2. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan
karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
3. Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan
wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan
dan tujuan bersama menjadi kenyataan.
4. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip,
kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.
Lebih lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus
dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan
Komitmen.
1) Produk
2) Proses
3) Organisasi
4) Pemimpin
5) Komitmen
Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak
mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa
organisasi yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai.
Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain.
Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan
sendirinya yang lain juga lemah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher,
1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang
berjudul Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang
berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan
perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama
dalam TQM, yaitu :
1) Kepuasan pelanggan.
2) Respek terhadap setiap orang.
3) Manajemen berdasarkan fakta.
4) Perbaikan berkesinambungan.[7]
TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi staf organisasi.
1) Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
1) Pemberdayaan
2) Lebih terlatih dan berkemampuan
3) Lebih dihargai dan diakui
– Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi di
masa yang akan datang adalah:
1) Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut
(follower)
2) Membantu terciptanya tim work
3) Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4) Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5) Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan
persyaratan sebagai berikut: