Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi
yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan
(Damaiyanti, 2012). Halusinasi terjadi karena adanya reaksi emosi berlebihan
atau kurang, dan perilaku aneh (Damaiyanti, 2012). Bahaya secara umum
yang dapat terjadi pada pasien dengan halusinasi adalah gangguan psikotik
berat dimana pasien tidak sadar lagi akan dirinya, terjadi disorientasi waktu,
dan ruang (Iyus Yosep, 2009).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 prevalensi
gangguan jiwa di jawa timur sebesar 3,1% dengan jumlah penduduk Jawa
Timur laki-laki 49,30% dan perempuan 50,66%. Berdasarkan prevalensi
pasien dengan halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur
ruang Flamboyan mulai dari 31 Desember 2015 sampai 6 juni 2016 sebanyak
89 orang.
Proses terjadinya halusinasi pada penderita gangguan jiwa dapat dijelaskan
menggunakan pendekatan Model Adaptasi Stuart dan Laraia (2005) yaitu
mempelajari faktor predisposisi, stressor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan mekanisme koping yang digunakan oleh seorang
individu dalam mengatasi masalahnya. Kusmanto Setyonegoro (1967) dalam
Hawari 2001 menjelaskan tentang penyebab terjadinya gangguan jiwa adalah
merupakan interaksi dari 3 pilar yaitu pilar organobiologik, pilar psikoedukatif
dan pilar social budaya, yang juga dikenal sebagai konsep tiga roda.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa Pengertian Halusinasi?
1.2.2 Apa Klasifikasi Halusinasi?
1.2.3 Apa Etiologi Halusinasi?
1.2.4 Bagaimana Proses Terjadinya Halusinasi?
1.2.5 Bagaimana Pohon Masalah Halusinasi?
1.2.6 Bagaimana peatalaksanaan dari Halusinasi?
1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan pada Halusinasi?

1.3 Tujuan Umum


Mempelajari kasus Halusinasi dan Asuhan Keperawatan yang diterapkan
pada pasien dengan Halusinasi.

1.4 Tujuan Khusus


1.4.1 Menjelaskan Pengertian Halusinasi.
1.4.2 Menjelaskan Klasifikasi Halusinasi.
1.4.3 Menjelaskan Etiologi Halusinasi.
1.4.4 Menjelaskan Proses Terjadinya Halusinasi.
1.4.5 Menyebutkan Pohon Masalah Halusinasi.
1.4.6 Menyebutkan penatalaksanaan Halusinasi.
1.4.7 Menjelaskan pengkajian kasus Halusinasi.
1.4.8 Menjelaskan analisa data kasus Halusinasi.
1.4.9 Menyebutkan diagnoa keperawatan kasus Halusinasi.
1.4.10 Menyebutkan intervensi keperawatan kasus Halusinasi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti mengalami sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan atau penghiduan (Cook
and Fontaine, 1987)
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
2.2. Klasifikasi
a. Halusinasi Dengar
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata. Tanda dan gejalanya ialah bicara atau tertawa
sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kea rah
tertentu, menutup telinga. Klien akan merasa mendengar suara-suara
atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap,
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus
yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya. Tanda dan
gejalanya ialah menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas. Klien merasa melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, kartun, melihat hantu, atau monster.
c. Halusinasi Penciuman
Klien mencium suatu bau daari sumber tertentu tanpa stimulus yang
nyata. Tanda dan gejalanya adalah mengendus-endus seperti sedang
membau bauan tertentu, menutup hidung. Klien merasa membaui bau-
bauan seperti bau darah, urune, feses, dan terkadang bau-bauan
tersebut menyenangkan bagi klien.
d. Halusinasi Pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
makanan yang tidak enak. Tanda dan gejalanya adalah sering meludah,
muntah. Klien merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata.
Tanda dan gejalanya adalah klien tampak menggaruk-garuk
permukaan kulit. Klien mengatakan ada serangga dipermukaan
kulitnya atau merasa seperti tersengat listrik.
f. Halusinasi Kinestetik
Klien merasa badanya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak. Klien akan memegang bagian utbuhnya yang
dianggap bergerak sendiri. Klien mengatakan badannya melayang di
udara.
g. Halusinasi Viseral
Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya. Klien akan memegang
badannya yang berubah bentuk atau tidak normal seperti biasanya
2.3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor Presdiposisi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh induvidu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor presdiposisi
dapat meliputi :
 Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress
dan kecemasan.
 Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimayarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian
dilingkungan yang membesarkannya.

 Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya ganguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berlebihan maka didalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranerase (DMP)
 Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya pern
ganda yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan
orientasi realitas.
 Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofren belum diketahui, tetapi
hasil menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy
extra untuk menghadapinya. Adanya rngsangan dari lingkungan,
seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepia
tau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stressdan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik
Respon klen terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah dan bingung, berprilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mmengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu :
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh indra untuk menanggapi rangsangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memakasa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
 Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang
mengalami halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menkan, tetapi pada saat
tertentu menimbulkan kewaspadaan yng dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol
semua prilaku klien.
 Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada indiividu yang mengalami halusinasi
menunjukan kencenderungan untuk menyendiri. Individu asyik
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebuthan akan interaksi sosial, control diri, dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal
tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena
itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak
terjadi.
 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusinasi cenderung
menyendiri sehingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak
sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem
kontol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai
dirinya, individu kehilangan kontrol terhadap kehidupan nyata.
2.4. Proses Terjadinya Halusinasi
Timbulnya halusinasi biasanya diawali dengan seseorang yang menarik
diri dari lingkungannya karena orang tersebut menilai dirinya rendah.
Apabila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat ata salah satunya
yang menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku
kekerasan. Berikut tahapan-tahapan halusinasi :
a. Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
 Karakteristik
- Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan
ketakutan
- Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangkan kecemasan
- Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam
control kesadaran
 Perilaku yang Muncul
- Tersenyum atau tertawa sendiri
- Menggerakan bibir tanpa suara
- Pergerakan mata yang cepat
- Resppon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
b. Tahap II (Non-piskotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan yang berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipati.
 Karakteristik
- Pengalaman sensori menakutkan atau merasa
dilecehkan oleh pengalaman tersebut
- Mulai merasa kehilangan kontrol
- Menarik diri dari orang lain
 Perilaku yang muncul
- Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah
- Perhatian terhadap lingkungan menurun
- Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
- Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara
halusinasi dan realita.
c. Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak.
 Karakteristik
- Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
- Isi halusinasi menjadi atraktif
- Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori
berakhir.
 Perilaku yang muncul
- Klien menuruti perintah halusinasi
- Sulit berhubungn dengan orang lain
- Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
- Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
- Klien tampak tremor dn berkeringat
d. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya kien terlihat
panic.
 Perilaku yang muncul
- Resiko tinggi menciderai
- Agitasi/kataton
- Tidak mampu merespons rangsangan yang ada
2.5. Pohon Masalah
Resiko tinggi perilaku kekerasan

Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga diri rendah kronis


2.6. Penatalaksanaan
2.6.1. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi.
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Stimulus yang disediakan : baca artikel,
majalah, buku, puisi, menontn acara TV, ataupun stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses presepsi klien yang
maladaptive atau distruktif.
2.6.2. Terapi aktivitas kelompok stimulus sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : music,
menyanyi, menari, atau hobby klien diketahui sebelumnya.
2.7. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Defisit perawatan diri
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Umur : Semua umur
Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
Jenis halusinasi : Halusinsi pengelihatan
Isi halusinasi : Melihat seorang hantu laki-laki yang ingin
memeluknya
Waktu terjadinya : sering terjadi pada malam hari
Frekuensi halusinasi : 1-2 jam
Respon halusinasi : Klien memanggil perawat yang bertugas di
ruangan tapi mereka tidak mendengarkannya dan
klien pun merasa kesepian dan menyendiri

2. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien berbicara sendiri, klien sering melihat seorang laki-laki

3. Faktor Predisposisi
Pasien pernah masuk Rumah Sakit Jiwa Menur. Pertama kali masuk pada
bulan September tahun 2008 dan masuk keluar RSJ sebanyak 2 kali, dan
terakhir pasien kembali masuk RSJ pada bulan Mei 2013. Pasien pernah
diberikan pengobatan tapi kurang berhasil karena pasien berobat tidak
teratur. Pasien pernah putus dengan pacarnya dahulu. Disebabkan karena
pacarnya sudah punya kekasih lain. Dalam anggota keluarga pasien tidak
ada yang menderita sakit jiwa.

4. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan pasien tidak rapi, gigi kotor, rambut jarang disisir,
kuku kotor
b. Pembicaraan
Saat pengkajian pasien bisa menjawab pertanyaan yang diajukan
c. Aktivitas motorik
Aktivitas pasien tenang
d. Alam perasaan
Takut, karena pasien melihat bayangan laki-laki yang ingin
memeluknya
e. Afek pasien
Tidak ada gangguan
f. Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif, mendengar apa yang ditanyakan dan
menjawabnya sesuai dengan pertanyaan yang ditanyakan serta
kontak mata baik

g. Gangguan persepsi
Saat pengkajian pasien mengalami halusinasi penglihatan dengan
waktu selalu muncul pada malam hari sebelum pasien tidur.
Frekuensi 1-2 jam, isinya adalah melihat seorang hantu laki-laki
yang ingin memeluknya. Sedangkan responnya, pasien memanggil
perawat yang bertugas di ruangan tapi mereka tidak
mendengarkannya dan pasien pun merasa kesepian dan
menyendiri.

h. Proses pikir
Proses pikir pasien sampai pada tujuan pembicaraan.

i. Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang jelas.

j. Memori
Gangguan pada memori jangka panjang

k. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Pasien mudah beralih yaitu saat bertanya, pasien menjawab diluar
pertanyaan

l. Kemampuan penilaian
Pasien mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan, yaitu
dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain.

m. Daya tilik diri


Pasien menyadari dengan penyakit yang dideritanya.

5. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


a) Makan dan minum
Pasien makan 3x/hr, yaitu pagi, sore, dan malam secara mandiri
b) BAB/BAK
Pasien BAB 1x/hr, BAK ±4x/hr, secara mandiri
c) Mandi
Pasien mandi 2x/hr, yaitu pagi dan sore, hanya memakai sabun
d) Berpakain dan berhias
Pasien mampu berpakaian tanpa bantuan orang lain
e) Istiraht dan tidur
Tidur siang ±½ jam, tidur malam ± 8 jam, tidak mengalami
gannguan tidur
f) Penggunaan obat
Pasien minum obat 3x/hr, setelah makan THP 2mg ( 2 x ½ ), Vit C
(2 x 1), Diasepam (0-0-1), Haloperidol (2 x 1)

6. MEKANISME KOPING
Asertif yaitu cerita dengan orang lain

3.2. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1. DS : Gangguan persepsi sensorik :
- Pasien mengatakan melihat bayangan halusinasi penglihatan
hantu laki-laki yang ingin
memeluknya
DO :
- Pasien pernah dirawat sebelumnya
namun kurang berhasil karena putus
obat
- Pasien takut

2. DS : Defisit perawatan diri


- Pasien mengatakan merasa lemah
- Pasien mengatakan lelah untuk
beraktifitas
DO :
- Penampilan kurang Rapi
- Rambut jarang disisir
- Gigi tampak kotor dan bau
- Kuku kaki kotor

3. DS : Isolasi sosial
- Pasien mengatakan sendiri pada
malam hari
- Pasien mengatakan kesepian pada
malam hari
DO :
- Pasien tampak sedih dan murung

Anda mungkin juga menyukai