Anda di halaman 1dari 103

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, salah satu penyebab utama terjadinya sakit diantaranya

penduduk miskin dan lebih dari 97% orang yang tidak merokok tetapi

akibat terpapar asap rokok (Barber et al., 2008). Asap rokok mengandung

bahan kimia berbahaya dan radikal bebas yang berpotensi menimbulkan

infertilitas. Asap rokok mengandung senyawa-senyawa sumber radikal

bebas terbesar yaitu tar, nikotin, karbonmonoksida dan PAH (Polynuclear

Aromatic Hydrogen) (Roychoudhury et al., 2017).

Merokok menimbulkan dua reaksi yaitu reaksi pembakaran dan

reaksi pirolisa. Kedua reaksi tersebut mengakibatkan peningkatan ROS

(Reactive Oxygen Species), yaitu agen pengoksidasi yang sangat reaktif

dari radikal bebas yang dihasilkan oleh asap rokok. ROS menyebabkan

kerusakan pada DNA spermatozoa dan menyebabkan peningkatan

apoptosis spermatozoa sehingga akan terjadi penurunan spermatozoa

(Sitohang et al., 2015).

Terganggunya spermatogenesis di tubulus seminiferous

mengakibatkan akan menurunkan kualitas sperma, sehingga akan

menyebabkan infertile. Sperma yang berkualitas adalah sperma yang

memiliki kondisi normal serta mampu untuk membuahi sel telur atau

ovum. Berkualitas atau tidaknya sperma dapat ditentukan dari beberapa

1
aspek diantaranya adalah jumlah morfologi dan motilitas (Nasution,

1999).

Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil, ketidak mampuan

mempertahankan kehamilan, ketidak mampuan untuk membawa

kehamilan kepada kelahiran hidup. Sebagian disebabkan oleh

spermatogenesis abnormal meliputi jumlah, motilitas dan morfologi

(Setiasih, 2018).

Mekanisme rokok menurunkan infertilitas dengan cara penurunan

kadar testosteron. Hal ini akan mengganggu proses spermatogenesis

karena spermatogenesis berjalan dibawah pengaruh dari testosteron.

Sehingga pada tahap pematangan spermatid menjadi spermatozoa matur,

dapat terjadi gangguan yang dapat mempengaruhi morfologi normal

(Apriora et al.,2015).

Spermatogenesis adalah suatu rangkaian perkembangan sel

spermatogenia dari epitel tubulus seminiferous yang mengadakan

proliferasi dan selanjutnya berubah menjadi spermatozoa. Proses

spermatogenesis pada dasarnya adalah sama dengan mamalia lainnya.

Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus sel spermatogenesis ditubuli

seminiferi pada mencit sampai dilepaskannya spermatozoa kedalam

lumen tubuli seminiferi adalah berkisar 35,5 hari atau lebih kurang 5

minggu (Rugh, 1967).

Antioksidan merupakan suatu zat yang mampu menghambat atau

mencegah kerusakan sel akibat reaksi oksidasi. Sifat ini akan melindungi

2
sel spermatozoa dari kerusakan akibat serangan radikal bebas (Khaira,

2010).

Flavonoid telah terbukti memiliki khasiat karsinogenik, antisclerotic,

antiallergenic properties, dan aktivitas antioksidannya beberapa puluh kali

lebih besar dari α-tocopherol, vitamin C, dan β-carotene ataupun senyawa

lainnya. Keunggulan dari tanaman teh dibandingkan dengan bahan

lainnya adalah mudah didapat, lebih ekonomis, dan memiliki rasa yang

enak (Khan et al., 20017).

Argawal et al (2017) dan Khan (2017) menyebutkan bahwa

pemberian ekstrak Daun Teh dapat memperbaiki kualitas maupun

kuantitas spermatozoa. Teh hijau merupakan minuman olahan dari Daun

Teh yang diolah tanpa melalui proses fermentasi. Salah satu penelitian

mengatakan bahwa pemberian ekstrak teh hijau dapat menetralisir ROS

dan mencegah kerusakan DNA yang disebabkan oleh ROS (Chandra et

al., 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya, teh hijau memiliki

kandungan antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya

seperti teh hitam, teh olong dan teh putih (Siburian et al., 2015). Hasil

penelitian yang dilakukan Diyah Arum Setiasih (2018) menyatakan

ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dapat meningkatkan

jumlah spermatozoa mencit jantan (Mus musculus L.) yang diberi paparan

asap rokok dengan dosis efektif berturut-turut adalah dosis II (2,5%),

dosis III (5%) dan dosis 1 (1,25%)

3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian “Uji

Efektivitas Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia Sinensis L.)

Terhadap Kualitas Spermatozoa Pada Mencit Putih Jantan Yang

Diberi Paparan Asap Rokok” dengan konsentrasi 1,25%. 2,5%, dan

5%.

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada :

1) Pengujian efektivitas suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) terhadap kualitas spermatozoa pada mencit putih

jantan (Mus musculus) yang diberi paparan asap rokok dengan

konsentrasi dosis 1,25%, 2,5%, 5%

2) Ekstraksi Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dilakukan

dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%.

3) Evaluasi suspensi yang dilakukan dengan meliputi uji

organoleptis, uji homogenitas, uji pH, viskositas, sedimentasi.

4) Uji stabilitas menggunakan metode cycling test suhu 4oC dan

40oC selama 6 siklus (12 hari).

5) Standar kualitas spermatozoa dilihat dari konsentrasi, motilitas,

viabilitas dan abnormalitas spermatozoa mencit putih jantan.

4
1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah diatas maka dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut :

1) Menguji efektivitas suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) terhadap kualitas spermatozoa pada mencit putih

jantan (Mus musculus) yang diberi paparan asap rokok.

2) Pada konsentrasi tertentu suspensi ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) efektif terhadap kualitas spermatozoa

mencit putih jantan (Mus musculus).

3) Untuk mengetahui apakah suspensi ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) memenuhi syarat dan stabilitas selama

penyimpanan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas,maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1) Apakah pemberian suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) efektif terhadap kualitas spermatozoa pada mencit

putih jantan (Mus musculus) yang diberi paparan asap rokok ?

2) Pada konsentrasi berapakah pemberian suspensi ekstrak Daun Teh

Hijau (Camellia sinensis L.) memiliki efektivitas terhadap kualitas

spermatozoa pada mencit putih jantan (Mus musculus) yang diberi

paparan asap rokok ?

5
3) Apakah suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

memenuhi syarat dan stabilitas selama penyimpanan ?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui efektivitas pemberian suspensi ekstrak Daun

Teh Hijau (Camellia sinensis L.) terhadap kualitas spermatozoa

pada mencit putih jantan (Mus musculus) yang diberi paparan asap

rokok.

2) Untuk mengetahui pada konsentrasi berapakah pemberian

suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) memiliki

efektivitas terhadap kualitas spermatozoa pada mencit putih jantan

(Mus musculus) yang diberi paparan asap rokok.

3) Untuk mengetahui apakah suspensi ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) memenuhi syarat dan stabilitas selama

penyimpanan.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Bagi Penulis

Sebagai pengaplikasian dari ilmu yang diperoleh selama

menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon.

6
1.6.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan referensi mengenai bahan alam yang

berkhasiat terhadap kualitas spermatozoa dari tanaman. Selain itu

dapat juga dijadikan sebagai rujukan untuk diadakannya penelitian

ulang maupun penelitan lebih jauh mengenai hal ini dikemudian

hari.

1.6.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Memberi informasi kepada masyarakat luas tentang efek

samping yang dapat ditimbulkan bila terpapar radikal bebas (asap

rokok) terhadap kualitas sperma.

Memberi informasi bahwa antioksidan yang terdapat pada teh

hijau mampu menghalangi pengaruh negatif yang ditimbulkan

radikal bebas (asap rokok) terhadap kualitas sperma.

7
1.7 Tempat dan Waktu

1.7.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sekolah Tinggi

Farmasi YPIB Cirebon.

1.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada :

Bulan

Rencana Ags Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei

2019 2019 2019 2019 2019 2020 2020 2020 2020 2020

Pengajuan

Judul

Pembuatan

Proposal

Seminar

Proposal

Pelaksanaan

Penelitian

Penyusunan

Akhir

Sidang

Skripsi

8
1.8 Hipotesis

Ho : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) di duga

tidak memiliki efektivitas terhadap kualitas spermatozoa pada

mencit putih jantan (Mus musculus) yang diberi paparan asap

rokok.

Hi : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) di duga

memiliki efektivitas terhadap kualitas spermatozoa pada mencit

putih jantan (Mus musculus) yang diberi paparan asap rokok.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Daun Teh Hijau ( Camellia sinensis L.)

Gambar tanaman Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dapat dilihat

pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar 2.1 Daun Teh Hijau ( Camellia sinensis L.)

(Thohari, 2018)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Guttiferales

Famili : Camelliaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis L.

(Tuminah, 2007)

10
2.1.2 Nama Daerah

Sunda : Enteh

China : Pu erh cha

Perancis : Tehler

Jerman : Teestrauch

Itali : Te

Portugis : Cha da india

Inggris : Tea

Melayu : Pokok teh

(Yuniarti, 2008; Hariana, 2007)

2.1.3 Deskripsi

Tanaman teh berbentuk pohon kecil karena pemangkasan maka

tampak perdu. Bila tidak dipangkas akan tumbuh kecil ramping

dengan tinggi 5-10 meter. Secara detail dibahas satu persatu bagian

tanaman teh sebagai berikut (Arisandi dan Andriani, 2006) :

2.1.4 Morfologi Tanaman Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

1) Daun

Daun tunggal bertangkai pendek, letak berseling, helai

daun kaku seperti kulit tipis bentuk elips memanjang, ujung

dan pangkal runcing tapi bergerigi halus, petualangan

menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm,warna hijau dan

permukaan mengkilap.

11
2) Batang

Berkayu, tegak, bercabang-cabang, ujung ranting

berambut halus.

3) Akar

Tunggang, berwarna coklat tua.

4) Bunga

Bunga muncul di ketiak daun, tunggal atau beberapa,

bunga bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah

3-4 cm, berwarna putih cerah dengan kepala sari berwarna

kuning dan harum.

5) Buah

Buah berbentuk kotak berdinding tebal, bila telah tua

akan pecah menurut ruangnya. Ketika masih muda berwarna

hijau dan setelah tua berubah menjadi berwarna coklat

kehitaman. Bijinya keras.

6) Syarat Tumbuh dan Ekologi

a) Ketinggian tempat

Teh (Camellia sinensis L.) akan tumbuh baik pada

ketinggian 400 m sampai 1.200 m diatas permukaan

laut.

b) Curah hujan

Teh (Camellia sinensis L.) sekitar 2.500 mm/tahun.

12
c) Suhu

Daerah penanaman sebaiknya bersuhu rata-rata 13-

25oC.

d) Kelembaban

Kelembaban yang diinginkan kurang dari 70%.

e) Sinar matahari

Membutuhkan sinar matahari cerah.

f) Tanah

Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) menyukai

jenis tanah yaitu latosol dan andosol, dengan pH tanah

berkisar 4-6.

g) Bagian tanaman yang digunakan

Ekstrak teh didapat dengan mengekstrak pucuk

Daun Teh segar atau teh yang sudah jadi. Dipilihnya

pucuk teh segar sebagai bahan ekstrak, selain dapat

lebih menekan biaya produksi (menghemat) daripada

dengan menggunakan teh hijau yang sudah jadi,

jumlah katekinnya pun lebih tinggi. Daun Teh segar

hasil petikan harus segera diproses atau diinaktifkan

enzim fenolasenya dengan proses pemanasan,

sehingga komponen bioaktif yang diinginkan tidak

rusak (Hartoyo, 2003).

13
2.1.5 Kandungan kimia dan kegunaannya

Bahan-bahan kimia dalam Daun Teh dapat digolongkan menjadi

empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol,

substansi penyebab aroma, dan enzim. Substansi fenol terdiri dari

katekin (polifenol) dan flavanol. Substansi bukan fenol terdiri dari

karbohidrat, pektin, alkaloid, klorofil dan zat warna lain, asam-asam

amino, resin, vitamin, dan mineral. Aroma teh digolongkan menjadi

empat kelompok, yaitu fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, dan

fraksi beebas karbonil. Enzim-enzim yang terdapat dalam teh

diantaranya adalah enzim invertase, amilase, ß-glukosidase,

oximetilase, protease, dan peroksidase (Syah, 2006).

Zat bioaktif yang ada dalam teh, terutama merupakan flavonoid.

Flavonoid yang secara luas tersebar dalam berbagai tanaman ini,

berdasarkan struktur dan konformasi ring C molekul dasarnya, dan

dapat digolongkan menjadi 6 kelas, yaitu flavone, flavanone,

isoflavone, flavonol, flavanol, dan antocyanin. Adapun flavonoid

yang ditemukan pada teh terutama flavanol dan flavonol (Hartoyo,

2003).

Katekin (polifenol) pada teh/ pucuk segar di Indonesia berkisar

antara 7.02-14.6% dari berat kering. Katekin utama dalam Daun

Teh segar atau teh hijau adalah epigalokatekin galat (EGCG),

epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), epikatekin (EC).

14
Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan,

antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, memperlancar sekresi air

seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Syah, 2006).

Katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas

flavanol. Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta

membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh (Hartoyo, 2003).

Flavonol utama di dalam Daun Teh adalah quercetin, kaemferol,

dan myricetin. Ketiganya mencapai 2-3% ekstrak teh yang larut

dalam air. Flavonol biasanya muncul dalam bentuk glikosida.

Quercetin merupakan senyawa flavonoid dari kelompok flavonol.

Flavonol quersetin, mirycetin, robinitin, dan gossipetin memiliki

sifat antioksidan (Syah, 2006). Selain itu menurut sumber yang

lain, selain zat-zat yang telah disebutkan diatas teh juga

mengandung tanin (Cushnie T. P. dan Lamb Andrew J., 2007), dan

juga mengandung kafein 2-3%, xantin, adenin dan minyak atsiri

(Hariana, 2007).

Quercetin mempunyai daya antibakteri dengan cara kerja

menghambat DNA gyrase. Dan epigallocatechin gallate dengan cara

menghambat fungsi selaput sitoplasma (Cushnie T. P. dan Lamb

Andrew J., 2007). Poliphenol mempunyai daya antibakteri dengan

cara menghambat aktivitas glucosyltransferase (Miller Hamilton,

1995).

15
2.1.6 Antioksidan Teh

Antioksidan adalah senyawa yang dapa menghambat proses

reaksi oksidasi, dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul

yang sangat reaktif. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan

satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga

aktifitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat (Winarsi, 2007).

Antioksidan dapat dikelompokan menjadi dua bagan, yaitu :

1) Antioksidan Primer atau Antioksidan alami merupakan

antioksidan hasil ekstraksi bahan alami yang banyak terdapat

dalam tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan

(Winarsi, 2007). Antioksidan alami umumnya memiliki

derajat toksisitas yang rendah sehingga sangat

menguntungkan (Cahyadi, 2006). Secara umum antioksidan

ini dikelompokan menjadi 2, yaitu :

a) Antioksidan enzimatik, antioksidan yang dapat

dibentuk dalam tubuh, seperti superoksida dismutase

(SOD), glutation peroksida, katalase, dan glutation

reduktase.

b) Antioksidan non enzimatik, yang berupa mikronitrien

masih dibagi menjadi 2 kelompok lagi yaitu

antioksidan larut lemak (tokoferol, karetonoid,

flavonoid, quinon, dan bilirium) dan antioksidan larut

16
air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam,

dan protein pengikat logam (Hariyatmi, 2004).

2) Antioksidan Sekunder atau sintetik merupakan antioksidan

yang dibuat melalui sintetis secara kimia. Beberapa contoh

senyawa antioksidan sintetik yaitu : Butylated hydroxyl

anisole (BHA), Butylated hydroxyrotoluene (BHT), Propyl

gallate (PG), dan metal chelating (EDTA), Tertiary butyl

hydroquinone (TBHQ), Nordihydro guaretic acid (NGDA).

Sebagai sumber antioksidan, Teh dapat dikelompokan dalam 2

golongan, yaitu Teh herbal dan non herbal. Teh non herbal

dikelompokkan lagi menjadi 3 golongan, yaitu Teh hitam, Teh hijau,

dan Teh olong. Ketiga jenis Teh ini mengandung polifenol yang

berpotensi sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari

serangan radikal bebas. Potensi antioksidan Teh disebutkan lebih

kuat dibandingkan dengan antioksidan dalam sayuran dan buah-

buahan.

Teh herbal tidak berasal dari Daun Teh. Teh herbal merupakan

hasil pengolahan dari bunga berry, kulit, biji, daun, dan akar berbagai

tanaman. Teh herbal detoksikan dibuat dari Teh special yang

merupakan campuran herbal yang memiliki sifat detoksifikasi dan

cleansing.

17
Secara umumm, Teh kaya akan antioksidan polifenol seperti

katekin, flavonoid, teaflavin, dan tearubigin. Senyawa antioksidan ini

dipercaya sebagai komponen aktif yang memberikan manfaat bagi

kesehatan. Antioksidan ini dapat memperbaiki kerusakan sel dan

dinding pembuluh darah akibat radikal (Winarsi, 2007).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat, tetapi

belum mengalami pengolahan apapun atau lebih diolah secara sederhana,

berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia adalah bahan alam yang

digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapapun

juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia tidak boleh mengandung organisme pathogen dan harus bebas

dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain maupun

kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang dari bau dan

warnanya, atau menunjukan kerusakan. (Depkes RI, 1995)

2.2.1 Penggolongan Simplisia

Berdasarkan asalnya simplisia digolongkan menjadi tiga yaitu :

1) Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman

utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman

adalah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang

dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang

18
dipisahkan dari tanamannya tertentu yang masih belum

berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1995).

2) Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh,

bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih

belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1995).

3) Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia mineral adalah simplisia berupa bahan pelicin

atau mineral yang berasal dari bumi baik telah diolah atau

belum dengan cara yang sederhana tidak berupa zat kimia

murni (Depkes RI, 1995).

2.2.2 Proses Pembuatan Simplisia

Proses pembuatan simplisia adalah :

1) Pengumpulan Bahan

Pengumpulan bahan baku atau panen harus

memperhatikan beberapa hal yaitu, umur tanaman, bagian

tanaman sesuai dengan tujuan pemakaian, dan waktu panen

musiman. Tujuannya adalah agar bahan yang kita kumpulkan

benar-benar berkualitas, dalam arti kandungan senyawa

aktifnya dalam kadar yang optimal pada saat dipanen

(Arumsari dan Hermawati, 2014).

19
2) Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengan cara

memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya yang ikut saat

pengumpulan, dilakukan pula pemilihan bahan berdasarkan

ukuran panjang, lebar, besar, ataupun kecil (Arumsari dan

Hermawati, 2014).

3) Pencucian

Pencucian berfungsi untuk menurunkan jumlah mikroba

yang menyebabkan pembusukan dan membuat penampilan

fisik simplisia lebih bersih, digunakan air yang mengalir

untuk mencuci dan sumber air yang memenuhi syarat

kesehatan. (Arumsari dan Hermawati, 2014)

4) Perajangan

Beberapa jenis bahan baku simplisia sering kali harus

diubah bentuk lain, misalnya irisan, potongan, dan

serutan.Untuk memudahkan kegiatan pengeringan,

pengemasan, penggilingan, dan penyimpanan serta

pengolahan selanjutya (Arumsari dan Hermawati, 2014).

5) Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air

dengan demikian dapat dicegah terjadinya reaksi enzimatik

atau petumbuhan atau perkembangan bakteri. Pengeringan

bagian-bagian tanaman yang telah dipanen dan dibersihkan

20
dapat dilakukan secara langsung dibawah sinar matahari, atau

diangin-anginkan ditempat yang teduh ataupun dipanaskan

pada suhu tertentu dalam ruang pengeringan atau oven

(Arumsari dan Hermawati, 2014).

6) Sortasi Kering

Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda

asing dan pengotor lain yang masih ada setelah proses

pengeringan. Kegiatan sortasi kering dilakukan untuk lebih

menjamin simplisia benar-benar bebas dari bahan asing

(Arumsari dan Hermawati, 2014).

7) Pengemasan dan Penyimpanan

Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan

pada simplisia. Untuk itu dipilih wadah yang bersifat tidak

beracun dan tidak bereaksi dengan isinya sehingga tidak

menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan warna,

bau, rasa, dan sebagainya pada simplisia. Penyimpanan

simplisia kering biasanya dilakukan pada suhu kamar 15-

30oC. (Arumsari dan Hermawati, 2014)

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstrasi adalah penyarian senyawa-senyawa yang terdapat di

dalam tanaman yang digunakan cairan penyari yang sesuai dengan

21
cara yang tepat. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan komponen

yang berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang

sesuai. Prinsip kelarutan yaitu polar melarutkan yang polar, pelarut

semi polar melarutkan senyawa semipolar, pelarut non polar

melarutkan senyawa non polar. Sediaan yang diperoleh dari hasil

ekstraksi dinamakan ekstraksi, sedangkan pelarutnya disebut

penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas

(Harborne, 1998).

Penggolongan ekstrak berdasarkan sifat :

1) Ekstrak encer

Sediaan ini mempunyai konsistensi seperti madu.

2) Ekstrak kental

Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat dituang,

kandungan air sekitar 30%.

3) Ekstrak kering

Sediaan ini mempunyai konsentrasi kering dan mudah

digosongkan, kandungan air tidak lebih dari 5% (Voight,

1994).

2.3.2 Macam-Macam Ekstraksi Cara Dingin

Penyarian dengan cara dingin adalah penyarian yang tidak

memerlukan pemanasan baik secara diatas api langsung, melainkan

hanya melarutkan zat aktif didalam cairan penyari cocok, yang

termasuk penyarian cara dingin yaitu :

22
1) Maserasi

Istilah maseration berasal dari bahasa latin macerate,

yang artinya “merendam” merupakan proses paling tepat

dimana obat atau bahan yang sudah halus memungkinkan

untuk direndam dalam menstrum sampai meresap dan

melunakkan susunan sel,sehingga zat-zat yang mudah larut

akan melarut. Maserasi biasanya dilakukan pada temperature

15-20oC (Ansel, 2013).

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10

bagian simplisia deerajat halus yang cocok dimasukkan

kedalam bejana dengan benar, kemudian diulang dengan 75

bagian cairan penyari, lalu ampas ditambah cairan penyari

secukupnya diaduk dan disertai sehingga diperoleh sari

sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, biarkan ditempat sejuk

yang terlindungi dari cahaya selama dua hari, kemudian

endapan dipisahkan (Depkes RI, 1979).

A. Langkah Kerja Maserasi

Sesuai dengan derajat kehalusannya simplisia

dimasukkan kedalam wadah tertutup atau mulut

bermulut lebar bersama cairan penyari, yang

jumlahnya biasanya dilebihkan dari maserat yang

diminta selama waktu yang ditetapkan, dengan sering-

23
sering diaduk, kemudian disaring (Syamsuni, 2012).

Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan sebagai

berikut :

a. Sepuluh bagian simplisia atau campuran

simplisia dengan derajat halus yang cocok

dimasukkan kedalam sebuah bejana.

b. Lalu dituangi 75 bagian cairan penyari.

c. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung

dari cahaya sambil sering diaduk.

d. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai,

diperas, dicuci ampasnya dengan cairan

penyari secukupnya hingga diperoleh 100

bagian.

e. Kemudian maserat dipindahkan kedalam suatu

bejana tertutup dan dibiarkan ditempat sejuk,

terlindung dari cahaya selama 2 hari.

f. Maserat disaring, lalu maserat disuling atau

diuapkan pada tekanan rendah pada suhu tidak

lebih dari 50oC hingga konsentrasi yang

dikehendaki.

B. Pelarut yang Digunakan Dalam Maserasi

Pelarut yang digunakan dalam maserasi adalah

etanol, air etanol, atau eter. Namun pilihan utama

24
untuk pelarut maserasi adalah air, karena air memiliki

beberapa keuntungan yaitu murah dan murah

diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan tidak

mudah terbakar, tidak beracun (aman), alamiah tetapi

kekurangannya yaitu tidak selektif, sari dapat

ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak, dan

untuk pengeringan dibutuhkan waktu yang lama. Air

merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang,

khamir, karena itu pada proses ekstraksi harus

ditambahkan pengawet (Depkes RI, 1979).

C. Keuntungan dan Kerugian Metode Maserasi

Keuntungan metode maserasi :

a. Peralatan yang digunakan sederhana

b. Teknik pengerjaan lebih sederhana dan mudah

dilakukan

c. Biaya operasionalnya relative mudah

dilakukan

d. Proses ekstraksi lebih hemat penyari

e. Dapat digunakan untuk menyari senyawa yang

bersifat termolabil karena maserasi dilakukan

tanpa pemanasan (Marjoni, 2016).

25
Kerugian metode maserasi :

a. Memerlukan waktu yang lama

b. Proses penyarian tidak sempurna, karena zat

aktifnya hanya mampu terekstraksi 50%

c. Beberapa senyawa sulit diekstraksi pada suhu

kamar

d. Penggunaan pelarut air memerlukan bahan

tambahan seperti pengawet pada awal

ekstraksi untuk mencegah pertumbuhan

bakteri dari kapang (Marjoni, 2016).

2) Perkolasi

Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per artinya

”melalui” dan colare artinya “merembes”, secara umum dapat

dinyatakan sebagai proses dimana sampel yang sudah halus,

zat yang larutnya diekstraksi dalam pelarut yang cocok

dengan cara melewatkan perlahan-lahan dalam suatu kolom/.

Sampel dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus yang

disebut percolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan

disebut perkolat (Ansel, 2013).

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan

dengan cara mengalirkan cairan penyari melalui serbuk

simplisia dalam percolator, yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah

26
melalui serbuk simplisia tersebut. Cairan penyari melarutkan

zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh

(Depkes RI, 1979).

2.3.3 Macam-Macam Ekstraksi Cara Panas

Penyarian dengan cara panas adalah penyarian yang

memerlukan pemanasan diatas api langsung ataupun tidak langsung,

yang termasuk penyarian dengan cara panas yaitu :

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut dengan

temperature titik didihnya selama waktu dan jumlah pelarut

terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik.

Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama

sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

2) Soxletasi

Soklet adalah jenis metode yang tidak berbeda jauh dari

metode refluks, hanya pelaksanaannya menggunakan alat

khusus yang bernama ekstraktor soxhlet. Caranya adalah

memulai dengan merendam simplisia didalam pelarut dan

pemanasan sendiri dilakukan pada suhu tertentu, pelarut akan

mengalami penguapan, sebagian uap dari pelarut akan masuk

kembali dan tercampur dengan simplisia sedangkan sebagai

27
uapnya menguap seperti biasa (Arumsari dan Hermawati,

2014).

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

continue) pada temperature yang lebih tinggi dari temperature

ruangan atau kamar (Syamsuni, A.H, 2012).

4) Infusa

Infusa adalah suatu cara mengekstraksi simplisia nabati

dengan pelarut air dengan temperature penangas air mendidih,

temperature terukur (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20

menit) dimana pembuatannya menghasilkan sediaan cair yang

disebut infusa (Syamsuni, A.H, 2012).

5) Decocta

Dekok adalah infusa yang lebih lama kurang lebih 30

menit dan temperatur sampai titik didih air (Syamsuni, A.H,

2012).

2.3.4 Macam-Macam Cairan Pelarut

1) Air

Pada suhu kamar, air adalah pelarut yang baik untuk

berbagai zat, misalnya garam alkaloid, glukosida, sakarida,

asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam mineral.

Air hangat atau mendidih mempercepat atau memperbanyak

kelarutan zat (Syamsuni, A.H, 2012).

28
2) Etanol

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, tidak

sebanyak air. Umumnya baik untuk alkaloid, glukosida,

damar-damar, dan minyak atsiri tetapi tidak untuk gom, gula,

dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzim-enzim tidak

bekerja serta menghalangi pertumbuhan jamur dan sebagian

bakteri (Syamsuni, A.H, 2012).

3) Glycerium

Terutama dipergunakan sebagai cairan tambahan pada

cairan hidroalkoholik untuk penarikan simplisia mengandung

zat-zat samak. Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin

dan hasil-hasil oksidasinya. Jenis gom dan albumin juga larut

dalam gliserin (Syamsuni, A.H, 2012).

4) Eter

Kebanyakan zat dalam simplisia tidak larut dalam cairan

ini, tetapi beberapa zat mempunyai kelarutan yang baik

misalnya alkaloid basa, lemak-lemak damar dan minyak-

minyak atsiri. (Syamsuni, A.H, 2012)

5) Solvent Hexane

Cairan iniadalah salah satu hasil dari penyulingan minyak

tanah kasar, merupakan pelarut yang baik untuk lemak-lemak

dan minyak-minyak, biasanya dipergunakan hanya untuk

29
simplisia yang mengandung lemak-lemak yang digunakan

sebelum simplisia dibuat galeniknya (Syamsuni, A.H, 2012).

6) Aseton

Merupakan pelarut yang baik untuk berbagai

lemak,minyak dan dammar, baunya kurang enak dan sukar

hilang dari sediaan (Syamsuni, A.H, 2012).

7) Kloroform

Tidak digunakan untuk sediaan dalam karena memiliki

efek farmakologi merupakan pelarut yang baik untuk alkaloid

basa, dammar, minyak lemak, dan minyak atsiri (Syamsuni,

A.H, 2012).

2.4 Suspensi

2.4.1 Pengertian Suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak

larut dalam bentuk halus yang terdispersi kedalam fase cair

(Syamsuni, A.H, 2006).

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat

dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan

pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat

mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera

terdipersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk

menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh

30
terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Suspensi

obat suntik harus mudah disuntikkan dan tidak boleh menyumbat

jarum suntik. Suspensi obat mata harus steril, zat yang terdispersi

harus sangat halus. Jika disimpan wadah dosis ganda, harus

mengandung bakterisida. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik,

ditempat sejuk. Penandaan pada etiket harus juga tertera “kocok

dahulu” catatan suspensi yang dibuat segar dengan mencampurkan

bahan padat dengan cairan pembawa sebelum digunakan, harus

memenuhi syarat diatas (Depkes RI, 1979).

2.4.2 Macam-Macam Suspensi

1) Suspensi Oral

Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung

partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase

cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditunjukan

untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket

sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini.

Beberapa suspensi dapat langsung digunakan sedangkan yang

lain berupa campuran padat dalam bentuk halus yang harus di

konititusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai,

segera sebelum digunakan. Sediaan ini disebut “untuk

suspensi oral “ (Syamsuni, 2012).

31
2) Suspensi Topikal

Suspensi topical adalah sediaan cair yang mengandung

partikel padat bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa

cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Lotion

eksternal harus mudah menyebar didaerah pemakaian, dan

cepat kering membentuk lapisan film peelindung. Beberapa

suspensi yang diberi etiket sebagai “lotio” termasuk kedalam

golongan ini (Syamsuni, 2012).

3) Suspensi Tetes Telinga

Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung

partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada

telinga bagian luar (Syamsuni, 2012).

4) Suspensi Oftalmik (obat mata)

Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang

mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan

pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi

harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan

iritasi dan atau goresan pada kornea. Suspensi obat mata tidak

boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau

penggumpalan (Syamsuni, 2012).

5) Suspensi Injeksi

Suspensi injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi

serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh

32
menyumbat jarum suntiknya (srynge ability) serta tidak

disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spiral.

(Syamsuni, 2012)

6) Suspensi Injeksi Terkonstitusi

Suspensi injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering

dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk

larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi

steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai

(Syamsuni, 2012).

2.4.3 Bahan Pensuspensi

Bahan alam dari jenis gom sering dsebut gom atau hidrokoloid.

Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga

campuran tersebut membentuk mucilage atau lender. Dengan

terbentuknya mucilago, viskositas cairan tersebut bertambah dan

akan menamba stabilitas suspensi. Kekentalan mucilage sangat

dipengaruhi panas, pH, dan proses fermentasi bakteri (Syamsuni,

2012).

1) Golongan Gom meliputi :

a) Akasia (Pulvis Gummi Arabic)

Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman Acasia

sp dapat larut dalam air, tidak larut dalam alcohol dan

bersifat asam.Viskositas optimum dari mucilage

adalah antara pH 5-9 (Syamsuni, 2012).

33
b) Chondrus

Diperoleh dari tanaman Chondrus crispus atau

Gigantina mamilosa, dapat larut dalam air, tidak larut

dalam alcohol dan bersifat basa (Syamsuni, 2012).

c) Tragakan

Merupakan eksudat dari tanaman Astragalus

gummifera. Tragakan sangat lambat mengalami

hidrasi, sehingga untuk mempercepat hidrasinya

biasanya dilakukan pemanasan (Syamsuni, 2012).

d) Algin

Diperoleh dari beberapa species ganggang laut.

Diperdagangkan terdapat dalam bentuk garamnya,

yaitu natrium algina. Algin merupakan senyawa

organic yang mudah mengalami fermentasi sehingga

suspensi dengan align memerlukan pengawet

(Syamsuni, 2012).

2) Bahan Pensuspensi Alam bukan Gom

Suspending agent alam yang bukan gom adalah tanah liat.

Tanah liat yang sering dipergunakan untuk menambah

stabilitas suspensi ada 3 yaitu ; bentonit, hectorite dan

veegum (Syamsuni, 2012).

Bahan pensuspensi sintetis diantaranya adalah sebagai berikut

34
a) Derivat Selulosa

Termasuk kedalam golongan ini adalah metil

selulosa (Methosol, tylose). Karboksimetilselulosa

(CMC), hidroksi metil selulosa. Golongan ini tidak

diabsorpsi oleh usus halus dan tidak beracun sehingga

banyak dipakai dalam produksi makanan.Dalam

farmasi selin untuk bahan pensuspensi juga digunakan

sebagai bahan penghancur atau disintegrator dalam

pembuatan tablet (Syamsuni, 2012).

b) Golongan Organic Primer

Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah

carbophol 934 (nama suatu pabrik). Berupa serbuk

putih, bereaksi asam, sedikit larut dalam air, tidak

beracun dan tidak mengiritasi kulit, serta sedikit

pemakaiannya sehingga bahan tersebut banyak

digunaan sebagai bahan pensuspensi (Syamsuni,

2012).

2.4.4 Cara Pembuatan Suspensi

Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut :

1) Metode Dispersi

Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk

bahan obat kedalam mucilage yang telah terbentuk kemudian

diencerkan dengan air. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang

35
terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk kedalam

pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau

kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah

termasuki udara sehingga sukar dibasahi tergantung pada

besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium.

Jika sudut kontak +- 90oC serbuk akan mengembang diatas

cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob.

Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat

padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah

atau wetting agent (Syamsuni, 2012).

2) Metode Praesipitasi

Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dulu kedalam

pelarut organic yang hendakdicampur dengan air. Sebab laut

dalam pelarut organic, larutan ini kemudian diencerkan

dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi

endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi

(Syamsuni, 2012).

2.4.5 Sistem Pembentukan Suspensi

1) Sistem Flokulasi

Dalam system flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah,

cepat, mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake

dan mudah tersuspensi kembali.

a) Partikel merupakan agregat yang bebas.

36
b) Sedimentasi terjadi cepat.

c) Sedimentasi terbentuk cepat.

d) Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat

dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

e) Wujud suspensi kurang bagus sebab sedimentasi

terjadi cepat dan diatasnya terjadid daerah cairan yang

jernih dan nyata (Syamsuni, 2012).

2) Sistem Deflokulasi

Sistem deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya

membentuk sedimen, akan terjadi agregasi, dan akhirnya

terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.

a) Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan

yang lainnya.

b) Sedimentasi yang terjadi lambat, masing-masing

partikel mengendap terpisah dan partikel berada dalam

ukuran paling kecil.

c) Sedimen terbentuk lambat

d) Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras

dan sukar terdispersi kembali.

e) Wujud suspensi bagus karena zat tersuspensi dalam

waktu relative lama. Terlihat bahwa ada endapan dan

cairan atas berkabut (Syamsuni, 2012).

37
2.4.6 Stabilitas Suspensi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatn

suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta

menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu

tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi (Syamsuni, 2012).

Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah

sebagai berikut :

1) Ukuran Partikel

Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas

penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas cairan

Vokumase itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan

merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampang,

sedangkan antara luas antaraluas penampang dengan daya

tekan keatas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil

ukuran volume partikel semakin luas penampang partikel,

daya tekan keatas cairan akan semakin besar, akibatnya

memperlambat gerakan partikel untuk mengendap sehingga

untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan

dengan memperkecil ukuran partikel.

2) Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan

aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan

alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan

38
aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan

turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian,

dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun partikel

yang dikandung akan diperlambat. Perlu diingat bahwa

kekentalan vokumase tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan

mudah dikocok dan dituang. Hal ini dibuktikan dengan

vokum stokes.

𝑣 = 𝑑 2 (𝑝 − 𝑝𝑜 )𝑔
𝑛

Keterangan :

v = Kecepatan aliran

d = Diameter partikel

p = Bobot jenis partikel

𝑝0 = Bobot jenis cairan

n = Viskositas cairan

3) Jumlah Partikel

Jika dalam suatu ruangan terdapat partikl dalam jumlah

besar, maka partikel akan sulit melakukan gerakan bebas

karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut, oleh

karena itu semakin besar konsentrasi partikel, makin besar

kemungkinan terjadi endapan partikel dalam waktu yang

singkat.

39
4) Sifat atau Muatan Partikel

Suatu suspensi terdiri dari atas beberapa macam

campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan

demikian, ada kemungkinan terjadi interaksi antara bahan

yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan

tersebut sudah merupakan sifat alam, maka tidak dapat

dipengaruhi. Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan

sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami

agregasi dan tetap terdistribusi merata. Jika partikel

mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali

dengan pengocokan ringan. Partikel mengendap ada

kemungkinan dapat saling melekat oles suatu kekuatan untuk

membentuk agregasi selanjutnya membentuk compacted

cake, peristiwa itu disebut “caking” (Syamsuni, 2012).

2.5 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan adalah mengidentifikasi suatu sediaan obat yang

telah dibuat. Evaluasi sediaan bertujuan untuk mengetahui apakah

sediaan yang dibuat memenuhi syarat atau tidak (Anvisa, 2005).

Dimana beberapa uji yang dapat dillakukan adalah sebagai berikut :

1) Uji Organoleptis

Pengujian ini meliputi pemeriksaan terhadap penampilan,

warna, bau dan rasa sediaan yang dibuat (Anvisa, 2005).

40
2) Uji Homogenitas

Sediaan yang dibuat diperiksa homogenitasnya dengan

cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca

transparan. Sediaan harus menunjukan susunan yang

homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Anvisa,

2005).

3) Uji pH

Pengujian ini dilakukan dengan mengukur pH universal

indicator. Celupkan alat pH universal indicator pada sediaan

dan catat hasilnya (Anvisa, 2005).

4) Mengukur massa jenis (p)

Cara menghitung massa jenis adalah dengan cara sebagai

berikut:

a) Timbang pikno kosong (𝑊𝑂 )

b) Timbang pikno berisi cairan (𝑊1 ), hitung berat cairan

dengan rumus:

𝑊2 = 𝑊1 − 𝑊2

c) Hitung massa jenis cairan dengan rumus :

P = 𝑊2 / volume pikno

d) Perhitungan massa jenis untuk sediaan suspensi dan

air sebagai pembanding.

41
5) Uji Viskositas

Cara menghitung viskositas adalah dengan cara sebagai

berikut :

a) Masukkan 10 ml sediaan suspensi kedalam viscometer

Oswald.

b) Ukur waktu yang dibutuhkan cairan dalam melewati 2

garis.

c) Lakukan juga hal yang sama terhadap cairan

pembanding (air).

d) Hitung viskositas sediaan suspensi dengan rumus :

𝑛1 𝑝1. 𝑡1
=
𝑛𝑜 𝑝𝑜 . 𝑡𝑜

6) Uji Sedimentasi

Pemeriksaan sedimentas dilakukan dengan cara

menghitung volume sedimentasi. Volume sedimentasi adalah

perbandingan antara volume sedimentasi akhir (𝑣𝑢 ) terhadap

volume mula-mula suspensi (𝑣𝑜 ) sebelum mengendap

(Anvisa, 2005).

Dimana rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :


𝑉
F = 𝑉𝑈
𝑂

42
2.6 Uji stabilitas

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk

mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang

dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan, dan kemurnian). Dalam

sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Expire date adalah

waktu yang tertera pada kemasan yang menunjukan batas waktu yang

diperbolehkan obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan memenuhi

spesifikasinya. Jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan

kondisi penjualan dipasaran (Ditjen POM, 1985).

Uji stabilitas ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana mutu zat

aktif atau produk obat berubah seiiring waktu, dibawah pengaruh faktor

lingkungan seperti temperature, kelembaban dan cahaya.

Uji stabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode :

1) Uji Cycling Tes

Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi produk selama

proses distribusi dalam kendaraan yang pada umumnya jarang

dilengkapi dengan alat pengontrol suhu (Sanjay, dkk., 2003).

Oleh karena itu, pada uji ini dilakukan pada suhu atau

kelembaban pada interval waktu tertentu sehingga produk

dalam kemasannya akan mengalami stress yang bervariasi

dari pada stress statis. Misalnya dengan menyiapkan sediaan

pada suhu 4oC selama 24 jam, waktu penyimpanan pada dua

suhu yang berbeda tersebut dianggap sebagai satu siklus dan

43
akan dilakukan selama 12 hari. Perlakuan selama 12 hari

tersebut akan menghasilkan stress yang lebih tinggi daripada

menyimpan pada suhu 4oC atau 40oC saja.

Apabila tiga siklus selama proses cycling test tidak terjadi

perubahan yang signifikan, dapat diartikan bahwa produk

stabil selama proses distribusi (Sanjay, dkk., 2003).

2) Uji Stabilitas Jangka Panjang

Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan pada

suhu kamar terkendali (30oC ± 2oC dengan kelembaban

ruangan 75% ± oC), dengan rentan waktu pengujian pada

bulan ke 0, 3, 9, 12, 18, 24, 36, 48, dan 60. Biasanya

pengujian dilakukan sampai bulan ke 36, tetapi apabila masih

memenuhi syarat penguujan harus diteruskan pada bulan ke

60 (Voight, R., 1994).

3) Uji Stabilitas Dipercepat

Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan pada

suhu ekstrem yang terkendali (40oC ± 2oC dengan

kelembaban ruangan 75% ± 5oC). Kecuali untuk obat yang

peka terhadap suhu dilakukan pada suhu ruangan (25oC ±

2oC) dengan kelembaban ruangan (60oC ± 5oC) rentang waktu

pengujian untuk stabilitas dipercepat dilakukan pada bulan ke

0, 1, 2, 3, dan 6. Biasanya pengujian pada bulan ke 6 hanya

untuk senyawa obat baru.

44
2.7 Spermatozoa

2.7.1 Pengertian Spermatozoa

Spermatozoa dibentuk dalam tubuliseminiferi yang berada

didalam testes. Tubulus ini berisi rangkaian sel yang kompleks,

yaitu perkembangan atau pembelahan sel dari germinal sampai

terbentuknya spermatozoa atau gamet jantan. Bentuk spermatozoa

yang sempurna adalah merupakan sel yang memanjang, yang terdiri

dari kepala yang tumpul yang didalamnya terdapat nucleus atau inti,

dan ekor yang mengandung apparatus untuk bergerakan sel. Pada

kepala terdapat akrosom yang memiliki struktur dinding yang

rangkap yang terletak diantara membrane plasma bagian anterior

nucleus, leher menghubungkan kepala dan ekornya (flagella) yang

dibagi lagi menjadi bagian tengah, pokok dan akhir yang bagian-

bagian tersebut mempunyai struktur yang berbeda (Susilawati,

2011).

2.7.2 Morfologi Spermatozoa

Spermatozoa pada masing-masing spesies mempunyai ukuran

yang berbeda-beda akan tetapi bentuknya hampir sama (Susilawati,

2011). Berikut bagian-bagian dari morfologi spermatozoa :

1) Kepala Spermatozoa

Bentuk utama dari kepala spermatozoa adalah oval,

tumpul mengandung nucleus dengan kromatin yang padat

sekali. Kromatin terdiri dari DNA yang kompleks dari protein

45
dasar yang dikenal sebagai protamine sperma. Jumlah

kromosom spermatozoa adalah haploid atau setengah dari sel

somatic, sel yang terjadi selama pembentukanspermatozoa

atau proses spermatogenesis.

2) Akrosom

Bagian anterior akhir dari inti spermatozoa dibungkus

oleh akrosom tipis, lapisan membrane yang menutup ini

terbentuk pada saat proses pembentukan spermatozoa. Pada

akrosom berisi beberapa enzim hidrolitik antara lain

proacrosin, hyaluronidase, esterase dan asam hydrolase yang

dibutuhkan pada proses fertilisasi.

Bagian equator akrosom ini merupakan bagian yang

penting pada spermatozoa, hal ini karena bagian anterior post

akrosom ini yang mengawali penggabungan dengan

membrane oosit pada proses fertilisasi.

Akrosom terdiri (dari apical ridge), Principal dan bagian

equatorial. Membran bagian luar pada bagian apical dan

principal segments disebut dengan akrosom luar. Juga

terdapat hubungan dalam akrosom, yaitu membran dalam dan

membran luar dengan inti dan plasma membrane (Susilawati,

2011) .

46
3) Ekor Spermatozoa

Ekor spermatozoa dibagi menjadi leher, bagian tengah,

pokok dan akhir. Leher menghubungkan potongan bagian

basal plate bagian posterior dan bagian terbawah dari nucleus.

Bagian basal plate pada bagian leher berlanjut sampai akhir,

dengan Sembilan serabut kasar yang mengerat pada seluruh

bagian ekor.

Inti bagian tengah pada ekor bersama dengan seluruh

bagian ekor membentuk aksonema. Aksonema ini terdiri dari

sembilan pasang mikrotubulus yang tersusun disekitar pusat

filament. Pada bagian tengah, susunan mikrotubulusnya

adalah 9+2 yang dikelilingi oleh sembilan serabut kasar padat

yang berhubungan dengan sembilan pasang aksonema.

Aksonema dan fiber yang padat pada bagian tengah,

sekelilingnya dibungkus oleh mitokondria. Pembungkus

mitokondria ini tersusun berupa pilihan yang mengelilingi

serabut longitudinal ekor, mitokondria menghasilkan energy

yang dibutuhkan untuk pergerakan spermatozoa. Pembungkus

mitokondria berakhir pada annulus.

Bagian pokok yang merupakan lanjutan dari annulus dan

memanjang mendekati bagian akhir ekor, terdiri dari

aksonema yang terpusat dan bergabung dengan serabut kasar.

Lapisan fibrous diperkirakan memberikan stabilitas untuk

47
gerakan ekor. Bagian akhir, merupakan batas posterior dari

lapisan fibrous yang hanya berisi aksonema yang dilapisi

membran plasma.

Aksonema bertanggung jawab pada pergerakan

spermatozoa. Sepasang mikrotubulus tersusun dari 9+2,

umumnya dinding ekor melipat seperti gelombang dengan

gerakan menggeser antara sepasang daerah yang berdekatan.

Droplet protoplasmic atau sitoplasmik biasanya tidak

terdapat spermatozoa yang diejakulasikan,tersusun dari residu

sitoplasmik. Meskipun termasuk spermatozoa abnormal yang

diejakulasikan dari berbagai spesies, droplet yang terdapat

didaerah leher, yang diketahui sebagai “Droplet Proximal’,

sedangkan yang dekat annulus disebut “Droplet Distal”

(Susilawati, 2011).

2.7.3 Spermatozoa Normal

Sperma yang normal terbentuk dari kepala, leher bagian lengan,

dan ekor. Kepala sperma terdiri dari inti dan akrosom. Inti

mengandung bahan genetis, sedangkan akrosom mengandung

berbagai enzim lisis antara lain adalah hialurodinase, CPE (Corona

Penetrating Enzim), dan akrosin (Purwaningsih, 1996). Akrosom

berperan dalam melisiskan lender penghalang saluran kelamin

betina dan selaput ovum (Yatim, 1994).

48
Pada sel spermatozoa disajikan dalam gambar 2.2 sebagai

berikut ini :

Gambar 2.2 Sel Spermatozoa

(Anonim,2018)

Bagian leher spermatozoa merupakan bagian yang

menghubungkan antara bagian kepala dan ekor spermatozoa.

Komponen utama terdiri dari berkas-berkas fibril yang melintang

yang disebut sebagai conneting-piece pada bagian komplek ini

merupakan tempat melekatnya axial filament, sedangkan pada

bagian anteriornya merupakan tempat menempelnya nucleous

(Marambi, 2010).

Bagian ekor spermatozoa panjangnya 40-50 mikron, yang

terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian tengah (Middle piece), bagian

utama (Principal piece) dan bagian ujung (End piece) (Yatim,

1994). Komponen utama pada bagian ekor spermatozoa tersusun

atas komplek filament aksial yang terdiri dari aksonema dengan

dikelilingi berkas-berkas fibril kasar. Aksonema terdiri atas

49
sepasang mikrotubulus dan fibril kasar. Aksonema terdiri atas

sepasang mikrotubulus dan fibril kasar outer dense fibers. Outer

dense fibers pada bagian tengahnya diliputi oleh selubung

mitokondria yang merupakan penghasil energi spermatozoa berupa

ATP dan bertindak untuk mengaktifkan flagel sehingga

menimbulkan gerakan spermatozoa (Purwaningsih, 1996).

Gerakan yang terjadi pada spermatozoa melliputi gerakan ekor

mendekat menjauh atau disebut dengan gerakan flagel. Gerakan ini

disebabkan oleh gerakan yang meluncur longitudinal secara ritmis

diabtara tubulus posterior dan anterior yang membentuk aksonema

(Marimbi, 2010).

2.7.4 Spermatozoa Abnormal

Spermatozoa dapat berbentuk lain dari biasanya, hal ini terjadi

pada seseorang fertile maupun infertile. Kelainanspermatozoa

disebabkan karena berbagai macam gangguan dalam

spermatogenesis. Kelainan tersebut dimungkinkan akibat dari

gangguan hormonal, nutrisi, obat, radiasi, dan penyakit (Srivastava

et al., 2006).

Sperma yang abnormal sering akli ditemukan pada penderita

stress oksidatif. Kondisi stress oksidatif dipicu dengan adanya

radikal bebas (peroksidan) yang berlebih dalam tubuh, baisanya

disebakan oleh kondisihormonal dalam tubuh,zat aditif, dan polutan.

50
Sperma yang abnormal tidak bias membuahi sel ovum sehingga

fertilisasi tidak akan pernah terjadi (Purwaningsih, 1996)

Bentuk-bentuk sperma yang abnormal dapat dicirikan dengan

kepala sperma gepeng, kepala sperma besar, kepala sperma kecil,

bagian tengah kecil, bagian tengah besar, kepala dua, ekor pendek,

letak ekor aksial, adanya sitoplasma yang melekat pada sperma, dan

ekor ganda. Perbandingan bentuk spermatozoa normal dan

abnormal dapat disajikan pada gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.3 Perbandingan bentuk spermatozoa normal dan

abnormal

Gambar 2.3 Bentuk spermatozoa yang abnormal

(Anonim,2016)

Abnormal sperma diklasifikasikan menjadi dua kelompok , yaitu

abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas

primer terjadi akibat kelainan-kelainan spermatogenesis di dalam

tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi setelah

sperma meninggalkan tubuli seminiferi, selama perjalanan melalui

51
saluran epididimis, selama ejakulasi, atau dalam manipulasi ejakulat

termasuk dalam proses pengambilan sperma, pendinginan yang

cepat, kontaminasi dengan air, urine, atau antiseptik.

Abnormalitas primer meliputi kepala yang terlampau besar

(macrochepalic), kepala terlampau kecil (microchepalic), kepala

pendek melebar, pipih mempanjang, kepala rangkap, ekor ganda,

bagian tengah yang melipat, membengkok, membesar, ekor yang

melingkar, putus dan membelah (Srivastava dkk., 2006).

Salah satu faktor pemicu terjadinya abnormal pada spermatozoa

adalah stress oksidatif akibat dari radikal bebas yang bersumber dari

dalam maupun luar tubuh. Stess oksidatif merupakan suatu kondisi

yang berhubungan dengan peningkatan kerusakan seluler yang

diinduksi oleh Reaktive Oxygen Species (ROS). Kualitas

spermatozoa dapat menurun disebabkan oleh kerusakan membrane

spermatozoa yang kaya lemak tak jenuh oleh ROS. ROS mampu

meningkatkanjumlah lipid perioksidasi yang akan menyebabkan

hilangnya ATP intraseluler. Hilangnya ATP ini mengakibatkan

kerusakan aksonema (tubulus sentral tidak ada, mikrotubulus luar

berkurangatau tidak ada sama sekali), menurunkan viabilitas dan

menghambat motilitass (Heffiner, 2006).

2.7.5 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa

(sel gamet jantan) yang terjadi hanya ditubuli seminiferi yang

52
terletak di testis. Testis 90% tersusun oleh tubuli seminiferi,

sedangkan yang 10% adalah intertitiel dan jaringan ikat (Susilawati,

2011).

Fakta terbaru yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan modern

menunjukkan, adanya tahapan dalam pematangan sel sperma

sampai akhirnya terbentuk individu baru. Proses pematangan sel

sperma sendiri di dalamnya harus melalui tahapan pembelahan dari

sel spermatogonium sampai akhirnya membentuk sel spermatozoa

yang disebut dengan proses spermatogenesis.

Stadium pertama spermatogenesis adalah pertumbuhan beberapa

spermatogonia menjadi sel yang sangat besar yang disebut

spermatosit primer, kemudian spermatosit primer akan mengalami

pembelahan secara meiosis spermatosit sekunder, kemudian akan

menjadi spermatid. Spermatid tidak akan membelah lagi tetapi

mengalami maturasi untuk menjadi spermatozoa (Hasanah,2009).

Spermatogenesis pada mencit memerlukan waktu 35 hari atau

spermatogenesis akan selesai menempuh 4 kali daur epitel

seminiferous dengan lama satu kali daur pada mencit adalah 207

jam (Hasanah, 2009).

Secara umum spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap,

yaitu tahap proliferasi, tahap pertumbuhan, tahap pematangan dan

tahap transformasi/spermiogenesis. Pada spermatogenesis, folicle

stimulating hormon (FSH) memiliki peranan penting, yaitu berperan

53
dalam kejadian awal spermatogenesis diantaranya proliferasi

spermatogonia (Satriyasa, 2008).

Pada tahap proliferasi, spermatogenium mengalami pembelahan

mitosis berkali-kali menjadi spermatogenium tipe A, kemudian

mengalami mitosis dan hasilnya disebut spermatogenium tipe B,

spermatogenium tipe B memiliki inti bundar dan nucleous agak

ditengah. Spermatogenium tipe B bermitosi lagi menjadi

spermatosit primer. Spermatosit primer akan segera mengalami

pembelahan meiosis. Pada meioisis I spermatosit primer menempuh

fase leptoten, zigoten, pakiten, diploten dan diakinesis dari profase

lalu metaphase, anaphase, dan telofase (Yatim, 1994). Homon FSH

berperan penting dalam menunjang tahap pematangan maupun

reduksi meiosis spermatosit primer (Muchtaromah, 2008)

Tahapan spermatogenesis yang terakhir yaitu tahap

spermiogenesis. Spermiogenesis disebut juga tahap transformasi

yaitu tahap perubahan bentuk dan komposisi spermatid yang

bundar menjadi bentuk kecebong yang memiliki kepala, leher, dan

ekor serta berkemampuan untuk bergerak (motil).Transformasi

spermatid menjadi spermatozoa mengalami empat fase golgi, fase

tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Penjelasannya adalah

sebagai berikut (Yatim, 1994) :

1) Fase golgi, terjadi saat butiran proakrosom terbentuk dalam

alat golgi spermatid. Butiran atau granula ini nanti bersatu

54
membentuk satu butiran akrosom butiran ini dilapisi

membrane dalam gembungan akrosom (acrosomal vesicle).

Gembungan ini melekat kesalah satu sisi inti yang bakal jadi

bagian depan spermatozoon.

2) Fase tutup, saat gembungan akrosom makin besar,

membentuk lipatan tipis melingkupi bagian kutub yang bakal

jadi bagian depan. Akhirnya terbentuk semacam tutup atau

spermatozoa.

3) Fase akrosom, terjadi redistribusi bahan akrosom.

Nukleoplasma berkondensasi, sementara itu spermatid

memanjang. Bahan akrosom kemudian menyebar membentuk

lapisan tipis meliputi kepala tertutup, sampai akrosom dan

tutup kepala membentuk tutup akrosom (disingkat akrosom

saja). Sementara itu, inti spermatid memanjang dan

menggepeng. Butiran nukleoplasma mengalami transformasi

menjadi filament-filamen (benang halus) yang pendek dan

tebal serta kasar.

4) Fase pematangan, terjadi perubahan bentuk spermatid sesuai

dengan ciri spesies. Butiran ini akhirnya bersatu, dan inti jadi

gepeng bentuk pyriform, sebagai ciri spermatozoa. Ketika

akrosom terbentuk jadi bagian depan spermatozoa, sentriol

pun bergerak kekutub bersebrangan. Sentriol terdepan

membentuk flagellum, sentriol satu lagi membentuk kelopak

55
sekeliling pangkal ekor. Mitokondria membentuk cincin-

cincin dibagian middle piece ekor, dan selubung fibrosa

diluarnya. Mikrotubul muncul dan berkumpul dibagian

samping spermatid membentuk satu bantang besar, disebut

manchette. Manchette ini menjepit inti sehingga jadi lonjong,

sementara spermatid sendiri memanjang, dan sitoplasma

terdesak ke belakang ini. Setelah pembentukan terakhir,

spermatozoa diangkut kedalam tubulus yang lebih besar

berupa rete testis untuk selanjutnya ditransportasikan ke

epididymis melalui vas deferens. Setelah mencapai

epididymis, sel epitel menyerap cairan rete dan mengeluarkan

cairan epididymis, lalu berkonsentrasi dengan menyiapkan

tempat bagi spermatozoa sebelum diejakulasikan. Pada saat

ejakulasi, spermatozoa akan meninggalkan epididimis melalui

vas deferens atau ductus deferens menuju uretra dan akhirnya

keluar melalui penis (Heffener, 2006).

2.8 Asap Rokok

2.8.1 Pengertian Rokok

Rokok merupakan salah satu olahan tembakau dengan

menggunakan bahan ataupun tanpa bahan tambahan (Aina, 2005).

Rokok dengan bahan baku tambahan dikenal dengan istilah rokok

56
putih, sedangkan rokok dengan bahan baku tembakau dan juga

cengkeh disebut rokok kretek (Sitepoe, 2000).

Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream

smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok

yang terbakar serta dihembuskan ke udara oleh perokok disebut

sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif

(Sitepoe, 2000). Asap rokok yang dihirup perokok terdiri dari dua

komponen yaitu, komponen gas dan komponen partikel.

Komponen gas sangat berpotensi untuk menimbulkan radikal

bebas, diantaranya adalah karbon monoksida, karbondioksida,

oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Sedangkan

komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol dan

cadmium (Zavos et al, 1998).

Adapun beberapa kandungan dari asap rokok antara lain :

1) Nikotin merupakan basa yang mudah menguap, berbentuk

cairan dan tidak berwarna. Nikotin akan berubah warna

menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah

bersentuhan dengan udara, dalam tembakau nikotin memiliki

kadar antara 1-2%.Kandungan niktoin dalam rokok berkisar

antara <1-3 mg, niktoin dimetabolisme dihati, paru-paru dan

ginjal. Nikotin juga dieksresikan melalui air susu, pada

perokok berat kadar nikotin dalam air susu dapat mencapai

0,5 mg/l (Ruslan, 2000). Nikotin terdapat didalam asap rokok

57
dan juga didalam tembakau yang tidak dibakar. Satu-satunya

sumber nikotin adalah tembakau (Sitepoe, 2000).

Nikotin memegang peranan penting dalam ketagihan

merokok. Nikotin bersifat adiktif dan mempunyai efek

farmakologis yang mendorong faktor ketergantungan psikis.

Hal tersebut menjadi penyebab seorang perokok sulit untuk

berhenti merokok (Ruslan, 2000). Nikotin bersifat toksis

terhadap jaringan saraf, dan menyebabkan peningkatan

tekanan darah sistolik dan diastolic, denyut jantung

bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian

oksigen bertambahdan vasokontriksi pembuluh darah perifer.

Nikotin juga meningkatan kadar gula darah, kadar asam

lemak bebas, kolestrol dan meningkatkan agersi sel

pembekuan darah (Sitepoe, 2000).

2) Tar adalah nikotin bebas yang kering, berwarna coklat,

berbau tidak sedap dan berupa partikel yang terbentuk selama

proses pemanasan tembakau pada rokok (Fowles dan Bates,

2000). Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut

rokok, dan bahan organic lain yang dibakar. Pada rokok yang

menggunakan filter dapat mengalami penurunan kandungan

tar sekitar 5-15 mg (Sitepoe, 2000). Didalam kandungannya

memiliki kisaran antara <1-35 mg dan termasuk bahan

karsinogen yang paling poten.

58
3) Karbonmonoksida merupakan gas beracun yang tidak

berwarna. Kandungannya didalam asap rokok 2-6%.

Karbonmonoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat

(afnitas) dengan hemoglobin (Hb) sekitar 200 kali lebih kuat

dari pada daya ikat oksigen (O2) dengan hemoglobin (Hb).

Dalam waktu paruh 4-7 jam sebanyak 10% dari Hb dapat

terisi oleh karbonmonoksida (CO) dalam bentuk COHb

(Carboly hemoglobin), dan akibatnya sel darah merah akan

kekurangan oksigen yang akhirnya sel tubuh akan kekurangan

oksigen. Pengurangan oksigen dalam jangka waktu yang

panjang akan mengakibatkan pembuluh darah akan terganggu

karena menyempit dan mengeras. Hal ini akan mengakibatkan

kematian sel karena kekurangan oksigen.

4) Nitrogen dioksida dapat merusak membran memulai proses

peroksidasi lipid, dapat menyebabkan vasokontriksi. Nitrogen

dioksida bereaksi dengan hydrogen peroksida (H2O2) yang

menghasilkan OHo dan menyebabkan tidak dapat

berkombinasinya oksigen dengan molekul hemoglobin

5) Benzene

Benzene merupakan satu dari anggota hidrokarbon aromatic

yang berbentuk cairan tidak berwarna, jernih, mudah

menguap, dan larut dalam air (Fowles dan Bates, 2000).

Penelitian mengenai paparan benzene memperlihatkan adanya

59
gangguan pada system reproduksi tikus jantan.Tikus dengan

paparan benzene menyebakan terjadinya atrofi testis,

penurunan jumlah spermatozoa, dan meningkatnya

abnormalitas spermatozoa (Rana dan Verma, 2005).

6) Timbal (Pb)

Merupakan logam beracun, berwarna abu-abu. Timbal (Pb)

banyak ditemui pada asap rokok dan gas buangan kendaraan

bermotor (Rodgman dan Perfetti, 2009). Efek toksik timbal

(Pb) terhadap system reproduksi dapat dilihat dari beberapa

hasil penelitian. Mencit yang diberikan timbal (Pb) secara

gavage menunjukan adanya gangguan pada spermatogenesis,

menyebabkan abnormalitas spermatozoa, serta menyebabkan

terjadi kerusakan mitokondria pada sel sertoli. Timbal (Pb)

juga mengakibatkan terjadinya penurunan dorongan seksual

(Bizzarro et al., 2003).

7) Cadmium

Cadmium merupakan senyawa yang utama digunakan pada

industry logam dan cairan perak. Hasil pemanasan yang

mengandung cadmium diatas titik didih 321oC dapat

mengeluarkan uap cadmium yang bersifat kronis (Lafuente et

al., 2001). Penelitian mengenai cadmium terhadap epitel

tubulus seminiferous menunjukan terjadinya nekrosis sel dan

perusakan sawar darah testis (Yang et al, 2006).

60
2.8.2 Macam-Macam Rokok

1) Rokok berdasarkan bahan baku atau isinya, dibedakan

menjadi :

a) Rokok Putih

Rokok putih memiliki isi hanya daun tembakau

yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan

aroma tertentu (Mardjun, 2012). Rokok putih

mengandung 14-15 mg tar dan 5 mg nikotin

(Alamsyah, 2009).

b) Rokok Kretek

Rokok kretek memiliki isi hanya berupa daun

tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu (Mardjun,

2012). Rokok kretek mengandung sekitar 20 mg tar

dan 44-45 mg nikotin (Alamsyah, 2009).

c) Rokok Klembak

Rokok klembak memiliki isi berupa daun

tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus

untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu

(Alamsyah, 2009).

2) Berdasarkan penggunaan filter menurut Mardjun (2012)

dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

61
a) Rokok Filter :Pada bagian pangkalnya memiliki

gabus.

b) Rokok Non Filter:Pada bagian pangkalnya tidak

gabus

2.8.3 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan molekul yang elektronnya tidak

memiliki pasangan. Akibatnya karena radikal bebas tidak

memiliki pasangan maka untuk mencapai keseimbangan

cenderung mencari pasangan dengan electron lain. Dengan

mengambil electron dari molekul yang stabiln didekatnya.

Peristiwa ini memutus rantai karena molekul baru yang tidak

stabil mencoba mengganti electron yang hilang dan mngambil

electron didekatnya dan demikan seterusnya (Pangkahila, 2007).

Salah satu agen pembentuk radikal bebas yang berasal dari

lingkungan adalah rokok. Rokok dikonsumsi oleh berbagai

lapisan masyarakat, berbagai umur, dan berbagai status ekonomi.

Meskipun mereka sadar akan bahaya merokok, namun

kenikmatan yang dirasakan menyebabkan banyak orang

melupakan bahayanya. Rokok mampu menciptakan radikal bebas

(penyebab kanker) didalam tubuh si perokok. Ironisnya, radikal

bebas itu tidak hanya menghinggapi tubuh si perokok, tetapi juga

orang yang sering berada disekelilingnya.

Sumber radikal bebas menurut (Pham dan Pham, 2008) :

62
1) Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang terbentuk

karena berbagai proses enzimatik didalam tubuh, berupa hasil

dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung

pada proses respirasi, proses pencernaan dan proses

metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria, membran

plasma, lisosom, reticulum endoplasma,dan inti sel.

2) Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang terbentuk

karena berbagai proses non enzimatik didalam tubuh,

merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organic dengan

cara ionisasi dan radiasi. Contohnya seperti radikal bebas

yang diperoleh proses inflamasi dan iskemia.

3) Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh didapat dari

polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi

sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alcohol, bahan

racun pestisida dan masih banyak lagi.

63
2.9 Bahan yang digunakan

2.9.1 Formulasi Suspensi

1) CMC-Na Natrii (Carboxymethylcellulosa Natrium)

Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem;

higroskopik.

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk

larutan koloidal; tidak larut dalam etanol,

dalam eter, dana dalam pelarut organic.

Khasiat : Suspending agent, bahan penolong tablet

peningkat viskositas.

(FI: ed IV hal, 175)

2) Nipagin

Metil parabenum mengandung tidak kurang dari 99,0% dan

tidak lebih dari 101,1% C8h8O3

Pemerian : Serbuk hablur putih hampir tidak berbau tidak

mempunyai rasa kemudian agak membakar

diikuti rasa tebal.

Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air

mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan

dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter

P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam

60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian

64
minyak lemak nabati panas, jika didinginkan

larutan berupa jernih.

Khasiat : Zat tambahan, zat pengawet (Depkes RI, 1979).

3) Aquadestilata

Air suling yang dibuat dengan menyuling air yang dapat

diminum

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).

2.9.2 Kontrol Positif

Gambar Vitamin C (IPI) dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai

berikut :

Gambar 2.4 Vitamin C (IPI)

(Sumber : https://www.halodoc.com)

Keterangan :

Golongan : Obat Bebas

Kategori : Vitamin dan Suplemen

Kandungan : Vitamin C

65
Bentuk : Tablet

Kegunaan : Mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin C

Dosis : Pencegahan kekurangan vitamin C: 1 tablet sehari

Pengobatan kekurangan vitamin C : 2-4 tablet sehari

Dosis untuk anak-anak setengah dosis dewasa

2.10 Hewan Uji

2.10.1 Klasifikasi Mencit (Mus musculus L.)

Gambar Mencit (Mus musculus L.) dapat dilihat pada gambar 2.5

sebagai berikut :

Gambar 2.5 Mencit (Mus musculus L.)

(Garcia, Alvarez dan Edias, 2009)

Menurut Priyambodo (2003) klasifikasi mencit sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

66
Bangsa : Muridae

Marga : Mus

Jenis : Mus musculus L.

2.10.2 Deskripsi Mencit (Mus musculus L.)

Mencit temasuk hewan mamalia yang masuk dalam kelas

Mamalia. Mencit merupakan salah satu golongan hewan mamalia

pengerat, bersifat omivorus dan nokturnal. Ciri umum mencit

memiliki warna kulit rambut tubuh putih atau keabu-abuan dengan

perut sedikit pucat, mata berwarna merah atau hitam (Murwanti et

al, 2004).

Mencit memiliki bentuk tubuh kecil, berwarna putih, serta

memiliki siklus estrus yang pendek dan teratur antara 4 – 5 hari.

Tempat untuk pemeliharaan mencit harus dijauhkan dari

kebisingan, serta menjaga kebersihannya, dengan suhu ruangan 18

– 190C dan kelembaban udara antara 30 – 70%. Pada mencit jantan

memiliki berat badan sekitar 18-35 g dan dewasa dengan umur 35-

60 hari. Biasanya mencit dapat hidup selama 1-2 tahun, dengan

masa reproduksi 1,5tahun (Akbar, 2010).

2.10.3 Sistem Reproduksi Mencit Jantan (Mus musculus L.)

Organ reproduksi tikus jantan terdiri atas organ reproduksi

primer, kelompok kelenjar kelamin pelengkap, dan organ

kopulatoris. Organ reproduksi primer tikus jantan disebut gonad

atau testis yaitu suatu kelenjar benih yang merupakan bagian alat

67
reproduksi utama pada hewan jantan. Kelenjar kelamin pelengkap

terdiri kelenjar vesikularis, kelenjar prostat, dan kelenjar cowper,

serta terdiri dari saluran-saluran reproduksi yang terdiri dari

epididimis, dan vas deferens. Organ kopulatoris tikus jantan yaitu

penis yang merupakan alat kelamin luar, berfungsi untuk

menyalurkan sperma pada organ reproduksi betina (Syaifuddin,

2006: Petrick,1999).

2.10.4 Histologi Testis Mencit Jantan (Mus musculus L.)

Organ reproduksi jantan yaitu testis, tubulus seminiferus, dan

epididimis. Testis merupakan organ utama pada jantan, biasanya

berpasangan dan fungsi utama adalah menghasilkan sperma dan

hormone reproduksi jantan utamanya androgen. Tubulus

seminiferus terdiri atas jaringan ikat fibrosa, lamina basalis, dan

epitel germinitivum. Epitel germinal terdiri dari 4-8 lapisan sel

yang menempati ruang antara membrane basalis dan lumen

tubulus. Epididimis dibatasi oleh jaringan ikat pada bagian luar,

lapisan otot polos ditengah, dan epitel berlapis banyak palsu

bersilis di bagian dalam. Pada mencit, testis hanya terdiri dari satu

ruangan saja. Didalam testis terdapat saluran-saluran halus yang

melilit disebut tubulus seminiferus, tempat berlangsungnya

spermatogenesis.

68
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2013)

Populasi dalam penelitian ini adalah Tanaman Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) dan Hewan Mencit.

3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampel

1) Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013)

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah Daun Teh

Hijau (Camellia sinensis L.) dan Mencit Jantan Putih (Mus

musculus).

2) Penarikan Sampel

Penarikan sampel adalah teknik pengambilan sampel.

Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian (Sugiyono, 2017).

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak

atau random sampling.

69
3.1.3 Variabel dan Operasional Variabel

1) Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek yang terdapat dalam penelitian

yang saling berkaitan dan memiliki sifat-sifat. Variabel terdiri

dari variable bebas dan terikat. Variabel bebas yaitu variable

yang bersifat mempengaruhi sedangkan variable terikat yaitu

variable yang dipengaruhi (Sugiyono, 2017).

Kontrol positif adalah variable kendali positif yang

mengendalikan atau sebagai pembanding yang berkaitan

dengan variable bebas. Sedangkan kontrol negative adalah

varia kendali negativ yang digunakan sebagai variabel dengan

perlakuan netral dalam penelitian.

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a) Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2017).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis

L.) dengan konsentrasi dosis 1,25%, 2,5%, dan 5%.

70
b) Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya

variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

kualitas spermatozoa mencit jantan putih yang diberi

paparan asap rokok, yang meliputi konsentrasi

spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas

spermatozoa dan abnormalitas spermatozoa.

c) Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang

dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat tidak

dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.

Variabel kontrol dalam penelitian ini terdapat 2

variabel, yaitu :

4) Variabel Positif (K+) adalah variabel kendali

positif yang mengandalkan atau sebagai

perbandingan yang berkaitan dengan variabel

bebas.

Kontrol positif sebagai pembanding yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan vitamin C.

71
4) Variabel Normal (Kontrol normal) adalah

variabel kendali normal yang digunakann

sebagai variabel netral atau variabel dengan

perlakuan netral dalam penelitian (tidak diberi

perlakuan).

2) Operasional Variabel

Gambar operasional dapat dilihat pada bagan 3.1 sebagai

berikut:

X1

X2

X3 Y

KN

K+

Keterangan :

X1 : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

dengan konsentrasi 1,25%.

X2 : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

dengan konsentrasi 2,5%.

72
X3 : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

dengan konsentrasi 5%.

Variabel Kontrol

K+ : Kontrol Positif adalah Vitamin C (IPI)

K normal: Kontrol Normal yang tidak diberi perlakuan

Variabel Terikat

Y : Efektivitas kualitas spermatozoa

3.2 Metode Penelitian

Menurut Margono (2010) metode penelitian adalah semua kegiatan

pencarian, penyelidikan dan percobaan secara alamiah dalam suatu

bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru

yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan naikkan tingkat

ilmu serta teknologi. Metode penelitian juga adalah suatu cara atau jalan

untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.

Metode penelitian dalam Uji Efektivitas Suspensi Ekstrak Daun Teh

(Camellia sinensis L.) Terhadap Kualitas Spermatozoa Pada Mencit

Putih Jantan Yang Diberi Paparan Asap Rokok menggunakan penelitian

eksperimen yang dilakukan di Laboratorium. Metode eksperimen

digunakan untuk memperoleh data dengan melakukan penelitian secara

langsung terhadap objek yang diteliti.

73
3.3 Desain Penelitian

Bagan desain penelitian dapat dilihat pada bagan 3.2 sebagai berikut :

Determinasi

Pengumpulan Bahan

Pembuatan Simplisia

Ekstraksi secara maserasi

Identifikasi Fitokimia
Pembuatan suspensi esktrak Daun
ekstrak Daun Teh Hijau
Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
(Camellia sinensis L.)

Evaluasi sediaan dan uji stabilitas Uji efektivitas suspensi ekstrak Daun
Teh Hijau (Camellia sinensis L.)
suspensi ekstrak Daun Teh Hijau terhadap kualitas spermatozoa mencit
putih jantan yang diberi paparan asap
(Camellia sinensis L.)
rokok

Pengolahan data

Analisis data

Kesimpulan

Bagan 3.2 Desain Penelitian

74
3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut :

Tabel 3.1 Alat yang digunakan

No Alat yang digunakan Jumlah


1 Kandang Mencit 5
2 Tempat makanan dan minum mencit 5
3 Timbangan 1
4 Sonde Oral 2
5 Mikroskop 1
6 Kaca preparat 1
7 Object glass 1
8 Batang pengaduk 1
9 Maserator 1
10 Corong kaca 1
11 Gelas ukur 1
12 Pipet tetes 1
13 Beaker glass 1
14 Kain flanel atau penyaring 1
15 Cawan Penguap 1
16 Alat bedah 1
17 Erlenmeyer 1
18 Tabung eppendorf 1
19 Hemositometer 1
20 Rokok 4
21 Karton 1

75
3.4.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan

No Nama Bahan

1 Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

2 Etanol 70%

3 Mencit

4 Aquadest

5 Na CMC

6 Mg

7 HCL 2N

8 Oleum menthae

9 Sirupus simplex

10 Vitamin C (IPI)

11 Amonia

12 Kloroform

13 Gelatin 1%

14 Nipagin

76
3.5 Langkah Kerja Penelitian

3.5.1 Determinasi Tanaman

Tahapan selanjutnya adalah memastikan kebenaran dari Daun

Teh Hijau (Camellia sinensis L.) dengan mencocokan ciri-ciri

morfologi tumbuhan. Diantaranya meliputi : Bentuk, ukuran, jumlah

dan lain-lain yang ada pada Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

dengan menggunakan media buku Flora. Determinasi tanaman

dilakukan di Laboratorium Biologi STF YPIB Cirebon.

3.5.2 Pengumpulan Bahan Baku

Bagian dari tanaman Teh (Camellia sinensis L.) yang akan

digunakan adalah bagian daun dari tanaman Teh (Camellia sinensis

L.) daun yang dibuat simplisia adalah daun yang segar dan tanaman

diambil dari Ds.Payung Kecamatan Rajagaluh Kabupaten

Majalengka Provinsi Jawa Barat dengan jumlah Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) sebanyak 1 Kg.

3.5.3 Pembuatan Simplisia

1) Menyiapkan dan melakukan pengumpulan bahan baku Daun

Teh Hijau (Camellia sinensis L.) yang masih segar sebanyak

1 kg.

2) Melakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran yang

menempel pada saat pengumpulan bahan baku Daun Teh

Hijau (Camellia sinensis L.) .

77
3) Daun dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir agar

terbebas dari kotoran dan debu yang masih menempel pada

Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) .

4) Sebelum di keringkan Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

dirajang terlebih dahulu untuk mempermudah proses

pengeringan.

5) Kemudian dikeringkan, pengeringan dilakukan dengan

cahaya matahari pada suhu sekitar antara 40oC-60oC.

6) Melakukan sortasi kering untuk memisahkan bahan-bahan

asing pengotoran lain yang masih tertinggal pada bahan baku

Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) setelah proses

pengeringan.

7) Melakukan penggilingan atau penyerbukan Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) yang telah kering dengan

menggunakan blender hingga memperoleh derajat kehalusan

yang sesuai.

8) Serbuk simplisia Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

sebagai bahan baku pembuatan ekstrak siap untuk dibuat.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

Secara Maserasi

Pembuatan ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

menggunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol

70%, langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut :

78
1) Menimbang 100 gram simplisia Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) .

2) Memasukkan serbuk simplisia Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) kedalam maserator.

3) Menambahkan etanol 70% sebanyak 750 ml menutupi

simplisia sampai serbuk simplisia terendam oleh etanol.

4) Kemudian menutup maserator dengan menggunakan lakban

hitam, tujuannya agar terhindar dari cahaya matahari

langsung.

5) Merendam maserasi pertama selama 5 hari, sambil sesering

mungkin diaduk.

6) Kemudian mengeluarkan maserat dari maserator dan serkai

dengan menggunakan kain flanel, kemudian peras dan

menghasilkan filtrate 1.

7) Memisahkan antara cairan maserat dengan ampas maserat,

kemudian masukan ampas maserat kembali kedalam

maserator dan ditambah cairan penyari sebanyak 250 ml

sampai ampas maserat terendam oleh etanol 70% kemudian

diamkan selama 2 hari dan sambil sesering mungkin diaduk.

8) Mengeluarkan maserat dari maserator, saring dengan

menggunakan kain flannel lalu diperas dengan menggunakan

tangan dan menghasilkan filtrate 2, lalu digabungkan dengan

79
cairan serkai pertama dan ukur volume maserat yang

dihasilkan.

9) Kemudian menguapkan cairan maserat diatas penangas air

sampai 1/3 bagian atau sampai terbentuk ekstrak kentaL.

10) Kemudian menghitung rendemen, dengan menggunakan

rumus :

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒏𝒕𝒂𝒍 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍


Rendemen = x 100%
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒊𝒎𝒑𝒍𝒊𝒔𝒊𝒂

3.5.5 Skrining Fitokimia

Sedikit ekstrak cair yang ada kemudian dianalisis keberadaan zat

aktif didalamnya dengan metode skrining fitokimia sebagai berikut :

1) Flavonoida

a. Memasukkan 0,5 gram ekstrak kental kedalam tabung

reaksi

b. Menambahkan serbuk Mg sebanyak 0,1 g dan HCL 2N 1

ml.

c. Menambahkan 2 ml amil alcohol, kocok hingga

tercampur rata

d. Hasil positifnya adalah terikatnya warna kuning-merah

pada lapisan alcohol (Harbone, 2006)

2) Alkaloida

a. Memasukkan 0,5 gram ekstrak kental kedalam tabung

reaksi

80
b. Menambahkan 5 ml larutan basa ammonia 1% dan 5 ml

kloroform ke dalam tabung reaksi, lalu kocok.

c. Lapisan kloroform (lapisan bawah) dipipet dan

menambahkan HCL 2N, lalu kocok.

d. Hasil positifnya yaitu campuran dengan pereaksi mayer

menimbulkan endapan putih dan campuran dengan

pereaksi Dragondorf menimbulkan kekeruhan dan

endapan berwarna jingga (Harbone, 2006).

3) Tanin

a. Esktrak didalam tabung reaksi kemudian dilarutkan

dengan sedikit aquadest.

b. Memanaskan diatas penangas air.

c. Meneteskan larutan gelatin 1% (1:1).

d. Hasil positifnya yaitu terbentuknya endapan putih

(Harbone, 2006).

3.5.6 Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.)

Pada penelitian ini dibuat sediaan suspensi bervariasi

konsentrasi dosis yaitu 1,25%, 2,5%, 5%.

1) Formulasi Sediaan

Formulasi sediaan suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) dapat dilihat pada table 3.3 sebagai

berikut :

81
Tabel 3.3 Formulasi Suspensi

Bahan Fungsi Persyaratan Formulasi Penimbangan


Ekstrak Sebagai zat - 5% 10 gram
Daun Teh aktif
Hijau
(Camellia
sinensis L.)
Na CMC Suspending 0,1% - 1% 0,5% 1 gram
Agent
Aqua pro Pelarut 20 X Na 20 X Na 20 ml
CMC suspending CMC CMC
agent
Nipagin Pengawet 0,1% - 1% 0,1% 0,2 gram
Aquadest Pelarut - - Ad 200 ml

Perhitungan formulasi suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.)

5
a) Ekstrak Daun Teh Hijau : 100 x 200 = 10 g

0,5
b) Na CMC : 100 x 200 = 1 g

c) Aqua pro CMC : 20 x Na CMC = 20 ml


0,1
d) Nipagin : 100 x 200 = 0,2 g

e) Aquadestilatta ad 100% 200 ml

82
2) Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.)

Langkah-langkah pembuatan suspensi adalah :

a) Mengkalibrasi botol 200 ml

b) Menimbang ekstrak kental Daun Teh Hijau 10 gram,

Na CMC 1 gram, Nipagin 0,2 gram.

c) Menambahkan 1 gram Na CMC kedalam mortir yang

berisi air panas 20 ml kemudian dimasukkan dengan

cara ditaburkan.

d) Menunggu sampai mengembang, kemudian aduk dan

gerus sampai terbentuk menjadi corpus.

e) Menambahkan Nipagin 0,2 gram gerus sampai

homogeny.

f) Menambahkan 10 gram ekstrak kental daun teh hijau

gerus sampai homogen.

g) Memasukkan kedalam botol dan menambahkan

aquadest sampai tanda batas kalibrasi.

3.5.7 Evaluasi Sediaan Suspensi

Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) yang

telah dibuat kemudian di evaluasi apakah telah memenuhi syarat

atau tidak.

83
Dimana beberapa uji yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Uji Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan dengan cara

mengamati bau, warna, dan bentuk sediaan dengan

menggunakan anggota tubuh atau pancra indra. Adapun

pelaksanaanya menggunakan subjek responden dengan

kriteria tertentu dengan menetapkan kriteria pengujian

(macam, item), menghitung presentase masing-masing

kriteria yang diperoleh serta mengambil keputusan dengan

analisis statistik (Anvisa, 2005).

2) Uji pH

Uji pH dilakukan pada sediaan suspensi yang telah

dibuat dengan menggunakan pH meter. pH meter merupakan

sebuah alat elektronik yang digunakan untuk menguku kadar

keasaman ataupun basa dari suatu larutan (suspensi). Sediaan

suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

diambil suspensinya sebanyak 3 ml, lalu uji pH meter dan

amati perubahan warna yang terjadi pada pH meter.

3) Mengukur massa jenis (p)

Cara menghitung massa jenis adalah dengan cara sebagai

berikut :

a) Menimbang pikno kosong (W0)

84
b) Menimbang pikno berisi cairan (W1), hitung berat

cairan dengan rumus :

𝑊2 = 𝑊1 − 𝑊0

c) Menghitung massa jenis cairan dengan rumus :

p = 𝑊2 /volume pikno

d) Perhitungan massa jenis untuk sediaan suspensi dan

air sebagai pembanding.

Untuk uji massa jenis dibutuhkan suspensi ekstrak

Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) sebanyak 10

ml.

4) Uji Viskositas

Cara menghitung viskositas adalah dengan cara sebagai

berikut :

a) Memasukkan 10 ml sediaan suspensi kedalam

viscometer Oswald.

b) Mengukur waktu yang dibutuhkan cairan dalam

melewati 2 garis.

c) Melakukan juga hal yang sama terhadap cairan

pembanding (air).

d) Menghitung viskositas sediaan suspensi dengan rumus

𝑛1 𝑝1 . 𝑡1
=
𝑛0 𝑝0 . 𝑡0

85
Keterangan :

𝑛1 𝑑𝑎𝑛 𝑛0 : Viskositas sediaan dan vikositas

pembanding (air)

𝑝1 𝑑𝑎𝑛 𝑝0 : Massa jens sediaan dan cairan

pembanding (air)

𝑡1 𝑑𝑎𝑛 𝑡0 : Waktuu tempuh sediaan dan

pembanding menuju garis (Martin, et

al)

5) Uji Sedimentasi

Pemeriksaan sedimentasi dilakukan dengan cara menghitung

volume sedimentasi. Volume sedimentai adalah perbandingan

antara volume sedimentasi akhir (𝑣𝑢 ) terhadap volume mula-

mula suspensi (𝑣𝑜 ) sebelum mengendap. Dimana rumus

perhitungannya adalah berikut :


𝑣
F=𝑣𝑢
𝑜

Keterangan :

F : Volume sedimentasi

𝑣𝑢 : Volume akhir sedimentasi

𝑣𝑜 : Volume awal suspensi sebelum mengendap

Untuk uji sedimentasi dibutuhkan suspensi ekstrak ekstrak

Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.) sebanyak 5 ml.

86
3.5.8 Uji Stabilitas Suspensi

Pemeriksaan stabilitas dengan cara sediaan suspensi disimpan

secara bergantian pada suhu (40oC) selama 24 jam pertama suhu

(4oC) selama 24 jam berikutnya (1 siklus), pengujian ini dilakukan

selama 12 hari (6 siklus) (Anvisa, 2005). Kemudian dilakukan uji

sediaan yang sama yaitu uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji

sedimentasi dan massa jenis terhadap sediaan disetiap akhir

siklusnya, uji stabilitas suspensi Daun Teh Hijau (Camellia sinensis

L.) menggunakan metode uji stabilitas dipercepat yaitu dengan

menggunakan metode Cycling Test.

3.5.9 Pemberian Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis

L.)

1) Pemberian Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.)

a) X1 dengan konsentrasi 1,25%

Perhitungan pengenceran :

V1.N1 = V2.N2

1,25%.25ml = 5%.N2
1,25 𝑋 25
N2 = 5

N2 = 7,5 ml

Jadi, ambil 7,5 ml dari formulasi 5% + aquadest ad

25ml

Volume pemberian = 0,5 ml

87
b) X2 dengan konsentrasi 2,5%

Perhitungan pengenceran :

V1.N1 = V2.N2

2,5%.25ml = 5%.N2
2,5 𝑥 25
N2 = 5

N2 =12,5 ml

Jadi, ambil 12,5 ml dari formulasi 5% + aquadest ad

25 ml

Volume pemberian = 0,5 ml

c) X3 dengan konsentasi 5%

Perhitungan pengenceran

V1.N1 = V2.N2

5%.25ml = 5%.N2
5 𝑥 25
N2 = 5

N2 = 25 ml

Jadi, ambil 25 ml dari formulasi 5% + aquadest ad

25ml

Volume pemberian = 0,5 ml

2) Perhitungan Kontrol Positif

Dosis Vitamin C mencit =Dosis manusia x 0,0026

=50 x 0,0026

=0,13 mg

Volume pemberian =0,5 ml

88
Jadi dosis untuk mencit = 0,13 mg/0,5ml

0,13 50 𝑚𝑔
Pengenceran = 0,5 𝑚𝑙 = = 192,30 ml
1

Jadi 1 tablet vitamin C 50 mg + Basis suspending agent ad

192,3 ml ~ 200 ml

3) Perlakuan Hewan Uji

a) Menyiapkan 15 ekor mencit putih jantan.

b) Menimbang semua mencit putih jantan

c) Kelompokkan menjadi 5 kelompok perlakuan

(masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor)

Kelompok I : Diberi suspensi ekstrak Daun Teh

(Camellia sinensis L.) dengan volume 0,5 ml

konsentrasi 1,25% secara oral dan diberi paparan asap

rokok.

Kelompok II : Diberi suspensi ekstrak Daun Teh

(Camellia sinensis L.) dengan volume 0,5 konsentrasi

2,5% secara oral dan diberi paparan asap rokok .

Kelompok III : Diberi suspensi ekstrak Daun Teh

(Camellia sinensis L.) dengan volume 0,5 ml

konsentrasi 5% secara oral dan diberi paparan asap

rokok .

89
Kelompok IV : (Kontrol Positif) Diberi suspensi

Vitamin C IPI dengan volume 0,5 ml secara oral dan

diberi paparan asap rokok

Kelompok V :.(Kontrol Normal) Pemaparan udara

normal, tidak diberi perlakuan

d) Pemberian suspensi dan pemaparan asap rokok

dilakukan selama 30 hari.

e) Minggu ke 5 melakukan pembedahan testis dan

pengambilan spermatozoa

f) Mengamati kualitas spermatozoa yang meliputi

konsentrasi, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas

spermatozoa.

4) Pengamatan Kualitas Spermatozoa

a) Pengambilan sampel

b) Pengamatan konsentrasi spermatozoa

c) Pengamatan Motilitas spermatozoa

d) Pengamatan Viabilitas spermatozoa

e) Pengamatan Abnormalitas spermatozoa

90
Bagan skema kerja dapat dilihat pada bagan 3.3 sebagai berikut :

15 ekor mencit

Adaptasi selama 3 hari

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Diberi suspensi Diberi suspensi Diberi suspensi Diberi suspensi Pemaparan


ekstrak Daun Teh ekstrak Daun Teh ekstrak Daun Teh Vitamin C IPI udara normal
Hijau (Camellia Hijau (Camellia Hijau (Camellia dengan volume (tidak diberi
sinensis L.) sinensis L.) sinensis L.) dengan 0,5 ml secara perlakuan)
dengan volume dengan volume volume 0,5 ml oral dan diberi
0,5 ml konsentrasi 0,5 ml konsentrasi 5% paparan asap
1,25% secara oral konsentrasi 2,5% secara oral dan rokok.
dan diberi paparan secara oral dan diberi paparan asap
asap rokok . diberi paparan rokok.
asap rokok.

Minggu ke 5 dilakukan pembedahan testis dan


pengambilan spermatozoa

Pengamatan kualitas spermatozoa

91
Analisa data

Bagan 3.3 Skema Kerja

3.6 Sumber Data

3.6.1 Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu metode pengamatan dan pencatatan

berupa data yang diperoleh langsung objek yang diteliti. Penelitian

dilakukan di Laboratorium STF YPIB Cirebon dengan menguji

efektivitas suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

terhadap kualitas spermatozoa pada mencit jantan putih yang diberi

paparan asap rokok.

3.6.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu metode kepustakaan yang

merupakan metode bantu dalam mencari dari buku-buku atau

sumber lain yang dikutip secara langsung maupun tidak langsung.

Metode ini digunakan untuk melengkapi tinjauan pustaka.

3.7 Tehnik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu dengan mengolah data hasil penelitian uji stabilitas, uji test dan

92
teknik pengolahan data secara ANAVA satu arah dengan menggunakan

SPSS.

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa agar dapat data

yang mudah dipahami. Adapun langkah-langkah kegiatan yang akan

dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Pengumpulan data berdasarkan hasil pengujian Laboratorium.

2) Mengoreksi data yang diperoleh dari hasil pengamatan

dengan mengulang perhitungan observasi pada masing-

masing perlakuan.

3) Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel.

4) Memasukkan data kedalam computer dan pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan Software pengolah data.

5) Analisa data dilakukan secara deksriptif untuk

menggambarkan kondisi kontrol dan masing-masing

perlakuan.

6) Analisis dilakukan untuk menguji hipotesis yang dilakukan

dengan uji one way (satu arah) ANAVA. Langkah awal uji

normalitas, uji homogenitas dilanjutkan uji ANAVA dan uji T

dengan taraf kepercayaan 95%(0,05).

7) Menyimpulkan hasil penelitian.

3.7.1 Uji Normalitas

Uji normalitas berguna unuk menentukan data yang telah

dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi

93
normal. Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data tidak

begitu rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar

statistic, data yang banyaknya 30 angka (n > 30),maka sudah dapat

diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel

besar, namun memberikan kepastian, datayang dimiliki berdistribusi

normal atau tidak, sebaiknya uji statistic normalitas. Karena belum

tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi normal,

untuk itu perlu suatu pembuktian. Uji statistic normalitas yang dapat

digunakan diantaranya Chisquare, Kolmogoroy Smirnoy, Liliefors,

Shapiro Wilk Jarque Bera (Sudjana, 2012).

3.7.2 Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai sama

tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Jika dua

kelompok data atau lebih mempunyai dua varians yang sama

besarnya, maka uji homogenitas tidak perlu dilakukan lagi karena

datanya sudah dianggap homogen. Uji homogenitas dapat dilakukan

apabila kelompok data tersebut normal. Pengujian homogenitas

varians suatu kelompok data dapat dilakukan dengan uji F dan uji

Bartlett.

Menurut (Sudjana, 2012) langkah-langkah menghitung uji

homogenitas adalah sebagai berikut :

1) Mencari varians/standar deviasi variabel X dan Y dengan

rumus :

94
2
𝑛 ∑ 𝑥 2 −(∑ 𝑥) √𝑛 ∑ 𝑦2 −(∑ 𝑦)2
𝑆𝑥 2 =√ 𝑆𝑦 2 =
𝑛(𝑛−1) 𝑛(𝑛−1)

2) Mencari F hitung dari varian X dan Y, dengan rumus :


𝑆 𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟
F= 𝑆 𝐾𝑒𝑐𝑖𝑙

Catatan :

Pembilang : S besar artinya varians dari kelompok dengan

varians terbesar (lebih banyak).

Penyebut : S kecil artinya varians dari kelompok dengan

varians terkecil (lebih sedikit).

Jika varians sama pada kedua kelompok, maka bebas tentukan

pembilang dan penyebutnya.

3) Membandingkan F hitung dengan F table pada table distribusi

F, dengan :

a) Untuk varians dari kelompok varians terbesar adalah

dk pembilang n-1.

b) Untuk varians dari kelompok dari varians terkEcil

adalah dk penyebut n-1.

c) Jika F hitung < F tabel, berarti homogen.

d) Jika F hitung > F table, berarti tidak homogen.

3.7.3 Uji ANAVA

95
Anava (Analysis of varian) digunakan untuk menguji

perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Anava

memiliki dua jenis yaitu analisis varian satu faktor (one way anova)

dan analisis varian dua faktor (two way anova) (Sudjana, 2012).

Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji anava sebagai

berikut :

1) Sampel berasal dari kelompok yang indenpenden.

2) Varian antar kelompok harus homogen.

3) Data masing-masing kelompok harus distribusi normal.

Asumsi pertama harus dipenuhi pada saat pengambilan sampel

yang dilakukan secara random terhadap beberapa (>2) kelompok

yang indenpenden, yang mana nilai pada keklompok tidak

tergantung pada nilai yang lain. Sedangkan pemenuhan terhadap

asumsi ini tidak terpenuhi dapat dilakukan transformasi terhadap

data. Apabila proses transformasi tidak juga dapat memenuhi

asumsi ini maka uji anava tidak valid untuk dilakukan, sehingga

harus menggunakan uji non-parametik misalnya Kruskal Wallis

(Sudjana, 2012).

Uji anava pada prinsipnya adalah melakukan analisis

variabelitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi dalam

kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila

variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian

mendekati angka satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek

96
intervasi yang dilakukan, dengan kata lain nilai mean yang

dibandingkan tidak ada perbedaan, sebaiknya bila variasi antar

kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, artinya

intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda, dengan kata

lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan

(Sudjana, 2012)

1) ANAVA satu arah

Data penelitian yang didapat kemudian diolah dengan

menggunakan perhitungan ANAVA satu arah apabila :

a) Ho ditolak jika F hitung lebih kecil dari F table.

b) Ho diterima jika F hitung lebih besar dari F table.

c) Ho : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) tidak memiliki efektivitas terhadap

kualitas spermatozoa mencit putih jantan yang diberi

paparan asap rokok.

d) Hi : Suspensi ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.) memiliki efektivitas terhadap kualitas

spermatozoa mencit putih jantan yang diberi paparan

asap rokok.

Perhitungan statistic ANAVA dapat dilihat pada table

sebagai berikut (Sudjana, 2002) :

Tabel 3.4 ANAVA satu arah

Sumber Derajat Jumah Kuadrat

97
Variasi Kebiasaan Kuadrat- Tengah
(dk) Kuadrat (KT)
(JK)
Rata-rata 1 Ry R=Ry
kolom
Antar K-1 Py P=Py/(K-
perlakuan 1)
Kekeliruan 𝑘 Ey E=Ey/∑
eksperimen ∑ 𝑛𝑖 − 1 (ni-
(dalam 𝑖−1 1)(Sc2=E)
perlakuan)
Jumlah total 𝑘 -
∑ 𝑦2
∑ 𝑛𝑖
𝑖=1

(Sumber : Sudjana, 2002)

Keterangan :

1) ∑𝑦2 : Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) pada

pengamatan

2) 𝑌̅ : J/Kn

3) Ry : Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rata-

rata J2/Kn.

4) Py : Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antara

perlakuan.

5) Ey : Jumlah kuadrat-kuadrat kekeliruan

eksperimen ∑y2-Ry-Py

Pengujian menggunakan uji ANAVA satu arah

dengan tingkat signifikan α = 5% nilai sig. Menunjukan

tingkat signifikan dari pengujian yang dilakukan

98
sehingga dapat langsung menentukan Ho ditolak atau

diterima. Berikut pedoman dalam membaca nilai sig :

Kriteria dalam pengujian sebagai berikut :

1) Jika nilai sig > α (0,05), maka Ho diterima yang

menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan.

2) Jika nilai sig < α, maka Ho ditolak yang menunjukan

ada perbedaan yang disignifikan.

Kriteria dalam pengujian sebagai berikut :

1) Jika F hitung lebih besar dari F table, maka Ho

ditolak dan Hi diterima.

2) Jika F hitung lebih kecil dari F table, maka Ho

diterima dan Hi ditolak.

3.7.4 Uji T

Analisis perbandingan aktivitas dari suspensi ekstrak Daun Teh

Hijau (Camellia sinensis L.) dengan menggunakan uji T digunakan

rumus sebagai berikut :

X−Y
Thitung =
S1 S2 S2 S2
√ 2 + 2 −2.r( 1 )+( 2 )
n1 n2 √n1 √n2

Keterangan :

X = Rata-rata sampel

Y = Rata-rata kontrol positif

S1 = Simpangan baku sampel

S2 = Simpangan baku kontrol positif

99
𝑆12 = Varians sampel

𝑆22 = Varians kontrol positif

r = Korelasi antara dua sampel

Uji T dikenal dengan uji persial, yaitu untuk mengujji

bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebasnya secara

sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya. Uji ini dilakukan dengan

membandingkan T hitung dengan T table atau dengan melihat kolom

signifikan masing-masing T hitung. Proses uji T identic dengan uji F.

Dasar pengambilan dalam uji T adalah jika T hitung < T table maka

Ho diterima dan Hi ditolak. Sebaliiknya jika nilai T hitung > T table

maka Ho ditolak dan Hi diterima (Sugiyono, 2015).

3.8 Format Data Hasil Pengamatan

3.8.1 Evaluasi Sediaan Suspensi

Evaluasi Sediaan meliputi uji organoleptis, uji sedimentasi, uji

massa jenis, uji pH suspensi dan uji viskositas.

Tabel 3.5 Uji Evaluasi Sediaan Suspensi Ekstrak Daun Teh

Hijau (Camellia sinensis L.)

Hasil Pengamatan

No Uji Organoleptis Uji Uji Uji pH Uji


Sedimentasi massa viskositas
jenis

Bentuk Warna Bau

100
1
2

3.8.2 Uji Stabilitas Sediaan Suspensi

Uji stabilitas sediaan suspensi ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) meliputi : Uji organoleptis, uji sedimentasi,

uji massa jenis, uji pH suspensi, dan uji viskositas dengan

menggunakan metode cycling test dengan menggunakan 6 siklus

selama 12 hari. Dimana 1 siklus dilakukan selama 2 hari dengan

menggunakan 2 suhu 4oC dan 40oC.

Tabel 3.6 Uji stabilitas sediaan suspensi ekstrak Daun Teh

Hijau (Camellia sinensis L.)

Hasil Pengamatan

Siklus
Organoleptis Sedimentasi Massa Jenis Uji Viskositas
Bentuk Warna Bau (g/cm3) pH (cP)

101
3

3.8.3 Uji Efektivitas Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia

sinensis L.)

Efektivitas pemberian suspensi ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.) yang diberi paparan asap rokok terhadap

kualitas spermatozoa pada mencit jantan putih dengan konsentrasi

1,25%, 2,5%,dan 5% dapat dilihat pada format tabel berikut :

Tabel 3.7 Uji Efektivitas Suspensi Ekstrak Daun Teh Hijau

(Camellia sinensis L.)

Kualitas Spermatzoa

Taraf Abnormalitas

Perlakuan Konsentrasi Motilitas Viabilitas


Jumlah Morfologi

X1

102
X2

X3

K+

KNormal

103

Anda mungkin juga menyukai